Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan bidang kesejahteraan sosial sebagai bagian tak

terpisahkan dari pembangunan nasional telah mengambil peran aktif dalam

meningkatkan kualitas hidup masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang

layak dan bermartabat, memenuhi hak kebutuhan dasar yang diselenggarakan

melalui pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terprogram,

terarah, dan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang

RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Kota Baubau dengan fokus pada 7 (tujuh) permasalahan sosial yakni

Kemiskinan, Keterlantaran, Kecacatan, Ketunaan Sosial dan Penyimpangan

Perilaku, Keterpencilan, Korban Bencana serta Tindak Korban Kekerasan dan

Pekerja Migran, baik yang bersifat primer maupun akibat/dampak non sosial.

Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial dewasa ini diwarnai

adanya perubahan paradigma pembangunan yang bergeser ke arah

desentralistik dalam suasana otonomi daerah yang memberikan peran lebih

besar kepada daerah Kabupaten/Kota sebagai pelaku utama pembangunan

serta memberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk menyelenggarakan

pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Namun disatu sisi,

pelaksanaan otonomi tidak sepenuhnya berjalan mulus dengan ditemuinya

dampak negatif yang berakibat pada peningkatan kualitas persoalan dalam

1
layanan kesejahteraan sosial, meningkatnya kuantitas Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) jalanan dengan berbagai problematikanya,

meningkatnya pengangguran seiring dengan semakin menyempitnya peluang

kerja serta ekses lainnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

menjelaskan bahwa indikator keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial

di Kota Baubau adalah semakin berkurangnya populasi Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan meningkatnya peran aktif Potensi Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS), yang diimplementasikan melalui 2 (dua) model

pendekatan yakni pendekatan berbasis kelembagaan (Balai dan Unit

Rehabilitasi Sosial) dan yang berbasis masyarakat, melalui 4 (empat) pilar

pelayanan kesejahteraan sosial yakni Jaminan Sosial, Rehabilitasi Sosial,

Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial. Penyelenggaraan

kesejahteraan sosial juga membutuhkan dukungan dan peran aktif

masyarakat, baik perseorangan, keluarga, organisasi sosial, lembaga swadaya

masyarakat dan dunia usaha demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang

yang dilaksanakan secara terarah, terpadu, simultan, terintegrasi dan

berkelanjutan.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system)

adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk

memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial

bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi

2
hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau

berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau

pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan

dan lain sebagainya.

Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada

penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah

diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama.

Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam,

ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya

mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu

Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali

oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya

kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk warga

negara Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana

yang diamanatkan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya

dalam tulisan ini disebut UUD 1945) tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu

“Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”.

Perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini belum mampu mencakup

seluruh warga negara Indonesia. Misalnya, belum adanya perlindungan dan

jaminan sosial bagi pekerja sektor informal. Masalah kedua adalah belum

adanya satu peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan

sistem perlindungan dan jaminan sosial. Masing-masing jenis perlindungan

dan jaminan sosial yang ada saat ini dilandasi oleh undang-undang dan atau

3
peraturan pemerintah yang berbeda-beda. Hal ini selanjutnya akan

menyebabkan penanganan skema perlindungan dan jaminan sosial yang ada

masih terpisah-pisah dan bahkan tumpang tindih.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya dalam tulisan ini disebut

SJSN) telah terbit pada tahun 2004. Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa

mewujudkan apa yang terkandung didalam Undang-Undang No 40 tahun

2004, agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial

yang layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk

mewujudkan amanat konstitusi, mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang

berkeadilan sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah

percepatan untuk mewujudkan Undang-undang SJSN itu, mengingat

ketertinggalan Indonesia dalam penyelenggaraan program jaminan sosial

Alasan perlunya penetapan BPJS dalam penyelenggaraan jaminan

kesehatan dengan pendekatan asuransi sosial adalah untuk memenuhi prinsip

gotong royong. Karena itu diperlukan kartu identitas tunggal untuk peserta

yang berlaku di seluruh Indonesia atas pertimbangan mobilitas penduduk,

frekuensi perputaran pekerja sektor swasta dan untuk keperluan pelayanan

kesehatan lintas batas wilayah seperti rujukan dari daerah lain agar

memudahkan dalam akses pelayanan kesehatan. Mobilitas penduduk berarti

adanya mobililitas keluarga dari daerah asal ke daerah tujuan manakala

memerlukan pelayanan kesehatan di daerah tujuan, maka akan dengan mudah

diakses. Apabila penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan secara

4
lokal, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan rujukan dan bahkan

menjadi kacau karena tidak lagi berlaku rujukan kemudian terjadi penolakan

dalam pelayanan kesehatan karena perbedaan kepesertaan wilayah. Karena

itu, penyelenggaraan SJSN dikelola secara terpusat dengan tujuan untuk

memudahkan akses pelayanan kesehatan sehingga siapapun yang berobat ke

daerah manapun akan dengan mudah diakses.

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya

kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu

mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk

pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,

pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU No 11 Tahun 2009 pasal 1

dan 2). Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan

dari pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial

berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini

karena pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri

atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi

kehidupan manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan

kesejahteraan sosial dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) menjadi kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh,

berkelanjutan dan bersinergi, sehingga kesejahteraan sosial masyarakat

lambat laun dapat meningkat.

5
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) merupakan

seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan,

kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga

tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara

memadai dan wajar. Berbagai permasalahan kesejahteraan sosial yang

muncul pada masyarakat Indonesia saat ini, meliputi: menurunnya tingkat

ekonomi, penyimpangan norma dan perilaku, meningkatnya masalah sosial,

menurunnya kualitas kesehatan, dan meningkatnya kriminalitas.

Permasalahan kesejahteraan sosial tersebut dilatarbelakangi adanya

perubahan dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi saat ini, yang

dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan hidup, persaingan hidup yang

semakin ketat, ketidakmampuan dan keterbatasan masyarakat untuk

beradaptasi.

Kemiskinan dan kebodohan menjadikan Indonesia satu negara yang

hendak mencari berbagai solusi yang pasti untuk kehidupan yang lebih baik

dalam pemenuhan kebutuhannya. Kemiskinan merupakan permasalahan

multidimensional yang mencakup kemiskinan dalam dimensi ekonomi,

kemiskinan dalam dimensi sosial, politik dan budaya, kemiskinan dalam

dimensi kesehatan, pendidikan, sejarah, kemiskinan yang berdimensi

pendidikan, agama, budi pekerti, serta dalam hubungan bilateral dan

diplomasi. Dalam proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi

oleh dua dimensi yaitu yang pertama dimensi makro yang menggambarkan

bagaimana institusi negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya

6
mempengaruhi proses perubahan suatu masyarakat, sedangkan dimensi yang

kedua adalah dimensi mikro yaitu individu dan kelompok masyarakat

mempengaruhi proses pembangunan itu sendiri, (Adi, 2003 : 1).

Pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, dalam membangun

masyarakat Indonesia untuk menggapai kesejahteraan dalam pemenuhan

kebutuhan hidupnya adalah dengan melibatkan semua unsur yang ada dalam

sebuah negara, masyarakat dan pemerintah. Di sisi lain masyarakat sebagai

individu atau kelompok secara langsung memerlukan keterbukaan budaya

maupun peningkatan etos kerja yang terarah untuk mempengaruhi perubahan

sosial tersebut.

Berbagai problematika sosial dalam sistem perlindungan sosial dan

percepatan kemiskinan ini memberikan pertanyaan yang mendasar, mengenai

peran pendamping Sosial pada proses pemberdayaan masyarakat miskin,

dalam sebuah permasalahan sosial. Kemiskinan Indonesia akan bergantung

peran dan fungsi pendamping dari berbagai program pemerintah yang

diberikan kepada masyarakat untuk mempermudah mendefinisikan standar

kehidupan yang normal (layak) bagi keseharian masyarakat. Menjadi

kewajiban bersama bagi setiap komponen pemerintah dan masyarakat dalam

bernegara untuk bersama-sama menyelami kemiskinan, sehingga peran dan

fungsi masing-masing sebagai satu cara untuk keluar dari kebodohan dan

kemiskinan.

Dikelurahan Sulaa begitu banyak persoalan kemiskinan diantaranya

banyaknya penggauran yang tidak bisa terakomodir untuk mendapatkan

7
bantuan untuk usaha, banyaknya masyarakat yang hanya berharap dari hasil

tangkapan dilaut dan ibu-ibu disana hanya bertugas membantu suami untuk

meperdgankan hasil yang didapat kepal keluarga, tetapi disisi lain tingkat

keterampilan dalam membuat sesuatu itu ada seperti keterampilan membuat

sarung tenun, pemberdayaan ikan dikaramba dan lain-lain halnya. Tetapi

masyarakat disana masih juga banyak yang miskin.

Untuk menguatkan hal tersebut diperlukan seorang pendamping yang

akan membantu mengarahkan dan menfasilitasi kegiatan pemberdayaan

disuatu wilayah untuk memberikan maslahat bagi masyarakat yang

membutuhkan bantuan. Dari persoalan tersebut diatas maka penulis

mengambil judul Peran Pendamping Sosial Dalam Menunjang Program

Perlindungan Sosial Bagi Fakir Miskin Di Kelurahan Sulaa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masaalah diatas maka dapat di rumuskan

permasaalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Pendamping Sosial dalam menunjang Efektivitas

Program Perlindungan Sosial bagi Fakir Miskin di Kelurahan Sulaa ?

2. Faktor apa yang mempengaruhi Pendamping Sosial dalam menunjang

Efektivitas Program Perindungan Sosial bagi Fakir Miskin di Kelurahan

Sulaa ?

8
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan peran Pendamping Sosial dalam menunjang

program perlindungan sosial bagi fakir miskin di Kelurahan Sulaa.

3. Untuk mendeskrpsikan faktor yang mempengaruhi Pendamping Sosial

dalam menunjang program perlindungan sosial bagi fakir miskin di

Kelurahan Sulaa

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis/akademik maupun secara praktis

1. Manfaat Teoritis /Akademik

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

keilmuan pada civitas akademika Universitas Muhammadiyah Buton

(UMB) tentang peran Pendamping Sosial dalam menunjang Efektivitas

program perindungan sosial bagi fakir miskin di kelurahan sulaa.

2. Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

secara praktis yang terdiri dari :

a. Dapat memberikan masukan Pendamping Sosial dalam menunjang

Efektivitas program perindungan sosial bagi fakir miskin.

b. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat

kebijakan yang berkaitan dengan program perindungan sosial bagi

fakir miskin.

Anda mungkin juga menyukai