Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar darah berwarna
kehitaman seperti aspal) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan
saluran makan bagian atas/PSMBA (upper gastrointestinal tract). Kebanyakan
kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-
14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka
kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang
gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan (Sudoyo
AW, 2009).
Menurut Marcelus Simadibrata K et al, (2012), Perdarahan ulkus peptikum
(PUP) merupakan penyebab tersering perdarahan saluran makan bagian atas
(PSMBA) berkisar antara 31% sampai 67% dari semua kasus, diikuti oleh gastritis
erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan Mallory-Weiss.
Sedangkan menurut suyata et al (2004) di Indonesia, Gastropati NSAID
juga merupakan penyebab tersering perdarahan saluran makan bagian atas
(PSMBA) setelah ruptur varises esophagus. Menurut data dari Moskow Ilmiah
Lembaga Penelitian Gastroenterology, pengobatan dengan NSAID menyebabkan
gastritis akut dalam 100% kasus dalam satu minggu setelah awal pengobatan. Lesi
erosif gastrointestinal terjadi pada 20-40% pasien, yang menerima pengobatan
NSAID secara teratur. Penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama 12-
30% dapat mengakibatkan ulkus gaster ,dan 2-19% dapat mengakibatkan ulkus
duodenum (Tugushi M, 2012).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hematemesis dan Melena


Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah warna
menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kop tercampur enzim dan asam
lambung (Sudoyo AW, 2009).
Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang
khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau
hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan
perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena
dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan
mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol.
Lycorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat
menyebabkan faeces menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk
menentukan adanya hemoglobin (Sudoyo AW, 2009).

2.2 Definisi Ulkus Peptikum


Ulkus peptikum merupakan kerusakan jaringan mulai dari mukosa,
submukosa, sampai dengan muskularis mukosa dari saluran makan bagian atas
dengan diameter >5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis,
yang merupakan luka terbuka, pinggir edema dengan batas yang jelas disertai
indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris, akibat pengaruh asam lambung dan
pepsin (Askandar et al, 2015).
Ulkus peptikum yaitu merupakan ulkus gaster dan ulkus duodenum yang
terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif (Helicobacter Pylori
dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid) dan faktor defensif (mukus, epitel,
prostaglandin) (Akil HAM, 2014)..

2
2.3 Fisiologi Gaster/Lambung

Secara anatomi, lambung terdiri dari fundus, kardia, korpus, dan pylorus.
Epitel Gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/lekukan berukuran
mikroskopis. Setiap lekukan bercabang menjadi 4-5 kelenjar gaster dari sel-sel
epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar daerah
kardia terdiri dari <5% kelenjar gaster, mengandung mukus dan sel-sel endokrin,
Sebagian besar 75% kelenjar gaster terletak didalam mukosa oksintik
mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan enterokromafin.
Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel-sel
gastrin) dan didapati didaerah antrum (Tarigan P, 2014).
Fungsi lambung antara lain, penyimpan makanan, produksi kimus, digesti
protein, produksi mukus, dan produksi faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang
disekresi sel parietal. (Lindseth GN, 2002).
Sekresi kelenjar lambung menurut bagian-bagian histologi lambung (Lindseth
GN, 2002) :
1. Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus

3
2. Kelenjar fundus-korpus terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi
pepsinogen, Sel parietal mensekresi asam klorida (HCl) dan faktor
intrinsik, serta sel leher mukosa mensekresi mukus.
3. Kelenjar pilorus di antrum pilorus mensekresi mukus dan gastrin.

Tahap-tahap fisiologi sekresi HCl lambung, terdiri dari 3 tahap (Lindseth GN,
2002 dan Tarigan P, 2014) :
1. Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan
menelan makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini
mengakibatkan kelenjar gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan
menambah mukus.
2. Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung
dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel
G) di kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan
peptida di lumen dan mungkin distimulasi vagal.
3. Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan
memasuki proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi
lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi
menuju lambung.
Sekresi dihambat secara bersamaan. Somatostatin, suatu hormon
gastrointestinal yang dilepaskan oleh sel-sel endokrin didapati pada
mukosa gaster (sel D) untuk merespon HCI. Somatostatin dapat
menghambat asam lambung melalui mekanisme langsung (sel parietal)
maupun tidak langsung (menurunkan pelepasan histamine dari sel
enterokromafin) dan (menghambat pelepasan gastrin oleh sel G). Serta
oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum jika PH di
bawah 2 dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi
gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin dan hormon
pembersih enterogastron (Tarigan P, 2014).

4
Gambar 1. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi7
Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel
parietal meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau
vagal lambung, menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor kolinergik-
muskarinik menghasilkan peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat
aktivasi pompa proton. Gastrin mengaktivasi reseptor gastrin sehingga
mengningkatkan Ca2+ sitoplasma dalam sel parietal. sel-sel
Enterochromaffin-like memainkan peranan sentral, gastrin dan aferen
vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL, yang mana
histamin akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini
dianggap paling penting untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa
reseptor pada permukaan sel parietal menghambat produksi asam.
Reseptor tersebut meliputi reseptor somatostatin, prostaglandin seri E, dan
faktor pertumbuhan epidermal (Lindseth GN, 2002).

2.4 Etiologi
Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima
makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan
kedalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis
makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung

5
dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barier serta epitel,
tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), alkohol dan empedu dapat menimbulkan defek lapisan mukus
dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul gastritis akut/kronik hingga ulkus
peptik. Diketahui ada dua faktor utama penyebab dari ulkus peptikum, yaitu,
infeksi Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID (Askandar et al, 2015).

2.4 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


H.pylori (bakteri gram negative berbentuk batang/basil), akan
mengeluarkan toksin sehingga menyebabkan respon inflamasi, yang akan
menghambat deteksi dari H+ pada antrum gaster, sehingga sekresi H+ meningkat.
Penggunaan NSAID dapat menyebabkan toksisitas pada sel epitel gaster,
selain itu dapat menghambat COX1 sehingga terjadi penurunan prostaglandin,
peningkatan produksi H+ dan penurunan produksi mukus.
Hal tesebut dapat menyebabkan penurunan faktor gastroprotektif (mukus,
aliran darah, sel epitel, dan prostaglandin) dan meningkatkan faktor perusak
mukosa gaster (Asam lambung, racun/toksin). Sehingga dapat menimbulkan erosi
pada mukosa gaster. Erosi yang terjadi sampai ke pembuluh darah dapat
menyebabkan pendarahan pada gaster dan esophagus.
Pendarahan yang terjadi pada gastrointestinal yang teroksidasi oleh HCL
dapat menimbulkan melena dan emesis (Coffe ground emesis). Sedangkan
pendarahan yang terjadi pada Esofagus dapat menimbulkan muntah
darah/hematemesis. Selaain itu erosi dapat mengiritasi inervasi somatic sehingga
Dapat menimbukan gejala nyeri epigastrik, dan mual.

6
2.5 Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum menurut Tarigan P, (2014) ditegakan
berdasarkan :
1. Pengamatan klinis, dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai, sugesti
pasien tukak
2. Hasil Pemeriksaan Penunjang (endoskopi atau radiologi)
3. Histopatologi kuman helicobacter pylori
2.6 Terapi
Terapi Ulkus peptikum dapat dibagi menjadi terapi Non-medikamentosa,
terapi medikamentosa, operasi (Sudoyo AW, 2009).
A. Terapi Non medikamentosa
 Istirahat, dengan bertambahnya jam istirahat dapat mengurangi
refluks empedu, stres dan penggunaan analgetik.

7
 Diet, beberapa peneliti menagnjurkan untuk diberikan makanan
biasa, tidak merangsang asam lambung.

B. Terapi Medikamentosa
Secara medikamentosa pada kasus ulkus peptikum dapat diberikan
terapi antisekretorik dan terapi eradikasi H.Pylori. Untuk terapi
antisekretorik dapat diberikan obat-obatan seperti golongan Antasida,
koloid bismuth, sukralfat, prostaglandin, antagonis reseptor H2, dan
proton pump inhibitor.
Konsensus Nasional Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises
oleh PGI tahun 2012 merekomendasikan penggunaan obat golongan
PPI karena dapat dengan cepat menetralkan asam lambung. Adapun
preparat yang banyak beredar di RS seluruh Indonesia berupa
Omeprazole, lansoprazole, dan pantoprazole (Sudoyo AW, 2009).
dapat diberikan dengan dosis :
 Omeprazole 2x20mg/standar dosis atau 1x40mg double
dosis
 Lansoprazole/Pantoprazole 2x 40mg /standar dosis atau
1x60 mg/double dosis.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi
aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek
eradikasi oleh triple drugs regimen. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir kerja enzim K+H+- ATPase yang akan memecah K+H+-
ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam
HCI dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen lambung.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan H.Pylori hal ini telah
dicantumkan dalam tatalaksana yang di muat dalam Konsensus
Nasional Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises oleh PGI tahun
2012. Pemeriksaan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi

8
eradikasi dengan hasil tes diagnosis yang positif, pemantauan berkala
untuk hasil terapi dan terapi ulang pada gagal eradikasi.
Eradikasi dengan terapi tiga obat (triple therapy) memiliki tingkat
keberhasilan sampai 80 % bahkan 90% pada pasien ulkus peptikum
tanpa disertai dengan efek samping yang signifikan dan efek minimal
dalam resistensi terhadap antibiotik. Lebih jauh lagi, berkaitan dengan
evaluasi penyembuhan ulkus melalui endoskopi, ditemukan bahwa
tingkat keberhasilan terapi PPI selama satu minggu mencapai 80-85%.
Setelah H. pylori terbukti tereradikasi, terapi PPI rumatan tidak
diperlukan kecuali pasien menggunakan NSAIDs atau antitrombotik.
Triple Therapy. Secara historis regimen terapi eradikasi yang
pertama digunakan adalah: Bismuth, Metronidazol, Tetrasiklin.
Regimen tipel terapi (PPI 2x1 , Amoxicilin 2x 1000, Klaritromisin
2x500, Metonidazol 3x500, Tetrasiklin 4x500) yang banyak
digunakan saat ini adalah :
1. PPI 2x1 + Amoxksisilin 2x100 + klaritromisin 2x500
(regimen terbaik)
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500 (bila
alergi penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
(kombinasi termurah)
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 (bila
alergi klaritromisin dan penisilin)
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari
rabeprazole. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk
kesembuhan ulkus peptikum, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama
3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya di atas 90%. Efek
samping triple terapi 20-30 %. Kegagalan pengobatan eradikasi
biasanya karena timbulnya efek samping dan compliance dan resisten
kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan paska eradikasi biasanya suatu
rekurensi dengan infeksi kuman lain. Tujuan eradikasi HP sendiri

9
adalan untuk: l). Mengurangi keluhan/simtom, 2). Penyembuhan
ulkus, 3). Mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah
kekambuhan ulkus juga dapat mencegah perdarahan dan keganasan.
Terapi kuadripel. Jika gagal dengan terapi tripel, maka dianjurkan
memberikan regimen terapi kuadrupel yaitu: PPI 2 x sehari, Bismuth
Subsalisilat 4x2 tab, MNZ 4x250, Tehasiklin 4x500, bila bismuth
tidak tersedia diganti dengan tripel terapi. Kombinasi PPI, amoxicilin
dan rifabutin selama l0 hari hasil > 80% tereradikasi pada pasien yang
telah resisten dapat dianjurkan, bila belum juga berhasil dianjurkan
kultur dan tes sensitivitas.

C. Tindakan Operasi
Dilakukan pada pasien dengan keadaan ulkus yang refrakter/gagal
pengobatan, dalam kedadaan darurat (perforasi/stenosis pylorik), atau
ulkus dengan kecurigaan mengarah keganasan.

2.7 Komplikasi
a. Perdarahan
Insiden 15 - 25 %, meningkat pada usia lanjut (> 50 tahun) akibat
adanya penyakit degeneratif dan meningkat akibat pemakaian OAINS.
Sebagian besar perdarahan berhenti spontan, sebagian memerlukan
tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan operasi
(5% dari pasien yang memerlukan tranfusi darah). Pemberian transfuse
dengan memperhatikan tanda-tanda hemodinamik yaitu :
 Tekanan darah sistol <100 mmhg
 Hb <10mg/dl
 Nadi >100x/menit
 Hematokrit <30%

b. Perforasi, rasa sakit tiba tiba, sakit berat, sakit difus pada perut
Insidensi 6-7%, hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke
peritoneum, l0% tanpa keluhan / tanda perforasi dan 10% disertai
perdarahan tukak dengan mortalitas yang meningkat. Insiden perforasi
meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan meningkatnya
penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri hati,

10
dapat menimbulkan fistula gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbukaltanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup
oleh omentumlorgan perut di sekitar. Terapi perforasi : dekompresi,
pemasangan nasogastrik tube, aspirasi cairan lambung terus menerus,
pasien dipuasakan, diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika
diikuti tindakan operasi.

c. Stenosis pylorik/Gastric outlet obstruction


Insidensi l-2 % dari pasien tukak. Keluhan pasien akibat obstruksi
mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual,
sakit perut setelah makan/post prandial, berat badan turun. Kejadian
obstruksi bisa temporer akibat peradangan daerah peri pilorik timbul
odema, spasme. Ini akan membaik bila keradangan sembuh. Penghambat
pompa proton (PPI 1 amp dalam 100 cc NaCl 0.9 diberi selama 10 jam
dan dapat diteruskan selama beberapa hari (7- I 0 hari) hingga obstruksi
hilang. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga
mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu. Terapi : dekompresi,
pasang nasogastrik tube, dari aspirasi isi lambung, puasa/TPN, dilanjutkan
dengan pemasangan balon dilatasi dengan endoskopi dan bila gagal
dilakukan tindakan operasi piloroplasti.

2.8 Prognosis
Ketika penyebab dasar penyakit ulkus peptikum ditangani, prognosisnya
sangat baik. Sebagian besar pasien berhasil diobati dengan pemberantasan infeksi
H.pylori, penghindaran NSAID, dan penggunaan antisekresi yang tepat (Anand
BS, 2019).
a. Vitam : Dubia ad bonam
b. Fungctionam : Dubia ad bonam

11
BAB III
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ibu. Ma
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 tahun
Alamat : Jl. Tanjung sari
Agama : Islam
No. rekam medis : 43-81-97
Tanggal Masuk : 10-10-2019
II. Anamnesis
Keluhan Utama : BAB Berwarna Hitam
Riwayat Penyakit Sekarang :
 BAB berwarna hitam seperti aspal sejak 2 jam SMRS, dengan
konsistensi cair, sudah 3x, jika BAB disiram berwarna merah, tidak
mengeluhkan adanya nyeri baik setelah makan, atau saat perut
kosong/belum makan.
 Disertai adanya muntah darah 1x, muntah memang berupa darah
bukan makanan.
 Penurunan nafsu makan lebih dari 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Hipertensi disangkal
 Diabetes mellitus disangkal
 Nyeri sendi (lutut)
Riwayat Pengobatan :
 Riwayat mengkonsumsi jamu selama 1 tahun untuk nyeri sendi,
diminum 4x dalam seminggu
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Hipertensi disangkal
 Diabetes mellitus disangkal

12
Riwayat Pekerjaan, Ekonomi, kejiwaan, dan Kebiasaan :
 Tidak pernah mengkonsumsi alkohol/miras, Penurunan nafsu makan
lebih dari 1 bulan, porsi makan sedikit 2-3 suap, lebih memilih untuk
banyak minum
III. Pemeriksaan Tanda Vital
Dilakukan pada tanggal 10 oktober 2019 pukul : 20.00 WIB
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : komposmentis
 Tinggi Badan : 155 cm
 Berat Badan : 55 kg
 Status Gizi : Normoweight (22,9)
 Tekanan darah : 120/80 mmhg
 Denyut Nadi : 100x/menit
 Suhu tubuh : 36,9’ C
 Frekuensi nafas : 17x/menit
IV. Pemeriksaan fisik diagnostik
Skema Manusia

Gambarkan pada skema diatas jika ada kelainan local dan berikan
keterangan secukupnya.
 Status Lokalis : (-)
 Pemeriksaan Kepala

13
o Ukuran dan bentuk : Normal
o Simetrisitas Wajah : Simetris
o Rambut : Berwarna putih lurus
 Pemeriksaan Mata
o Kelopak /Palpebra : Normal, tidak tampak tanda
peradangan, simetris, ptosis (-)
o Konjungtiva : Anemis
o Sklera : Tidak ikterik
o Kornea : Jernih
o Pupil : Isokor
 Pemeriksaan Leher
o Inspeksi : Tidak tampak masa/nodul,
dan tanda radang
o Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
o Pemeriksaan Trakea : Letak di sentral
o Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
o Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak tampak
peningkatan JVP
 Pemeriksaan Thorak
o Inspeksi : Normochest, simetris
o Perkusi : Lapang paru sonor, batas jantung normal
o Palpasi : fremitus taktil normal
o Auskultasi : Vesikuler, tidak ada bunyi jantung
tambahan
 Pemeriksaan Abdomen
o Inspeksi : Membuncit, scar (-), striae (-)
o Auskultasi : Peristaltik usus 1x/menit
o Perkusi : Lapang abdomen timpani
o Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang
abdomen
 Pemeriksaan Ekstrimitas

14
o Lengan : kekuatan motorik 6
o Tangan : kekuatan motorik 6
o Tungkai : kekuatan motorik 6
o Kaki : kekuatan motorik 6
V. Resume Pemeriksaan Fisik
 Mengeluhkan melena, disertai hematemesis, memiliki riwayat sering
mengkonsumsi jamu pereda nyeri yang rutin diminum 4x sehari.
Lebih dari satu bulan mengeluhkan penurunan nafsu makan, setiap
makan hanya 2-3 suap.
VI. Daftar masalah pasien (Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik)
 Masalah aktif : BAB berwarna hitam seperti aspal
 Masalah pasif : Nyeri sendi
VII. Diagnosis dan Diagnosis Banding
 Diagnosis Kerja :
o Hematemesis melena e.c Gastropathy NSAID e.c susp Ulkus
Gaster e.c susp duodenum e.c ulkus peptikum e.c susp
varises esofagus
o Anemia e.c Pendarahan saluran gastrointestinal atas
VIII. Rencana
 Tindakan terapi awal di Instalasi Gawat Darurat :
o Inj. Omeprazole 1 amp
o IVFD Asering 20 tetes/menit
o Inj. Asam tranexamat 500mg / 8 jam
o Sukralfat syrup 3x20cc
o Transfusi PRC 2 kolf, 1 kolf/hari
o Drip Omeprazole 1 amp dijadikan 50 cc Nacl 0,9% 
2cc/jam (syringe pump)
o Pasang NGT  Aspirasi lambung kotor
 Tindakan diagnostik/Pemeriksaan Penunjang :
o Hematologi
 Hemoglobin : 8,7 mg/dl

15
 Leukosit : 12.100 mm3
 Hematokrit : 28%
o Glukosa darah
 GDR : 201 mg/dl
o Faal Ginjal
 Ureum : 114
 Kreatinin : 0,8

IX. Follow Up
 Tanggal 11/11/2019
o Keluhan : BAB masih hitam, badan lemas
o TTV : TD 120/80, RR 20x/menit, HR 80x/menit, Suhu 36’C
o Obat : IVFD Nacl 0,9% 20 tpm, transfusi PRC ke 2, drip
omeprazole 5 amp dijadikan 50 cc  2cc/jam
 Tanggal 12/10/2019
o Keluhan : BAB Hitam seperti aspal 2x, nafsu makan mulai
membaik
o TTV : TD 140/90, RR 18x/menit, HR 79x/menit, Suhu
36,6’C
o Obat : Sukralfat Syrup 3x20CC, Inj. Asam Tranexamat 1
amp/8 jam
o Lab :
 Hemoglobin 10,4 gr/dl  12-15 gr/dl
 Leukosit 5.900 mm3  4.000-11.000 mm3
 Trombosit 161.000 mm3  150.000-450.000 mm3
 Mcv 69 FL  80-100 FL
 Mch 22 PG  27-32 PG
 Mchc 32%  32-36%
 Hematokrit 32%  36-52 %
 SGOT/AST 15 mg/dl  <40

16
 SGPT/ALT 12 mg/dl  <30
 Tanggal 13/10/2019
o Keluhan : BAB masih berwarna hitam.
o TTV : TD 100/70,RR 24x, HR 70x/menit, Suhu 37’C
o Obat : Sukralfat syrup 3x20cc
o Labor :
 Homeostatis
 Masa Pendarahan 2 menit  Normalnya 2-7
 Masa Pembekuan 3 menit  <3 menit
 Tanggal 14/10/2019
o Keluhan : BAB Hitam seperti aspal 2x
o TTV : TD 130/90, RR 18x/menit, HR 90x/menit, Suhu
36’C
o Obat : Omeprazole 50 cc  drip 2cc/jam, Sukralfat
Syrup 3x 20cc
o Endoskopi :

17
 Esofagus : Tidak terdapat mucosal break
 Gaster : Tampak mukosa kardia, fundus,
korpus tampak hiperemis, erosi. Mukosa antrum
tampak giant ulcer ukuruan 40x60mm dengan dasar
irregular, berslaput fibrin, tampak darah. Kanal
pylorus simetris.
 Duodenum : Mukosa bulbus tampak multiple healing
ulcer ukuran 1-3 mm.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis Hematemesis Melena e.c Ulkus Peptikum


berdasarkan kepada hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan BAB
berwarna hitam seperti aspal sejak 2 jam SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit),
dengan konsistensi cair, sudah 3x, Disertai adanya muntah darah 1x. Dari
ringkasan anamnesis tersebut perlu kita ketahui apakah perdarahan yang terjadi
merupakan perdarahan saluran makan bagian atas atau bawah. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas didapatkan manifestasi klinik umumnya hematemesis
dan atau melena serta aspirasi nasogastrik didapat adanya darah, sedangkan pada
perdarahan saluran cerna bawah didapatkan manifestasi klinik umumnya
hematokezia dan pada aspirasi nasogastrik didapatkan jernih (Wenas, 2009). Pada
kasus ini didapatkan adanya hematemesis dan melena serta aspirasi nasogastrik
didapatkan adanya darah.
Secara terminologi atau definisi pendarahan saluran makan bagian atas
atau PSMBA adalah pendarahan saluran makanan dari Ligamentum treitz bagian
proksimal. Kemungkinan pasien datang dengan 1).anemia defisiensi besi akibat
pendarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dengan atau
tanpa melena disertai dengan atau tanpa anemia dan gangguan hemodinamik
(Sudoyo AW, 2009).
 RPS (Riwayat Penyakit Sekarang) : BAB berwarna hitam seperti aspal
sejak 2 jam SMRS, dengan konsistensi cair, sudah 3x, disertai adanya
muntah darah 1x. Sesuai dengan teori menurut Wenas, (2009), dan
Sudoyo AW (2009) bahwasannya pada perdarahan saluran makan bagian
atas didapatkan manifestasi klinis berupa hematemesis (muntah darah)
dan atau melena (BAB berwarna hitam).
 RPD (Riwayat Penyakit Dahulu) : Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes millitus, penyakit kuning (hepatitis). Namun pasien
memiliki riwayat nyeri pada sendi (lutut). Pendarahan saluran makan

19
bagian atas (PSMBA) sendiri dibagi menjadi dua bagian yakni
perdarahan oleh karena Varises esophagus atau Non Esofagus. Pada
perdarahan yang disebabkan karena varises esophagus sangat sering
terjadi dan erat kaitanya pada kasus Sirosis hepatis yang dapat
disebabkan oleh karena Hepatitis B, C, dan riwayat peminum alkohol
(Sudoyo AW, 2009). Berdasarkan data RPD tersebut maka kemungkinan
diagnosis karena varises esophagus dapat disingkirkan.
 RP (Riwayat Pengobatan) : Pasien rutin meminum jamu jamuan selama
1 tahun yang diminum 4x dalam seminggu untuk meredakan nyeri
lututnya. Berdasarkan riwayat pengobatan tersebut maka sesuai dengan
teori bahwa ada dua faktor utama penyebab dari ulkus peptikum, salah
satunya yaitu adanya riwayat penggunaan NSAID (Askandar et al, 2015).
Sebaiknya ditanyakan juga konsumsi obat tambah darah (mengandung
besi) karena konsumsi tersebut dapat juga mengakibatkan feses berwarna
hitam (Sudoyo AW, 2009).
 Kebiasaan atau Psikososial : pasien tidak pernah mengkonsumsi
alkohol/miras, pasaien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan lebih
dari 1 bulan, porsi makan sedikit 2-3 suap, lebih memilih untuk banyak
minum.
 Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik : tidak didapatkan adanya ikterus,
spider nervi, eritema palmaris, edem pada tungkai.
 Dari hasil pemeriksaan penunjang, seperti :
o Laboratorium tidak didapatkan adanya peningkatan abnormal
SGPT/SGOT. Kadar Hemoglobin hari pertama masuk rumah
sakit menurun yaitu 8,7 mg/dl. MCV menurun 69 FL. MCH
menurun 22 PG. MCHC normal 32%.
o Hasil pemeriksaan endoskopi menunjukan adanya kelainan di
mukosa gaster dan duodenum, yaitu tampak mukosa kardia,
fundus, dan korpus tampak hiperemis, erosi. Mukosa antrum
tampak giant ulcer ukuruan 40x60mm dengan dasar irregular,
berslaput fibrin, tampak darah. Serta Mukosa bulbus tampak

20
multiple healing ulcer ukuran 1-3 mm. Sebaiknya dilakukan juga
pemeriksaan Tes diagnosis infeksi Helicobacter Pylori agar sesuai
dengan tatalaksana yang di muat dalam Konsensus Nasional
Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises oleh PGI tahun 2012.
Berdasarkan data status pasien terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu
pemberian obat PPI (proton pump inhibitor) c/omeprazole yang berfungsi untuk
mengurangi produksi asam lambung sehingga mengurangi mengurangi aktivitas
faktor agresif pepsin. Pemberian Sukralfat (obat penangkal kerusakan mucus)
yang berfungsi sebagai barrier pada mukosa untuk melindungi mukosa dari faktor
agresif. Pemberian asam tranexamat yang berfungsi untuk mengurangi
pendarahan, telah sesuai dengan anjuran tatalaksana ulkus peptikum (Tarigan P,
2014).

21
BAB V
KESIMPULAN

Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar darah berwarna
kehitaman seperti aspal) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan
saluran makan bagian atas/PSMBA (upper gastrointestinal tract). Perdarahan
ulkus peptikum (PUP) merupakan penyebab tersering perdarahan saluran makan
bagian atas (PSMBA) berkisar antara 31% sampai 67% dari semua kasus. Ulkus
peptikum merupakan kerusakan jaringan mulai dari mukosa, submukosa, sampai
dengan muskularis mukosa dari saluran makan bagian atas.
Ulkus peptikum yaitu merupakan ulkus gaster dan ulkus duodenum yang
terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif (Helicobacter Pylori
dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid).
Berdasarkan hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan BAB berwarna
hitam seperti aspal sejak 2 jam SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit), dengan
konsistensi cair, sudah 3x, Disertai adanya muntah darah 1x. Sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami hematemesis melena.
Pasien rutin meminum jamu jamuan selama 1 tahun yang diminum 4x dalam
seminggu untuk meredakan nyeri lututnya, pasien juga tidak pernah
mengkonsumsi alkohol/miras. Pemeriksaan fisik : tidak didapatkan adanya
ikterus, spider nervi, eritema palmaris, edem pada tungkai. Kadar Hemoglobin
hari pertama masuk rumah sakit menurun yaitu 8,7 mg/dl. MCV menurun 69 FL.
MCH menurun 22 PG. MCHC normal 32%. Hasil pemeriksaan endoskopi
menunjukan adanya kelainan di mukosa gaster dan duodenum.
Berdasarkan dari data hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ibu Ma mengalami
Hematemesis Melena ec gastropathy NSAID ec Ulkus Peptikum. Dengan
diagnosis sekunder anemia mikrositik hipokrom ec pendarahan upper
gastrointestinal.

22
DAFTAR PUSTAKA

Akil. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam: Tukak Duodenum. Jilid II Edisi 6.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Askandar Tjokroprawito, Poernomo budi, Chairul Efendi, Djoko Santoso,


Gatot Sugianto. 2015. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press. Hal 207-225.

Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson
LM (editors). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit
Ed.6 Vol.1. Jakarta: Penerbit ECG. 2002. p.417-35.

Marcelus Simadibrata K, Ari Fahrial Syam, Murdani Abdullah, Achmad


Fauzi, Kaka Renaldi. 2014. Persatuan Gastroenterologi
Indonesia & Kelompok Studi H.Pylori Indonesia : Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi H.Pylory
Jakarta. hal 10-13

Marcelus Simadibrata K, Ari Fahrial Syam, Murdani Abdullah, Achmad


Fauzi, Kaka Renaldi. 2012. Persatuan Gastroenterologi
Indonesia: Konsensus Nasional Penatalaksanaan Pendarahan
Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. hal 18-20

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy


between rebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids

23
gastropathy. The Indonesian Journal of Gastroenterology
Hepatology and Digestive Endoscopy Vol. 5, No. 3, December
2004; p.89-94.

Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006. p.338-48.
BS Anand. 2019. Peptic Ulcer Disease. Medscape. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/181753-overview
(21 oktober 2019)

24

Anda mungkin juga menyukai