Anda di halaman 1dari 13

VIII.

Continuing Professionalism Development

a) Individual Learning Plan

Pelayanan kefarmasian di apotek dilakukan sesuai dengan PMK RI


Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang
meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai serta pelayanan farmasi klinis. Mahasiswa melakukan pengamatan
terhadap pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan.
Proses pembelajaran mahasiswa di apotek selain dilakukan dengan pengamatan
tetapi juga praktik secara langsung dan diskusi dengan preseptor. Preseptor di
Apotek Arjasa merupakan apoteker pengelola apotek sekaligus pemilik sarana
apotek tersebut. Proses pembelajaran juga dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang bekerja di Apotek Arjasa sehingga mahasiswa mengetahui
peran tenaga teknis kefarmasian di apotek dan teknis pelaksanaan pelayanan
kefarmasian di apotek.

Mahasiswa melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pelayanan


farmasi klinik yang terdiri dari pengkajian resep, dispensing, Pelayanan
Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home
pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek
Samping Obat (MESO). Pelayanan kefarmasian terdiri dari swamedikasi dan
pelayanan resep yang memiliki alur pelayanan masing-masing yang sesuai
dengan standar prosedur operasional. Pelayanan swamedikasi dan obat OTC
(Over The Counter) dilakukan oleh mahasiswa dan tenaga teknis kefarmasian
dibawah supervisi apoteker. Jenis pelayanan resep di Apotek Arjasa terdiri dari
resep pasien umum dan BPJS. Mahasiswa berdiskusi terkait perbedaan dari
masing-masing jenis pelayanan di apotek. Selain itu, mahasiswa melakukan
pengamatan dan diskusi terhadap jenis pelayanan farmasi klinik yang lain yang
dilakukan dibawah supervisi apoteker.

1
b) Individual Learning Portfolio

Proses pembelajaran yang didapatkan mahasiswa terdiri dari kegiatan


manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta pelayanan farmasi klinis terkait pelayanan kefarmasian di apotek.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa di bawah supervisi apoteker atau
preseptor yang bertindak sebagai pembimbing mahasiswa pada saat melakukan
pelayanan kefarmasian di apotek yang dituju. Kegiatan manajerial di Apotek Arjasa
sebagai berikut :

a. perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi didasarkan pada pola konsumsi yang
memperhatikan persediaan barang yang tersedia di gudang maupun rak
penyimpanan obat setiap harinya.
b. pengadaan
Pengadaan yang dilakukan di Apotek Arjasa dilakukan melalui
proses pemesanan. Pemesanan tersebut dilakukan secara rutin dua kali
seminggu setiap hari senin dan kamis di apotek pusat. Pemesanan obat tidak
hanya ditujukan untuk apotek pusat tetapi juga apotek cabang sehingga
mempermudah proses pengadaan dan koordinasi sediaan farmasi pada
apotek-apotek tersebut. Proses pengadaan dilakukan dengan menggunakan
surat pesanan sesuai dengan jenis obat, seperti sediaan narkotika,
psikotropika, prekursor ataupun obat reguler karena memiliki persyaratan
pemesanan yang berbeda-beda.
c. penerimaan,

Penerimaan barang dilakukan oleh sales atau distributor terkait ke


petugas farmasi yang ada di apotek. Proses penerimaan harus
memperhatikan identitas barang yang disesuaikan dengan faktur dan surat
pesanan. Identitas barang yang diperhatikan adalah nama obat, jumlah,
tanggal kadaluarsa, dan nomor batch. Apabila telah sesuai maka sediaan
farmasi tersebut dapat disimpan namun apabila tidak sesuai maka dilakukan
pengecekan ulang dan dikonfimasi ke distributor atau sales terkait.

d. penyimpanan,

2
Penyimpanan obat di Apotek Arjasa umumnya dibagi menjadi obat dan
alat kesehatan serta bahan medis habis pakai. Pada penyimpanan obat memiliki
beberapa aturan, diataranya penyusunan dilakukan secara alfabetis, bentuk
sediaan (tablet, sirup, krim, tetes mata dan telinga), jenis obat (obat narkotika,
psikotropika, prekursor, obat regular, obat keras), obat substitusi, obat generik,
obat dengan penyimpanan khusus, dan obat OTC. Penyimpanan juga
memperhatikan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out) untuk mencegah obat kadaluwarsa pada saat penyimpanan di rak ataupun
di gudang.

e. pemusnahan,

Pemusnahan dilakukan untuk obat-obat yang kadaluarsa atau rusak,


resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu lima tahun, sediaan farmasi
yang tidak dapat digunakan, penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar, dan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang izin edarnya telah
dicabut oleh menteri. Apotek arjasa belum pernah melakukan pemusnahan
dikarenakan obat-obat yang tidak sesuai dan menjelang waktu kadaluwarsa atau
telah kadaluwarsa dapat dikembalikan ke distributor sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati.

f. pengendalian,

Pengendalian dilakukan untuk menghindari terjadinya kekosongan,


kekurangan, kelebihan, kadaluarsa, kehilangan, dan pengembalian pesanan.
Pengendalian yang dilakukan di Apotek Arjasa dengan menggunakan kartu stok
yang memuat nama obat, tanggal, jumlah obat yang tersedia, jumlah obat yang
dikeluarkan, jumlah obat yang tersisa, jumlah obat yang dimasukan, nomor
bets, nama distributor, dan tanggal kadaluwarsa. Pengecekan kartu stok
dilakukan setiap hari sehingga diketahui sisa sediaan farmasi yang tersedia di
apotek oleh petugas farmasi. Pengendalian juga dilakukan menggunakan buku
defekta atau buku pemesanan yang akan dipantau oleh apoteker sehinga obat
yang akan dipesan sesuai dengan kondisi ketersediaan obat di apotek.

g. pencatatan dan pelaporan.

3
Pencatatan dan pelaporan di Apotek Arjasa dilakukan secara rutin,
seperti pelaporan SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) secara online. Laporan tersebut dilakukan secara rutin paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya melalui situs resmi sipnap.kemkes.go.id.
Apabila data yang telah diinput terkirim maka akan menerima e-mail
balasan atau e-mail konfirmasi. Laporan narkotika dan psikotropika juga
dilakukan secara manual pada log book yang disediakan apotek. Catatan
manual tersebut membantu mempermudah pemantauan jumlah obat yang
masuk dan keluar sehingga mempermudah proses pemasukan data secara
online. Laporan keuangan dicatat setiap hari sehingga diketahui jumlah
pendapatan perhari dan pelunasan hutang pada distributor sedangkan
laporan stok opname dilakukan setiap akhir tahun.

Pelayanan farmasi klinis meliputi pengkajian dan pelayanan resep,


dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan kefarmasian di
rumah, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat.
Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan dari segi administratif,
farmakokinetik, dan pertimbangan klinis, serta ketersediaan obat di apotek.
Apabila adanya ketidaksesuaian maka apoteker dapat menghubungi dokter
penulis resep. Dispensing merupakan proses penyiapan, penyerahan dan
pemberian infomasi obat setelah dilakukan proses pengkajian resep yang
dilakukan oleh petugas farmasi di apotek. Pemberian informasi dan
konseling kepada pasien atau keluarga pasien umumnya berupa indikasi,
aturan pakai, efek samping yang mungkin terjadi, penyimpanan, dan cara
penggunaan obat khusus sehingga dapat meningkatkan pemahaman,
kepatuhan, dan pengetahuan serta kesadaran pasien atau keluarga pasien.
Pelayanan obat juga dilakukan untuk obat OTC dan swamedikasi. Petugas
farmasi yang ada di apotek melakukan penggalian informasi terkait identitas
pasien, keluhan, dan obat yang disarankan. Berdasarkan pelayanan resep
dan swamedikasi dapat diketahui pola penyakit yang umumnya dikeluhkan
oleh pasien. Hal ini berpengaruh terhadap perencanaan dan pengadaan
sediaan farmasi di apotek. Mahasiswa apoteker melakukan praktik secara
langsung dapat memahami karakteristik pasien, misalnya pasien lebih

4
cenderung mengingat merk obat tertentu dibandingkan zat aktif obat. Selain
itu, praktik pelayanan kefarmasian secara langsung oleh mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi kepada pasien atau
keluaga pasien.

Pelayanan farmasi klinis di Apotek Arjasa juga melakukan


pelayanan kefarmasian di rumah. Pelayanan ini dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi berupa sms ataupun whatsapp yang dapat
mempermudah pemantauan terhadap pasien. Selain itu, pelayanan tersebut
dapat digunakan sebagai pemantauan terapi obat sehingga diketahui obat
yang digunakan pasien memiliki respon terhadap keluhan atau gejala yang
dialami pasien maupun kemungkinan terjadinya efek samping pada saat
penggunaan obat. Apotek Arjasa juga memberikan pelayanan informasi
obat yang dilayani langsung oleh apoteker. Hal ini dapat meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman pasien serta meningkatkan eksistensi profesi
apoteker di Indonesia.

c) Writing Learning Outcomes Presentation


Learning Level
No. Capaian dan Kesan Belajar
0 1 2 3 4
Profession Judgement
1. Dipercaya melakukan pelayanan,   
peracikan, dan penyerahan disertai
konseling resep dibawah pengawasan
APA atau APING.
2. Mengamati alur pelayanan resep jika   
obat yang tertulis tidak tersedia 
diganti obat lain dengan kandungan
sama atas persetujuan pasien.
3. Mengamati alur pengadaan obat ke   
distributor  melakukan

5
perencanaan, pengadaan, dan
penerimaan barang.
4. Dipercaya menjadi kasir dan  
menginput data penjualan maupun
pembelian barang
5. Dipercaya melakukan pelayanan    
informasi obat
6. Melakukan pelayanan kefarmasian    
dirumah
Pharmaceutical Care
1. Memilihkan item obat untuk   
pelayanan swamedikasi berdasarkan
assessment terhadap keluhan serta
memberi informasi terkaiit obat
(pengetahuan ilmiah).
Contoh kasus :
Seorang pasien mengeluhkan anaknya
memiliki nafsu makan yang rendah
sehingga pasien meminta informasi
terkait sediaan farmasi yang tepat
untuk meningkatkan nafsu makan.
Keputusan :
Sediaan farmasi yang
direkomendasikan adalah sirup yang
mengandung l-lysine HCl dengan
merk Takana karena kandungan
tersebut dapat meningkatkan nafsu
makan pada anak. Sirup tersebut juga
mengandung multivitamin dan
mineral yang baik untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dan mineral.

6
2. Memberikan pemahaman kepada   
pasien gambaran mengenai kondisi
kesehatannya.
Contoh kasus :
Pasien datang ke apotek dengan
membawa keluhan gatal-gatal pada
kulit yang disertai dengan ciri warna
putih dan memiliki batas atau garis
tepi yang tegas.
Keputusan :
Pasien memiliki ciri penyakit panu
sehingga pasien direkomendasikan
menggunakan antijamur.
3. Menjamin ketepatan cara penggunaan   
obat dengan pemberian informasi
yang jelas serta menjamin kepatuhan
pasien agar terhindar dari ESO.
Contoh kasus :
Seorang pasien datang ke apotek
dengan keluhan nyeri pada kaki dan
meminta obat dengan merk tertentu
yang mengandung natrium
diklofenak. Pasien tersebut memiliki
riwayat penyakit gastritis.
Keputusan :
Pasien diedukasi bahwa obat tersebut
diindikasikan untuk mengatasi nyeri
dengan aturan bahwa sebaiknya
diminum setelah makan untuk
menghindari efek samping dispepsia.
4. Merespon aktif terhadap permintaan   
saran oleh pasien.

7
Contoh kasus :
Pasien datang ke apotek dengan
keluhan sakit gigi disertai dengan
lubang. Pasien meminta saran kepada
petugas farmasi yang ada di apotek
tentang obat yang sebaiknya
dikonsumsi
Keputusan :
Pasien direkomendasikan untuk
mengkonsumsi obat kalium
diklofenak untuk mengurangi rasa
nyeri dan antibiotik karena pasien juga
mengeluhkan gigi berlubang yang
dapat menjadi sumber infeksi.
Pemberian antibiotik disertai
konseling bahwa antibiotik harus
dihabiskan untuk menghindari risiko
resistansi.
5. Memberikan dukungan pola dan   
perilaku hidup yang mendukung
tujuan terapi.
Contoh kasus :
Pasien datang ke apotek untuk
menebus obat antihipertensi
Keputusan :
Pasien disarankan untuk melakukan
pemantauan tekanan secara rutin.
Pasien diedukasi bahwa penderita
hipertensi harus mengkonsumsi obat
secara rutin seumur hidup untuk
mengkontrol tekanan darah.
System Management

8
1. Memahami sistem pengeluaran obat,   
yaitu sistem FEFO dan FIFO. Obat
yang dikeluarkan dicatat pada kartu
stok sehingga diketahui sisa
persediaan obat.
2. Memahami jumlah ketenagaan di  
apotek serta tugas pokok dan
fungsinya.
3. Memahami proses pengelolaan    *
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang terdiri
dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan*, penyimpanan*,
pemusnahan, pengendalian,
pencatatan* dan pelaporan.
4. Memahami manajerial SDM yang di 
apotek, seperti penjadwalan jam kerja,
cuti melahirkan, dan hari libur.
Practice Business Plan
1. Bagaimana penentuan tempat atau 
lokasi apotek yang benar, antara lain:
- Lokasi strategis dan mudah
dijangkau
- Melihat kemungkinan adanya
competitor yang berada di
sekitar apotek
2. Memahami dan mempelajari  
bagaimana tata ruang dan penyusunan
tempat obat yang ada di apotek, antara
lain:
- Tempat pelayanan obat dan
resep

9
- Tempat penyimpanan obat
- Ruang tunggu untuk pasien
3. Memahami sumber modal pendirian 
apotek
4. Memahami cara pemberian harga obat  
resep dan non resep
5. Memahami cara promosi apotek di  
masyarakat
6. Memahami cara peningkatan   
pelayanan di apotek, seperti pelayanan
konsultasi apoteker, praktik bersama
dengan dokter, pengecekan tekanan
darah, kolesterol, asam urat, dan
pelayanan pengantaran obat.
Public Health
1. Menyelenggarakan kegiatan  
pengabdian kepada masyarakat berupa
penyuluhan dengan tema penggunaan
antibiotik dengan tepat.
2. Menyusun instrumen untuk  
melakukan evaluasi terhadap
peningkatan pengetahuan melalui
kuisioner.
3. Membagikan leaflet yang sesuai  
dengan tema penyuluhan kepada
masyarakat.
Research and Development
1. Menganalisa penyakit yang mayoritas    
diderita pasien yang datang ke apotek
tempat PKPA.
2. Menganalisa tingkat kepuasan  
pelanggan dari apotek tempat BPP.

10
Ada tiga faktor yang bisa digunakan
unuk menentukan kepuasan
pelanggan, antara lain:
- Harga  pemberian obat
dengan harga yang sesuai
dengan kondisi ekonomi
pasien.
- Pelayanan  pemberian
konseling kepada pasien
swamedikasi yang mencakup
ECGAA (Educate, Councel,
Gidance, Advice, and
Advocate)
3. Menganalisa pola penyakit    
berdasarkan pelayanan swamedikasi
dan pola peresepan di tempat PKPA

Keterangan :
0 : tidak mempunyai capaian dan kesan pembelajaran
1 : mengetahui dari cerita/pengalaman apoteker preseptor
2 : mengamati saat apoteker preseptor maupun pendamping
melakukan pekerjaan tersebut
3 : membuat perencanaan atau laporan dari pekerjaan tersebut
4 : dipercaya melakukan pekerjaan tersebut di bawah pendampingan /
supervisi dari apoteker preseptor maupun pendamping.

d) Sharing the Learning Achievement in The Forum

Mahasiswa profesi apoteker periode April 2019 melakukan praktik


kerja di apotek, baik apotek milik pemerintah maupun apotek swasta.
Mahasiswa yang melakukan praktik di apotek swasta juga mendapatkan praktik
kerja di poliklinik Universitas Brawijaya. Mahasiswa pada periode ini saling
berdiskusi terkait tempat PKPA yang didapat sehingga antar mahasiswa dapat

11
saling memberikan pengetahuan berdasarkan pengalaman masing-masing.
Mahasiswa yang melakukan PKPA mendapatkan pengetahuan dari hasil diskusi
dengan preseptor, tenaga teknis kefarmasian maupun melalui pelayanan
kefarmasian langsung kepada pasien. Diskusi yang dilakukan terkait pendirian
apotek, manajemen keuangan, manajemen SDM, pelayanan farmasi klinis, dan
lain-lain.

e) Acces New Information

Mahasiswa apoteker yang melakukan praktik kerja profesi mendapatkan


berbagai macam pengetahuan terkait apotek dan poliklinik. Pemahaman yang
didapat pada saat melakukan PKPA di apotek adalah tentang manajemen
sumber daya manusia, seperti pengaturan jam kerja, cuti melahirkan, hari libur
maupun karakteristik SDM dalam penentuan peningkatan gaji, misalnya
loyalitas dan prestasi. Mahasiswa juga mendapatkan pengetahuan tentang cara
penentuan harga pada obat resep dan non-resep, pembayaran melalui giro,
strategi pemasaran apotek, pelaporan psikotropika dan narkotika melalui situs
resmi secara online yang dipraktikan langsung oleh mahasiswa, dan catatan
harga keseluruhan obat pada buku daftar harga. Pada saat melakukan PKPA di
poliklinik UB mahasiswa mendapatkan pengetahuan baru, seperti alur
pelayanan di poliklinik, pelayanan kefarmasian di poliklinik yang terintegrasi
sehingga mengurangi kesalahan dalam penyiapan obat, dan program terkait
pelayanan kefarmasian di poliklinik.

f) Writing New Learning Plan Issue For Continuing Self Devolepment

Rencana kegiatan selanjutnya dalam peningkatan pengembangan


mahasiswa adalah melanjutkan proses PKPA pada bidang selanjutnya, seperti
industri, puskemas, dan dinas kesehatan yang dapat meningkatkan pengalaman
dan pengetahuan dari berbagai bidang kefarmasian. Praktik kerja yang telah
dilakukan di apotek meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan jiwa wirausaha

12
mahasiswa apabila ingin mendirikan apotek secara swadaya yang berkompeten
dan mampu bersaing dengan tetap mengikuti peraturan yang berlaku. .

13

Anda mungkin juga menyukai