Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn.

T DENGAN
KASUS HIPERTENSI DUSUN GADOG RT/RW 02/01 DESA
TAMAN SURUH

Disusun oleh :
Yulita Nur Amini (201602080)
Untari Fiona Marjaid (201602080)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BANYUWANGI
2018/2019
KATA PENGANTAR
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


TN. T DENGAN HIPERTENSI

Disahkan Pada :

Mahasiswa Mahasiswa

Untari Fiona Marjaid Yulita Nur Amini

NIM. 2016.02.080 NIM. 2016.02.43

Mengetahui

Pembina Institusi STIKes


Banyuwangi

Ns. Muhammad Al Amin., M.Kep


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya perawatan pada


anggota keluarga yang menderita penyakit, salah satunya penyakit hipertensi. Hipertensi
adalah kondisi penting di antara orang dewasa, yang mempengaruhi hampir satu miliar
orang di seluruh dunia dan menyebabkan sekitar 7,1 juta kematian per tahun (Osamor &
Owumi, 2011). Studi penelitian Framingham Heart melaporkan risiko hipertensi
menjadi sekitar 90% untuk pria dan wanita yang nonhipertensif pada usia 55 atau 65
tahun dan selamat sampai usia 80-85 (Chobanian, et al, 2004). Menurut WHO, 20–50%
dari keseluruhan kematian pada penyakit kardiovaskuler disebabkan komplikasi
hipertensi. Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Indonesia didapatkan angka kejadian hipertensi pada golongan usia 45–54
tahun adalah 19,5% yang meningkat menjadi 30,6% di atas umur 55 tahun (Suprianto,
dkk, 2009).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyebutkan


hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis,
jumlahnya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% (Kemenkes, 2010). Penyakit hipertensi jarang menimbulkan
gejala sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya terkena tekanan
darah tinggi. Ini disebut Universitas Sumatera Utara hipertensi esensial yang terjadi
pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi (95%) dimana penyebabnya tidak
diketahui secara pasti. Oleh karena itu, tekanan darah tinggi sering disebut silent killer
(Palmer, 2007).

Di antara penyakit-penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah),


penyakit hipertensilah yang paling dapat dikendalikan. Dua cara utama untuk
mengendalikan penyakit ini adalah mengubah pola hidup dan menjalani pengobatan
(Sheps, 2005). Keberhasilan suatu program pengobatan tidak hanya ditentukan oleh
diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan (compliance) pasien
dalam melaksanakan pengobatan tersebut. Pengobatan hipertensi umumnya dilakukan
seumur hidup atau pengobatan jangka panjang sehingga kebanyakan pasien tidak
meminum obat antihipertensi sesuai dengan yang diresepkan dan menghentikannya
setelah 1 tahun (Manurung, 2011). Hasil penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan
bahwa pengobatan jangka panjang selalu menjadi masalah dalam setiap kondisi
penyakit kronis, termasuk hipertensi. Banyak pasien yang bersikap negatif terhadap
minum obat, terutama jika mereka merasa baik (Osamor & Owumi, 2011). Dari sekitar
15 juta penderita hipertensi di Indonesia, hanya 4% hipertensi yang terkendali (Bustan,
2007).

Salah satu strategi untuk mengatasi ketidakpatuhan adalah dengan


memanfaatkan keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama terhadap
masalah-masalah yang terjadi pada anggota keluarganya. Secara umum orangorang
yang merasa menerima penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka butuhkan
dari seseorang atau sekelompok orang biasanya cenderung lebih mudah mengikuti
nasehat medis dari pada mereka yang kurang merasa mendapat dukungan (Suprianto,
dkk, 2009). Menurut Friedman (1998), keluarga mempunyai peran yang sangat penting
dalam menentukan perilaku dari anggota keluarganya yang sakit. Keluarga juga bersifat
instrumental dalam memutuskan dimana penanganan harus diberikan.

1.2 Tujuan Penelitian


a. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap pasien hipertensi .
b. Mengidentifikasi kepatuhan menjalankan pengobatan pada pasien
hipertensi.
c. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan
menjalankan pengobatan pada pasien hipertensi.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak.
a. Bagi peneliti Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dalam
memberikan intervensi keperawatan keluarga pada penderita hipertensi.
b. Bagi instansi pendidikan Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi untuk pengembangan keperawatan khususnya
keperawatan keluarga dan sebagai sumber data untuk penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan dukungan keluarga dan hipertensi.

Bagi instansi kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan bagi tenaga kesehatan dalam menangani pasien hipertensi
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP KELUARGA


2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama melalui
ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing mengidentifikasi diri
sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2011).
Menurut Duval, 2009 (dalam Supartini, 2010) mengemukakan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial setiap anggota.
Bailon, 2008 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai dua atau
lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan atau
adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam
peranannya dan menciptakan serta mempertahankan budaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup dalam
satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu sama lain
yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.1.2 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 2009 dan
Friedman 2011, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :

a. Tahap I : Keluarga Pemula


Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap
pernikahan. Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah
membangun perkawinan yang saling memuaskan,
menghubungkan jaringan persaudaraan secara haramonis,
merencanakan keluarga berencana.

b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi


sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan
nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar
masing-masing pasangan.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak,
mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga,
menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain
anak.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia


6 -13tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan
anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan,
memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat
menyelesaikan tugas sekolah.
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang
tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan
kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi terbuka dua arah.Tahap VI : Keluarga yang melepas
anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai anak
terakhir yang meninggalkan rumah)

f. Tahap VI :
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda
dengan tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang
didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan
perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan
dari suami dan istri.

g. Tahap VII :
Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan) Tahap
keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan
berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya
adalah menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan
hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan
anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
h. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan
meninggal dan berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas
perkembangan keluarga adalah mempertahankan pengaturan
hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang
menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan
diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan
keluarga antara generasi.

2.1.3 Tipe Keluarga


Menurut Maclin, 2011 (dalam Achjar, 2013) pembagian tipe keluarga,
yaitu :

a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya
dengan satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah,
atau ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak
atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari
nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau
bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih
atau anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah
geografis.
b. Keluarga non tradisional
1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak
menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai
anak.
3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin
sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang
sama.
Menurut Allender dan Spradley (2011)

a. Keluarga tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari
suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat

2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah


dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya
kakek, nenek, paman, dan bibi

3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri
tanpa anak.

4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena
perceraian atau kematian.

5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang


dewasa saja

6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri
yang berusia lanjut.
b. Keluarga non tradisional

1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian


darah hidup serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah
3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup
bersama dalam satu rumah tangga
Menurut Carter dan Mc Goldrick (2008) dalam Setiawan dan Darmawan
(2011)

a. Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari


wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
b. Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
c. Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan.
2.1.4 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur


keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya :

Fungsi keluarga menurut Friedman (2009) dalam Setiawati dan

Darmawan (2011), yaitu:

a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.

b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi
pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak,
memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak,
meneruskan nilai-nilai budaya anak.
c. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga
dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga
serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental,
dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga
serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber
daya keluarga.

e. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan
tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan
generasi selanjutnya.

f. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih
saying dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota
keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan
memberikan identitas keluarga.

2.1.5 Tugas Keluarga

Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan


ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan
etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap
II bila ditemui data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang
diaksud adalah:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk


bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit,
pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab dan persepsi
keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk
sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya
masalah, bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana
keluarga menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut
terhadap akibat atau adakah sifat negative dari keluarga terhadap
masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan
yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat,
dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber
yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti
pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan
penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan
lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota
keluarga dalam menata lingkungan dalam dan lingkungan luar
rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas
kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan
fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh
keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang
dipersepsikan keluarga.
2.2 Konsep Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas) (Muttaqin. Arif, 2009).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Wijaya, 2016).
Menurut WHO (World Health Organitation), batas normal adalah
120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang,
disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila
tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah
diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2014).
2.2.2 Etiologi

Menurut Sunardi (2012), penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

1) Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas
dan lain-lain.
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan
hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-
70 % untuk terkena hipertensi primer.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh penyakit
lainnya. Sekitar 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder.
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis
atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling
sering. Obat-obat tertentu baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
2.2.3 Klasifikasi

Menurut Sugihartono (2011), hipertensi dapat dibedakan menjadi


tiga golongan yaitu :

1) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan


peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan
maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan
darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
2) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik
terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal,
sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang
melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan
darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada
dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan.
3) Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik
dan diastolik.

Pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan


salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Menurut American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension
(2013), tekanan darah dibagi dalam berbagai tingkatan, yaitu (Tabel 1)

Klasifikasi Sistolik Diastolik Satuan


Optimal <120 <80 mmHg
Normal 120 – 129 80 – 84 mmHg

Normal tinggi 130 – 139 84 – 89 mmHg

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99 mmHg

Hipertensi derajat 2 160 – 179 100 – 109 mmHg

Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110 mmHg

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90 MmHg

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut American Society of


Hypertension and the International Society of Hypertension (2013).

2.2.4 Patofisiologi
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat
individu. Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah
yang lebih besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi (WHO, 2010 dan
JNC, 2011). Tabel pengklasifikasian hipertensi dapat dilihat dibawah ini
: Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7 (Joint National Committee 7)

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

2.2.5 Manifestasi Klinis


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-
debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2011).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung,
sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa
berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan
penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma
(Cahyono, 2013).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat
terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan
peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2009).
2.2.6 Faktor Resiko
a. Faktor yang dapat dikendalikan atau dimodifikasi
1) Keturunan/ genetik
2) Usia
3) Jenis kelamin
4) Ras/ etnis
5) Tipe Kepribadian
b. Faktor yang dapat dikendalikan atau dimodifikasi
1) Makan berlebihan
2) Obesitas
3) Tidak berolahraga
4) Merokok
5) Minum alkohol
2.3 Komplikasi
a. Penyakit ginjal
Pembuluh darah kecil di kedua ginjal anda dapat rusak karena
hipertensi, jadi akan menghalangi oragan ginjal dalam menjalankan
fungsinya dengan normal. Keadaan tersebut bisa menyebabkan
berbagai gejala, contoh gejalanya kulit gatal, sesak nafas, kecing lebih
sering, darah pada urine, kelelahan, pergelangan tangan, atau kaki
membengak.
b. Penyakit arteri koronaria
Darah tinggi biasanya juga termasuk faktor penyebab utama dari
penyakit arteri koronaria. Penggumpalan yang terbentuk di
percabangan arteri, yang menuju arah koronaria kanan dan kiri, serta
agak jarang di arteri sirromflex. Aliran darah menuju distal bisa
mengalami obstruksi permanen atau sementara, yang diakibatkan
karena akumulasi plaque. Perkembangan sirkulasi kolateral disekitar
obstruksi arteromasus menghambat pertukaran dari nutrisi dan gas
menuju miokardium. Dan kegagalan sirkulasi kolateral dalam
menyediakan suplai oksigen adekuat menuju sel-sel, akan
menyebabkan seseorang terkena penyakit arteri koronaria.
c. Stroke
Gangguan aliran darah juga bisa menyebabkan penyakit stroke. Ini
berarti terjadi gangguan pembuluh darah di otak. Saat aliran darah
menuju otak terganggu, area otak yang juga terlibat akan menjadi
rusak. Terkadang stroke disebabkan karena pembuluh darah yang
tersumbat serta darah tak bisa mengalir. Tekanan darah tinggi juga
bisa menyebabkan pembuluh darah kecil pada otak pecah, disebut
juga stroke hemoragic, aliran berkurang di sebabkan oleh kebocoran
darah yang keluar melalui darah.
2.2.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan non farmakologis
a) Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Garam
dapur mempunyai kandungan 40% natrium. Sumber sodium
lainnya antara lain makanan yang mengandung soda kue,
baking powder, MSG (monosodium glutamat), pengawet
makanan atau natrium benzoat biasanya terdapat dalam saos,
kecap, selai, makanan yang terbuat dari mentega. Penderita
tekanan darah tinggi yang sedang menjalani diet garam harus
memperhatikan hal sebagai berikut:
a. Jangan menggunakan garam dapur.
b. Hindari makanan awetan seperti kecap, margarin,
mentega, keju, terasi, petis, sosis, ikan asin, dan lain-
lain.
c. Hindari makanan yang di olah dengan menggunakan
bahan makanan tambahan atau penyedap rasa seperti
saos.
d. Hindari menggunakan baking soda atau obat-obatan
yang mengandung sodium.
e. Batasi minumn yang bersoda seperti cocacola, fanta,
sprit.
b) Diet rendah kolesterol / lemak
Di dalam tubuh terdapat 3 bagian lemak yaitu kolesterol,
trigliserida, dan pospolipid. Sekitar 25-50% kolesterol berasal
dari makan yang dapat di absorbsi oleh tubuh sisanya akan di
buang lewat feses. Beberapa makanan yang mengandung
kolesterol tinggi yaitu daging, jeroan, keju keras, susu, kuning
telur, kepiting. Tujuan diet rendah kolesterol adalah
menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan berat badan
bila gemuk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur
nutrisi pada hipertensi adalah :
a. Hindari penggunaan minyak kelapa, lemak, margarin, dan
mentega.
b. Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan.
c. Gunakan susu full cream.
d. Batasi konsumsi kunig telur, paling banyak tiga
butir/minggu.
e. Lebih sering mengkonsumsi tahu, tempe, dan kacang
lainnya.
f. Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis
seperti sirup, dan dodol.
g. Lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
c) Contoh menu untuk penderita hipertensi:
- 1 piring nasi (100g)
- 1 potong daging (50g)
- 1 mangkok sup (130g)
- 1 potong tempe (50g)
- 1 potong pepaya (100g)
d) Aktivitas, klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan
dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, bersepeda, dan berenang.
e) Pencegahan Hipertensi dapat dilakukan sendiri dengan :
- Hindari Obesitas

- Hindari merokok

- Usahakan pikiran selalu tenang dan santai

- Berolahraga secara teratur

- Sering memakan buah-buahandansayuran

- Kurangi minuman yang mengandung kafein (Kopi)

- Hindari minuman beralkohol

- Kurangi makanan yang banyak mengandung garam (Asin)

- Rutin Kontrol ke tenaga kesehatan terdekat jika


memang mempunyai riwayat hipertensi.
2) Penatalaksanaaan farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemeberian atau pemulihan obat anti hipertensi yaitu :
a) Mempunyai efektifitas yang tinggi.
b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d) Tidak menimbulkan intoleransi.
e) Harga obat relative murah dan terjangkau.
f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium dan golongan penghambat konvensi renin angiotensin.
2.3 KONSEP ASKEP KELUARGA
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
b. Identitas orang tua
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien dengan hipertensi masalah utama yang dirasakan yaitu pusing, rasa
berat kepala belakang
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien dengan hipertensi masalah utama yang dirasakan yaitu pusing, rasa
berat kepala belakang
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk RS atau tidak
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien adakah yang memiliki riwayat penyakit yang sama dari
pasien.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeli obat di toko obat terdekat atau apabila tidak
terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit : Aktivitas 0 1 2 3 4
1) Makan
2) Mandi
3) Berpakaian
4) Eliminasi
5) Mobilisasi di tempat tidur
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat tidur
Pada pasien hipertensi pola istirahat tidur berkurang karena merasa pusing pada
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK
4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan
penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan : Sistem dukungan orang tua.
h. Pola konsep diri
i. Pola seksual reproduksi
pasien memiliki 1 anak perempuan yang masih bersekolah SMA
j. Pola koping
1) Masalah utama yang terjadi selama kerja yaitu pusing
2) Kehilangan atau perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokontriksi

4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang

tidak adekuat

6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau keterbatasan

kognitif.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral

Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 X 24 jam,

diharapkan nyeri dapat berkurang.

Intervensi :

1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut

Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi

2. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kmepala,

misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,

redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.

Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang

memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan

sakit kepala dan komplikasinya

3. Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang,

membungkuk

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit

kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral


Diagnosa II: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,

diharapkan klien dapat melakukan aktivitasnya sesuai toleransi.

1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas,perhatikan frequency nadi lebih

dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan darah

yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40

mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada

: kelemahan dan keletihan yang belebihan : pusing atau pingsan.

Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon

fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari

kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya

menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat

gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.

Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan

energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

Diagnosa III Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

after load, vasokontriksi.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan

darah/beban kerja jantung.


Kriteria hasil :Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat

diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang

normal klien.

a. Pantau tekanan darah

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran

yang lebih lengkap tentang keterlibatan masalah vaskuler

b. Catat keberadaan, kwalitas denyutan sentral dan perifer

Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis

Mungkin teramati, denyut pada tungkai mungkin menurun

mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.

c. Kapiler Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa

pengisian kapiler.

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa

pengisian lambat mungkian berkaitan dengan vasokontriksi

atau penurunancurah jantung.

d. Catat edema umum/tertentu

Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan

ginjal atau vaskuler.

e. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas

Rasional : Membantu dalam menurunkan rangsang simpatis

meningkatkan relaksasi.

f. Pertahankan pembatasan aktivitas


Rasional : Menurunkan stres dan ketegangan yang

mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit

hipertensi.

g. Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan

leher

Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat

menurunkan rangsang simpatis

h. Anjurkan teknik relaksasi

Rasional : Dapat menimbulkan rangsangan yang dapat

menimbulkan stres, membuat efek tenang.

i. Kolaborasi memeberikan obat sesuai indikasi

Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan

C. Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana

tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara

optimal (Nursalam, 2008).


D. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan

dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan

menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini

terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama

proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses,

dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai

evaluasi hasil (Hidayat, A.A.A, 2008).

Anda mungkin juga menyukai