Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEBIDANAN DALAM ISLAM

HUKUM ABORSI MENURUT MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH

Dosen Pengampu :

Andri Nur Sholihah, S.ST., M.Kes

Disusun oleh:
Riya Ulin Nuha

1610104105

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2019
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus aborsi di Indonesia diperkirakan semakin meningkat tiap
tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di
Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa dari 5 juta kelahiran pertahun. Bahkan, 1-
1,5 juta diantaranya adalah kalangan remaja. Data yang dihimpun Komnas
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan dalam kurun waktu tiga
tahun (2008-2010) kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2
juta jiwa anak korban Aborsi, tahun berikutnya (2009) naik 300.000
menjadi 2,3 juta janin yang dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010
naik dari 200.000 menjadi 2,5 juta jiwa. 62,6 persen pelaku diantaranya
adalah anak berusia dibawah 18 tahun.
Sementara itu, kendati dilarang, baik oleh KUHP, UU, maupun
fatwa MUI atau majelis tarjih Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran
kandungan) di Indonesia tetap tinggi dan mencapai 2,5 juta kasus setiap
tahunnya dan sebagian besar dilakukan oleh para remaja. Aborsi bukan
sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem
sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka
pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-
radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada
peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban
Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan
peradaban Islam yang manusiawi dan adil. Mengingat banyak sekali
kalangan yang remaja yang melakukan aborsi dalam hal ini penulis akan
membahas secara detail mengenai pandangan Islam dan Kesehatan terhadap
aborsi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aborsi menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami aborsi menurut Majelis Tarjih
Muhammadiyah
ANALISIS & PEMBAHASAN

KASUS 1
MAHASISWI ABORSI PAKAI PIL SAKIT KEPALA

TERNATE, KOMPAS.com — Warga Kota Ternate Utara, Kamis


(3/5/2012), dibuat heboh dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang mahasiswi
di salah satu universitas ternama di Ternate berinisial IK.
IK diketahui merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama
Kabupaten Pulau Morotai. IK diketahui hamil bersama kekasihnya J yang juga
sebagai salah satu mahasiswa di universitas berbeda di Ternate. Keduanya langsung
dibekuk polisi ke Mapolres Ternate, Kamis. Di hadapan penyidik, J mengisahkan,
awalnya dia mengajak IK untuk menikah lantaran mengetahui kekasihnya hamil
dua bulan.
Namun, IK yang mengaku takut kepada keluarganya memilih
menggugurkan kandungan dengan meminum pil sakit kepala yang dicampur
dengan minuman bersoda. Namun, diduga IK tidak hanya mengaborsi sendiri
dengan cara meminum obat sakit kepala dicampur minuman bersoda. “Waktu saya
datang ke rumahnya, semua sudah bersih (sudah diaborsi),” ungkap J.
Karena takut, J lantas menguburkan ari-ari janinnya di belakang rumah IK
di Akehuda, Ternate Utara. Sepulang dari kampus, J lantas mengambil janin yang
masih di rumah IK, lalu dibawa ke Bula, Ternate Utara, untuk dibuang ke pantai.
Warga sekitar baru mengetahuinya pada Selasa (1/5/2012), meski hanya segelintir
orang.
Warga makin heboh saat aroma tindakan tak terpuji itu mulai terungkap. J
dan IK bahkan sempat menjadi amukan beberapa anggota keluarganya. Petugas
polisi baru mengetahuinya pada Kamis ini, dan langsung membekuk keduanya ke
Mapolres Ternate.
“Kita belum bisa berikan keterangan karena masih dalam penyelidikan,”
ucap seorang penyidik. Untuk kepentingan penyelidikan, sang mahasiswi ini
dibawa ke rumah sakit guna menjalani visum. “Agar bisa dipastikan apakah yang
digugurkan itu janin atau ari-ari,” tambah petugas penyidik tersebut.

KASUS 2

RUU KUHP

Aborsi Demi Kesehatan, Dokter Tak Dipidana

Andi Saputra – detikNews

Jakarta - Pemerintah dengan tegas mengusulkan dokter tidak bisa dipidana


karena mengaborsi jika alasannya untuk menyelamatkan bayi atau ibu hamil. Hal
ini sebelumnya tidak diatur dalam KUHP warisan kolonial Belanda yang berlaku
sejak tahun 1918 hingga sekarang. Usulan ini dituangkan dalam Rancangan KUHP
yang diserahkan pemerintah ke DPR. Dalam Pasal 589 ayat 2 tertulis 'Tidak
dipidana dokter yang melakukan tindakan medis tertentu dalam keadaan darurat
sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan/atau janinnya'.

"Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena alasan medis


'abortus provocatus' sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tidak dikenakan pidana," demikian penjelasan pasal tersebut seperti dikutip
detikcom, Kamis (14/3/2013). Namun jika seorang dokter, bidan atau juru obat
membantu melakukan kejahatan aborsi maka pidananya ditambah dengan sepertiga
dibanding orang biasa dan izinnya dapat dicabut.

"Ketentuan ini secara khusus mengancam pidana yang lebih berat kepada
pembuat yang mempunyai profesi sebagai dokter, bidan atau juru obat. Hal ini
mengingat profesi mereka sedemikian mulia bagi kemanusiaan yang seharusnya
tetap dijaga untuk tidak melakukan perbuatan tersebut," lanjutnya. Adapun
hukuman bagi perempuan yang menggugurkan ancaman maksimal pidananya 4
tahun penjara.
HUKUM ABORSI MENURUT MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH

ِ ‫ّللاه ِإ َّل ِبا ْل َح‬


ۗ‫ق‬ َ ‫َو َّل ت َ ْقتهلهوا النَ ْف‬
َ ‫س الَ ِتي َح َر َم‬

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),


melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” ( Q.S. Al Israa‘: 33 )
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah
menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya. Sebelum menjelaskan secara
mendetail tentang hukum Aborsi, lebih dahulu perlu dijelaskan tentang pandangan
umum ajaran Islam tentang nyawa, janin dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
P e r t a m a , manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik
dengan merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan cara memotong
sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun
dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya,
sebagaiman firman Allah swt :
‫َولَقَ ْد ك ََر ْمنَا بَنِي آ َد َم‬

“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia” ( Q.S. Al Israa’: 70)

K e d u a , membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.


Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan
nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan
nyawa manusia semuanya.” ( Q.S. Al Maidah : 32 )
K e t i g a , dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam
kandungan ) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah
yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar.” ( Q.S. Al Isra’ : 31 )
Keempat, setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allaah swt,
sebagaimana firman Allaah:
“... Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami
selama umur kandungan. Kemudian Kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi...” ( Q.S. Al Hajj : 5 )
Ke lima, larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan
alasan yang benar” ( Q.S. Al Israa’ : 33)

Di dalam teks-teks al Qur‘an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum
aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt :

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar “ (Q.S.
An Nisa‘ : 93 )

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‘ud bahwasanya


Rosulullah sa bersabda : “Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan
penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat
puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh
hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus
malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara,
yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka,
maupun yang bahagia.” ( Bukhori dan Muslim )

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi


menjadi dua bagian sebagai berikut:
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi
menjadi tiga pendapat, yaitu:

a. Pendapat pertama
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh.
Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin
tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159). Pendapat ini dianut
oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi‘I, dan Hambali. Tetapi
kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh
Fathul Qadir : 2/495 ). Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas‘ud di
atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup
ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati,
sehingga boleh digugurkan.
b. Pendapat kedua
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan
jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka
tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan
ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama
madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab
Syafi‘I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
c. Pendapat ketiga
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram.
Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah
bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan,
maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut
oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/
267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386). Adapun status janin yang
gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati,
maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu,


yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah
salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan
untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam
katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas.

2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh


Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin
setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin
sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, ketentuan ini berdasarkan
hadist Ibnu Mas‘ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya,
secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga
haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut
dilakukan tanpa ada sebab yang darurat. Namun jika disana ada sebab-
sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya
jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat, yaitu:
a. Pendapat pertama
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut
akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat
ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :

ِ ‫ّللاه ِإ َّل ِبا ْل َح‬


ۗ‫ق‬ َ ‫َو َّل ت َ ْقتهلهوا النَ ْف‬
َ ‫س الَتِي َح َر َم‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” ( Q.S.
Al Israa‘: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih
diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan
yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “Bahwa sesuatu yang yakin
tidak boleh dihilangkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak
boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan
sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang
merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin :
1/602 ). Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah
perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut
bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu
juga tidak dibolehkan.
b. Pendapat kedua
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh
kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih
diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu
lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum
yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausu‘ah Fiqhiyah : 2/57 ). Prediksi
tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A‘lam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama
sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang
menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu
alasan syar‘i hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh
jiwa yang diharamkan Allah swt.
Hukum aborsi tidak ada difatwakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah
dalam buku fatwa tajihnya, namun ada suatu pendapat oleh salah seorang tokoh
Muhammadiyah Bapak Prof. DRS. H. Sa’ad Abdul Wahid yang diterbitkan oleh
majalah Suara Muhammadiyah “ Aborsi itu terbagi dua macam yaitu 1). Abortus
provocatus yang berindikasi pengobatan ( thera peutis ) dan 2). Abortus provocatus
yang berindikasi merusak ( criminalis ).
Adapun hukum Abortus provocatus yaitu : Pertama, abortus yang terjadi
karena disengaja atau abortus provocus criminalis sejak terjadinya consepcio (
pembuahan ), hukumnya adalah haram. Sebab sejak pembuahan itulah sebenarnya
telah dimulai kehidupan manusia, yang wajib dijaga dan dihormati, dan tidak boleh
diperlakukan secara zalim, sebagai mana ditegaskan dalam surah Al – An’am ayat
151 yang artinya:
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka,
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak
di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” ( Al
An’am : 151 )

Surat Al Israa’ ayat 31:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah


yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” ( Al Israa’ 31 )

Surat Al Baqarah ayat 205:

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan


kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan.” ( Al Baqarah : 205 )
Surat An Nisaa’ ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” ( An Nisaa’ : 29 )

Yang Kedua, Abortus provocatus medicinial adalah dibenarkan dengan


alasan darurat, yaitu dikhawatirkan adanya bahaya kematian bagi ibu jika janinnya
tidak digugurkan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang artinya:
“… tetapi barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Juga berdasarkan Qa’idah Ushul Fiqih :
‫ت‬ ُ ْ‫اَلض َُّر ْو َراتُ ت ُ ِب ْي ُح ا َ ْل َمح‬
ِ ‫ظ ْو َرا‬
Keadaan darurat menjadikan sebab boleh mengerjakan hal – hal yang dilarang.
.‫ب أَخ َِف ِه َما‬
ِ ‫ارتِ َكا‬
ْ ‫ارا ِب‬
ً ‫ض َر‬ َ ‫ي أ َ ْع‬
َ ‫ظ ُم ُه َما‬ َ ‫َان ُر ْو ِع‬ َ ‫ض َم ْف‬
ِ ‫سدَت‬ َ ‫اِذَا ت َ َع‬
َ ‫ار‬
Apabila terdapat dua hal yang merusak saling bertentangan, maka harus
dihindari yang lebih besar bahayanya, dengan melakukan yang lebih ringan
resikonya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. (2017). Manhaj Tarjih Muhammadiyah (metodologi dan


aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anwar & Syamsul. (2014). Beberapa hal Tentang Manhaj Tarjih dan Pemikiran
Keislaman dalan Muhammadiyah dalam M. Azhar dan Hamim Ilyas (ed),
Pengembangan Pemikiran Keislaman Muhammadiyah: Verifikasi dan
Dinamisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Departemen Agama RI. (2015). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: C.V.


Gema Risalah Press

Syah, M. & Ismail. (2013). Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Mukti, Ghufron, A. & Sutomo, A.H. (2010). Abortus, Bayi Tabung, Euthansia,
Transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukum
dan Agama. Yogyakarta: Aditya Madia

Syaifullah. (2016). Abortus dan Permasalahannya (Suatu Kajian Hukum Islam)


dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus
dan LSIK

Anda mungkin juga menyukai