Anda di halaman 1dari 69

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

(ISPA) PADA BALITA YANG BEROBAT KE BADAN PELAYANAN


KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (BPKRSUD)
KOTA LANGSA TAHUN 2006

SKRIPSI

OLEH

MAIRUSNITA
031000034

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2007
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
2

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT


(ISPA) PADA BALITA YANG BEROBAT KE BADAN PELAYANAN
KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (BPKRSUD)
KOTA LANGSA TAHUN 2006

SKRIPSI

OLEH

MAIRUSNITA
031000034

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2007
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
3

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT


(ISPA) PADA BALITA YANG BEROBAT KE BADAN PELAYANAN
KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (BPKRSUD)
KOTA LANGSA TAHUN 2006

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MAIRUSNITA
NIM. 031000034

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi


Pada Hari Rabu Tanggal 12 September 2007
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

drh. Rasmaliah, M.Kes Drs. Jemadi, M.Kes


NIP. 390009523 NIP.132996168

Penguji II Penguji III

drh. Hiswani, M.Kes dr. Rahayu Lubis, M.Kes


NIP. 132084988 NIP. 132163519

Medan, September 2007


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan

dr. Ria Masniari Lubis, MSi


Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
4

NIP. 131124053
ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan utama


yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Menurut SKRT
(2001) dikatakan bahwa Proportional Mortality Ratio (PMR) balita akibat ISPA adalah
sebesar 19% dan PMR bayi akibat ISPA adalah sebesar 26%. Berdasarkan laporan
tahunan dari BPKRSUD Langsa bagian Polianak (2006), ISPA merupakan urutan
pertama dari 16 penyakit terbesar dengan proporsi 52,18% .
Untuk mengetahui karakteristik penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada balita yang berobat ke BPKRSUD Langsa Kotamadya Langsa Tahun 2006,
telah dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi adalah seluruh
data penderita ISPA pada balita yang berobat ke BPKRSUD Langsa Kotamadya Langsa
selama tahun 2006 sebanyak 571 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi yaitu 235
orang. Data diperoleh dari kartu status (Rekam Medik) dan buku register di bagian
Polianak Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Langsa
Kotamadya Langsa tahun 2006.
Penderita ISPA pada balita yang paling banyak ditemukan adalah pada kelompok
umur 2- 59 bulan yaitu 203 balita (86,40%), laki-laki yaitu 132 balita (56,20%),
pekerjaan orangtua swasta yaitu 111 balita (47,20%), status gizi baik yaitu 151 balita
(64,26%), tidak ada frekuensi serangan yaitu 198 balita (84,26%), derajat ISPA bukan
pneumonia yaitu 216 balita (91,90%). Balita yang datang berobat ke BPKRSUD Langsa
Kotamadya Langsa paling banyak berasal dari dalam kota langsa yaitu di Langsa Kota
sebesar 85 balita (36,17%) dan kasus paling banyak ditemukan pada bulan Desember
yaitu 41 balita (17,45).
Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara umur
berdasarkan frekuensi serangan ISPA (p=0,795), antara umur berdasarkan derajat ISPA
(p=0,084) dan antara status gizi berdasarkan derajat ISPA (p=0,135).
Dari hasil penelitian ini diketahui perlunya peningkatan pemberian informasi
kepada ibu yang mempunyai bayi dan balita mengenai penyakit ISPA dan gizi yang baik
agar angka morbiditas akibat ISPA dapat berkurang.

Kata Kunci: ISPA, Penderita ISPA Balita.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mairusnita

Tempat/ Tanggal Lahir : Sigli, Aceh Pidie/ 24 Oktober 1984

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Letda Sudjono Gg. Saudara Komplek Pratama No.

10A Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Taman Harapan Medan Tahun 1990-1996

2. SLTP Negeri 35 Medan Tahun 1996- 1999

3. SMU Negeri 11 Medan Tahun 1999- 2002

4. FKM USU Medan Tahun 2003- 2007

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
6

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat
Illahi Rabbi, berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada
Balita Yang Berobat Ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah
(BPKRSUD) Kota Langsa Tahun 2006. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW,
semoga kesabaran beliau dapat menjadi contoh teladan dalam perjalanan skripsi ini dan
kerja-kerja selanjutnya.
Selama menyusun skripsi ini, peneliti banyak mendapat dukungan, bantuan, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih setulusnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H,
Sp. A(K).
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi
3. Bapak dr. Heldy B.Z MPH sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah
banyak membantu selama penulis selama masa perkuliahan.
4. Ketua Departemen Epidemiologi Bapak Prof.dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH.
5. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes sebagai dosen
pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktunya dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu drh. Hiswani dan Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes yang telah bersedia menguji saat
sidang skripsi.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang telah memberi izin untuk
melakukan penelitian di Bagian Polianak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.
8. Para pegawai di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit yang telah banyak membantu
dalam pengumpulan data.
9. Untuk dosen-dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, terima kasih atas ilmu
yang sudah diberikan. Jazakumullah khairan katsiron.
10. Buat mama dan papa, terima kasih atas kebahagiaan dan pengorbanan yang telah
diberikan, semoga Allah membalas semuanya dengan kebahagiaan dunia & akhirat.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
7

Untuk adikku Sarah terima kasih untuk semangatnya. Dan juga untuk tante yuni,
om nomo, nenek serta keluargaku terima kasih atas segala bantuan dan do’anya.
11. Untuk sahabat-sahabatku Mawaddah, Ietha, Rissa, Dina, Lisma, Dewi, Tita, Lifa,
Retno, Rina dan Rahma terima kasih atas semangat dan candanya yang selalu
menghidupkan kebersamaan kita, semoga persahabatan kita tetap erat selamanya.
12. Untuk teman-temanku Aan, Edwin, Deby, Rizky, Tika, Vivi, Fika, Cimot, Lady,
Hasni terima kasih atas kebersamaan selama ini.
13. Teman-teman, kakak-kakak dan abang-abang peminatan epidemiologi, terima kasih
atas kebersamaan kita selama di peminatan epidemiologi.
14. Teman-teman angkatan 2003 yang telah sama-sama berjuang selama ini.
15. Terima kasih juga penulis ucapkan pada semua pihak yang telah memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
skripsi ini, untuk itu penulis mengharapakan saran yang membangun dari semua pihak
guna menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya kepada Allah penulis berserah diri,
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amiin.

Medan, Juli 2007

Penulis

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
8

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah..................................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus................................................................................................... 4
1.4. Mamfaat Penelitian....................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tekanan darah Tinggi .............................................................................. 6
2.2. Klasifikasi Hipertensi ................................................................................................. 8
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi..................................................................... 8
2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah .......................... 9
2.3. Epidemiologi Hipertensi ........................................................................................... 10
2.3.1. Distribusi penderita Hipertensi ...................................................................... 10
2.3.2. Determinan Hipertensi .................................................................................. 11
2.4. Gejala Klinis ............................................................................................................. 15
2.5. Komplikasi Hipertensi .............................................................................................. 15
2.6. Diagnosa Hipertensi .................................................................................................. 16
2.7. Penatalaksanaan Hipertensi ...................................................................................... 17
2.8. Pencegahan Hipertensi .............................................................................................. 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep ...................................................................................................... 21
3.2. Definisi Operasional .................................................................................................. 21
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian .......................................................................................................... 26
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 26
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
9

4.2.1 Lokasi Penelitan .............................................................................................. 26


4.2.2. Waktu Penelitian ........................................................................................... 26
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................................... 26
4.3.1. Populasi ......................................................................................................... 26
4.3.2. Sampel ........................................................................................................... 26
4.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................................................... 27
4.5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ..................................................................... 27
BAB 5 HASIL
5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang ................................ 28
5.2. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tahun ................................. 29
5.3. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Sosiodemografi ................. 30
5.4. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama .................. 32
5.5. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Faktor Determinan ............. 32
5.6. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah
.... 33
5.7. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi ....................................................... 33
5.8. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Komplikasi ................ 34
5.9. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang.. 35
5.10. Analisa Statistik
5.10.1. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang ............................................................................................................... 35

5.10.2. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Komplikasi 36


5.10.3. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan
Darah .................................................................................................................. 37
5.10.4. Distribusi Proporsi Status Komplikasi Penderita Hipertensi Berdasarkan
Derajat Tekanan Darah ...................................................................................... 38

5.10.5. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Hipertensi


Berdasarkan Derajat Tekanan Darah.................................................................... 39

BAB 6 PEMBAHASAN
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
10

6 .1. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tahun ................................... 41


6.2. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin........................ 42
6.3. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Suku...................................... 43
6.4. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Agama................................... 44
6.5. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan................................ 45
6.6. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Status Perkawinan.................. 46
6.7. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat Tinggal...................... 47
6.8. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur Rata-rata ..................... 47
6.9. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama..................... 48
6.10. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Faktor Determinan................ 49
6.11. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi................. 49
6.12. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Lama Rawatan Rata-rata..................... 50
6.13. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Komplikasi........................... 51
6.14. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang..... 52
6.15. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang ........................................................................................................................ 53
6.16. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Komplikasi..... 54
6.17. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah 55
6.18. Perbedaan Proporsi Status Komplikasi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat
Hipertensi ......................................................................................................... 56
6.19. Perbedaan Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Hipertensi
Berdasarkan Derajat Hipertensi ........................................................................ 57
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ................................................................................................................... 59


7.1. Saran ............................................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
11

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di


BagianPenyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun
2002-2006 ……..........………………………………………………………. 29
Tabel 5.2. Distribusi proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Sosiodemografi Yang
Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang
Panjang Tahun 2002-2006 ………...................……………………………… 30
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama Yang
Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang
Panjang Tahun 2002-2006……………..............…………………….............. 32
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan
DarahYang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006…………………….......................... 33
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Komplikasi Yang
Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang
Panjang Tahun 2002-2006……………………………………….................... 34
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006…………………………................... 35
Tabel 5.7. .Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006………….............................. 35
Tabel 5.8. .Perbedaan Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan
Jenis Komplikasi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006.................................... 36
Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat
Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006.............................................. 37
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
12

Tabel 5.10. Distribusi Status Komplikasi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat


Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006............................................ 38
Tabel 5.11.Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Hipertensi
Berdasarkan Derajat Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-
2006.................................................................................................................. 39

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Batang Penderita Hipertensi Berdasarkan Tahun di Rumah


Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ……………………. 41
Gambar 6.2. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ……………………. 42
Gambar 6.3. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Suku di Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ………………………….. 43
Gambar 6.4. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Agama di Rumah Sakit
Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ………………………….. 44
Gambar 6.5. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan di Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 …………………… 45
Gambar 6.6. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Status Perkawinan di
Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 …………. 46
Gambar 6.7. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 …………………… 47
Gambar 6.8. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ……………………. 48
Gambar 6.9. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah di
Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ………… 49
Gambar 6.10. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Komplikasi di Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006 ................................. 51
Gambar 6. 11. Diagram Pie Penderita Hipertensi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
di Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun2002-2006 .................. 52
Gambar 6.12. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006...................... 53
Gambar 6.13. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan
Jenis Komplikasi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006…….......................... 54

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
14

Gambar 6.14. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hipertensi Berdasarkan
Derajat Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006…………….. 55
Gambar 6.15. Diagram Bar Status Komplikasi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat
Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-2006…………………….. 56
Gambar 6.16. Diagram Bar Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Hipertensi
Berdasarkan Derajat Tekanan Darah Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Tahun 2002-
2006. ………………………………………………………………………. 57

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
15

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional

yang berupaya meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, yang

dilaksanakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan secara cukup

bermakna, namun masih terdapat berbagai masalah dan hambatan yang akan

mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.1 Masalah kesehatan utama adalah

bidang pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama pemberantasan

penyakit menular khususnya penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).2

Penyakit ISPA khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

kesakitan dan kematian bayi dan balita. Berdasarkan hasil SDKI 2002 – 2003 dikatakan

bahwa Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia sekitar 35/1000 kelahiran hidup.3

Untuk itu dalam Millenium Development Goals (MDGS) telah dicanangkan

komitmen global bidang kesehatan yang akan menurunkan 2/3 angka kematian balita

pada rentang waktu antara tahun 1990 – 2015. Kemudian di dalam Undang - Undang No.

25 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2004 – 2009 dimana di dalamnya juga disebutkan bahwa salah satu sasaran yang akan

dicapai adalah menurunkan Angka Kematian Balita dari 35 per 1000 menjadi 26 per

1000.3

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia banyak

menyebabkan kematian pada balita. Berdasarkan Bryce et al (2005), dikatakan bahwa

Proportional Mortality Ratio (PMR) balita karena pneumonia di dunia adalah sebesar

19% dan PMR bayi karena pneumonia di dunia adalah sebesar 26%.3 Kemudian
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
16

berdasarkan WHO (2005) dikatakan bahwa PMR karena pneumonia untuk regional Asia

Tenggara 2000 – 2003 adalah sebesar 19%.3

SKRT (1986) menunjukkan bahwa PMR bayi akibat ISPA adalah sebesar 21,8%

dan PMR balita akibat ISPA adalah sebesar 36%. Hasil SKRT (1992) menunjukkan

bahwa PMR bayi akibat ISPA adalah sebesar 25,2% dan PMR balita akibat ISPA adalah

sebesar 18,2%. Hasil SKRT (2001) menunjukkan bahwa PMR bayi akibat ISPA adalah

sebesar 28% dan PMR balita akibat ISPA adalah sebesar 25%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa kejadian ISPA pada bayi dan balita mengalami peningkatan dan penurunan setiap

tahun.3,4

Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS, 2001) menunjukkan bahwa PMR bayi

akibat ISPA adalah sebesar 23,9% di Jawa-Bali, 15,8% di Sumatera dan 42,6% di

Kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, PMR balita akibat ISPA adalah sebesar 16,7%

di Jawa-Bali, 29,4% di Sumatera dan 30,3% di Kawasan Timur Indonesia.3

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam) tahun

2005 menunjukkan bahwa ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar

yang mengunjungi puskesmas dengan proporsi sebesar 34,35%.

Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Langsa tahun 2006

menunjukkan proporsi ISPA pada balita terhadap jumlah balita adalah sebesar 57,55%

dengan proporsi pneumonia terhadap ISPA sebesar 4,04% dan bukan pneumonia sebesar

95,96%.

Menurut laporan tahunan dari Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum

Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa bagian Polianak, ISPA merupakan urutan pertama dari

16 penyakit terbesar dengan proporsi sebesar 58,35% pada tahun 2005 dan 52,18% pada

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
17

tahun 2006. Sementara itu, proporsi ISPA di bagian Polianak BPKRSUD Kota Langsa

terhadap seluruh kunjungan adalah sebesar 37,14% pada tahun 2005 dan meningkat

sebesar 38,38% pada tahun 2006. Sedangkan proporsi ISPA pada balita terhadap penyakit

ISPA di bagian Polianak BPKRSUD Kota Langsa adalah sebesar 59,14% pada tahun

2005 dan menurun sebesar 50,89% pada tahun 2006.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelititan mengenai Karakteristik

Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Yang Berobat Ke Badan

Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2006.

1.2. Permasalahan penelitian

Belum diketahuinya karakteristik penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) pada balita yang berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum

Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa Tahun 2006.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) pada balita yang berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum

Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa tahun 2006.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan umur dan jenis

kelamin.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan pekerjaan

orangtua.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan status gizi.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
18

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan frekuensi

serangan ISPA.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan derajat ISPA.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan tempat tinggal.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit ISPA berdasarkan waktu yakni

bulan.

h. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi umur berdasarkan frekuensi

serangan ISPA.

i. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi umur berdasarkan derajat ISPA.

j. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi status gizi berdasarkan derajat

ISPA.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Langsa mengenai kejadian serta gambaran karakteristik

penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pada balita yang

hampir setiap tahun kasusnya menempati urutan teratas.

b. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi

perpustakaan FKM USU Medan.

c. Sebagai sarana meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
19

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
20

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini

diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah

ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian

sebagai berikut:5,6

Infeksi adalah masuknya, tumbuh dan berkembangbiaknya kuman atau mikroorganisme

ke dalam tubuh manusia.

Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis

mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk

jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan

paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat

digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.5

Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang dapat berlangsung

sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang

terjadi di setiap bagian saluran pernapasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.7

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
21

2.2. Etiologi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan

heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih

jenis virus, bakteri dan ricketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan

Miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus para-influensa), Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Bakteri penyebab ISPA antara lain

Streptokokus hemolitikus, stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella

pertusis, Korinebakterium diffteria. Ricketsia penyebab ISPA adalah Koksiela burnetti.

Jamur penyebab ISPA adalah Kokiodoides imitis, Histoplasma kapsulatum, Blastomises

dermatitidis, Aspergilus, Fikomesetes.7,8,9

2.3. Cara Penularan ISPA

Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke

dalam tubuh melalui saluran pernapasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya

berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa

bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab

penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernapasan yang

dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran antara

bibit penyakit yang melayang di udara).7

Penyebaran infeksi melalui aerosol dapat terjadi pada waktu batuk dan bersin-

bersin. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda

yang telah tercemari oleh jasad renik (hand to hand transmission).9 Selain daripada itu

faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana

ventilasi berguna untuk penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara dari

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
22

ruang tertutup. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara

segar di dalam rumah, menyebabkan naiknya kelembaban udara, selain itu dapat

menyebabkan terakumulasinya polutan bahan pencemar di dalam rumah khususnya

kamar tidur sehingga memudahkan terjadinya penularan.10

2.4. Klasifikasi Penyakit ISPA11

Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok yaitu kelompok

untuk umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan. Untuk kelompok

umur 2 bulan - < 5 tahun klasifikasi dibagi atas:

a) Pneumonia berat

b) Pneumonia

c) Bukan pneumonia

Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:

a) Pneumonia berat

b) Bukan pneumonia

Dalam pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi kelompok

umur < 2 bulan adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi bakteri lokal.

2.4.1. Klasifikasi pneumonia berat

Untuk klasifikasi pneumonia berat adalah sebagai berikut:

a) Umur 2 bulan - < 5 tahun

Didasarkan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai nafas sesak atau

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

b) Umur < 2 bulan

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
23

Didasarkan adanya nafas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi pernapasan

sebanyak 60 kali per menit atau lebih, adanya tarikan yang kuat pada dinding

dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Sementara itu, untuk pengklasifikasian terhadap penyakit sangat berat didasarkan

atas tanda-tanda bahaya sebagai berikut:12

a) Umur 2 bulan - < 5 tahun

1. Tidak dapat minum

2. Kejang

3. Rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun

4. Stidor pada anak yang tenang

5. Kurang gizi berat

b) Umur < 2 bulan

1. Berhenti minum susu

2. Kejang

3. Rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun

4. Stidor saat anak tenang

5. Mengi

6. Demam atau suhu tubuh yang rendah

2.4.2. Klasifikasi pneumonia

Untuk klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut:

a) Umur 2 bulan - < 1 tahun

Didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai adanya frekuensi

napas dengan batas napas cepat (fast breathing 50 kali per menit).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
24

b) Umur 1 - < 5 tahun

Didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas disertai adanya frekuensi

napas dengan batas napas cepat (fast breathing 40 kali per menit).

2.4.3.Klasifikasi bukan pneumonia

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita bayi dan balita

dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan demikian

klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar

Pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsilis,

otitis).

Pola tatalaksana ISPA hanya dimaksudkan untuk tatalaksana penderita

Pneumonia berat, Pneumonia dan batuk bukan Pneumonia. Sedangkan penyakit ISPA

lain seperti nasopharyngitis, sinusitis, dan otitis sesuai standar operasional program yang

berlaku disarana kesehatan.

2.5. Diagnosis ISPA

Dalam pelaksanaan Program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan

pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi

bukan pneumonia tidak dianggaap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang balita

keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis

penyakitnya kemungkinan adalah batuk, pilek biasa (common cold), pharyngitis,

tonsilitis, otitis atau penyakit ISPA non pneumonia lainnya.5

Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh Program P2 ISPA,

diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan kesukaran bernapas

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
25

disertai peningkatan frekuensi nafas (fast breathing) sesuai umur. Adanya nafas cepat

(fast breathing) ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan. Batas nafas

cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2

bulan - < 1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun.

Pada anak usia < 2 bulan tidak dikenal diagnosis pneumonia.5

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran

bernapas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (chest

indrawing) pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan

diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi

pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada

dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing).5

2.6. Epidemiologi ISPA

Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit

ISPA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit ISPA ada 3

ciri variabel yang dapat dilihat yaitu variabel orang (person), variabel tempat (place) dan

variabel waktu (time).13

2.6.1. Epidemiologi ISPA berdasarkan Orang (person)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama kesakitan

dan kematian pada bayi dan anak balita di negara berkembang, sekitar 4 juta kematian

disebabkan oleh penyakit ISPA terutama pneumonia.14

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode

penyakit ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3-6 kali per tahun. Ini berarti

seorang balita rata-rata mendapat serangan ISPA sebanyak 3-6 kali dalam setahun.5

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
26

Berdasarkan hasil penelitian Kartasamita, CB di Cikutra suatu daerah urban di Kota

Bandung pada tahun 1993 dikatakan bahwa episode ISPA sebesar 6,68 per anak per

tahun.15

Berdasarkan data dari SKRT 2001 menunjukkan bahwa proporsi ISPA sebagai

penyebab kematian bayi < 1 tahun adalah sekitar 27,6 % sedangkan proporsi ISPA

sebagai penyebab kematian anak balita adalah sekitar 22,68%.3

Berdasarkan hasil penelitian Bambang Sutrisna di Indramayu (1993) dikatakan

bahwa faktor resiko terjadinya kematian bayi dan anak balita karena pneumonia dapat

dipengaruhi oleh faktor anak yaitu anak yang tidak diimunisasi secara lengkap, tidak

mendapatkan (defisiensi) vitamin A, yang mengalami berat badan lahir rendah, tidak

memperoleh ASI secara eksklusif dan anak yang mengalami gizi kurang serta adanya

aspek kepercayaan setempat dalam praktik pencarian pengobatan yang salah dan anak

balita yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang telah disediakan.5

2.6.2. Epidemiologi ISPA berdasarkan Tempat (place)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan utama terutama di negara berkembang, seperti Indonesia. Sebagian

besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa 20-35% kematian bayi

dan anak balita disebabkan oleh ISPA. 15

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, S. dkk (2001), menunjukkan bahwa

prevalensi balita penderita pneumonia di daerah perkotaan (11,2%) lebih tinggi daripada

di daerah pedesaan (8,4%). Hal ini disebabkan karena tingginya prevalensi ISPA di

perkotaan yang disebabkan tingkat pencemaran udara yang relatif cukup tinggi dibanding

di pedesaan dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi dibanding di pedesaan.16

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
27

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Dati II Kabupaten Gresik (suatu daerah

industri) dari tahun 1983-1992 didapatkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, penyakit

saluran pernapasan bagian atas menunjukkan gambaran meningkat dari tahun ke tahun.

Puncak persentase kasus penyakit saluran pernapasan bagian atas tersebut dicapai pada

tahun 1991 dan 1992 (15,68% dan 16,46%).17

2.6.3. Epidemiologi ISPA berdasarkan Waktu (time)

Berdasarkan data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui bahwa

prevalensi pneumonia pada balita dari tahun 1991 sampai tahun 1997 telah mengalami

sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun 1991, 10% pada tahun 1994

dan 9% pada tahun 1997. Prevalensi pneumonia dari tahun 1991 (10%) sampai dengan

tahun 1997 (9%) pada balita telah menurun, namun untuk kurun waktu 7 tahun

penurunan ini relatif kecil yaitu sebesar 8%. Padahal tujuan dan sasaran pemberantasan

penyakit ISPA pada pelita VI adalah menurunkan angka kesakitan pneumonia sebesar

20% dibandingkan akhir pelita V yaitu dari 10-20% per tahun menjadi 8-16% balita per

tahun.18

Berdasarkan data SKRT 1986, 1992, 1995 dan 2001 dapat diketahui bahwa

proporsi kematian ISPA di Indonesia pada bayi dan balita dari tahun 1986-2001 telah

mengalami beberapa perubahan yaitu dengan proporsi pada bayi 18,85% pada tahun

1986, 36,40% pada tahun 1992, 32,10% pada tahun 1995 dan 27,60% pada tahun 2001.

Sementara itu, proporsi pada balita 22,80% pada tahun 1986, 18,20% pada tahun 1992,

38,80% pada tahun 1995 dan 22,80% pada tahun 2001.3

2.6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

A. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
28

Infeksi saluran pernapasan akut dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun

riketsia, sedangkan infeksi bakterial merupakan infeksi virus yang disertai infeksi bakteri

sekunder terutama bila ada epidemi atau pandemi. Kuman penyebab infeksi saluran

pernapasan atas yang sering adalah disebabkan oleh virus yaitu Adenovirus, dan

Miksovirus.9

Sementara itu, kuman penyebab infeksi saluran pernapasan bagian bawah

sebagian besar penyebabnya adalah bakteri yaitu Streptokokus pneumonia dan

Haemophylus influenzae.3

B. Host (Pejamu)

1. Umur

Hasil SDKI 1991 menunjukkan prevalensi pneumonia paling tinggi pada

kelompok umur 12-23 bulan sedangkan dari hasil SDKI 1994 dan 1997 prevalensi paling

tinggi pada kelompok umur 6-11 bulan. Hasil analisis faktor resiko berdasarkan

penelitian Djaja, S (1999) membuktikan faktor usia merupakan salah satu faktor resiko

untuk terjadinya kematian karena pneumonia pada balita yang sedang menderita

pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia, semakin kecil

resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita berusia muda.18

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional

Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005-2009, anak laki-laki memiliki resiko

lebih tinggi dari pada anak perempuan untuk terkena ISPA.3

Menurut Glezen dan Denny dikutip dari penelitian Kartasasmita, CB. (1993),

anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan anak

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
29

perempuan.15 Dan berdasarkan hasil penelitian Dewi, N.H. dkk (1996) didapatkan

proporsi kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat jenis kelamin laki-laki, baik pada

kelompok bayi (14,10%) maupun pada kelompok anak balita (44,87%).19

Berdasarkan hasil penelitian Taisir (2005) di Kabupaten Aceh Selatan didapatkan

insiden rate ISPA berdasarkan jenis kelamin, pada balita laki-laki 43,3% lebih tinggi dari

pada insiden rate ISPA pada balita perempuan sebesar 33,7%, tetapi secara statistik tidak

ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di

Kelurahan Lhok Bengkuang tahun 2005.20

3. Pekerjaan Orang Tua

Status sosial ekonomi diantaranya tergantung pada jenis pekerjaan dan dapat

berpengaruh pada tingkat penghasilan seseorang. Pekerjaan dengan tingkat penghasilan

yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik,

perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak

menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk

pneumonia.18

Hasil penelitian Nur, H. (2004), menunjukkan bahwa proporsi balita penderita

ISPA lebih tinggi pada orangtua dengan tingkat penghasilan rendah.21

4. Status Gizi

Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan

dan respons imunologis terhadap berbagai penyakit dan keracunan.22

Berdasarkan penelitian Kartasasmita, CB (1993) didapatkan bahwa prevalensi

ISPA, baik ringan-sedang maupun ISPA berat dan insiden ISPA cenderung lebih tinggi

pada anak dengan status gizi kurang.15

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
30

Sementara itu berdasarkan penelitian Dewi, NH. dkk (1996) didapatkan proporsi

kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat pada anak dengan gizi kurang/buruk

(41,03%). Status gizi kurang/buruk pada anak balita mempunyai resiko pneumonia 2,5

kali lebih besar dibanding dengan anak yang bergizi baik/normal.19

5. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional

Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005-2009, bayi yang memiliki berat badan

lahir rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena ISPA dari pada bayi dengan berat

badan lahir normal.3

Berdasarkan hasil penelitian Samsuddin (2005) di Kabupaten Langkat didapatkan

balita proposi balita penderita ISPA dengan berat badan lahir rendah sebanyak 17,31%.23

Dan berdasarkan hasil penelitian Taisir (2005) di Kabupaten Aceh Selatan didapatkan

insiden rate ISPA sebesar 28 % pada balita dengan berat badan lahir rendah.20

Menurut WHO (2002) , bayi yang berat lahirnya 2500 gram atau kurang (tanpa

melihat masa kehamilan) digolongkan sebagai bayi dengan BBLR dan perlu perawatan

ekstra. Bayi yang berat lahirnya kurang dari 2000 gram merupakan bayi yang berisiko

tinggi. Mereka sangat rentan dan tidak matang secara anatomis maupun fungsional.

Angka kematian untuk untuk bayi dengan BBLR termasuk kategori tinggi karena bayi

dengan BBLR biasanya cenderung mengalami defisiensi nutrisi. Selain itu, ketahanan

tubuhnya terhadap infeksi juga rendah sehingga mudah untuk terjangkit berbagai

penyakit infeksi.24

6. ASI (Air Susu Ibu)

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
31

Pada umumnya bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna.

ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang

mampu memberikan daya perlindungan baik secara aktif maupun melalui pengaturan

imunologis. ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi,

tetapi juga menstimuli perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi sendiri.

ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut. Sehingga bayi

yang mengkomsumsi ASI lebih tahan terhadap penyakit infeksi.25

Dikutip dari penelitian Kartasasmita, CB. (1993), beberapa peneliti melaporkan

bahwa pemberian ASI dapat melindungi bayi terhadap ISPA, seperti juga terhadap diare,

prevalensi ISPA lebih tinggi pada bayi yang tidak diberi ASI.15

7. Imunisasi

Bayi dan anak tergolong kelompok berisiko tinggi terhadap penularan penyakit.

Oleh karena itu, diupayakan imunisasi yang tujuannya mencegah timbulnya penyakit.

Banyak penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sesuai dengan program

pemerintah (Depkes) seorang anak diharuskan imunisasi terhadap 6 jenis penyakit utama

yaitu TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio dan Campak. Selain untuk pencegahan

penyakit menular, imunisasi pada anak juga merupakan pemenuhan kebutuhan anak

untuk menunjang proses tumbuh kembang yang ideal.26

Berdasarkan penelitian Dewi, NH. dkk (1996) didapatkan ada perbedaan proporsi

status imunisasi anak antara kasus dan pembanding dimana proporsi kasus balita

penderita ISPA terbanyak terdapat anak yang imunisasinya tidak lengkap (10,25%),

namun secara statistik tidak bermakna. Menurut Tupasi (1984) dikutip dari penelitian

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
32

Dewi, NH. dkk (1996) menyatakan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan

peningkatan resiko berkembangnya ISPA.19

C. Faktor Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan

terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya

penyakit. Secara garis besarnya, faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik,

lingkungan biologis dan lingkungan sosial.6

Menurut Kartasamita (1993) yang mengutip pendapat Hartono, terjadinya

penyakit ISPA terutama pneumonia dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak sehat

di dalam rumah (seperti polusi udara, hygiene perorangan dan perumahan).15

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA antara lain:

1. Kepadatan hunian

Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan

standar akan menimbulkan ruangan penuh sesak sehingga oksigen berkurang dan CO2

meningkat dalam ruangan tersebut. Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas

udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin

cepat udara di dalam rumah mengalami pencemaran.27 Agar terhindar dari penyakit

saluran pernafasan, maka ukuran ruang tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang yang

berumur di atas 5 tahun atau untuk orang dewasa, dan untuk anak umur di bawah lima

tahun minumal 4,5 m3, sedangkan luas lantai minimal 3,5 m2 untuk setiap orang dengan

tinggi langit-langit tidak kurang dari 2,75 m.28 Pada penelitian Achmadi (1990)

didapatkan bahwa rumah yang padat seringkali menimbulkan gangguan pernapasan

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
33

terutama pada anak-anak dan pengaruh lain lain pada anak-anak adalah menekan tumbuh

kembang mentalnya.27

Menurut Soekidjo (1995) dikutip dari penelitian Indra Cahaya dkk (2005), luas

bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni ini tidaklah sehat karena dapat

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit infeksi.

David Morley (1973) menekankan bahwa yang bertanggung jawab terhadap terjadinya

ISPA adalah kepadatan penghuni didalam ruangan.27

2. Ventilasi

Ventilasi sangat menentukan kualitas udara dalam rumah karena dengan ventilasi

yang cukup akan memungkinkan lancarnya sirkulasi udara dalam rumah dan masuknya

sinar matahari yang dapat membunuh bakteri. Menurut Lubis (1985) ventilasi yang cukup

berguna untuk menghindarkan dari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan

manusia. Dengan ventilasi yang baik akan terjadi gerakan angin dan pertukaran udara

bersih yang lancar (cross ventilation). Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya

oksigen dan udara segar di dalam rumah, menyebabkan naiknya kelembaban udara,

Selain itu dapat menyebabkan terakumulasinya polutan bahan pencemar di dalam rumah

khususnya kamar tidur sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit terutama

gangguan pernapasan.27

Menurut Slamet (2002) ruangan dengan ventilasi tidak baik jika dihuni seseorang

akan mengalami kenaikan kelembaban yang disebabkan penguapan cairan tubuh dari

kulit karena uap pernapasan. Berdasarkan hasil penelitian Cahaya, I dan Nurmaini di

Kabupaten Deli Serdang (2005) didapatkan bahwa ventilasi rumah mempunyai resiko 10

kali lebih besar terhadap terjadinya ISPA.27

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
34

3. Pencemaran Udara Dalam Ruangan

ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita anak-anak. Salah satu

penyebab penyakit ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan dan luar

ruangan. Sumber pencemaran di dalam ruangan adalah pembakaran bahan bakar yang

digunakan untuk memasak dan asap rokok sedangkan pencemaran di luar ruangan antara

lain pembakaran, transportasi dan pabrik-pabrik.27

Berdasarkan hasil penelitian Cahaya, I dan Nurmaini di Kabupaten Deli Serdang

(2005) didapatkan bahwa pemakaian obat nyamuk bakar mempunyai resiko 19 kali lebih

besar untuk terjadinya ISPA pada balita di Perumahan Nasional (Perumnas) Mandala,

Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Dimana penggunaan obat nyamuk

bakar sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan

saluran pernapasan karena menghasilkan asap dan bau yang tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru

sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan.27

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Cahaya, I dan Nurmaini (2005) di

Kabupaten Deli Serdang didapatkan bahwa gangguan pernapasan pada balita yang

tinggal pada rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah lebih tinggi 10 kali

lebih besar dari rumah yang menggunakan bahan bakar gas. Hal ini dimungkinkan karena

ibu balita pada saat memasak di dapur menggendong anaknya, sehingga asap bahan bakar

tersebut dihirup oleh balita. Pemaparan yang terjadi dalam rumah juga tergantung pada

lamanya orang berada di dapur atau ruang lainnya yang telah terpapar oleh bahan

pencemar. Kebanyakan ibu dan anak-anak potensial mempunyai resiko lebih tinggi

menderita gangguan pernapasan karena lebih sering berada di dapur.27

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
35

2.7. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit ISPA secara umum yakni:

pencegahan tingkat pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary

prevention), dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention).6

2.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)6,29

Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab,

lingkungan serta faktor pejamu.

a. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk

mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh serendah mungkin dengan

usaha mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko

perorangan dan masyarakat yaitu dengan cara tidak membuang droplet/ludah

ke sembarang tempat dan berusaha untuk menutup mulut ketika hendak batuk

khususnya pada penderita batuk untuk mencegah terjadinya penularan.

b. Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti :

1) Sanitasi lingkungan dan perumahan serta sanitasi perorangan

2) Ventilasi serta pencahayaan yang cukup

3) Mengurangi pencemaran udara di dalam ruangan

c. Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi:

1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

2) Imunisasi

3) Olahraga dan istirahat

2.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)6,29

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
36

Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang menderita atau

dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita. Adapun tujuan usaha

pencegahan tingkat ke dua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat

agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta

untuk segera mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat

samping atau komplikasi.

Dimana dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini

mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu:

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen

dan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol

keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu

ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

c. Bukan Pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain

yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan

antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderita dengan gejala batuk, pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher,

dianggap radang tenggorokan oleh kuman Streptokokus dan harus diberi antibiotik

(Penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda

bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
37

Dalam mencapai keberhasilan program penanggulangan ISPA secara Nasional

dituntut pengetahuan ibu untuk mengenal gejala ISPA yang disertai napas cepat serta

sikap ibu untuk segera melakukan konsultasi. Pengobatan sendiri oleh ibu pada balita

yang menderita ISPA bertujuan supaya anak segera sembuh atatu meringankan penyakit

yang diderita, dan hal ini merupakan tindakan pertama yang diambil sebelum anak

dibawa berobat.

2.7.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)5,6

Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tertentu dengan

tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah

bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut.

Dalam hal ini, tingkatan pencegahan ISPA ditujukan kepada balita penderita

bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat agar penyakit tidak bertambah parah

dan dapat mengakibatkan kematian.

a. Bukan Pneumonia

Pada balita penderita bukan pneumonia perhatikan apabila timbul gejala

pneumonia dan bawalah kembali kepada petugas kesehatan bila:

a) Nafas menjadi sesak

b) Nafas menjadi cepat

c) Anak tidak mampu minum

d) Sakit lebih parah

b. Pneumonia

Pada balita penderita pneumonia agar tidak menjadi pneumonia berat maka

tindakan yang dapat dilakukan:

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
38

a) Nasehati ibu untuk lakukan tindakan perawatan di rumah

b) Beri antibiotik selama 5 hari

c) Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak

memburuk

d) Bila ada demam dan wheezing segera obati

c. Pneumonia Berat

Bila terdapat tanda-tanda bahaya maka segera rujuk dan bawa penderita

pneumonia berat segera ke rumah sakit agar penyakit tidak bertambah berat dan

menimbulkan kematian.

Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala

Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.

Sebagian besar kematian akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat

pengobatan petugas puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melaui aktifitas

kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat

pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu

segera dirujuk ke rumah sakit.

Dalam hal ini dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:

a) Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana

dan tenaga yang tersedia.

b) Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-

kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
39

c) Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/penyakit

dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya

ke rumah sakit bila dianggap perlu.

d) Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah

sakit.

e) Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang

mempunyai anak balita mengenai pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia

serta tindakan penunjang di rumah.

f) Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang

mengobati penderita penyakit ISPA.

g) Melatih kader untuk bisa mengenali kasus pneumonia serta dapat memberikan

penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA.

h) Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan

pemberantasan penyakit ISPA. Mendeteksi hambatan yang ada serta

menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian

target.

Sementara itu, paramedis Puskesmas-Puskesmas Pembantu:

a) Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang

ada.

b) Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA

tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan wheezing dan stidor.

c) Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.

d) Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
40

e) Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan puskesmas

sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

Dan untuk kader kesehatan:

a) Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan

pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.

b) Memberikan penjelasan dan komunikasi mengenai penyakit batuk pilek biasa

(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta mengenai

tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.

c) Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan

pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional.

d) Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.

e) Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah

yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah

tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia tidak berat)

dengan antibiotik kontrimoksasol.

f) Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
41

BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,

maka kerangka konsepsionalnya dapat digambarkan sebagai berikut:

KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA ISPA

1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pekerjaan Orangtua
4. Status Gizi
5. Frekuensi Serangan ISPA
6. Derajat ISPA
7. Tempat Tinggal (Dalam maupun di Luar
Kota Langsa)
8. Waktu (Bulan)

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Karakteristik balita adalah ciri-ciri balita berdasarkan umur, jenis kelamin,

pekerjaan orang tua, status gizi, frekuensi serangan ISPA, derajat ISPA, tempat

tinggal dan waktu.

3.2.2. Penderita ISPA adalah balita yang datang berobat dengan tanda dan gejala klinis

penyakit ISPA berdasarkan pemeriksaan petugas BPKRSUD Kota Langsa tahun

2006.

3.2.3. Umur adalah umur balita yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan

menjadi 2 yaitu:
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
42

1. < 2 bulan
2. 2 – 59 bulan

3.2.4. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita penderita ISPA yang tercatat pada kartu

status yang dikategorikan atas:

1. Laki-laki
2. Perempuan

3.2.5. Pekerjaan Orang Tua adalah pekerjaan orang tua balita penderita ISPA yang

tercatat pada kartu status yang dikategorikan menjadi:

1. Pegawai Negeri
2. Swasta
3. Petani
4. Nelayan
5. Wiraswasta
6. Lain-lain

3.2.6. Status Gizi adalah keadaan gizi anak balita yang dilihat dari jenis kelamin, berat

badan, dan umur balita yang tercatat pada kartu status dan diukur dengan

menggunakan WHO NCHS dan dikategorikan atas:30,31

1. Gizi Baik : bila Z_Skor terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD


2. Gizi Kurang : bila Z_Skor terletak diantara ≥ −3 SD < −2 SD
3. Gizi Buruk : bila Z_Skor terletak < −3 SD
4. Gizi Lebih : bila Z_Skor terletak > +2 SD

Untuk uji statistik, maka Status Gizi dikategorikan menjadi:

1. Gizi Baik
2. Gizi Tidak Baik ( Gizi Kurang, Gizi Buruk, Gizi Lebih)

3.2.7. Frekuensi Serangan ISPA adalah tingkat keseringan balita terserang ISPA dalam

satu tahun yang dapat terlihat dari frekuensi kunjungan ke BPKRSUD Kota

Langsa. Dikategorikan atas:

1. Tidak Ada
2. 2 kali
3. 3 kali atau lebih
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
43

Untuk uji statistik, maka frekuensi serangan dikategorikan menjadi:

1. Tidak Ada Serangan


2. Ada Serangan (2 kali, 3 kali atau lebih)

3.2.8. Derajat ISPA adalah tingkat keparahan ISPA pada balita yang datanya tercatat

pada kartu status dan dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1. Bukan Pneumonia
2. Pneumonia

3.2.9. Tempat tinggal adalah tempat dimana balita tinggal baik di dalam maupun di luar

Kota Langsa yang datanya tercatat pada kartu status.

3.2.10. Waktu adalah waktu balita terserang ISPA berdasarkan bulan yang datanya

tercatat pada kartu status.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
44

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian adalah bersifat deskriptif dengan desain Case Series dan

menggunakan data sekunder.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum

Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan karena

tersedianya data yang dibutuhkan serta belum pernah diadakan penelitian yang serupa di

Rumah Sakit tersebut.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2006 - September 2007.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita ISPA pada balita yang

berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota

Langsa tahun 2006 yaitu sebanyak 571 orang.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yaitu sebagian dari data penderita ISPA pada

balita yang berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah

(BPKRSUD) Kota Langsa tahun 2006.

Besar sampel yang di ambil berdasarkan dari hasil penggunaan rumus sebagai

berikut:32
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
45

N 571
n= = = 235,22
1 + N (d ) 1 + 571 (0,05 2 )
2

Keterangan:

N = Besar Populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Dari rumus di atas diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak

235,22 dan dibulatkan menjadi 235 penderita ISPA pada balita.

Teknik sampling yang dilakukan untuk mengambil sampel tersebut adalah secara

acak sederhana ( Simple Random Sampling).

4.4. Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan terhadap data sekunder yang diperoleh dari kartu

status (Rekam Medik) dan buku register di bagian Polianak Badan Pelayanan Kesehatan

Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa tahun 2006. Dilakukan dengan

cara mencatat seluruh karakteristik balita penderita ISPA sesuai dengan varibel yang akan

diteliti.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan komputer

program Statistical Product and Service Solution (SPSS) kemudian data dianalisis secara

deskriptif dan dianalisa dengan Chi-square. Hasil akan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi serta grafik garis, bar dan pie.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
46

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa didirikan pada tahun 1915 oleh

Pemerintah Kolonial Belanda diatas areal tanah seluas ± 35.800 m2, yang merupakan

Rumah Sakit Rujukan atas mata rantai sistem kesehatan di Pemerintah Kota Langsa.

Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No. 51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22

Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah Sakit dalam klasifikasi type C, kemudian

pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Rumah Sakit type B Non

Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei 1997. Kemudian berdasarkan Kepres No. 40

tahun 2001 berubah menjadi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah

Langsa dan telah juga ditetapkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.5 Tahun

2005.

Adapun lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang terletak di

Kecamatan Kota Langsa, dengan status pemilikan Pemerintahan Kota Langsa, yang

berdasarkan wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara dengan Selat Malaka

2. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Timur

3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tamiang

4. Sebelah Timur dengan Selat Malaka

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
47

5.1. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Umur.

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Kelompok
Umur di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Kelompok Umur (Bulan)
f Proporsi (%)
1. <2 32 13,60
2. 2 - 59 203 86,40
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan umur terbesar pada kelompok umur 2 – 59 bulan yaitu sebanyak 203 balita

(86,40%) dan terkecil pada kelompok umur < 2 bulan yaitu 32 balita (39,3%).

5.2. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Jenis Kelamin.

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Jenis
Kelamin di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Jenis Kelamin
f Proporsi (%)
1. Laki - Laki 132 56,20
2. Perempuan 103 43,80
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki yaitu 132 balita (56,20%) dan

perempuan 103 balita (39,3%).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
48

5.3. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Pekerjaan Orangtua.

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Pekerjaan
Orangtua di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Pekerjaan Orangtua
f Proporsi (%)
1. Pegawai Negeri 72 30,64
2. Swasta 111 47,23
3. Petani 35 14,89
4. Nelayan 3 1,28
5. Wiraswasta 12 5,11
6. Lain-Lain 2 0,85
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA berdasarkan

pekerjaan orangtua yang terbesar adalah swasta yaitu 111 balita (47,23%) dan yang

terkecil adalah lain-lain yaitu 2 balita (0,85%).

5.4. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Status Gizi.

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Status Gizi di
BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Status Gizi
f Proporsi (%)
1. Gizi Baik 151 64,26
2. Gizi Kurang 58 24,68
3. Gizi Buruk 24 10,21
4. Gizi Lebih 2 0,85
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan status gizi yang terbesar adalah gizi baik yaitu 151 balita (64,26%) dan yang

terkecil adalah gizi lebih yaitu 2 balita (0,85%).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
49

5.5. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Frekuensi Serangan ISPA.

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Frekuensi
Serangan ISPA di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Frekuensi Serangan
f Proporsi (%)
1. Tidak Ada 198 84,26
2. 2 Kali 26 11,06
3. 3 Kali atau Lebih 11 4,68
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan frekuensi serangan yang terbesar adalah tidak ada frekuensi serangan yaitu

198 balita (84,26%) dan yang terkecil adalah 3 kali atau lebih yaitu 11 balita (4,68%).

5.6. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Derajat ISPA.

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Derajat
ISPA di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Derajat ISPA
f Proporsi (%)
1. Bukan Pneumonia 216 91,90
2. Pneumonia 19 8,10
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan derajat ISPA yang terbesar adalah bukan pneumonia yaitu 216 balita

(91,90%) dan yang terkecil adalah pneumonia yaitu 19 balita (8,10%).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
50

5.7. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Tempat Tinggal.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Tempat
Tinggal di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Tempat Tinggal
f Proporsi (%)
1. Dalam Kota Langsa
a. Kecamatan Langsa Kota 85 36,17
b. Kecamatan Langsa Timur 26 11,06
c. Kecamatan Langsa Barat 17 7,24
d. Kecamatan Seurigeut 31 13,19
2. Luar Kota Langsa 76 32,34
Total 235 100,00

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan tempat tinggal yang terbesar adalah dalam kota langsa yaitu di langsa kota

sebesar 85 balita (36,17%).

5.8. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Waktu.

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Pada Balita Menurut Waktu di
BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Jumlah
No. Waktu (per bulan)
f Proporsi (%)
1. Januari 13 5,53
2. Februari 14 5,96
3. Maret 14 5,96
4. April 12 5,11
5. Mei 19 8,09
6. Juni 15 6,38
7. Juli 12 5,11
8. Agustus 7 2,98
9. September 18 7,66
10. Oktober 36 15,30
11. November 34 14,47
12. Desember 41 17,45
Total 235 100,00

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
51

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA

berdasarkan waktu yang terbesar adalah pada bulan Desember yaitu 41 balita (17,45%)

dan yang terkecil yaitu pada bulan Agustus yaitu 7 balita (2,98%).

5.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Frekuensi Serangan ISPA.

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Frekuensi Serangan


ISPA Pada Balita di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Frekuensi Serangan Umur Total
No.
ISPA < 2 Bulan % 2 – 59 Bulan % f %
1. Tidak Ada Serangan 28 14,1 170 85,9% 198 100
2. Ada Serangan 4 10,8 33 89,2 37 100
2
X =0,294 df=1

p=0,795

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa balita penderita ISPA dengan tidak ada

frekuensi serangan ISPA pada umur < 2 bulan adalah sebanyak 28 balita (14,1%) dan

pada umur 2 – 59 bulan sebanyak 170 balita (85,9%). Sementara itu, balita penderita

ISPA dengan adanya frekuensi serangan ISPA pada umur < 2 bulan adalah sebanyak 4

balita (10,8%) dan pada umur 2 – 59 bulan sebanyak 33 balita (89,2%).

Dari hasil uji chi square diperoleh p=0,795 (>0,05), hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan antara proporsi umur berdasarkan frekuensi serangan ISPA.

5.10. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Derajat ISPA.

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Derajat ISPA Pada Balita
di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Umur Total
No. Derajat ISPA
< 2 Bulan % 2 – 59 Bulan % f %
1. Bukan Pneumonia 32 14,8 184 85,2 216 100
2. Pneumonia 0 0 19 100 19 100
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
52

X2=3,259 df=1
p=0,084

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa balita penderita ISPA bukan pneumonia

umur < 2 bulan adalah sebanyak 32 balita (14,8%) dan umur 2 – 59 bulan adalah

sebanyak 184 balita (85,2%). Sementara itu, balita penderita ISPA pneumonia terdapat

pada umur 2 -59 bulan adalah sebanyak 19 balita (100%).

Dari hasil uji chi square didapat bahwa p=0,084 (>0,05), menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan antara proporsi umur berdasarkan derajat ISPA.

5.11. Distribusi Proporsi Status Gizi Berdasarkan Derajat ISPA.

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Status Gizi Berdasarkan Derajat ISPA


Pada Balita di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006
Status Gizi Total
No. Derajat ISPA Baik % Tidak Baik % f %
1. Bukan Pneumonia 142 65,7 74 34,3 216 100
2. Pneumonia 9 47,4 10 52,6 19 100
X2=2,567 df=1
p=0,135

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa balita penderita ISPA bukan pneumonia

dengan gizi baik ada sebanyak 142 balita (65,7%) dan gizi tidak baik ada sebanyak 74

balita (34,3%). Sementara itu, balita penderita ISPA pneumonia dengan gizi baik ada

sebanyak 9 balita (47,4%) dan gizi tidak baik sebanyak 10 balita (52,6%).

Dari hasil uji chi square didapat bahwa p=0,135 (>0,05), menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan antara proporsi status gizi berdasarkan derajat ISPA.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
53

BAB 6
PEMBAHASAN

6.1. Distribusi Proporsi Penderita ISPA Menurut Umur.

13,60%

2 - 59 bulan
< 2 bulan

86,40%

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut Umur
di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.1 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur 2 – 59 bulan

merupakan yang terbesar proporsinya (86,40%) sedangkan < 2 bulan proporsinya

13,60%.

Dari hasil di atas diketahui bahwa penderita ISPA paling banyak terdapat pada

kelompok umur 2 bulan – 5 tahun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terjadinya

penyakit ISPA lebih tinggi pada golongan umur 2 bulan – 5 tahun dibandingkan dengan

golongan umur < 2 bulan. Hal ini dimungkinkan karena balita sudah bisa bermain diluar

rumah dan lebih mudah untuk terkena debu dan mikroorganisme lain yang dapat

mengakibatkan balita terkena ISPA.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
54

Penelitian Kartasasmita, CB. di Cikutra (1993) yang menyebutkan bahwa

insidensi ISPA pada bayi berusia kurang dari 1 tahun lebih rendah bila dibandingkan

dengan kelompok umur lainnya.15 Dan hasil penelitian Marini, D. di Medan (2003)

menyatakan bahwa kelompok umur 2 – 59 bulan merupakan yang terbesar proporsinya

(60,7%) sedangkan < 2 bulan proporsinya 39,3%.33

6.2. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Jenis Kelamin.

43.80% Laki - Laki


56.20% Perempuan

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Jenis Kelamin di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.2 di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan

yang terbesar proporsinya (56,20%) sedangkan perempuan proporsinya 43,80%.

Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa balita laki-laki

lebih rentan untuk menderita penyakit ISPA dibandingkan dengan balita perempuan. Hal

ini sesuai dengan penelitian Marini, D. di Medan (2003) menyatakan bahwa penderita

ISPA pada balita lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki yaitu sebanyak 119 balita

(59,2%) dibandingkan dengan anak perempuan yaitu sebanyak 82 balita (40,8%).33 Hal

ini juga sejalan dengan hasil penelitian Samsuddin di Langkat (2005) yang menunjukkan

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
55

bahwa insiden ISPA lebih tinggi pada laki-laki sebanyak 142 orang (59,9%)

dibandingkan dengan anak perempuan sebanyak 95 orang (40,1%).23

Hasil penelitian Nur, H. di Padang (2004) menunjukkan bahwa balita dengan jenis

kelamin laki-laki proporsi menderita ISPA sebanyak 46,5% dan balita dengan jenis

kelamin perempuan proporsi menderita ISPA sebanyak 38,4%.21

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit ISPA dapat

mengenai balita baik laki-laki maupun perempuan namun persentase laki-laki sedikit

lebih besar dibandingkan dengan balita perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Nur, H. di Padang (2004) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita (p=0,208).21

6.3. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Pekerjaan Orangtua.

0,85%
1,28%
5,11%
Swasta
14,89% Pegawai Negeri
47,23% Petani
Wiraswasta
Nelayan
30,64% Lain-Lain

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Pekerjaan Orangtua di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.3 di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan orangtua yang terbesar

proporsinya adalah swasta yaitu sebanyak 47,23%.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
56

Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa penyakit ISPA dapat mengenai

balita baik dengan pekerjaan orangtua swasta, pegawai negeri, petani, wiraswasta,

nelayan dan lain-lain namun persentase pekerjaan orangtua swasta sedikit lebih besar

dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Dewi, NH. Dkk di Klaten (1996) yang menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan proporsi pekerjaan orangtua anak balita yang tergolong rendah pada kasus

maupun pembanding (p=2,00).19 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Nur, H. di

Padang (2004) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan kejadian ISPA pada balita (p=0,262).21

6.4. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Status Gizi.

10,21% 0,85%

Gizi Baik
24,68% Gizi Kurang
Gizi Buruk
64,26% Gizi Lebih

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Status Gizi di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.4 di atas dapat dilihat balita penderita ISPA yang terbesar

proporsinya adalah gizi baik yaitu sebanyak 64,26% sedangkan balita dengan gizi kurang

sebanyak 24,68%.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
57

Menurut penelitian Nur, H. di Padang (2004) yang menunjukkan bahwa balita

dengan status gizi kurang proporsi menderita ISPA sebanyak 63% dan gizi sedang

proporsi menderita ISPA sebanyak 51,8% sedangkan gizi baik proporsi balita menderita

ISPA sebanyak 27,3%. Dan hasil uji chi square diperoleh ada hubungan yang bermakna

antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita (p=0,000).21 Kemudian menurut

penelitian Taisir di Tapaktuan (2005) menunjukkan bahwa insiden rate ISPA pada balita

dengan status gizi kurang (60,7%) lebih tinggi dari pada insiden rate ISPA pada balita

dengan status gizi sedang (39,3%) maupun gizi baik (34,1%). Dan hasil analisis bivariat

dan multivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan

kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Lhok Bengkuang tahun 2005.20

6.5. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Frekuensi Serangan ISPA.

4,68%
11,06%

Tidak Ada
2 Kali
3 Kali atau Lebih

84,26%

Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Frekuensi Serangan ISPA di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari buku register pasien yang berobat dapat dikategorikan berapa kali balita

penderita ISPA datang berkunjung ke BPKRSUD Kota Langsa sejak kunjung pertama

kali. Berdasarkan pembagian frekuensi serangan tersebut juga dapat diketahui apakah

terjadi kunjungan berulang atau hanya sekali saja dilihat dari nama, umur serta alamat
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
58

tempat tinggal balita yang datang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa selama tahun 2006.

Dikatakan frekuensi serangan 2 kali atau lebih apabila terdapat nomor rekam medik,

nama, umur serta alamat tempat tinggal yang sama pada buku register. Dari gambar 6.5 di

atas dapat dilihat bahwa jumlah balita penderita ISPA yang berkunjung hanya sekali

(tidak ada frekuensi serangan) sebanyak 84,26%. Sementara itu frekuensi kunjungan 2

kali sebanyak 11,06% sedangkan 3 kali atau lebih sebanyak 4,68%.

6.6. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Derajat ISPA.

8,10%

Bukan Pneumonia
Pneumonia

91,90%

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Derajat ISPA di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.6 di atas dapat dilihat perbandingan proporsi balita yang

mengalami bukan pneumonia yaitu sebanyak 91,90% sedangkan balita dengan

pneumonia sebanyak 8,10%.

Pengkategorian derajat ISPA didasarkan atas gejala yang dialami oleh balita.

Gejala yang termasuk dalam derajat ISPA hanya mengalami batuk-batuk biasa serta pilek

maupun demam ringan dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah kedalam serta nafas

tidak cepat sedangkan gejala ISPA yang disertai dengan tarikan dinding dada bagian

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
59

bawah kedalam (chest indrawing) serta ditandai dengan nafas cepat (fast breathing) dan

nafas sesak dikategorikan kedalam pneumonia.

Dengan pengkategorian di atas didapat hasil yang menunjukkan dari keseluruhan

kasus ISPA yang terjadi selama tahun 2006 khususnya pada anak balita lebih besar kasus

ISPA yang tergolong bukan pneumonia dibandingkan dengan pneumonia.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa derajat ISPA pada balita yang

berobat ke BPKRSUD Kota Langsa dapat dikaitkan dengan frekuensi kunjungan berobat

balita penderita ISPA ke BPKRSUD Kota Langsa selama tahun 2006 yang berkunjung

hanya sekali (tidak ada frekuensi serangan) yaitu sebanyak 84,26%.

6.7. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Tempat Tinggal.

7,24%
11,06%
36,17% Langsa Kota
Luar Kota Langsa
13,19% Seurigeut
Langsa Timur
Langsa Barat

32,34%

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut Tempat
Tinggal di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.7 di atas dapat dilihat perbandingan proporsi balita penderita ISPA

yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa antara yang berasal dari dalam Kota Langsa

dengan luar Kota Langsa dengan perbandingan 67,66% : 32,34%. Untuk kasus ISPA

pada balita yang berasal dari dalam Kota Langsa ditemukan proporsi terbesar terdapat di
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
60

Kelurahan Langsa Kota yaitu sebanyak 36,17% sedangkan proporsi terkecil terdapat di

Kelurahan Langsa Barat sebanyak 7,24%.

Balita penderita ISPA lebih banyak yang berasal dari Kelurahan Langsa Kota

disebabkan karena letak Rumah Sakit yang terletak di Kelurahan Langsa Kota sehingga

jarak Rumah Sakit dengan Kelurahan tersebut lebih dekat dibandingkan dengan

kelurahan-kelurahan lainnya.

6.8. Distribusi Proporsi Penyakit ISPA Menurut Waktu.

45
40
35
Jumlah (%)

30
25
20
15
10
5
0

es er
ri
Fe ri

li
ni
et

r
il

ei

ov r
us
Ju

be
be

e
pr
ua
a

b
Ju
ar

ob
nu

st

em
A

em
m
br

gu

kt
Ja

te

O
A

ep

D
S

Waktu

Gambar 6.8. Diagram Garis Distribusi Penderita ISPA Pada Balita Menurut
Waktu di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Dari gambar 6.8 di atas dapat dilihat proporsi balita penderita ISPA paling banyak

ditemukan pada bulan Desember (17,45%), Oktober (15,30%), November (14,47%).

Secara umum terlihat bahwa selama tahun 2006 balita penderita ISPA selalu

ditemukan tiap bulannya dengan proporsi yang tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan

bahwa setiap bulannya ada balita penderita ISPA. Namun pada bulan Oktober, November

dan Desember terjadi peningkatan jumlah kasus dari biasanya. Kasus ISPA banyak

ditemukan pada bulan tersebut disebabkan karena faktor musim. Bulan Oktober sampai

bulan Desember merupakan musim hujan. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
61

menyebabkan terjadinya kelembaban yang tinggi yang menyebabkan bakteri bertahan

lebih lama sehingga mudah terjadi penularan. Selain itu musim hujan menyebabkan

terjadinya kepadatan hunian yang akan mempengaruhi terhadap terjadinya cross infection

dimana bila ada penderita ISPA berada dalam ruangan yang padat akan cepat

menularkannya ke orang lain melalui udara/droplet pada saat batuk/bersin.27

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kartasasmita, CB (1993) yang menunjukkan

bahwa insiden ISPA lebih tinggi secara bermakna dalam musim hujan.15

6.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Frekuensi Serangan ISPA.

180 85,9%
160
140
Jumlah (%)

120
100 < 2 Bulan
80 2 – 59 Bulan
60
40 14,1% 89,2%
20 10,8%
0
Tidak Ada Serangan Ada Serangan
Frekuensi Serangan ISPA

Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Frekuensi


Serangan ISPA Pada Balita di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Pada gambar 6.9 di atas dapat dilihat proporsi umur 2-59 bulan dengan tidak ada

frekuensi serangan lebih tinggi (85,9%) dari proporsi umur <2 bulan dengan tidak ada

frekuensi serangan (14,1%). Demikian juga proporsi umur 2-59 bulan dengan ada

frekuensi serangan lebih tinggi (89,2%) dari proporsi umur <2 bulan dengan ada

frekuensi serangan (10,8%). Hal ini disebabkan karena jumlah balita penderita ISPA

umur 2- 59 bulan lebih banyak (86,40%) dibandingkan dengan balita penderita ISPA

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
62

umur < 2 bulan. Dari hasil uji chi square diperoleh p=0,795 (>0,05), hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan antara proporsi umur berdasarkan frekuensi serangan ISPA.

6.10. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Derajat ISPA.

200 85,2%
180
160
140
Jumlah (%)

120
< 2 Bulan
100
80 2 – 59 Bulan
60
40 14,8%
100%
20 0%
0
Bukan Pneumonia Pneumonia
Derajat ISPA

Gambar 6.10. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Derajat


ISPA Pada Balita di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Pada gambar 6.10 di atas dapat dilihat proporsi balita penderita ISPA umur 2-59

bulan dengan derajat ISPA bukan pneumonia lebih tinggi (85,2%) dari balita penderita

ISPA umur < 2 bulan dengan derajat ISPA bukan pneumonia (14,8%). Demikian juga

proporsi balita penderita ISPA umur 2-59 bulan, seluruhnya adalah bukan pneumonia

(100%). Hal ini disebabkan karena jumlah balita penderita ISPA umur 2- 59 bulan lebih

banyak (86,40%) dibandingkan dengan balita penderita ISPA umur < 2 bulan. Dari hasil

uji chi square didapat bahwa p=0,084 (>0,05), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

antara proporsi umur berdasarkan derajat ISPA.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
63

6.11. Distribusi Proporsi Status Gizi Berdasarkan Derajat ISPA.

160
65,7%
140
120
Jumlah (%)

100
34,3% Baik
80
Tidak Baik
60
40
20 47,4% 52,6%
0
Bukan Pneumonia Pneumonia
Derajat ISPA

Gambar 6.11. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Gizi Berdasarkan


Derajat ISPA Pada Balita di BPKRSUD Kota Langsa Tahun 2006

Pada gambar 6.11 di atas dapat dilihat proporsi balita penderita ISPA gizi baik

dengan derajat ISPA bukan pneumonia lebih tinggi (65,7%) dari pada proporsi balita

penderita ISPA gizi tidak baik (34,3%). Sementara itu, proporsi balita penderita ISPA

gizi tidak baik dengan derajat ISPA pneumonia lebih tinggi (52,6%) dari pada proporsi

balita penderita ISPA gizi baik (47,4%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi, NH.

Dkk (1996) didapatkan bahwa kasus ISPA terutama pneumonia lebih banyak ditemukan

pada anak balita dengan status gizi kurang/buruk (58,97%) dibandingkan pada anak balita

dengan gizi baik (41,03%).19 Namun dari hasil uji chi square didapat bahwa p=0,135

(>0,05), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara proporsi status gizi berdasarkan

derajat ISPA.
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
64

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah pada kelompok umur 2 – 59 bulan yaitu sebanyak 203 balita

(86,40%).

7.1.2. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah laki-laki yaitu sebanyak 132 balita (56,20%).

7.1.3. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah pekerjaan orangtua swasta yaitu sebanyak 111 balita (47,20%).

7.1.4. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah status gizi baik yaitu sebanyak 151 balita (64,26%).

7.1.5. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah tidak ada frekuensi serangan berulang yaitu sebanyak 198 balita

(84,26%).

7.1.6. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah bukan pneumonia yaitu sebanyak 216 balita (91,90%).

7.1.7. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah berasal dari Kota Langsa yaitu di Kecamatan Langsa Kota

yaitu sebanyak 85 balita (36,17%).

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
65

7.1.8. Proporsi balita penderita ISPA yang berobat ke BPKRSUD Kota Langsa yang

tertinggi adalah pada bulan Desember yaitu sebanyak 41 balita (17,45%).

7.1.9. Dari hasil analisa statistik (chi square) diperoleh:

a. Tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan frekuensi serangan ISPA

(p=0,795). Dimana proporsi balita penderita ISPA baik pada umur < 2 bulan

dan pada kelompok umur 2 – 59 bulan adalah sama yaitu tidak ada frekuensi

serangan berulang sebanyak 14,1% dan 85,9%.

b. Tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan derajat ISPA (p=0,084).

Dimana proporsi balita penderita ISPA baik pada umur < 2 bulan dan pada

kelompok umur 2 – 59 bulan adalah sama mengalami derajat ISPA bukan

pneumonia sebanyak 14,8% dan 85,2%.

c. Tidak ada perbedaan antara proporsi status gizi berdasarkan derajat ISPA

(p=0,135). Dimana proporsi balita penderita ISPA baik pada status gizi baik dan

status gizi tidak baik adalah sama mengalami derajat ISPA bukan pneumonia

sebanyak 65,7% dan 34,3%.

7.2. Saran

7.2.1. Perlunya pemberian informasi kepada ibu yang membawa anak balitanya berobat

ke BPKRSUD Langsa mengenai penyakit ISPA dalam kaitannya dengan status

gizi yang berpengaruh terhadap terjadinya morbiditas ISPA.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
66

7.2.2. Kepada petugas pencatatan dan pelaporan sebaiknya mencantumkan data berat

badan dan tinggi badan anak pada buku register kunjungan agar dapat lebih

mudah memantau pertumbuhan dan perkembangan balita secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen PP & PL, 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2004 – 2009. http://www.ppmlp.depkes.go.id

2. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat


2010. Depkes RI. Jakarta.

3. Depkes RI, Oktober 2005. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Dalam
Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005 – 2009. Depkes RI. Jakarta.

4. Djaja, S., 1999. Prevalensi Pneumonia dan Demam Pada Bayi dan Anak Balita,
SDKI 1991, 1994, 1997. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 26 No.4

5. Depkes RI, 1994. Pedoman Program P2 ISPA Untuk Penanggulangan


Pneumonia Pada Balita. Depkes RI. Jakarta.

6. Nasry Noor, N., 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit


Rineka Cipta. Jakarta.

7. Ditjen PP & PL, 2004. Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan


Penyakit Menular Tahun 1998/1999 – 2003. http://www. Litbang.depkes.go.id

8. Dinkes DKI, 2005. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). http://www.dinkes-


dki.go.id/penyakit.htm#ispa

9. Alsagaff, H., Mukty, A., 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press, Surabaya.

10. Umbul, Cw., 2004. Faktor Lingkungan dan Karakteristik Santri Terhadap
Kejadian ISPA di Pondok Pasantren. Info Kesehatan VII (2); 97-102

11. Dinkes Jawa Tengah, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA.
http://www.health-irc.or.id/sdm/bab3.htm
Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
67

12. WHO, 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Penerbit Buku Kedoktran (EGC), Jakarta

13. Budiarto, E., Anggraeni, D., 2001. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Bandung.

14. Muhammad, H., 2001. Hubungan Imunisasi Campak Dengan Kejadian


Pneumonia Pada Balita di Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Tahun 2000.
http://www.badanlitbangkes.com
15. Kartasasmita, CB., Oktober 1993. Morbiditas dan Faktor Resiko ISPA Pada
Balita di Cikutra, Suatu Daerah Urban di Kotamadya Bandung. Majalah
Kesehatan Bandung, Vol 25 No.4

16. Djaja, S., Ariawa, I., Afifah, T., 2001. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita. Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol 29 No.1

17. Mukono, HJ., 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap


Gangguan Saluran Pernapasan. Airlangga University Press. Surabaya

18. Djaja, S., 1999. Prevalensi Pneumonia dan Demam Pada Bayi dan Anak Balita,
SDKI 1991, 1994, 1997. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 26 No.4

19. Dewi, NH., Sebodo, T., Kushadiwijaya, H., 1996. Faktor-Faktor Resiko Yang
Dapat Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia Pada Anak Balita di Kabupaten
Klaten. Berita Kedokteran Masyarakat. XII (2)

20. Taisir, 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan Tahun
2005. Skripsi FKM USU. Medan

21. Nur, H., 2004. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit ISPA
Pada Balita di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Skripsi FKM USU. Medan

22. Soemirat, J., 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

23. Samsuddin, 2005. Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat.
Skripsi FKM USU. Medan

24. Gupte, S., 2004. Panduan Perawatan Anak Sakit. Pustaka Populer Obor.
Jakarta

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
68

25. Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk Tenaga Kesehatan. Penerbit Buku


Kedokteran (EGC). Jakarta

26. Lestari, W., 1997. Menjaga Kesehatan. Puspa Swara. Jakarta

27. Cahaya, I., Nurmaini, 2005. Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan


Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Perumahan Nasional
(Perumnas) Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Majalah Kedokteran Nusantara. Vol.38 No.3

28. Sanropie dkk, 1991. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Pusat


Pendidikan Tenaga Kesehatan. Depkes RI. Jakarta.

29. Depkes RI, 1992. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA). Depkes RI Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta.

30. Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

31. Supariasa, DN., Bakri, B., Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Jakarta.

32. Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta.

33. Marini., D., 2003. Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Teladan Kecamatan Medan
Kota Tahun 2002. Skripsi FKM USU. Medan.

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009
69

Mairusnita. Karakteristik penderita infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita yang berobat ke badan pelayanan
kesehatan rumah sakit umum daerah (bpkrsud) Kota langsa tahun 2006. 2007
USU e-Repository©2009

Anda mungkin juga menyukai