Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Disusun Oleh:
Ida Bagus Putu Suarsawan
010113a052

PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.
 Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan
menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang
lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku
(Carpentino, L.J 1998) :
 Tanda dan gejala
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

3. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
 Tanda dan gejala
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
C. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan
1. Masalah utama : Klien mengatakan Tampak bicara dan
gangguan persepsi melihat atau ketawa sendiri.
sensori halusinasi mendengar sesuatu. Mulut seperti bicara
Klien tidak mampu tapi tidak keluar suara.
mengenal tempat, Berhenti bicara seolah
waktu, orang. mendengar atau
melihat sesuatu.
Gerakan mata yang
cepat.

2. Isolasi sosial : Klien mengatakan Tidak tahan terhadap


menarik diri merasa kesepian. kontak yang lama.
Klien mengatakan tidak Tidak konsentrasi dan
dapat berhubungan pikiran mudah beralih
sosial. saat bicara.
Klien mengatakan tidak Tidak ada kontak
berguna. mata.
Ekspresi wajah
murung, sedih.
Tampak larut dalam
pikiran dan
ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

3. Resiko mencederai Klien mengungkapkan Wajah klien tampak


diri sendiri dan takut. tegang, merah.
orang lain Klien mengungkapkan Mata merah dan
apa yang dilihat dan melotot.
didengar mengancam Rahang mengatup.
dan membuatnya takut. Tangan mengepal.
Mondar mandir.

D. POHON MASALAH
Resiko perilaku kekerasan
Akibat
Core
Problem
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial menarik diri Cause

Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 2006)


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut
adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko Perilaku Kekerasan

F. FOKUS INTERVENSI
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien tidak berperilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
a.a Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan
apakah ada suara yang di dengar.
a.b Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
a.c Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
a.d Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama
seperti dia.
a.e Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari
faktor timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
a.a Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
a.b Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya
halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan
dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-
lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
a.a Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi
muncul.
a.b Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
a.c Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
a.d Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk
memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
a.a Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
a.b Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
a.c Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian,
gotong royong).
a.d Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
a.e Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk
mencoba memilih salah satu cara untuk mengendalikan
halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi
realitas akibat halusinasi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan
nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a.a Pengertian halusinasi
a.b Gejala halusinasi yang dialami klien.
a.c Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
a.d Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
a.e Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi
dan menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota
keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.

e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan
efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat
diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian
klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary Practice,
Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs,.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi
8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma, W.1997. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek,
Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya:
Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi
Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai