Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting
dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun sektor
modern. Khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu
kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan ini pada umumnya
menimbulkan beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara
cermat dapat membawa berbagai akibat buruk bahkan fatal (Yovita, 2009)
Analisis potensi bahaya dapat digunakan untuk upaya pencegahan
terhadap kecelakaan kerja, karena setiap proses kegiatannya melibatkan
mesin dan alat-alat berat yang dapat menjadikan potensi bahaya bagi para
pekerja. Potensi-potensi bahaya ini sangat memungkinkan untuk memicu
terjadinya kecelakaan kerja yang akan merugikan pekerja dan perusahaan.
Proses industrialisasi masyarakat Indonesia berkembang pesat dengan
berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Perkembangan
industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih
besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan
mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks untuk mendukung
berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan
dan keselamatan kerja.
Industri pertambangan batubara mempunyai hubungan erat dengan
aktivitas pekerjanya, namun terdapat salah satu masalah yang selalu melekat
dengan pekerjaan penambangan dimana setiap jenis pekerjaannya memiliki
potensi bahaya dan risiko yang mungkin terjadi, seperti kerugian bagi orang
yang dikenal (luka, cedera ringan atau berat bahkan juga kematian) dan bagi
perusahaan itu sendiri (kerugian tenaga kerja, biaya, jam kerja dan lain-lain)
(Jannah, 2015)
Oleh sebab itu dalam laporan ini akan dibahas mengenai penilaian
risiko potensi bahaya di pertambangan batubara.

1
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi dan melakukan penilaian potensi bahaya dari setiap
tahapan pekerjaan di tambang batubara.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui tahapan proses pertambangan batubara;
b) Menganalisis dan menilai potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada
tiap tahapan proses pertambangan batubara;
c) Memberikan rekomendasi perbaikan dari potensi bahaya dan
kecelakaan kerja pada tahapan proses pertambangan batubara.

C. Manfaat
1. Dapat mengetahui tahapan proses pertambangan batubara;
2. Dapat menganalisis dan menilai potensi bahaya dan kecelakaan kerja
pada tiap tahapan proses pertambangan batubara;
3. Dapat memberikan rekomendasi perbaikan dari dari potensi bahaya dan
kecelakaan kerja pada tahapan proses pertambangan batubara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Batu Bara


Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang berasal dari batuan
sedimen yang dapat terbakar dan terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara
memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam
berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
(Wikipedia, 2016)
Batubara adalah istilah umum yang mencakup banyaknya mineral
organik padat dengan komposisi dan sifat yang sangat berbeda, meskipun
semua pada dasarnya kaya amorphons (tanpa struktur biasa) karbon dasar. Ini
ditemukan di endapan-endapan berlapis di tempat berbeda dan sering berada
di kedalaman yang hebat. Meskipun terkadang dekat dengan permukaan. Di
perkirakan di Amerika Serikat terdapat 270.000 miliar ton cadangan yang
dapat diperoleh kembali (itu semua dapat ditambang secara ekonomis pada
masa yang akan datang) di 36 dari 50 negara. Amerika Serikat menyumbang
simpanan batubara sekitar 30 persen dari total dunia (El-Wakil, 1984:123).
Berdasarkan tingkatannya, jenis-jenis batubara yaitu antrasit, bituminus,
subbituminus, lignit, dan gambut. (Nugrainy, 2014)

B. Proses Penambangan Batu Bara


1. Pembersihan lahan (land clearing)
Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan
ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran
besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper dan dengan
menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk menebang pohon
dengan diameter lebih besar dari 30 cm.

3
4

2. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil)


Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan
tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah
yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan ditanami
kembali untuk kegiatan reklamasi. Tanah pucuk yang dikupas tersebut
akan dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau langsung di
pindahkan ke timbunan.
3. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden)
Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock)
maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Namun
bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu
dilakukan pembongkaran dengan peledakan (blasting) kemudian
dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan yang akan dilakukan perlu
dirancang sedemikian rupa hingga sesuai dengan produksi yang
diinginkan.
4. Penimbunan tanah penutup (overburden removal)
Overburden removal adalah kegiatan memindahkan material
bongkaran dari alat gali (excavator jenis backhoe maupun shovel) dari
point loading ke tempat penumpukan / pembuangan yang telah
direncanakan yang disebut disposal.Tanah penutup dapat ditimbun
dengan dua cara yaitu backfilling dan penimbunan langsung. Tanah
penutup yang akan dijadikan material backfilling biasanya akan ditimbun
ke penimbunan sementara pada saat tambang baru dibuka.
5. Coal Cleaning
Sebelum melakukan penambangan terlebih dahulu dilakukan
kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan coal cleaning ini adalah
untuk membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara
(face batubara) yang berupa material sisa tanah penutup yang masih
tertinggal sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air
permukaan, air hujan, longsoran). Hasil kegiatan coal cleaning ini adalah
lapisan batubara yang bersih dan berkualitas. Proses coal cleaning ini
5

dilakukan oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade
pada sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket bukan
berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang datar rata.
Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara dapat dihilangkan
hingga sebersih mungkin.
6. Penambangan Batubara (coal getting)
Setelah melakukan proses coal cleaning, selanjutnya melakukan
proses Coal Getting. Coal getting merupakan proses pengambilan batu
bara dari pembersihan (cleaning) sampai pengisian (loading) batu bara ke
alat angkut untuk kemudian diangkut ke tempat penampungan
(stockpile).
7. Pengangkutan Batubara ke (coal hauling)
Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan adalah
pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang (pit) menuju
stockpile atau langsung ke unit pengolahan. (Siahaan, 2017)

C. Bahaya Kerja
Bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (OHSAS 18001, 2007). Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian
sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak
akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di
lingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah
kontak atau eksposur (Tranter, 1999).
Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (Ratnasari, 2009) yaitu:
1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya
kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
6

kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya


keselamatan antara lain:
a. Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik
seperti tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
b. Bahaya elektrik, disebabkan oleh peralatan yang mengandung arus
listrik
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar).
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
explosive
2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.
Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:
a. Bahaya Fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non
pengion, suhu ekstrem dan pencahayaan.
b. Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
c. Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur janggal.
d. Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup
yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa, dan
fungi (jamur) yang bersifat patogen.
e. Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman

D. Pengendalian
Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan
yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan
peluang positif (AS/NZS 4360:2004). Hierarki pengendalian merupakan
7

daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan sesuai dengan mekanisme


pengurangan paparan, dengan urutan sebagai berikut: (Tranter, 1999).
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah awal dan merupakan solusi terbaik
dalam mengendalikan paparan, namun juga merupakan langkah yang
paling sulit untuk dilaksanakan. Kecil kemungkinan bagi sebuah
perusahaan untuk mengeliminasi substansi atau proses tanpa
mengganggu kelangsungan produksi secara keseluruhan. Sebagai contoh
penghilangan timbal secara perlahan pada produksi bahan bakar.
2. Substitusi
Pada saat suatu sumber bahaya tidak dapat dihilangkan secara
keseluruhan, maka pilihan kedua sebagai pencegahan adalah dengan
mempertimbangkan alternatif proses atau material. Proses substitusi
umumnya membutuhkan banyak trial-and error untuk mengetahui
apakah teknik atau substansi alternatif dapat berfungsi sama efektif
dengan yang sebelumnya. Penting untuk memastikan bahwa agen
pengganti sudah diketahui dan memiliki bahaya atau tingkat toksisitas
yang lebih rendah. Sebagai contoh penggunaan minyak daripada merkuri
dalam barometer, penyapuan dengan sistem basah pada debu timbal
dibandingkan dengan penyapuan kering.
3. Pengendalian Engineering
Tipe pengendalian ini merupakan yang paling umum digunakan.
Karena memiliki kemampuan untuk merubah jalur transmisi bahaya atau
mengisolasi pekerja dari bahaya. Tiga macam alternatif pengendalian
engineering antara lain dengan isolasi, guarding dan ventilasi.
4. Pengendalian Administratif
Umumnya pengendalian ini merupakan salah satu pilihan terakhir,
karena pengendalian ini mengandalkan sikap dan kesadaran dari pekerja.
Pengendalian ini baik untuk jenis risiko yang rendah, sedangkan untuk
tipe risiko yang signifikan harus disertai dengan pengawasan dan
peringatan. Dengan kata lain sebelumnya sudah harus dilakukan
8

pengendalian untuk mengurangi risiko bahaya serendah mungkin. Untuk


situasi lingkungan kerja dengan tingkat paparan rendah/jarang, maka
beberapa pengendalian yang berfokus terhadap pekerja lebih tepat
diberikan, antara lain:
a. Rotasi dan penempatan pekerja, metode ini bertujuan untuk
mengurangi tingkat paparan yang diterima pekerja dengan membagi
waktu kerja dengan pekerja yang lain. Penempatan pekerja terkait
dengan masalah fitness-for-work dan kemampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan.
b. Pendidikan dan pelatihan, sebagai pendukung pekerja dalam
melalukan pekerjaan secara aman. Dengan pengetahuan dan
pengertian terhadap bahaya pekerjaan, maka akan membantu pekerja
untuk mengambil keputusan dalam menghadapi bahaya.
c. Penataan dan kebersihan, tidak hanya meminimalkan insiden terkait,
dengan keselamatan, melainkan juga mengurangi debu dan
kontaminan lain yang bisa menjadi jalur pemajan. Kebersihan
pribadi juga penting karena dapat mengarah kepada kontaminasi
melalui ingesti, maupun kontaminasi silang antara tempat kerja dan
tempat tinggal.
d. Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk
meminimalkan penurunan performance dan memperbaiki kerusakan
secara lebih dini.
e. Jadwal kerja, metode ini menggunakan prinsip waktu kerja,
pekerjaandengan risiko tinggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja
yang terpapar lebih sedikit.
f. Monitoring dan surveilan kesehatan, metode yang digunakan untuk
menilai risiko dan memonitor efektivitas pengendalian yang sudah
dijalankan.
5. PPE (Personal Protective Equipment)
Merupakan cara terakhir yang dipilih dalam menghadapi bahaya.
Umumnya menggunakan alat, seperti: respirator, sarung tangan, overall
9

dan apron, boots, kacamata, helm, alat pelindung pendengaran (earplug,


earmuff), dll.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu : 15:00 – selesai
Hari dan Tanggal : 12 September 2019
Tempat : Industri Pertambangan

B. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan pada praktik ini yaitu untuk menilai PAK dan KAK
pada industri pertambangan.

C. Alat dan Bahan


1. Alat Tulis
2. Kamera

D. Uraian Kegiatan
1. Membagi anggota kelompok
2. Melakukan pemeriksaan lapangan
3. Menganalisa PAK dan KAK disetiap proses di industry pertambangan
4. Melakukan penilaian PAK dan KAK disetiap proses di industry
pertambangan

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, didapatkan hasil analisis
risiko proses penambangan Batubara pada tebel berikut ini.
Tabel 4.1 Analisis Risiko Proses Penambangan Batubara
Risiko
Akibat Kecelakaan
Pokok Potensi Rating
No dan Penyakit Akibat Kendali Kon Skala
Kegiatan Bahaya Pelu Risiko
Kerja seku
ang
en
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecelakaan(K1:2 ;
Konsentrasi
Mobil K2:3 ; K3:4 ; K4:0 ; 2 10 20 B
Dan Fokus
K5:1)
Keahlian
1 Persiapan
Tertimbun(K1:4 ; Dalam
Buldoz
K2:4 ; K3:4 ; K4:4 ; Mengendali 2 20 40 C
er
K5:4) kan Alat
Berat
Keahlian
Buldoz Tertimpa Pohon
Dalam
er (K1:4 ; K2:4 ; K3:4 ; 2 20 40 C
Mengendara
Ripper K4:4 ; K5:4)
i Alat Berat
Alat
Mesin Kecacatan (K1:4 ;
Pelindung
Chainsa K2:4 ; K3:4 ; K4:4 ; 2 20 40 C
Diri
w K5:4)
Lengkap
Pembersih Kebisin Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian
2 4 14 56 C
an Lahan gan ; K3:5 ; K4:2 ; K5:4) Ear Plug
Bissinosis/ Gangguan
Saluran Pernapasan Pemakaian
Debu 4 6 24 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1 ; Masker
K4:2 ; K5:1)
Gangguan
Paparan Keseimbangan Tubuh Penggunaan
5 6 30 B
Getaran (K1:2 ; K2:0 ; K3:1 ; APD
K4:2 ; K5:1)

11
12

Gangguan Saluran
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Debu 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1 ; Masker
K4:2 ; K5:1)

Penggunaan
Panas Dehidrasi (K1:1
Helm Safety
Mataha ;K2:0 ; K3:1 ;K4:2 ; 5 5 25 B
Dan Banyak
ri K5:1)
Minum

Menjauhi
Gangguan
Sumber
Paparan Keseimbangan Tubuh
Pengupasa Getaran Dan 3 6 18 A
Getaran (K1:2 ; K2:0 ; K3:1;
n Tanah Penggunaan
3 K4:2 ; K5:1)
Pucuk APD
(Top Soil)
Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian
Bising 3 14 42 C
; K3:2 ; K4:5 ; K5:4) Earplug

Tabrakan Antar Unit, Pembagian


Kelelah Terperosok (K1:5; Shift Kerja
4 25 100 E
an K2:5; K3:5; K4:5; Dan Waktu
K5:5) Istirahat

Ketentuan
Terguling (K1:4 ;
Overloa Batas
K2:4 ; K3:4 ; K4:4; 2 20 40 C
d Maksimum
K5:4)
Muatan

Infeksi Saluran
Pernafasan (ISPA) Memakai
Debu 5 5 25 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1 ; Masker
K4:1 ; K5:1)
Pengupasa Whole Body
4 n Tanah Menjauhi
Paparan Vibration (K1:2 ;
Penutup Sumber 5 6 30 B
Getaran K2:0 ; K3:1 ; K4:2 ;
Getar
K5:1)

Ketulian (K1:3 ; K2:0 Memakai


Bising 5 10 50 C
; K3:1 ; K4:5 ; K5:1) Earplug
13

Mengadakan
Psikolo Stress (K1:2 ; K2:0 ; Family
5 4 20 B
gi K3:0 ; K4:1 ; K5:1) Gathering,
Shift Kerja

Panas Dehidrasi (K1:1 ;


Memperban
Mataha K2:0 ; K3:0 ; K4:1 ; 5 3 15 A
yak Minum
ri K5:1)

Menentukan
Terguling (K1:4 ;
Overloa Batas
K2:4 ; K3:4 ; K4:5 ; 2 22 44 C
d Maksimum
K5:5)
Muatan

Memasan
Dump Truck
Tanah Line
Tergenlincir (K1:4 ;
Longso Pembatas Di 2 22 44 C
K2:4 ; K3:4 ; K4:5 ;
r Sepanjang
K5:5)
Jalan Rawan

Pembagian
Kecelak Terperosok (K1:5 ;
Shift Kerja
aan K2:5 ; K3:5 ; K4:5 ; 4 25 100 E
Dan Waktu
Unit K5:5)
Istirahat

Terguling (K1:4 ; Keahlian


Jalan
K2:4 ; K3:4 ; K4:4 ; Dalam
Bergelo 4 20 80 D
K5:4) Mengendara
mbang
i Alat Berat
Penimbun Dehidrasi/Head Pakaian
Panas
5 an Tanah Stress, Kelelahan Kerja Dan
Mataha 5 6 30 B
Penutup (K1:1 ; K2:1 ; K3:1 ; Banyak
ri
K4:2 ; K5:1) Minum Air
Gangguan
APD
Pernapasan Dan
(Masker
Debu Iritasi Pada Mata 4 8 32 B
Dan
(K1:2 ; K2:1; K3:1 ;
Kacamata)
K4:2 ; K5:2)
Kelelah Tabrakan Antar Unit, Pembagian
Terperosok (K1:5; Shift Kerja 4 25 100 E
an
K2:5; K3:5; K4:5; Dan Waktu
14

K5:5) Istirahat

Ketentuan
Terguling (K1:4 ;
Overloa Batas
K2:4 ; K3:4 ; K4:4; 2 20 40 C
d Maksimum
K5:4)
Muatan

Gangguan Saluran
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Debu 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Masker
K4:2 ; K5:1)
Luka Kecil, Luka Jangan
Tanah
Parah, Kematian Menggali
Longso 2 18 36 B
(K1:5; K2:0 ; K3:5 ; Terlalu
r
K4:3 ; K5:5) Dalam

Menjauhi
Penamban Gangguan
Sumber
6 gan Batu Paparan Keseimbangan Tubuh
Getaran Dan 3 6 18 A
Bara Getaran (K1:2 ; K2:0 ; K3:1;
Penggunaan
K4:2 ; K5:1)
APD

Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian


Bising 3 14 42 C
; K3:2 ; K4:5 ; K5:4) Earplug

Tabrakan Antar Unit, Pembagian


Kecelak
Terperosok (K1:5 ; Shift Kerja
aan 4 25 100 E
K2:5 ; K3:5 ; K4:5 ; Dan Waktu
Unit
K5:5) Istirahat

Gangguan Saluran
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Debu 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Masker
K4:2 ; K5:1)

Pengangk Terguling (K1:4 ; Batas


Overloa
7 utan Batu K2:4 ; K3:4 ; K4:4; Maksimum 2 20 40 C
d
Bara K5:4) Muatan

Gangguan Menjauhi
Paparan Keseimbangan Tubuh Sumber 3 6 18 A
Getaran (K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Getaran Dan
Penggunaan
15

K4:2 ; K5:1) APD

Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian


Bising 3 14 42 C
; K3:2 ; K4:5 ; K5:4) Earplug

Tabrakan Antar Unit, Pembagian


Kecelak
Terperosok (K1:5 ; Shift Kerja
aan 4 25 100 E
K2:5 ; K3:5 ; K4:5 ; Dan Waktu
Unit
K5:5) Istirahat

Gangguan Saluran
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Debu 3 6 18 A
K1:2 ; K2:0 ; K3:0 ; masker
K4:3 ; K5:1)

Jangan
Terlalu
Pengupasa Gangguan
8 Sering
n Parting Paparan Keseimbangan Tubuh
Terpapar 3 5 15 A
Getaran (K1:3 ; K2:0 ; K3:1;
Getaran Dan
K4:0 ; K5:1)
Penggunaan
APD

Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian


Bising 3 14 42 C
; K3:2 ; K4:5 ; K5:4) Earplug

Ketulian
Pemakaian
Bising (K1:2 ; K2:0 ; K3:2 ; 3 10 30 B
earplug
K4:3 ; K5:3)
Terperosok Berhati-hati,
Backfillin Kelelah
(K1:5 ; K2:5 ; K3:5 ; konsentrasi, 4 25 100 E
9 an
g K4:5 ; K5:5) beristirahat
Gangguan saluran
Pemakaian
pernapasan
Debu APD 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1 ;
(masker)
K4:2 ; K5:1)
Gangguan Saluran
Perataan
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Dan Debu 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Masker
Rehabilita
10 K4:2 ; K5:1)
si Tanah
(Spreadin Gangguan Menjauhi
g) Getaran Keseimbangan Tubuh Sumber 3 6 18 A
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Getaran Dan
16

K4:2 ; K5:1) Penggunaan


APD

Ketulian (K1:3 ; K2:0 Pemakaian


Bising 3 14 42 C
; K3:2 ; K4:5 ; K5:4) Earplug

Tabrakan Antar Unit, Pembagian


Kelelah Terperosok (K1:5; Shift Kerja
4 25 100 E
an K2:5; K3:5; K4:5; Dan Waktu
K5:5) Istirahat

Gangguan Saluran
Pernapasan (ISPA) Pemakaian
Debu 5 6 30 B
(K1:2 ; K2:0 ; K3:1; Masker
K4:2 ; K5:1)

Panas Dehidrasi (K1:1 ;


Memperban
Penghijau Mataha K2:0 ; K3:0 ; K4:1 ; 5 3 15 A
11 yak Minum
an ri K5:1)

Melakukan
Sakit pinggang dan
peregangan
Ergono kelelahan (K1:1 ;
otot, 5 6 30 B
mi K2:1 ; K3:1 ; K4:2 ;
pembagian
K5:1)
shift kerja

Gangguan
APD
Pernapasan Dan
(Masker
Debu Iritasi Pada Mata 4 8 32 B
Dan
(K1:2 ; K2:1; K3:1 ;
Kacamata)
K4:2 ; K5:2)
Kontrol Dehidrasi/Head Pakaian
Panas
12 (Monitorin Stress, Kelelahan Kerja Dan
Mataha 5 6 30 B
g) (K1:1 ; K2:1 ; K3:1 ; Banyak
ri
K4:2 ; K5:1) Minum Air
Gangguan
Pendengaran/ Tuli APD
Bising 2 12 24 B
(K1:3 ; K2:2 ; K3:1 ; (Earplug)
K4:3 ; K5:3)
17

B. Pembahasan
Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu
dilakukan. dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan aspek
lingkungan, agar setelah penambangan selesai dilakukan, lingkungan dapat
dikembalikan ke keadaan yang baik. Namun, dalam proses penambangan
batubara terdapat potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada setiap prosesnya,
antara lain:
1. Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap
penambangan. Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan
penambangan. Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces road),
stockpile, dll.
Pada proses persiapan ini menggunakan mobil dan buldozer, dengan
bahaya potensi untuk kesehatan kerja yang mungkin terjadi adalah
kecelakaan dan tertimbun. Proses persiapan pada penggunaan mobil
mendapatkan rating risiko B (risiko belum dapat diterima, perlu tindakan
pengendalian) dan pada penggunaan buldozer mendapat rating risiko C
(risiko tidak dapat diterima, harus tindakan pengendalian).
2. Pembersihan Lahan
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan
daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan
yang berukuran besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper
dan dengan menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk
menebang pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm.
Proses ini menggunakan alat-alat berat seperti buldozer ripper dan
mesin chainsaw. Bahaya potensi untuk kesehatan kerja yang mungkin
terjadi adalah Bissinosis (gangguan pernapasan), tertimpa pohon dan
kecacatan pada pengemudi alat berat, paparan getaran yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh pada pekerja, terserang
binatang-binatang berbisa, terinfeksi cacing dan terserang mikroorganisme
seperti jamur dan bakteri pada saat melakukan pembersihan lahan. Rating
18

risiko pada tahapan ini yaitu B (risiko belum dapat diterima, perlu tindakan
pengendalian) dan C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian).
3. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan
tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah
yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan ditanami
kembali untuk kegiatan reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke tempat
penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke timbunan. Hal
tersebut bergantung pada perencanaan dari perusahaan.
Potensi bahaya pada tahapan ini gangguan saluran pernapasan
(ISPA) akibat terpapar debu, dehidrasi akibat terpapar panas matahari
gangguan keseimbangan tubuh akibat paparan getaran, ketulian akibat
bising, tabrakan antar unit maupun terperosok akibat pekerja yang
kelelahan serta terguling akibat muatan yang berlebihan (overload).
Pada tahapan ini didapatkan rating risiko A (risiko dapat diterima,
langkah pengendalian dinilai efektif), B (risiko belum dapat diterima, perlu
tindakan pengendalian), C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian), dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
4. Pengupasan Tanah Penutup
Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock)
maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Namun
bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu dilakukan
pembongkaran dengan peledakan (blasting) kemudian dilakukan kegiatan
penggalian. Peledakan yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian
rupa hingga sesuai dengan produksi yang diinginkan.
Potensi bahaya dari tahapan ini yaitu infeksi saluran pernapasan,
whole body vibration akibat paparan getaran, ketulian, stress, panas
matahari yang mengakibatkan dehidrasi, overload (muatan yang
19

berlebihan) yang mengakibatkan dump truck terguling, serta tanah longsor


yang mengakibatkan dump truck tergelincir.
Tahapan ini didapatkan rating risiko A (risiko dapat diterima,
langkah pengendalian dinilai efektif), B (risiko belum dapat diterima, perlu
tindakan pengendalian), dan C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian).
5. Penimbunan Tanah Penutup
Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara yaitu backfilling dan
penimbunan langsung. Tanah penutup yang akan dijadikan material
backfilling biasanya akan ditimbun ke penimbunan sementara pada saat
taambang baru dibuka.
Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu kecelakaan unit yang
mengakibatkan terperosok, terguling akibat dari jalan yang bergelombang,
dehidrasi (head stress) dan kelelahan akibat dari panasnya matahari,
gangguan pernapasan dan iritasi mata, kelelahan yang mengakibatkan
tabrakan antar unit, serta terguling akibat muatan yang berlebihan
(overload).
Rating risiko yang didapatkan B (risiko belum dapat diterima, perlu
tindakan pengendalian), C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian), D (risiko sangat tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian segera), dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
6. Penambangan Batu Bara
Untuk melakukan penambangan batubara (coal getting) itu sendiri,
terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan
coal cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari
permukaan batubara (face batubara) yang berupa material sisa tanah
penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain yang berupa
agen pengendapan (air permukaan, air hujan, longsoran). Selanjutnya
dilakukan kegiatan coal gettinghingga pemuatan ke alat angkutnya. Untuk
lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu dilakukan penggaruan.
20

Potensi bahaya yang dapat terjadi seperti debu yang mengakibatkan


gangguan saluran pernapasan (ISPA), tanah longsor yang dapat
mengakibatkan luka kecil sampai kematian, gangguan keseimbangan
tubuh, ketulian akibat bising, terperosok serta tabrakan antar unit.
Dengan rating risiko A (risiko dapat diterima, langkah pengendalian
dinilai efektif), B (risiko belum dapat diterima, perlu tindakan
pengendalian), C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian), dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
7. Pengangkutan Batu Bara
Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan adalah
pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang (pit) menuju
stockpile atau langsung ke unit pengolahan.
Potensi bahaya pada tahapan ini yaitu gangguan saluran pernapasan
(ISPA), alat angkut yang terguling akibat dari muatan yang berlebihan,
gangguan keseimbangan tubuh, ketulian, terperosok serta tabrakan antar
unit.
Didapatkan rating risiko A (risiko dapat diterima, langkah
pengendalian dinilai efektif), B (risiko belum dapat diterima, perlu
tindakan pengendalian), C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian), dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
8. Pengupasan Parting
Parting batubara yang memisahkan dua lapisan atau lebih batubara
peerlu dipindahkan agar tidak mengganggu dalam penambangan batubara.
Potensi bahaya yang dapat terjadi seperti gangguan saluran pernapasan
(ISPA), gangguan keseimbangan tubuh, dan ketulian akibat bising.
Rating risiko yang didapatkan A (risiko dapat diterima, langkah
pengendalian dinilai efektif) dan C (risiko tidak dapat diterima, harus
tindakan pengendalian).
21

9. Backfilling
Tanah penutup maupun tanah pucuk yang sebelumnya disimpan di
tempat penyimpanan sementara akan diangkut kembali ke daerah yang
telah tertambang (mined out). Kegiatan ini dimaksudkan agar pit bekas
tambang tidak meninggalkan lubang yang besar dan digunakan untuk
rehabilitasi lahan pasca tambang.
Potensi bahaya yang dapat terjadi yaitu kebisingan yang
mengakibatkan ketulian, terperosok akibat kelelahan serta debu yang
mengakibat gangguan saluran pernapasan.
Dengan rating risiko B (risiko belum dapat diterima, perlu tindakan
pengendalian) dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (Spreading)
Terdiri dari pekerjaan penimbunan, perataan, pembentukan, dan
penebaran tanah pucuk diatas disposal overburden yang telah di
backfilling, agar daerah bekas tambang dapat ditanami kembali untuk
pemulihan lingkungan hidup (reclamation).
Dengan potensi bahaya seperti debu yang mengakibatkan gangguan
saluran pernapasan, gangguan keseimbangan tubuh, bising yang dapat
mengakibatkan ketulian, terperosok serta tabrakan antar unit.
Rating risiko yang didapatkan A (risiko dapat diterima, langkah
pengendalian dinilai efektif), B (risiko belum dapat diterima, perlu
tindakan pengendalian), C (risiko tidak dapat diterima, harus tindakan
pengendalian), dan E (risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus
dilakukan tindakan pengendalian segera).
11. Penghijauan
Merupakan proses untuk penanaman kembali lahan bekas tambang,
dengan tanaman yang sesuai atau hampir sama seperti pada saat tambang
belum dibuka. Potensi bahaya yang dapat terjadi seperti gangguan
saluran pernapasan, dehidrasi, sakit pinggang dan kelelahan.
22

Dengan rating risiko yang didapatkan A (risiko dapat diterima,


langkah pengendalian dinilai efektif) dan B (risiko belum dapat diterima,
perlu tindakan pengendalian).
12. Kontrol (Monitoring)
Kegiatan ini ditujukan untuk pemantauan terhadap aplikasi rencana
awal penambangan. kontrol akan dilakukan terhadap lereng tambang,
timbunan, ataupun lingkungan, baik terhadap pit yang sedang aktif
maupun pit yang telah ditambang.
Potensi bahaya yang dapat terjadi seperti gangguan saluran
pernapasan, dehidrasi, dan gangguan pendengaran/tuli. Dengan rating
risiko B (risiko belum dapat diterima, perlu tindakan pengendalian).

C. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Persiapan
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada proses ini yaitu
memerlukan konsentrasi dan fokus pada saat pekerja menjalankan alat
berat tersebut (buldozer dan mobil) serta keahliah dalam mengemudikan
alat berat tersebut.
2. Pembersihan Lahan
Pada pembersihan lahan pengendalian bahaya kecelakaan kerja yaitu
menggunakan alat pelindung diri lengkap seperti pemakaian ear plug dan
masker serta keahlian pekerja dalam mengendarai alat berat (buldozer
ripper).
3. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Pada tahapan ini pengendalian bahaya kecelakaan kerja seperti
penggunaan APD (pemakaian masker dan ear plug, serta penggunaan helm
savety), perbanyak minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi,
pembagian shift kerja dan waktu istirahat, menjauhi sumber getaran akibat
paparan getaran yang dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh
serta menentukan ketentuan batas maksimum muatan agar tidak overload
yang akan mengakibatkan tergulingnya alat angkut.
23

4. Pengupasan Tanah Penutup


Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada proses ini yaitu
memakai masker untuk mencegah infeksi saluran pernapasan (ISPA),
menjauhi sumber getar, memakai ear plug untuk mencegah ketulian akibat
bising, mengadakan family gathering untuk mencegah stress serta
pembagian shift kerja, memperbanyak minum untuk mencegah dehidrasi,
menentukan batas muatan untuk mencegah tergulingnya alat angkut dan
memasang line pembatas sepanjang jalan yang rawan.
5. Penimbunan Tanah Penutup
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja dapat diatasi dengan
pembagian shift dan waktu istirahat, keahlian dalam mengendarai alat
berat untuk mencegah tergulingnya alat berat akibat jalan yang
bergelombang, pakaian kerja dan banyak minum air untuk mencegah
dehidrasi, menggunakan APD (masker dan kacamata), menentukan batas
muatan untuk mencegah tergulingnya alat angkut.
6. Penambangan Batu Bara
Pada tahapan ini pengendalian bahaya kecelakaan kerja yaitu
penggunaan APD (pemakaian masker dan ear plug), jangan menggali
terlalu dalam saat penambangan batubara yang akan menyebabkan tanah
menjadi longsor, menajuhi sumber getaran serta pembagian shift kerja dan
waktu istirahat.
7. Pengangkutan Batu Bara
Pada pengangkutan batubara pengendalian bahaya kecelakaan kerja
yaitu penggunaan APD (pemakaian masker dan ear plug), menauhi sumber
getaran, menentukan batas muatan untuk mencegah tergulingnya alat
angkut serta pembagian shift kerja dan waktu istirahat.
8. Pengupasan Parting
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada tahapan ini yaitu
penggunaan APD (pemakaian masker dan ear plug) dan jangan terlalu
sering terpapar getaran.
24

9. Backfilling
Pada tahapan backfilling pengendalian bahaya kecelakaan kerja
seperti penggunaan APD (pemakaian masket dan ear plug), berhati-hati
dan berkonsentrasi pada saat mengoperasikan alat berat, serta istirahat
yang cukup.
10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (Spreading)
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada tahapan ini yaitu
penggunaan APD (pemakaian masker dan ear plug), menjauhi sumber
getaran serta pembagian shift kerja dan waktu istirahat.
11. Penghijauan
Pada tahapan ini pengendalian bahaya kecelakaan kerja yaitu
penggunaan masker untuk mencegah gangguan saluran pernapasan,
perbanyak minum agar mencegah dehidrasi, melakukan peregangan otot
untuk mencegah terjadinya sakit pinggang serta pembagian shift kerja.
12. Kontrol (Monitoring)
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada tahapan kontrol ini yaitu
penggunaan APD (pakaian kerja, pemakaian masker dan ear plug),
perbanyak minum air untuk mencegahnya dehidrasi akibat terpapar panas
matahari.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tahapan proses pada pertambangan batubara terdiri dari 12 tahap,
meliputi persiapan lahan, pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk
(Top Soil), pengupasan tanah penutup, penimbunan tanah penutup,
penambangan batubara, pengangkutan batu bara, pengupasan parting,
backfilling, perataan dan rehabilitasi (spreading), penghijauan, dan
kontrol (monitoring).
2. Potensi bahaya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja pada
pertambangan batubara terdapat pada semua tahapan proses. Potensi
bahaya terbanyak berada pada rating risiko B sebanyak 21 risiko yaitu
risiko belum dapat diterima, perlu tindakan pengendalian. Sedangkan
potensi bahaya paling sedikit berada pada rating D sebanyak 1 risiko
yaitu risiko sangat tidak dapat diterima, harus tindakan pengendalian
segera.
3. Memperbaiki potensi bahaya yang terjadi di pertambangan batubara
dapat dilakukan dengan pelatihan/kursus dalam mengendarai alat berat,
menggunakan APD lengkap sesuai risiko masing-masing tahapan,
mengkaji ulang tentang ketentuan muatan maksimum angkutan,
mengadakan/memberikan kesempatan pekerja untuk liburan, mengatur
sedemikian rupa shift kerja, minum air yang cukup, dan memasang
rambu-rambu peringatan khusus.

B. Saran
1. Perusahaan menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja secara berkelanjutan;
2. Perusahaan lebih sering melakukan atau memberi pelatihan-
pelatihan kepada pekerja yang bekerja di bagian yang mempunyai resiko
tinggi terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

25

Anda mungkin juga menyukai