Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH BANGSA INDONESIA.

1. Tujuan
Peserta mampu memahami proses pembentukan Negara-bangsa (nation state) Indonesia serta posisi
Indonesia dalam perkembangan konstalasi internasional.
2. Target
Meneguhkan semangat ke indonesiaan anggota.
3. Pokok Bahasan
a) Akulturasi nilai (budaya dan agama) diberbagai wilayah di Indonesia.
b) Posisi Indonesia pada masa kolonialisme.
c) Pengaruh eropa dan arab terhadap gagasan Negara-bangsa Indonesia.
d) Pancasila dan posisi Indonesia di era perang dunia II (1939-1945), diawal-awal proklamasi
kemerdekaan, ancaman agresi militer belanda dan dinamika Negara baru (1945-1959), Dan
perang dingin (1946-1991).
A. Akulturasi nilai (budaya dan agama) diberbagai wilayah di Indonesia
Menurut koentjaraningrat, akulturasi adalah proses social yang terjadi bila kelompok social
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya
proses akuturasi adalah adanya persenyawaan yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut,
kemudian adanya keseragaman seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak
budaya.
Dalam perkembangannya, ada tiga periode akulturasi yang terjadi di Indonesia ini.
a) Periode awal (abad 5-11 masehi)
Pada Periode ini, unsure hindhu-budha sangat kuat dan lebih menonjol sedangkan unsur/ciri-ciri
kebudayaan Indonesia sendiri menjadi terdesak. Terbukti dengan banyak ditemukannya
berbagai macam patung dewa, seperti patung dewa wisnu, brahma, siwa, dan budha yang
tersebar di kerajaan-kerajaan tarumanegara, kutai, dan mataram kuno.

b) Periode pertengahan (abad 11-16 masehi)


Pada periode ini unsure hindhu-budha dan Indonesia sudah mulai berimbang. Hal tersebut
disebabkan karena unsure hidhu-budha mulai melemah sedangkan unsur kebudayaan Indonesia
kembali menonojol, sehingga kemudian menyebabkan munculnya sebuah sinkretisme
(perpaduan antara dua atau lebih aliran budaya). Hal ini bisa kita lihat pada peninggalan zaman
kerajaan Kediri, singosari dan majapahit.
c) Periode akhir (abad 16-sekarang)
Pada periode ini, unsur budaya Indonesia menjadi lebih kuat dibandingkan dengan periode
sebelumnya, sedangkan unsur budaya hindhu-budha menjadi semakin surut karena
perkembangan politik dan ekonomi di india yang tidak stabil.

Untuk lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi (islam, hindu-
budha di Indonesia) dapat kita lihat seperti :
a. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam
dan istana.
b. Seni Rupa
Tradisi islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias masjid, makam islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan.
c. Aksara dan seni sastra
Tersebarnya agama islam di Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat sudah mulai mengenal bahasa arab.
d. Bentuk seni sastra
 Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
 Babad adalah kisah rekaan pujangga keratin dan sering dianggap sebagai peristiwa
sejarah.
 Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf.
 Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan suluk karena berbentuk kitab
yang berisi ramalan-ramalan.
e. System kalender
Sebelum budaya islam masuk ke Indonesia, masyarakat sudah mengenal kalender, yaitu
kalender saka (kalender hindhu) yang dimulai tahun 78 M. Setelah berkembangnya
islam di Indonesia, sultan agung dari mataram membuat kalender jawa, menggunakan
perhitungan peredaran bulan, bulan muharam diganti dengan syuro, ramadhan diganti
dengan poso. Dan menggunakan kalender tahun Hijriah (islam). Kalender sultan agung
ini dimulai pada tanggal 1 syuro 1555 jawa, atau tepatnya 1 muharram 1053 H yang
bertepatan tanggal 8 agustus 1633 M.
B. Posisi Indonesia pada masa kolonialisme.
Sebelum dijajah bangsa asing, Indonesia terdiri atas beberapa kerajaan yang merdeka.
Diantara kerajaan-kerajaan itu ada yang kekuasaanya meliputi seluruh nusantara, seperti sriwijaya
dan majapahit.
Kekayaan hasil alam Indonesia berupa rempah-rempah menarik bangsa asing untuk datang
ke Indonesia. Mereka membeli rempah rempah di Indonesia, kemudian menjualnya kembali ke
eropa dengan harga yang lebih tinggi. Bangsa asing yang datang ke Indonesia tersebut adalah
portugis, spanyol, inggris, belanda, dan jepang.
Portugis adalah bangsa asing yang pertama datang ke Indonesia. Mereka mendarat di
kepulauan Maluku yang kaya akan rempah-rempah pada tahun 1511 dan akhirnya menguasai
perdagangan di kepulauan tersebut. Tidak lama kemudian bangsa spanyol juga datang ke Maluku
pada tahun 1521.
Tahun 1596, belanda datang ke Indonesia, dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Belanda
mendarat di pelabuhan Banten, Jawa Barat. Belanda ingin menguasai perdagangan, lalu belanda
mendirikan perkumpulan dagang yang disebut VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau
Perserikatan Dagang Hindia Timur. Dalam hitungan tahun belanda sudah meluaskan kekuasaanya
sehingga berhasil menguasai wilayah husantara. Belanda menggunakan cara menghasut dan
memfitnah atau politik adu domba dengan memanfaatkan para raja dan pembantu dekat raja,
sehingga terjadi konflik diantara mereka. Para raja dan pembantu dekat raja terlena dengan hadiah
dan iming-iming dari kaum penjajah.
Selain menggunakan politik adu domba, belanda juga melakukan system kerja paksa atau
kerja rodi. Pada system kerja paksa ini rakyat Indonesia dipaksa bekerja membangun jalan raya dari
anyer sampai panarukan sepanjang 1000 km tanpa mendapatkan upah, yang dipimpin oleh jenderal
daendels, banyak korban yang mati kelaparan, kehausan, dan dicambuk.
Disamping kewajiban kerja paksa, penjajah belanda juga menerapkan system tanam paksa
yang diciptakan oleh van de bosch. Dalam system ini, rakyat harus menyediakan sebagaian
tanahnya untuk ditanami tanaman-tanaman yang laku dijual di eropa, seperti kopi, tembakau, tebu
dll. Keuntungan uang dari penjualan yang amat besar mengalir ke negeri belanda.
Melihat situasi dan semakin sewenang wenangnya belanda menghisap rakyat Indonesia, para
tokoh tokoh di berbagai daerah di Indonesia tiadak tinggal diam dan melakukan perlawanan dan
bertekad mengusir penjajah, seperti :
 Perjuangan Sultan Agung, Raja Mataram pada tahun 1629 dengan 20.000 prajurit.
 Perjuangan Pattimura dari Maluku pada tahun 1817 dengan dibantu dengan pejuang putrid
bernama Kristina Marta Tiahahu.
 Perjuangan Untung Suropati terjadi di daerah jawa tengah sampai jawa timur pada sekitar tahun
1686.
 Perjuangan Pangeran Diponegoro dimulai tahun 1825-1830. Pangeran Diponegoro berperang
menggunakan siasat perang gerilya.
 Perjuangan Tuanku Imam Bonjol terjadi di wilayah minangkabau, sumatera barat. Perlawanan
dimulai pada tahun 1821-1837 dengan sebutan perang paderi.
 Perjuangan Pangeran Antasari, beliau pahlawan dari Kalimantan yang melakukan perlawanan
terhadap belanda dari tahun 1859-1863.
 Perjuangan Rakyat Aceh, dimulai tahun 1873. Perlawanan ini dipelopori oleh Teuku Umar, Cut
nya dien, teuku cik di tiro, panglima polem dan cut mutia.
 Perlawanan sisingamangaraja XII dan rakyat batak. Perang berlangsung antara 1883-1907.
C. Pengaruh eropa dan arab terhadap gagasan Negara-bangsa Indonesia
1. Faktor atau Penyebab
 Kenangan kejayaan pada masa lampau menggugah kebangkitan melawan penjajah.
 Penderitaan dan kesengsaraan rakyat akibat penjajah, karena rakyat Indonesia merasa
senasib sepenanggungan karena di jajah dan bersama-sama menentang penjajah.
 Lahirnya golongan terpelajar yang mempelopori gerakan anti penjajahan.
 Pengaruh kemenangan jepang atas rusia (1901-1905) yang memberi kepastian bahwa bangsa
asia mampu mengalahkan bangsa barat, hal ini mengangkat dan mengembalikan
kepercayaan bangsa Indonesia.
 Berkembangnya gerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan di Negara lain dalam upaya
melawan kekuasaan asing, seperti :
 Gerakan nasionali india yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi.
 Gerakan nasional china yang dipelopori oleh Sun Yat Sen
 Gerakan nasional Turki yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Pasha.
2. Pengaruh Paham Baru
Paham baru yang berkembang di eropa, seperti nasionalisme, demokrasi dan liberalisasi
masuk ke Negara asia-afrika. Pengaruh paham baru membuka pola piker rakyat Indonesia untuk
menggunakan kemampuannya melawan ketidakadilan dan perampasan, sehingga ada
kebangkitan melawan penindasan penjajah untuk mewujudkan hidup yang merdeka.
Bentuk organisasi pergerakan nasional Indonesia yang muncul akibat pengaruh paham
baru antara lain :
 Budi Utomo (20 mei 1908), didirikan oleh Dr.Soetomo Suradji, Gunawan Mangunkusomo,
yang waktu itu sebagai mahasiswa Stovia. Budi Utomo bergerak di bidang social, ekonomi,
da kebudayaan. Dan tujuan dari budi utomo adalah kemajuan bagi Indonesia yang harmonis
bagi nusa dan bangsa.
 Sarekat Islam (1912)
Factor didirikannya Sarekat Islam :
 Factor ekonomi, yaitu memperkuat diri menhadapi pedagang china yang melakukan
monopoli, dan merugikan pedagang pribumi.
 Factor agama, yaitu memajukan agama islam kerana para penjajah semakin
meningkatkan gerakan penyebaran agama Kristen untuk mempengaruhi pedagang
pribumi.
Sarekat Islam dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto, SI merupakan organisasi yang bersifat
ekonomis, dengan mendasarkan pada aspek religious islam. Pada tahun 1921 SI mengadakan
kongres IV di Surabaya, karena kemasukan aliran sosialis semaun dan darsono, akibatnya SI
pecah menjadi 2 yaitu:
 SI Putih yaitu SI yang tetap berlandaskan pada asas perjaungan islam dipimpin oleh HOS
Cokroaminoto.
 SI Merah yaitu, kelompok SI yang berhaluan marxisme dipimpin oleh Semaoen dan
darsono, kelompok ini lebih bersifat radikal.
 PKI (Partai Komunis Indonesia, 1920)
Di Indonesia paham marxisme-sosialisme mulai dibawah oleh seorang pemimpin buruh dari
negeri belanda yang bernama Sneevliet. Dia adalah anggota dari partai buruh social
democrat. Maka dibentuklah ISDV (Indisehe Sociaal Democratische Vereeniging). Tokoh
Indonesia yang ikut memimpin ISDV adalah Semaoen dan darsono, yang tujuannya adalah
untuk menyebarkan paham social demokratis dengan membangun perasaan revolusioner
bagi bangsa Indonesia.
Pada bulan desember 1920, ISDV berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia. Tahun
1926 PKI melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan colonial Belanda. Pada
tanggal 13 november 1926 meletus pemberontakan PKI di Jakarta. Tindakan kekerasan
terjadi di jawa tengah, jawa barat dan jawa timur. Akibat pemberontak yang dilakukan oleh
PKI diberbagai daerah, akhirnya PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

D. Pancasila dan posisi Indonesia di era perang dunia II (1939-1945), diawal-awal proklamasi
kemerdekaan, ancaman agresi militer belanda dan dinamika Negara baru (1945-1959), Dan
perang dingin (1946-1991).
Pada masa-masa akhir perang dunia II, kekalahan jepang pada sekutu dalam perang pasifik
tak lagi bisa disembunyikan. Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang,
Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada
Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. 7 Agustus - BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan
bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada 24 Agustus. Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita
lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para
pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali
ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah
menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang
besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang
masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Belanda. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung
dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945
mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian
terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa
Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro
Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara
Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan
kemerdekaan. Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi,
Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi
yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945. Tentara Pembela Tanah Air,
kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno.
Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam
Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman Proklamasi ke luar negeri.

Era Kemerdekaan

Berita proklamasi tersebar melalui radio, pamphlet, dan selebaran. Syahrudin, seorang
wartawan kantor berita domei, sejak pagi telah memperoleh salinan naskah proklamasi dan
menyampaikan kepada bagian radio domei. sementara angkatan tentara Indonesia, Pasukan
Pembela Tanah Air (PETA), serta para pemuda dan lain-lainnya berangkat untuk mempertahankan
kediaman Sukarno.

Sidang PPKI Pertama pada tanggal 18 agustus 1945, menghasilkan tiga keputusan sebagai
berikut : (1) mengesahkan UUD 1945, (2) Memilih dan menetapkan Ir.Soekarno sebagai Presiden
dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil presiden, (3) sebelum terbentuknya MPR, untuk sementara
pekerjaan presiden dibantu oleh KNIP.

Sidang PPKI kedua pada tanggal 19 agustus 1945, menghasilkan dua keputusan sebagai
berikut : (1) menetapkan 12 kementrian, (2) membagi daerah RI menjadi 8 provinsi, yaitu
sumatera, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, sunda kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Sidang PPKI yang ketiga pada tanggal 22 agustus 1945, menghasilkan keputusan sebagai
berikut: (1) membentuk KNIP, (2) Membentuk Partai Nasional Indonesia, (3) membentuk Badan
Keamanan Rakyat. Pada 29 Agustus 1945, kumpulan tersebut melantik Sukarno sebagai
Presiden Indonesia, dengan Mohammad Hatta sebagai wakilnya, melalui lembaga yang
dirancang beberapa hari sebelumnya.

Arti kemerdekaan dapat kita refleksikan dari para tokoh kemerdekaan Indonesia sebagai
berikut; Ki Hajar Dewantara menulis; “Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa
kemerdekaan bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelstandig), tidak tergantung pada orag lain
(onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijeid, zelfsbeschikking).” Kalau istilah
Belanda itu diterjemahkan kedalam jargon yang lebih dikenal sekarang, maka ketiga komponen
kemerdekaan itu ialah self-reliance, independence, dan self-determination. Sukarno lebih
menekankan independence, yaitu terlepasnya Indonesia dari penguasaan oleh suatu bangsa dan
penguasaan asing. Hatta dan Syahrir lebih menekankan self-reliance yaitu otonomi setiap individu
dalam memutuskan apa yang harus dikerjakan. Tan Malaka selepas sekolah guru di Harlem,
Belanda, memilih menjadi guru untuk anak-anak para kuli kontrak di perkebunan Deli, melihat
kemerdekaan sebagai self-determination, yaitu kesanggupan setiap kelompok sosial menentukan
nasibnya sendiri dan tidak menggantungkan peruntungannya pada kelompok sosial lainnya.
Perbedaan tekanan itu menjadi lebih jelas kalau dilihat dari hubungan dengan apa yang hendak
ditentang. Kemerdekaan sebagai independence secara telak menolak penjajahan. Kemerdekaan
sebagai self-reliance membatalkan ketergantugan. Sedangkan kemerdekaan sebagai self-
determination menampik segala jenis penindasan dan pembodohan Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia Di Tengah Situasi Pasca Perang Dunia II

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia ditengah keadaan politik dunia yang tidak stabil pasca perang dunia II.
Keadaan politik yang tidak stabil pasca perang mempengaruhi keadaan politik dan keamanan
bangsa Indonesia yang baru saja merdeka. Hal ini membuat kemerdekaan Indonesia seakan tidak
berjalan mulus. Sesaat setelah Indonesia merdeka timbul berbagai ancaman baik dari dalam negeri
maupun dari dunia internasional yang melihat Indonesia sebagai bekas wilayah jajahan Jepang
yang harus dikembalikan kepada sekutu.

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat, tentara Inggris dan Belanda datang ke Jakarta dengan
pengawalan Netherlands-Indies Civil Administration atau yang disingkat NICA. Selain itu, Allied
Forces Netherlands East Indies atau AFNEI yang awalnya bertugas hanya untuk membebaskan
warga negara sekutu yang ditawan Jepang dan menghukum penjahat-penjahat perang Jepang, justru
seakan bekerja sama dengan NICA untuk membangun Indonesia sebagai negara persemakmuran
Belanda yang berbentuk federasi. Hal ini memicu kecurigaan rakyat Indonesia yang memicu
pertempuran-pertempuran yang terjadi di dalam negeri.

Pertempuran melawan Sekutu dan NICA

Dalam menghadapi kedatangan NICA, para kyai juga membutuhkan forum musyawarah
untuk menentukan sikap. Pada saat itu, rapat baru bias dimulai pada 21 oktober, setelah para kyai
dari jawa-madura berkumpul semua. Sebelumnya, Hadhratus Syaikh KH.Hasyim Asy’ari meminta
para kyai lainnya untuk menunggu beberapa kyai terkemuka yang dating dari jawa barat, seperti
kyai abbas buntet, kyai satori arjawinangun, kyai amin babagan ciwaringin, dan kyai suja’I
indramayu. Waktu itu, perjalanan ke Surabaya hanya mengandalkan jasa kereta api yang masih
sangat sederhana.
Setelah rapat darurat yang dipimpin oleh kyai wahab hasbulloh menemukan titik temu, pada
tanggal 23 oktober, hadhratus syaikh KH.Hasyim Asy’ari atas nama HB (pengurus besar)
organisasi NU mendeklarisakan sebuah seruan jihad fi sabilillah yang belakangan terkenal dengan
istilah Resolusi Jihad.

Isi Resolusi Jihad

a) Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 wajib
dipertahankan.
b) Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan
diselamatkan, meskipun meminta pengorbanan harta dan jiwa.
c) Musuh musuh republik Indonesia, terutama belanda yang dating dengan membonceng tugas
tugas tentara sekutu (amerika-inggris) dalam hak tawanan perang bangsa jepang, tentulah
akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
d) Umat islam, terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan belanda dan kawan-
kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
e) Kewajiban tersebut adalah jihad yang menjadi kewajiban bagi tiap-tiap orang islam (fardlu
‘ain) yang berada dalam jarak radius 94 km (yakni jarak dimana umat islam boleh
melakukan sholat jama’ dan qasar). Adapun bagi mereka yang berada diluar jarak tersebut,
berkewajiban membantu saudara saudaranya yang berada dalam jarak 94 km tersebut.
Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke
Indonesia, yang saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya
adalah:
1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.
2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.
3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur
4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

Sehingga negara yang baru saja merdeka ini tidak hanya dihadapkan dengan politik dunia
yang tidak stabil pasca perang, tapi juga rakyat yang masih bergejolak dan sistem pemerintahan
dalam negeri yang harus segera dibentuk sebagai negara yang berdaulat.
Agresi Militer I

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab
dalam 14 hari, yang berisi:

1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;


2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah daerah yang
diduduki Belanda;
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik
yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama);
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor.

Agresi Militer II 1948-1949

Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir
dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Perjanjian Roem Royen

Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda,
terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada
Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI.
Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.
Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta

Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soeharto dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada
dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan
untuk mengadakan perlawanan.
Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia
dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Yang menghasilkan kesepakatan:

a) Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.


b) Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.

Penyerahan kedaulatan oleh Belanda , Bung Hatta di Amsterdam, Belanda menandatangani


perjanjian penyerahan kedaulatan. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27
Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus
1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan)
ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran
bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele
acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.

Dinamika Negara Baru (1945-1959)

Pada masa 1945 – 1959 merupakan awal dari berdirinya berbagai institusi perwakilan rakyat
seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan representasi atau perwakilan dari rakyat.
Sehingga DPR dipandang perlu untuk menjadi fungsi legalitas terhadap kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Dalam demokrasi liberal juga diharapkan menegakkan hak – hak individu, namun
dalam implementasinya kebijakan yang diwujudkan oleh pemerintah seringkali bersinggungan
dengan hak individu rakyat.

Pengertian Sistem Pemerintahan

Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata
sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan,
jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari
kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:

1. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau


2. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
3. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.

Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sistem Pemerintahan 1945 – 1959

Selanjutnya pembahasan mengenai sistem pemerintahan 1945 – 1959 akan dibagi kedalam
tiga periode yakni: 1945 – 1949 , 1949 – 1950 , dan 1950 – 1959. Pembagian ini dimaksudkan
untuk memperjelas perubahan yang terjadi pada tiap periode .

A. Periode 1945-1949

Pada awal deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 , Indonesia
menjalankan sistem presidensial yang merujuk pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden
memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Namun pada tanggal 23 Agustus 1945 , Belanda
dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Adapun negara selain Belanda bermaksud untuk
mengamankan Indonesia pasca penetapan kemerdekaannya . Namun lain halnya dengan Belanda,
ia kembali ke Indonesia dengan maksud untuk kembali menguasai Indonesia. Tentunya hal ini
merupakan tantangan bagi deklarator kita Soekarno untuk mempertahankan Indonesia dan wilayah
– wilayah yang telah disepakati sebagai bagian dari Indonesia.

Pada masa kabinet parlementer ini Sutan Sjahrir mengambil banyak peran terutama
melakukan diplomasi dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka.
Adapun pada periode ini sistem pemerintahan dinilai tidak stabil , karena terjadi penguasaan
terhadap wewenang kepada Perdana Menteri. Sehingga terjadi tiga kali pergantian perdana menteri,
yakni : Sutan Sjahrir , Amir Syarifuddin , dan Muhammad Hatta. Untuk periode ini , Indonesia
menjalankan sistem pemerintahan semi-parlementer karena kondisi tersebut yang tidak
memungkinkan untuk menjalankan sepenuhnya , dan tentunya dipengaruhi faktor politik yakni
untuk membuka jalan diplomasi dengan pihak Belanda.

Selain itu pada periode ini dibentuk KNIP yang merupakan lembaga yang menjadi cikal
bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif . Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan
dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang
memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.

B. Periode 1949 – 1950

Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan
parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Sistem ini menganut
sistem multi-partai. Hal ini didasarkan pada konstitusi RIS yang menetapkan sistem parlementer
kabinet semu (quasy parlementary) sebagai sistem pemerintahan RIS. Perlu diketahui bahwa sistem
pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah kabinet parlementer murni karena
dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan
terhadap kekuasaan pemerintah.

Diadakannya perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah
merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini
dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur
tangan dari PBB yang memfasilitasinya.

Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu :

a) Indonesia merupakan Negara bagian RIS


b) Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
c) Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
d) RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
e) Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.

Dalam RIS ada point-point sebagai berikut :

1. Pemerintah berhak atas kekuasaan UU Darurat

2. UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi

Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif
RIS dibagi menjadi dua bagian yakni: Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu pada
periode ini Indonesia tetap menganut sistem parlementer namun bentuk pemerintahan dan bentuk
negaranya merupakan federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian
yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.

C. Periode 1950 – 1959

Periode ini (1950-1959) merupakan periode dimana presiden Soekarno memerintah


menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950,
pemberlakukan peraturan pada periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD
1950 pengganti konstitusi RIS 1949. Sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet
dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.

Adapun ciri-cirinya antara lain:

a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.

b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.

c. Presiden berhak membubarkan DPR.

d. Perdana menteri diangkat oleh Presiden.

Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan Senat
RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan
piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:

1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;


2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai
berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang
mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara
dari negara serikat ke negara kesatuan. Setelah peralihan dari Republik Indonesia Serikat
(RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut
sistem demokrasi liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer
sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang
terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri
dari: Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik
(9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan
kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari
17 kursi. Adapun kabinet yang telah dibentuk pada periode ini (1950 – 1959) antara lain:
a. 1950-1951 - Kabinet Natsir
b. 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
c. 1952-1953 - Kabinet Wilopo
d. 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
e. 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
f. 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
g. 1957-1959 - Kabinet Djuanda

Dari segi sudut pandang analis pemerintahan sistem ini tentunya tidak dapat menopang untuk
pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan
disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan. Setelah pembentukan NKRI diadakanlah
berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga
Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD
baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat
konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin
pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.

Akhirnya setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang
berlangsung selama 9 tahun, rakyat Indonesia merasa bahwa UUDS 1950 dengan sistem
Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Disamping itu, Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit
mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan
digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin.
Dekrit presiden 5 Juli menyatakan bahwa:

1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

2. Pembubaran Konstituante

3. Pembentukan MPRS dan DPAS


Posisi Indonesia dalam Perang Dingin (1946-1991)

Memasuki suasana perang dingin, ketika poros-poros ketegangan menghadirkan tekanan


hitam putih yang mengarah pada permusuhan dan peperangan antarbangsa, Indonesia berusaha
konsisten dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dalam pergaulan bangsa-bangsa.
Prinsip yang menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak setiap bangsa dan warganya, serta
prinsip yang menekankan koeksistensi damai yang secara arif” ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social”. Prisip ini sejalan dengan
visi dan tujuan dari piagam PBB sebagaimana yang telah disebutkan.

Dalam konteks ini, prinsip kemanusiaan menurut alam pemikiran Pancasila menjadi sintesis
antara pendukung ajaran declaration of American independence dan manifesto komunis. Dalam
pidato Soekarno di PBB, pada 30 September 1960,” To Build the World A new” yang
memperkenalkan Pancasila kepada dunia. Dari pengalaman kami sendiri dan dari sejarah bangsa
kami sendiri sesusatu tumbuh, yang lantas lebih cocok, yang kami namakan Pancasila, suatu
gagasan dan cita-cita itu, sudah terkandung dalam bangsa kami ribuan tahun yang lalu sebelum
imperialisme menenggelamkan kami pada saat kelemahan nasional. (Soekarno). Sementara itu
Hatta dalam pidatonya, Mendayung diantara Dua Karang. Dia menyimpulkan bahwa pro kontra
terhadap kedua persetujuan antara pemerintahan Indonesia yang baru merdeka dan pemerintah
belanda itu, menggambarkan begitu konkrit dinamikapolitik internasionalyang di warnai
pertentangan politik antara dua adikuasa, AS da Uni Soviet.

Pilihan untuk mendayung di antara dua karang ini mendorong Indonesia untuk berperan aktif
dalam mempromosikan gerakan “non blok” di perkenalkan oleh Perdana Mentri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka, namun gerekan non blok sendiri bermula Konferensi
Tingkat Tinggi Asia Afrika yang diadakan di bandung pada tahun 1955.dalam konfrensi ini diikuti
29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia saat itu, mendeklarasikan
keinginan mereka untuk tidak terlibat dal
am konfrontasi blok barat atau timur. Pendiri dari gerakan ini dari lima pemimpin besar
dunia : Soekarno, Josep broz tito (Yugoslavia), G. Abd. Nasser (mesir), Jawaharlal Nehru (India),
dan Kwame Nkrumah (Gana).

Gerakan non blok ini didirikan berdasarkan sepuluh prinsip dasar yang di sepakati dalam KTT
Asia-Afrika yang di kenal dengan sebutan Dasasila Bandung. Kesepuluh prinsip itu adalah:

1. Menghormati hak-hak dasar manusiadan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di


dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas territorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar atau
kecil.
4. Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan-persoalan dalam negri
negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian
maupun kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, tidak melakukan campur
tangan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan
terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu bangsa.
8. Menyelesiakan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hokum, ataupun lain-lain
cara damai, menurut pilihan pihak-pihakyang bersangkutan, yang sesuai dengan piagam
PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hokum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Pilihan Indonesia atas politik luar negri bebas aktif itu menempatkannya dalam perpaduan
antara perspektif teori “idealism politik” dan “realism politik” dalam hubungan internasional.
Keyakinan Indonesia, seperti tertuang dalam UUD 1945, bahwa kemerdekaan ialah hak segala
bangsa serta kemungkinan menjalin kerjasama internasional dalam mengupayakan kemerdekaan,
kebaikan, perdamaian, keadilan dan kesejahtraan bersama, membawa politik bebas aktif bertautan
dengan ideal-ideal para pendukung perspektif “idealism politik”.
Singkatnya ketegangan dalam kehidupan nasional yang bertautan dengan ketegangan
internasional lantas di proyeksikan kedalam sikap internasionalisme Indonesia. Memandang
kemerdekaan Malaysia sebagai antek neo-kolonialisme, Presiden Soekarno lantas melancarkan
konfrontasi Indonesia-malaisya, sebuah perang mengenai masa depan pulau Kalimantan, antara
tahun 1962-1966. Ketika PBB menerima malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB, Presiden Soekarno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB pada 20 Januari 1965, dan
sebagai alternatifnya membentuk poros kekuatan baru dalam rangka Conference of New Emerging
Forces (conefo). Sebagai tandingan olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (
games of the new emergering forces) yang di selenggarakan di Jakarta pada 10-22 November 1963.
Kembalinya Indonesia ke PBB baru setelah Presiden Soeharto mengambil alih tongkat
kepemimpinan nasional. Pada 19 September 1966, Indonesia mengajukan permohonan kembali
sebagai anggota yang di terima oleh majelis umum PBB sejak 28 September 1966.

Anda mungkin juga menyukai