Anda di halaman 1dari 12

TUGAS JURNAL ILMU NEGARA

“KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA”

Oleh :
Fahrurrizal Umam (E1B017013).
Nim : E1b017013
Kelas : Ppkn PAGI 4A

Program Studi Pancasila Dan Kewarganegaraan.


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mataram
2019
KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYARAWATAN RAKYAT DALAM STRUKTUR
KETATANEGARAAN INDONESIA.

i. Pendahuluan
Implikasi perubahan UUD 1945 membawa dampak sangat luas terhadap semua
lembaga negara. Pada salah satu sisi, ada lembaga negara yang mendapat proporsi baru
yaitu dengan bertambahnya kewenangan secara signifikan di dalam konstitusi. Sementara
di sisi lain, ada pula lembaga negara yang mengalami pengurangan kewenangannya
dibandingkan dengan seb elum dilakukan perubahan.. Tidak hanya itu, ada pula lembaga
negara yang dihilangkan karena dinilai tidak relevan lagi bagi kebutuhan
penyelenggaraan negara ke depan. Di antara implikasi perubahan UUD 1945, lembaga
perwakilan rakyat termasuk yang paling tampak mengalami perubahan dan penataan.
Salah satunya adalah perubahan kedudukan dan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).
MPR adalah lembaga negara yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan yang
tertinggi. Kekuasaannya tidak terbatas dan tidak ditetapkan secara limitatif melainkan
enumeratif yang bersumber pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dengan demikian Majelis
mempunyai kedudukan yang tertinggi di antara Lembaga-lembaga negara lainnya.1
Keanggotaan MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 terdiri atas
anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan Utusan Golongan.
Namun, Setelah adanya Perubahan UUD 1945, Pasal 1 ayat (2)UUD 1945
mengalami perubahan yaitu, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Dengan adanya perubahan tersebut MPR tidak lagi
sebagai lembaga tertinggi negara melainkan sederajat dengan lembaga-lembaga negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, Mahkamah Agung, BPK, dan Mahkamah
Konstitusi. . Selain itu, Kewenangannya pun hanya sebatas mengubah dan menetapkan
UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Susunan anggota MPR juga
mengalami perubahan, Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 Setelah Perubahan menegaskan bahwa
anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum. Sistem perwakilan ini dikenal dengan sistem dua kamar (bikameral).
Akibat dari ketentuan UUD 1945, keberadaan MPR dalam sistem ketatanegaraan
fungsinya menjadi seperti tidak terlihat, termasuk produk hukum yang dihasilkan seperti
Ketetapan MPR. Bahkan melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan – telah mencabut produk hukum MPR
yang berupa Ketetapan MPR (Tap MPR) dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Kenyataan demikian semakin memarginalkan kedudukan dan status hukum dari
Ketetapan MPR, padahal berdasarkan Tap MPR No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan
terhadap Materi dan Status Hukum Hukum Tap MPRS dan Tap MPR tahun 1960-2002
masih memberikan dasar adanya keberlakuan bagi beberapa Tap MPR/MPRS karena
masih dianggap relevan dan keberadaan masih dibutuhkan.

Terkait dengan pernyataan tersebut,setelah terjadinya Amandemen tentunya MPR


selaku salah satu lembaga tinggi Negara persepsinya seperti sangat tidak memuaskan
karena sangat banyak perubahan yang terjadi,maka dari itu hal-hal yang perlu kita kaji
lebih dalam adalah: Benarkah MPR memiliki kewenangan yang terbatas sebagaimana
dikemukakan dalam Perubahan UUD 1945? Jika demikian benarkah posisi MPR sebagai
lembaga negara memiliki status sama dengan lembaga negara yang lain? Siapakah MPR
itu? Permasalahan permasalahan tersebut akan kita cari jawabanya lebih dalam melalui
pemikirian yang yuridis dan rasional.
ii. Synopsis
1. Kekuasaan tertinggi di Negara demokrasi Indonesia
 Rangkuman
Di negara demokrasi berarti negara yang pemerintahannya dijalankan oleh
rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Rakyatlah yang paling berkuasa, atau kekuasaan
tertinggi di negara demokrasi ada di tangan rakyat. Rakyat menentukan siapa-siapa
wakilnya yang menjalankan roda pemerintahan di negara tersebut. Dengan kata lain,
di negara demokrasi rakyatlah yang paling berkuasa, artinya rakyat memiliki
kekuasaan.
Kekuasaan tertinggi di dalam negara sering disebut dengan istilah kedaulatan
(sovereignty). Kedaulatan atau sovereignty memiliki arti kekuasaan yang sah
(menurut hukum) yang tertinggi, kekuasaan tersebut meliputi segenap orang maupun
golongan yang ada di dalam masyarakat yang dikuasainya. Kedaulatan negara yang
berarti kekuasaan tertinggi memiliki arti pula bahwa negara harus dapat menentukan
kehendaknya sendiri serta mampu melaksanakannya. Penjelmaan kehendak negara
dapat berupa hukum. Hukum dasar merupakan tolok ukur atau panduan atau pedoman
dasar kehidupan bernegara. Melalui hukum dasar inilah kehendak negara dituangkan,
maksudnya segala sesuatu yang dikehendaki dalam kehidupan bernegara dirumuskan
dalam hukum dasar, Negara demokrasi Indonesia sejak diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945 di dalam konstitusinya (UUD 1945) telah dinyatakan bahwa
pemegang kedaulatan negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, sehingga MPR ini dalam struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia berkedudukann sebagai lembaga tertinggi negara.
Namun dalam perjalanan sejarah bangsa ini lembaga MPR mengalami reposisi
melalui kekuatan politik era reformasi yang pada intinya bahwa kedaulatan negara
dikembalikan kepada rakyat, bukan kepada lembaga negara seperti MPR sebagai
penjelmaan rakyat. Hal ini dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (Perubahan)
yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.
 Analisis
Mengacu pada teori trias politica Montesquieu,bahwa kekuasaan dalam Negara
itu dibedakan dalam tiga cabang kekuasaan yakni eksekutif,legislatif,dan
yudikatif,namun dalam beberapa Negara cabang-cabang kekuasaan Negara ini bentuk
maupun kewenanganya bervariasi sesuai dengan system ketatanegaraan yang di anut
oleh suatu Negara. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik,
berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan
rakyat. Kedaulatan yang sesungguhnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat (demokrasi). Pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut disalurkan dan
diselenggarakan menurut prosedur konstitusional, yang diatur didalam Undang-
Undang Dasar 1945, sebagai peraturan dasar atau konstitusi yang merumuskan dan
mengatur sistem ketatanegaraan dan tata cara pelaksanaan pemerintahan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
International Commision of Jurist merumuskan, sistem politik yangdemokratis
sebagai suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik diselenggarakan oleh warga negara, melalui wakilwakil yang dipilih oleh
mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan
yang bebas. Indonesia adalah negara hukum yang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi
dalam negara berada ditangan rakyat (pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat atau demokrasi) hal ini diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD 1945
perubahan, yang berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia
diwakilkan oleh lembaga perwakilan yang ada, saat ini lembaga perwakilan atau
lembaga legislatif biasa disebut dengan nama parlemen. Suatu negara yang
menyatakan demokratis harus mempunyai lembaga ini dalam struktur
ketatanegaraannya, karena selain berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat, parlemen
juga berfungsi sebagai pengawas bagi lembaga lainnya terutama lembaga eksekutif.
Dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan mengenai
sistem pemerintahan negara angka tiga romawi berbunyi “Kekuasaan negara yang
tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat”, disebutkan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai wujud penjelmaan seluruh rakyat Indonesia,
yang dapat diartikan juga sebagai parlemen Indonesia, MPR adalah lembaga negara
yang memegang dan melaksanakan kedaulatan rakyat, atau bisa disebut sebagai
lembaga tertinggi negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan
Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden), Presiden harus menjalankan haluan negara
menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat
oleh Majelis, bertunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah
“mandataris” dari Majelis, Presiden wajib menjalankan putusan-putusan Majelis,
Presiden tidak “neben”akan tetapi “untergeordnet” terhadap Majelis.
2. Posisi MPR dalam Struktur Ketatanegaraan RI.
a. Menurut UUD 1945 sebelum perubahan.
 ringkasan

Majelis Permusyawratan Rakyat (MPR) sebagai sebuah nama dalam


struktur ketatanegaraan Republik Indonesia sudah ada sejak lahirnya negara ini.
Pada awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 MPR memiliki
posisi sebagai lembaga negara tertinggi. Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu
MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai
pemegang kedaulatan rakyat MPR mempunyai wewenang memilih dan
mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan.
Oleh karena mempunyai wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil
Presiden, maka MPR mempunyai wewenang pula memberhentikan Presiden dan
Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir apabila Presiden dan Wakil
Presiden dianggap melanggar haluan negara.

MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan merupakan lembaga negara


tertinggi dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia. Bahkan Penjelasan
UUD 1945 dalam Sistem Pemerintahan Negara angka Romawi III dinyatakan
bahwa ”Kekuasaan negara tertinggi ada di tangan MPR. Kedaulatan rakyat
dipegang oleh badan bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan menetapkan garis-
garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan
Wakil Kepala Negara (wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan
negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut
garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh
Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Ia adalah ’mandataris’
dari majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak
’neben’, akan tetapi ’untergeordnet’ kepada Majelis”.

Sebagai lembaga negara tertinggi menjadikan kekuasaan MPR berada


di atas segala kekuasaan lembaga-lembaga negara yang ada di negara Republik
Indonesia. Hal ini sebenarnya dapat dipahami, sebab MPR merupakan pemegang
kedaulatan rakyat Republik Indonesia, dan sejak didirikan oleh founding fathers
Republik Indonesia memanglah dikonstruksikan sebagai negara demokrasi, yaitu
bahwa negara dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Kekuasaan rakyat
inilah yang dijelmakan MPR. Oleh karenanya seluruh anggota MPR merupakan
wakil-wakil rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Merauke.

Dalam struktur ketetanegaraan Republik Indonesia sebagaimana diatur


dalam UUD 1945 sebelum perubahan, MPR sebagai lembaga negara tertinggi
menetapkan kebijakan, tentang garis-garis besar dari pada haluan negara, dan
melalui garis-garis besar dari pada haluan negara ini pemerintahan dijalankan.
Garis-garis besar dari pada haluan negara merupakan pedoman pemerintah
(Presiden) dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi Presiden dalam
menjalankan pemeritahan berpedoman pada garis-garis besar haluan negara yang
ditetapkan oleh MPR. Apabila Presiden melanggar garis-garis besar haluan negara
yang ditetapkan oleh MPR, maka Presiden dapat diberhentikan oleh MPR. Hal ini
dianggap wajar sebab Presiden adalah mandataris MPR, maksudnya MPR
memberikan mandat kepada Presiden untuk menjalankan pemerintahan, bila
Presiden melanggar mandat yang diberikan oleh rakyat maka rakyat dapat
memberhentikan Presiden tentang garis-garis besar dari pada haluan Negara.

 Analisis

MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan


rakyat,sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi,MPR membawahi lembaga-
lembaga Negara lai,pada masa orde lama,MPR telah dipakai untuk memperkukuh
idiologi manipol usdek dan menyatakan peresiden soekarno sebagai peresiden
seumur hidup. DPR dilucuti dari berbagai wewenang,antara lain memajukan usul
angket dan usul mosi. MPR orde baru hasil siding umum 1 (1966) dibawah
demokrasi pancasila membuktikan bahwa anggota MPRS merasa dirinya berhak
mengoreksi beberapa keputusan MPR sebelumnya.hal ini mencerminkan tekad
kuat menyelenggarakan accountability. Untuk itu beberapa keputusan orde
lama,antara lain TAP MPTS No.III?MPRS?1963 yang menyatakan peresiden
soekarno sebagai peresiden seumur hidup dibatlkan.

Berdasarkan UUD 1945 dalam ketetapan MPR No.1/MPR/1983 tentang


peraturan tata tertib MPR ditegaskan, tugas-tugas MPR adalah menetapkan
UUD,menetapkan garis-garis besar haluan Negara,memilih dan mengangkat
presiden dan wakil presiden,MPR melaksanakan tugasnya berlandaskan pancasila
dan UUD 1945. Adapun wewenang MPR adalah,membuat putusan yang tidak
dapat dibatalkan oleh lembaga Negara lain,termasuk garis-garis besar haluan
Negara yang pelaksanaanya ditugaskan kepada peresiden/mandataris
MPR.memberikan penjelasan yang bersifat penapsiran terhadap putusa-putusan
MPR. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat presiden dan wakil
presiden. Meminta pertanggungjawaban dari presiden/mandaris megenai
pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara dan menilai pertangungjawaban
tersebut.mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatanya
apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh dalam melanggar haluan Negara/
Undang-Undang Dasar. Mengubah Undang-Undang Dasar, menetapkan tata
tertib. Menetapkan pimpinan MPR yang dari dan oleh anggota MPR. Mengambil
atau memberi keputusan terhadap anggota MPR yang melanggar sumpah/janji
anggota MPR.

b. Menurut UUD 1945 setelah perubahan.


 Ringkasan

Dampak reformasi telah dirasakan terhadap kedudukan lembaga MPR,


dan bahkan ada yang menyatakan sebagai salah satu lompatan besar perubahan
UUD 1945 yaitu restrukturisasi MPR untuk ’memulihkan’ kedaulatan rakyat
dengan mengubah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dari kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

Dalam perubahan UUD 1945, MPR tetap dipertahankan keberadaannya


dan diposisikan sebagai lembaga negara, namun kedudukannya bukan lagi
sebagai lembaga tertinggi (supreme body) tetapi sebagai lembaga negara yang
sejajar posisinya dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Predikat MPR yang
selama ini berposisi sebagai lembaga tertinggi negara telah dihapuskan (die
gezamte staatgewalt liegi allein bei der Majelis). MPR tidak lagi diposisikan
sebagai lembaga penjelmaan kedaulatan rakyat, hal ini dikarenakan pengalaman
sejarah selama Orde Baru lembaga MPR telah terkooptasi kekuasaan eksekutif
Suharto yang amat kuat yang menjadikan MPR hanyalah sebagai ’pengemban
stempel’ penguasa dengan berlindung pada hasil pemilihan umum yang secara
rutin setiap 5 tahun sekali telah dilaksanakan dengan bebas, umum dan rahasia.
Dari pengalaman sejarah pemerintahan Orde Baru itulah reposisi MPR perlu
dilakukan. Perubahan mendasar dari MPR yang semula sebagai lembaga yang
menjalankan kedaulatan rakyat menjadi lembaga yang oleh sementara pihak
disebut sebagai sebatas sidang gabungan (joint session) antara anggota DPR dan
anggota

Dengan reposisi MPR setelah perubahan UUD 1945, MPR sendiri


memiliki kedudukan yang tidak jelas apakah sebagai permanen body (lembaga
tetap) ataukah sebagai joint session (lembaga gabungan). Dalam ketentuan Pasal 2
ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) dinyatakan bahwa MPR terdiri atas aggota DPR
dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ini memposisikan bahwa
MPR merupakan gabungan anggota DPR dan anggota DPD (joint session) bukan
gabungan lembaga DPR dan lembaga DPD (bukan terdiri dari dua kamar atau
bukan bikameral). Namun menjadi tidak jelas lagi jika merupakan gabungan
anggota DPR dan anggota DPD yang berarti memiliki kewenangan gabungan dari
kewenangan anggota DPR ditambah dengan kewenangan anggota DPD dan itulah
yang seharusnya menjadi kewenangan MPR, tetapi dalam ketentuan Pasal 3 UUD
1945 (Perubahan) diuraikan bahwa kewenangan MPR bukanlah gabungan dari
kewenangan anggota DPR dan kewenangan anggota DPD. Jadi merupakan
kewenangan tersendiri sebagai lembaga tetap/permanen body.

 Analisis

Berdasarkan hasil siding tahunan MPR tahun 2001 memutuskan


meniadakan pasal 1 ayat (2) lama dan menggantinya menjadi : “kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD”. Peribahan itu mengisyaratkan
bahwa kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara dan tidak lagi
memegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut juga berimplementasi pada
pengurangan kewenangan MPR. MPR tidak lagi berwenang memilih presiden dan
wakil presiden karena rakyat akan memilihnya secara langsung, wewenang MPR
adalah melantik presiden dan wakil presiden hasil pilihan rakyat. MPR pun tidak
lagi berwenang memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa
jabatanya tetapi kewenangan itu baru akan muncul ketika ada usulan dari DPR
setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa,mengadili dan memutuskan bahwa
presiden dan wakil presiden terbukti bersalah. Wewenang yang masih melekat
pada MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD 1945.

Kemudian pada sidang tahunan MPR tahun 2002, kembali erjadi perubahan
pada pasa 2 ayat (1) mengenai susunan keanggotan MPR. Perubahan pasal 2 ayat
(1) menghapuskan unsure utusan golongan dan mengubah utusan daerah menjadi
DPD, penghapusan golongan menurut Bagir Manan lebih didorong oleh
pertimbangan pragmatic daripada konseptual. Pertama tidak mudah menentukan
golongngan yang diwakili, kedua,cara pengisianya mudah meimbulkan kolusi
politik antara golongan yang diangkat dengan yang mengangkat.

Adapun perubaha-perubahan yang lain atas berubahnya kewenangan MPR


juga antara lain, MPR tidak lagi berkedudukan sebabagai lembaga tertinggi
Negara namun menjadi lembaga tinggi Negara. Kewenangan MPR yang sekarang
tidak lagi memilih presiden dan wakil presiden yang sekarang sudah dipilih
langsung oleh rakyat. Menimbulkan hubungan kerja anar lembaga-lembaga
Negara menjadi horizontal fungsional anyar lembaga Negara , tidak ada lagi
prinsip supremasi MPR yang vertical hierarkis. MPR tidak mudah untuk
memberhentikan presiden dan wakil presiden karena ada mekanisme hukum yang
harus dilalui. MPR tidak lagi membuat garis-garis besar daripada haluan
Negara,ini menunjukan bahwa sudah semestinya puhak eksekutif ang diberi
kewenangan untuk membuat program-program yang berkaitan dengan tugas-tugas
penerintahan. Perubahan yang paling mendasar sekarang ini adalah MPR
diberikewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945, UUD tidak lagi
dianggap sakrral dan illegal untuk megubahnya.
iii. Refrensi
Pasal 3 UUD 1945: “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang
Dasar dan garis-garis besar dari pada haluan negara”.
Samsul Wahidin (1986), MPR RI dari Masa ke Masa, Bina Aksara, Jakarta. hal 69.
Ibid hal. 71 - 72.
Jimly Asshiddiqie, 2004, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan
Dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta., hlm. 5.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 asli
Media Indonesia, 15 Juli 2003
Pasal 3 UUD 1945 Perubahan: (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar. ) (2) Majelis Permusyawaratan
Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ) (3) Majelis Permusyawaratan
Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UndangUndang Dasar. )
Buku dinamika hukum tata Negara Indonesia ( Mexsasai Indra, Sh…,M.H ) hal 134-136
Buku hukum tata Negara republic Indonesia DRs C.S.T. Kansil,S.H. hal 134-140
iv. Daftar pustaka
Astim Riyanto (2007), Kapita Selekta Hukum Dalam Dinamika, YAPEMDO, Bandung.
Juniarto (1990), Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Rineka Cipta, Jakarta.
Samsul Wahidin (1986), MPR RI dari Masa ke Masa, Bina Aksara, Jakarta.
Surat kabar “Media Indonesia 23 Juli 2003”.
Arliman, S. L. (2016). Lembaga-lembaga negara di dalam undang-undang dasar negara
republik Indonesia Tahun 1945, Yogyakarta: Deepublish.
Arliman, S. L. (2016). Lembaga-lembaga negara independen di dalam undang-undang
dasar negara republik Indonesia tahun 1945, Yogyakarta: Deepublish.
Asshiddiqie, J. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Asshiddiqie, J. (2010). Perihal undang-undang, Jakarta: Rajawali pers.
Dinamika hukum tata Negara ( mexsasai indra , S.H.,M.H
Hukum tata Negara republic Indonesia ( Drs. C.S.T. Karsil,S.H.

Anda mungkin juga menyukai