Anda di halaman 1dari 35

1. Bagaimana cara menangani obstruksi jalan napas?

2. Bagaimana cara melakukan dan tujuan dilakukannya primary survey?


3. Bagaimana cara pemeriksaan kesadaran?
4. Tanda-tanda adanya sumbatan jalan napas?
5. Bagaimana patofisiologi dari sumbatan jalan napas?

6. Bagaimana cara menilai sumbatan jalan napas?

- Look : lihat kesadaran dengan APVU . The talking passion  pasien yang
bisa biacara airwaynyaa bebas, tapi tetap dilakukan penilaian berkala . liat ada
agitasi , sianosis , napas cuping hidung dan retraksi otot pernapasan
- Listen : mendengarkan adanya suara suara tambahan seperti snoring(suaraa
mengorok karena ada sumbatan di faring ) bisa karena lidah jatuh kebelakang
pada pasien penurunan kesadaran , gurgling , stridor ( terjadi akibat sumbatan
parsia pasien benda asing di laryng. Jika letak di laryng disebut stridor
isnpirasi , jika letak di trakea stridor ekspirasi ) dan hoarsness
- Feel : merasakan hembusana aliran udara dari mulut / hidung liat adanya
krepitasi / tdk

AVPU: menilai korban dari sentuhan dan panggilan dari penolong.


a. Alert: dinilai korban sadar atau tidak, jika tidak sadar dinilai dengan V(Verbal)
b. V: menilai korban dengan keras di telinga, tapi tidak disertai menggoyang-
goyang pasien.
c. Pain: Dirangsang nyeri, bisa di ujung kuku, sternum, atau supraorbital. Jika
pasien dirangsang tidak bisa, maka pasien dalam keadaan u(Unresponsive)
d. U: Unresponsive
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI
RAB

7. Apa saja penyebab sumbatan jalan napas?


 Berdasar penyebab
› Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau
kasus percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang
rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita suara dll.
› Benda asing, dapat tersangkut pada:
 Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda
sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia,
hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi
sianosis.
 Saluran nafas
 Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam
bronkhus, karena dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea
tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di dalam rima glotis dan akhirnya
tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring
 Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena
diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus
sehingga menjadi besar
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H.
TABRANI RAB

 Berdasar macam
› Sumbatan Jalan Nafas Total
Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (
kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.
› Sumbatan jalan Nafas partial
Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab
paru, kepayahan henti nafas dan henti jantung sekunder.
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI
RAB

8. Bagaimana cara melakukan tirple airway manuver?


. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus
direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan
muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu
tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan
lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke
belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi
bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan
yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari
dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan,
dagu dengan hati – hati diangkat.
Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini
berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera
spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari
kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah
dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari
kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke
atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).

9. Mengapa didapatkan epitaksis dan edem periorbital?

Kemungkinan curiga adanya trauma facial akibat benturan kecelakaan tersebut.


Apabila benar terdapat adanya trauma facial maka dilarang memasangkan NPA
pada pasien tersebut karena merupakan kontra indikasi dari pemasangan NPA.
10. Mengapa dokter masih mendengar pasien gurgling setelah dilakukan triple airway
manuver dan inhalasi NRM?

Kemungkinan masih didapatkannya cairan yang menutupi saluran nafas, bisa


diakibatkan oleh darah atau cairan lainnya akibat kecelakaan tersebut. Apabila
terdengar suara gurgling maka dilakukan tindakan pembebasan jalan nafas, salah
satunya dapat dilakukan dengan Suction cairan tersebut agar jalan nafas pasien
kembali terbebas dari sumbatan.

11. Apa interpretasi px pasien di skenario?

GCS 12 : apatis
TD : 100/60 , menurun , karena ada epistaksis
Nadi : 115x / menit , maningkat
Saturasi o2 96% , normalnya 95-100% , jika hipoksi dans eqqsak napas ringan –
sedang 90-95% , sedang ke berat = 85-90% , berat = <85% . Skenrio masih dalam
keadaan normal

12. Apa saja bentuk sumbatan jalan napas?


13. Apa saja macam-macam dan indikasi dilakukan definitive airway?
KEBUTUHAN UNTUK KEBUTUHAN UNTUK
PERLINDUNGAN VENTILASI
AIRWAY

Tidak sadar Apneu


• Paralisis neuromuskular
• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas tidak adekuat


• Takipneu
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat


• Perdarahan yang membutuhkan
• Muntah-muntah hiperventilasi singkat, bila
terjadi penurunan keadaan
neurologis

Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera larynx dan trachea
• Stridor
14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien di skenario?

15. Mengapa dokter melakukan pemasangan NRM?

Teknik pemberian NRM karena curiga pasien mengalami hipoksia atau hipoksemia,
selain itu dokter curiga adanya penurunan kapasitas Oksigen dan Penurunan Tekanan
darah yang disebabkan oleh epitaksis yang dapat menyebabkan hipovolemia.

16. Apa saja pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut?

Pengelolaan Jalan Nafas Dasar

- IC  Keluarga atau Kerabat


- Menggunakan APD
- Penilaian Kesadaraan dengan AVPU  Panggil nama dan goyang
badan/menyentuh badan
- Pemeriksaan Look, Listen, Feel  Look : Agitasi, Nafas Cuping hidung,
Sianosis, Retraksi dinding dada. Listen : Dengarkan nafas pasien dan suara
tambahan pasien. Feel: Rasakan Hembusan Nafas
- Pemasangan Cervical collar jika curiga trauma servikal
- Lakukan Triple Airways Manuver ( Head Tilt, Chin lift, Jaw Thrust)
- Lakukan Pemasangan OPA dengan Cross Finger
- Suction bila ada cairan yang menutupi jalan napas
- Reevaluasi dengan Look Listen Feel

Pengelolaan Jalan Nafas Lanjut

- IC
- APD dan Persiapkan Alat ( Laringoskop, ETT, OPA, Suction dll)
- Pemeriksaan AVPU
- Pemeriksaan Look Listen Feel
- Lakukan Triple Airways Manuver
- Pemasangan OPA dengan Cross Finger
- Suction
- Periksa Tekanan Oksigen dengan Pulse Oxymetri, Preoksigenasi dengan CE
Clamp
- Pemasanagn Pulse Oxymetri untuk melihat Oxigen setelah CE Clamp
- Lepas OPA dengan Cross Finger
- Pemasangan ETT dengan Laringoskop  Dengan menggunakan Laringoskop
cari Epiglotis, lalu masukkan ETT
- Sambungkan ETT dengan Bag Valve Mask ( BVM ) yang telah tersambung
dengan Tabung Oxigen
- Evaluasi pemasangan ETT dengan auskultasi
- Fiksasi ETT
- Pasang OPA agar ETT tidak tergigit

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI


RAB

17. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan OPA dan NPA?

OPA

Indikasi dari Airway Management dapat meliputi sebagai berikut (Cole, 2002) :

A. Cedera kepala
B. Cedera jalan udara langsung (direct airway injury).
C. Syok
D. Facial fracture
E. Cedera thoraks
F. Peminum atau pengobat (drugs/alcohol)

Indikasi pada penggunaan prosedur Oropharyngeal Airway, yaitu meliputi sebagai


berikut (McCann, 2004) :

1. Penggunaan prosedur ini hanya dianjurkan bagi pasien dengan penurunan


kesadaran (unconscious).
2. Prosedur ini juga digunakan ketika pasien berada pada postictal stage dan
postanesthesia.

Sedangkan kontra indikasi bagi penggunaan prosedur ini meliputi sebagai berikut
(McCann, 2004) :

1. Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.
2. Pasien yang baru mengalami atau menjalani pembedahan oral (oral surgery).
3. Pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi. Hal ini disebabkan penggunaan
prosedur tersebut mendorong atau menstimulasi reaksi muntah danlaryngospasm.

NPA

Indikasi :
Pasien sadar atau tidak sadar
Napas spontan
Masih ada refleks muntah
Kesulitan dengan OPA karena trauma disekitar mulut atau karena trismus

Kontraindikasi:
Fraktur Wajah
Fraktur Basis Cranii

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI


RAB

18. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemasangan ET?

Indikasi :
Pasien Jalan Napas Inadekuat
Henti Jantung
Asfiksia
Obstruksi Laring Berat
Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam

Kontraindikasi:
Beberapa kasus trauma yang tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi
Penolakan saat IC

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI


RAB
19. Tata laksana terapi oksigen?

Poin B menggunakan alat yang sesuai dengan saturasi oksigen pasien saat itu,
hendak menggunakan kanul maupun Sungkup

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI


RAB
20. Macam-macam alat suplementasi oksigen?
21. Mengapa pasien dilakukan pemasangan pulse oksimetri dan jelaskan derajat
hipoksia?

Anda mungkin juga menyukai