Anda di halaman 1dari 12

LO Pemeriksaan Objektif (Pemeriksaan Klinis)

A. Pemeriksaan Ekstraoral

Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat
dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata,
bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe.

1. Pemeriksaan fisik regional


a. Kepala
Pemeriksaan dilakukan apakah pasien memiliki kelainan
mikrosephalus/hidrocephalus dengan cara memeriksa secara visual.
b. Wajah
Keadaan wajah apakah asimetri/normal
c. Kelenjar tyroid
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan
umum seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur
leher lainnya pun harus diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini,
pertama sering struktur ini tertutup atau berubah oleh keadaan kelenjar
tiroid, kedua metastasis tiroid sering terjadi ke kelenjar limfe leher dan
ketiga banyak juga kelainan leher yang sama sekali tidak berhubungan
dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh
gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh oragan tubuh,
sehingga pengungkapan detail kelainan organ lainnya sangat membantu
menegakkan maupun mengevaluasi gangguan kelainan penyakit kelenjar
tiroid. Pemeriksaan kelenjar tiroid meliputi inspeksi, palpasi dan
auskultasi.
d. Arteri karotis
Pemeriksaan ini dilakukan hanya pada saat pasien datang dalam keadaan
kesadarannya menurun atau pingsan.
Arteri karotis terletak dileher dibawah lobus telinga, berjalan diantara
trakea dan otot sternokleidomastoideus. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara palpasi dengan 2-3 jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah. Apabila
kita akan memeriksa arteri karotis sebelah kiri maka pasien diinstruksikan
untuk menoleh ke kanan, begitu sebaliknya.

Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah lateral


anterior, denyut ini mencerminkan kegiatan ventrikel kiri. Gambaran nadi
yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis.
Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar,
misalnya pada insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut
berlangsung cepat.

Palpasi arteri karotis


a. Letakkan 3 jari anda di sisi kartilago tiroidea, dengan hati-hati geserlah
muskulus sternocleidomastoideus ke lateral dan kartilago tiroidea ke
medial;
b. Gunakan tangan kanan untuk meraba arteri karotis kiri dan sebaliknya,
raba hati-hati dan hanya pada satu sisi pada satu saat untuk
menghindari perangsangan sinus karotikus dan refleks brakikardia

e. Vena jugularis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya distensi (penebalan)
atau tidak. Hal ini berhubungan dengan penyakit sistemik yaitu hipertensi.
a. Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.
b. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal,
dan otot strenomastoideus dalam keadaan relaks. Naikkan ujung
tempat tidur setinggi 30 derajat, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena
jugularis tampak paling jelas.
c. Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna tampak,
kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal antara titik ini
dengan angulus sternalis
d. Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna,
anda dapat mencari pulsasi vena jugularis externa.
e. Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan
karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Gambar 21. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari


angulus sterni)
Gambar 22. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous
Pressure/JVP)

B. Pemeriksaan Intra-oral

Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh
seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan visual dan taktil


Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan.
Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai
hasilnya, banyak informasi penting hilang. suatu pemeriksaan visual dan taktil
jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan “three Cs”:
color, contour, dan consistency (warna, kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak,
seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah
dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul dengan
pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau seperti bunga
karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikatif dari
keadaan patologik.
2. Tes Perkusi
Tujuan tes perkusi adalah :
- Mengevaluasi status periodonsium yang meliputi gingiva, tulang alveolar,
ligament periodontal, dan sementum sekitar gigi dan apical gigi.
- Menentukan ada atau tidak adanya penyakit periradikuler yang meliputi
jaringan dentin, sementum, dan ligament periodontal.
- Terdapat dua metode tes perkusi, yaitu :
 Vertical
Tes vertical dilakukan dengan cara pengetukan pada arah vertical
atau searah dengan daerah periapical yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan periapical. Jika tes perkusi
vertical positif, berarti terdapat kelainan di daerah periapical.
 Horizontal
Tes horizontal dilakukan dengan cara pengetukan pada arah
horizontal atau kearah dentin, pulpa, sementum untuk mengetahui
ada atau tidak adanya kelainan pada daerah tersebut. Jikat
esperkusi horizontal positif, berarti terdapat kelainan di
peridonsium (Ghom, 2007)

Cara melakukan tes perkusi :

- Pukulan cepat dan tidak terlalu keras pada permukaan oklusal atau incisal
dari gigi yang diduga mengalami karies
- Gigi tetangga di perkusiter lebih dahulu kemudian diikuti gigi yang
menjadi keluhan
- Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien (gerak reflex
pasien)
- Respon
 Positif (+)
 Negative (-)
3. Tes Tekan
Tujuan tes tekan adalah :
- Untuk mengetahui adanya fraktur atau kelainan pada periapical.

Cara melakukan tes tekan :

- Pasien menggigit objek yang keras misalnya gulungan kapas


- Atau bisa juga dengan memberikan tekanan dengan jari
- Respon
 Positif (+)
 Negative (-)

4. Vitality Test

Tes vitalitas merupakan sebuah tes yang bertujuan untuk menentukan diagnosa
dan menentukan apakah gigi tersebut masih vital atau sudah nonvital. Gigi vital
merupakan gigi yang masih punya suplai darah, sedangkan gigi nonvital tidak.
Terdapat berbagai macam tes vitalitas, yaitu: Thermal Test, Elictric Pulp Testing, Test
Cavity.
1. Thermal Test
a. Cold Test
Bahan yang digunakan:
- CO2 snow, merupakan metode yang baik karena memiliki temperature
-50°C dan perubahan bentuknya dari solid ke gas sehingga tidak
berpotensi untuk menstimulus gigi yg berada di dekatnya.

- Ethyl Chloride
- Dichlorodifluoromethane (DDM), prosedurnya adalah dengan
menyemprotkan DDM ke cotton pellet kemudian aplikasikan ke gigi yang
ingin dites. Sama dengan CO2 snow, DDM tidak memiliki liquid state.
- Ice sticks, mempunyai liquid state sehingga memungkinkan stimulus gigi
yg berdekatan. Jika cold test dengan menggunakan ice sticks dilakukan
maka terlebih dahulu gigi posterior.

b. Heat Test
Bahan yang digunakan adalah Gutta percha yg sebelumnya gigi
tersebut diolesi petroleum jelly untuk mencegah perekatan, kemudian gutta
percha dipanaskan dan aplikasikan pada gigi. Tes ini dilakukan jika pasien
mempunyai keluhan saat memakan atau meminum-minuman panas. Alternatif
lain adalah dengan membungkus gigi dengan rubber dam kemudian alirkan
cairan dingin ataupun panas. Bila gigi memberikan respon berarti gigi vital,
jika tidak makan nonvital.

2. Electric Pulp Testing (EPT)


a. Menggunakan arus listrik untuk stimulasi respon saraf pulpa, alat yang
digunakan contohnya adalah Analytic Technology pulp tetster.
b. Prosedur:
1. Gigi yang akan dites dikeringkan untuk mencegah short-
circulating melalui saliva  periodontium.
2. Gigi ditutupi dengan rubber dam antara contact point untuk
mencegah konduksi gigi berdekatan.
3. Ujung EPT dilapisi pasta gigi sebagai conducting media
4. Pasien diminta menahan metal handle hingga ada sensasi geli,
kesemutan.
5. Tes ini tidak dianjurkan untuk pasien dengan cardiac
pacemaker.
6. Gigi vital berarti dapat merasakan sensasi geli, kesemutan,
sedangkan nonvital tidak.

c. EPT kurang efektif bila dibandingkan dengan thermal test dan test cavity.

3. Test Cavity
a. Dilakukan ntuk memastikan respon dari pulp test sebelumnya
sudah akurat.
b. Caranya dengan melubangi gigi menggunakan high speed
handpiece tanpa anestesi lokal.
c. Jika gigi vital maka pasien dapat merasakan sakit yang tajam
ketika sampai dentin, sedagkan gigi nonvital tidak merasakan
respon apapun.
d. Operator juga harus hati-hati mempertimbangkan jika pasien
ternyata merasakan sakit akibat vibrasi dan tekanan dari alat
sehingga bisa menginterpretasikan tes dengan benar.

C. Pemriksaan tanda-tanda vitalnya


a. Tekanan darah : untuk mengetahui pasien mengalami hipotensi
atau hipertensi ( diastole 70-80 dan sistole 120-140)
b. Denyut nadi : diperiksa dengan palpasi pada arteri radialis yang
berada pada permukaan ventral pergelangan tangan, dilakukan
selama 1 menit dengan denyut normal 70-80x per menit
c. Respirasi : dilihat pada saat inspirasi dan ekspirasi 16-20 kali per
menit
d. Temperatur : demam, jika suhu badan diatas 37,8 derajat celcius
Setelah melakukan berbagai pemeriksaan, dokter akan meminta persetujuan
pasien dengan menunjukkan informed consent. Pada lembar informed consent ini,
jika pasien setuju untuk dilakukannya tindakan maka pasien akan menandatangani
lembar tersebut.
Sumber :
M. Ghojali Bagus A.P., S.Psi. Buku Ajar Psikologi Komunikasi – Fakultas Psikologi
Unair 2010.
Lamlanto, Nurhaida. 2010. Prosedur Menegakkan Diagnosis dalam Praktik
Kedokteran Gigi. Makassar : Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Hassanudin

Anda mungkin juga menyukai