Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini evolusi yang menyangkut manusia masih saja mengundang perdebatan yang sengit,
meskipun mulai ada tanda-tanda pengertian bahwa manusia bukanlah makhluk yang dapat terbebas dari
pengaruh perubahan lingkungan dan manusia tidak pula luput dari efek negatif perbuatannya dalam
memanfaatkan alam sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara orang awam
berpendapat, bila benar manusia itu produk evolusi dan bila evolusi itu terus berlangsung seperti yang
terjadi di masa lampau, maka keturunan manusia dikemudian hari adalah makhluk yang lebih sempurna
dibanding dengan manusia masa kini. Sudah barang tentu hal ini sekedar di dasari pada pemikiran
analogik belaka, tanpa ada kejelasan dalam hal apa kelebihannya dan bagaimana mekanismenya.

Hambatan dalam menelaah evolusi manusia dapat dipahami karena “rasa sebagai manusia dan
kemanusiaannya” tersentuh, apalagi dalam pembentukan dirinya antara lain melalui pendidikan agama.
Pada makalah ini akan dibicarakan hasil interpretasi para ahli tentang evolusi manusia dengan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Disamping itu juga dibicarakan usaha yang membatasi
antara ilmu pengetahuan dan agama. Hal ini penting karena diharapkan penelaahan evolusi manusia
tidak lagi mendapat hambatan sehingga terjadi pertentangan, karena pada dasarnya apa yang tertera
dalam kitab suci merupakan wahyu Ilahi.

Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian
dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan
ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :

‫صسل م‬
(٢٦) ‫صاَنل ممسن السنمساَمن مخلمسقمناَ مولمقمسد‬ ‫ممسسننوُنن محممإ ن ممسن م‬

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)

QS. As Sajdah ayat 7

‫اللمذيِأ مسحمسنمنكللمشسينءمخلمقمهن موبممدأممخسلمقاَ س ملنمساَنمممن مطيِنن‬

Artinya: “ Yang membuat sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan memulai penciptaan manusia
dari tanah”. (QS. As Sajdah(32):7).

Ayat ini menerangkan bahwa Tuhan yang menciptakan, mengatur dan mengurus langit dan bumi serta
segala yang ada padanya itu, adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui. Dia Maha Mengetahui segala yang
gaib, yang tersembunyi dalam hati, yang akan terjadi, yang telah terjadi, mengetahui segala yang dapat
dilihat dan yang tidak dapat dilihat oleh mata. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha kekal rahmat-Nya
dan Dia pulalah Yang menciptakan seluruh makhluk dengan bentuk yang baik, serasi serta dengan faedah
dan kegunaan yang hanya Dia saja yang mengetahuinya. Kemudian ayat ini menerangkan bahwa Dia
menciptakan manusia dari tanah. Maksudnya ialah Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian
menciptakan anak cucu Adam dari saripati tanah yang diperoleh oleh ayah dan ibu dari makanan berupa
hewan dan tumbuh-tumbuhan yang semuanya berasal dari tanah.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui macam informasi non genetik.

2. Untuk mengetahui makhluk purba dengan perkembangan psiko-sosialnya.

3. Untuk mengetaui arti perkembangan psiko-sosial pada makhluk- makhluk tersebut dalam kaitanya
dengan evolusi kultural.

4. Untuk mengetahui perkembangan efek bipendalisme.

5. Untuk mengetahui macam-macam transmisi informasi.

6. Untuk mengetahui perkembang organ/bagian tubuh dalam kaitanya dengan transmisi informasi

7. Untuk mengetahui urutan makhluk hidup yang dipersangkakan sebagai leluhur manusia.

8. Untuk mengetahui relung ekologi manusia.

9. Untuk mengetahui arti kesadaran batin dalamkaitanya dengan perkembangan menuju manusai
modern.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Informasi Non Genetik

Proses evolusi makhluk hidup yang menjadi sorotan tajam dan menjadi perdebatan yang hangat adalah
evolusi manusia. Tegasnya kebanyakan orang (awam) mempertanyakan apakah manusia merupakan
produk evolusi seperti halnya makhluk hidup yang lain. Dan bila benar demikian tentunya manusia
berasal dari makhluk hidup yang lebih sederhana dan inilah yang menimbulkan “rasa tidak enak” pada
orang-orang yang mempertanyakan tersebut, lebih-lebih bila dikatakan leluhur manusia adalah kera.
Namun disamping itu bila manusia merupakan produk evolusi, sehingga berkedudukan sebagai obyek,
sehingga konsekuensinya adalah bahwa manusia masa kini akan berevolusi terus, dan tidak mustahil bila
keturunan kita di masa mendatang adalah makhluk hidup yang jauh lebih “sempurna” dari kita, manusia
sekarang terlepas dari aspek ragawi, yang mempunyai kemiripan dari beberapa jenis binatang tertentu,
bahkan ada kesamaan mengenai unsur pembentuk raga yang paling dasar, dengan semua makhluk
hidup, dirasakan adanya aspek tertentu yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain.

Kalau dalam studi biologi kita mengenal adanya informasi-genetik yang ditransmisikan dari generasi ke
generasi, yang memberi gambaran tentang ciri-ciri biologik makhluk hidup yang bersangkutan, maupun
kemungkinan perkembangannya kemudian, serta kemungkinan asal mulanya, maka pada manusia selain
informasi genetik dikenal adanya informasi non-genetik. Informasi non-genetik mencakup cara
merespons lingkungan dan gejala perubahannya, kebiasaan perilaku, pola tradisi dan hasil budaya yang
ditransisikan pada keturunannya. Pewarisan ini dan adanya perubahan dari apa yang diwariskan
menunjukkan adanya perkembangan yang semakin kompleks.

Hal yang menarik yang dapat dikemukakan disini adalah pemakaian dan pembuatan alat untuk
menopang eksistensi makhluk hidup. Dengan alat tersebut makhluk hidup dapat memanfaatkan dan
menguasai lingkungan hidupnya, mulai dari sekedar membantu mempermudah memperoleh buruan,
mempertahankan diri dari lawan-lawannya, berkompetisi dengan makhluk lain untuk memperoleh
makan, membangun tempat berlindung, membuat pakaian, menciptakan seni dan untuk upacara
“keagamaan”.

Dari peninggalan yang diperoleh para ahli berusaha untuk membuat interpretasi perkembangan evolusi
dari aspek psiko-sosial. Sorotan perkembangan aspek psiko-sosisal yang dalam judul tulisan ini
dinamakan sebagai perkembangan informasi non-genetik dibatasi dari sorotan terhadap makhluk
bipedal, bertumpu, dan berjalan dengan dua anggota (kaki), yang sikapnya tegak sampai yang
digolongkan pada Homo sapiens.

http://1.bp.blogspot.com/_HBK3YVvCEDg/TSxdjyrPUcI/AAAAAAAAAB4/q0qp_capIsg/s1600/6.jpg

http://ngarayana.web.ugm.ac.id/Gallery/Pictures/gambar-untuk-artikel/Misteri%20Kehidupan
%20Manusia/image005.png
Gambar1. Dugaan Yang Timbul Mengenai Mata Rantai Mulai Dari Makhluk yang Diduga Sebagai Pra-
Manusia sampai Manusia Modern.

Makhluk bipedal yang sikapnya tegak yang paling tua yang ditemukan sampai hari ini, adalah
Australopitesin yang mungkin sudah muncul 8 – 10 juta tahun yang lalu, yang sudah diidentifikasikan
adalah apa yang sudah ditemukan oleh Bryan Pattersons di Kenya 5,5 juta tahun yang lalu, yang
selanjutnya dinamai Australopithecus africanus (australopithecus = kera dari selatan). Yang lebih muda
adalah Australopithecus afarensis, yang berumur 3,5 juta tahun, ditemukan di Afar (Ethiopia) oleh Mary
Leaky. Disamping kedua Australopithesin tersebut masih dijumpai Australopithesin lain yang hidup
sekitar 2 – 1 juta tahun yang lalu, yaitu Australopithecus robustus dan Australopithecus boisei. Makhluk
yang digolongkan sebagai hominid (pra-manusia) ini sebagian makan tumbuhan dan ada pula yang
makan daging.

Pada situs, tempat ditemukannya fosil Australopithecus africanus si pemakan daging, ditemukan batu
dengan bentuk khusus yang menunjukan bahwa batu tersebut digunakan sebagai perkakas untuk
berburu dan untuk melawan musuhnya. Ternyata selain Australopitesin disepakati para ahli sebagai
pemakai perkakas ditemukan pula oleh suami istri Leakey tipe fosil yang lebih maju dari Australopitesin,
yang selanjutnya diberi nama Homo habilis (habilis = tukang), disebut demikian karena ada tanda-tanda
bahwa makhluk ini tidak sekedar pemakai alat, tetapi juga sudah membuatnya.

Sekitar 700.000 tahun yang lalu beberapa tempat di Asia (Jawa), Afrika (Tanzania, Kenya) dan Eropa
(Pegunungan Atlas), dihuni oleh makhluk yang semula disebut Pithecantropus (oleh Duboi) yang berarti
“manusia kera” , namun adanya ciri-ciri yang lebih berat pada ciri-ciri manusia, maka sebutan yang lebih
tepat adalah Homo erectus. Makhluk ini sudah mampu membuat alat untuk berburu yang kualitasnya
lebih baik dari yang dibuat oleh Homo habilis dan ragamnya lebih banyak. Dikenal selain alat yang
terbuat dari batu, juga alat yang terbuat dari kayu maupun tulang. Yang lebih menonjol lagi adalag
bahwa makhluk ini sudah mengenal api, dengan kata lain mereka sudah mengenal benda atau perkakas
yang menghasilkan api. Dari peninggalan kerangka binatang yang menumpuk di tempat tertentu
menunjukkan bahwa mereka adalah pemburu ulung dan satu langkah yang lebih maju adalah adanya
kehidupan bermasyarakat yang terdiri dari sekitar 20 – 50 orang. Di Jawa peninggalan yang ditemukan
oleh Von Koeningswad yang selanjutnya dikenal dengan Meganthopus palaeojavanicus, si manusia
raksasa yang hidup 600-500.000 tahun yang lalu. Setua manusia raksasa adalah fosil yang ditemukan di
Goa Chou Kou Tien di China, yang karenanya fosil itu ditandai dengan nama Sinanthropus atau
selanjutnya lazim disebut “Homo erectus Pekinensis” hidup sekitar 500.000 tahu yang lalu. Sampai
begitu jauh penemuan fosil ini tidak menambah perbendaharaan pelacakan evolusi manusia ditinjau dari
segi psiko-sosial/informasi non-genetik.

Penemuan yang menyangkut makhluk yang lebih kemudian, yang berasal dari Asia (Jawa), Afrika
(Rodensia) dan Eropa (Inggris), memberi masukkan data adanya oerkembangan yang lebih maju.
Perkakas yang ditemukan digunakan untuk menunjukkan berkembangnya keterampilan dalam membuat
alat, sehingga tidak lagi sekedar dipotong tetapi sudah di asah. Ini menunjukkan bahwa mereka telah
memiliki alat untuk mengasah dan sudah timbul pengetahuan yang berkaitan dengan pemilihan bahan.
Fosil yang hidup sekitar 400.000 tahun yang lalu itu, ada yang menganggap sebagai pra Homo sapiens,
namun ada sementara ahli yang berpendapat, bahwa anggapan tersebut terlalu maju, mengingat bahwa
dari aspek fisik, dalam hal ini bentuk tengkorak dan volume otaknya masih jauh dari manusia modern,
begitu pula dari aspek psiko-sosialnya. Para ahli yang disebut belakangan ini menyebutnya sebagai pra
manusia Lembah Neander, sungguhpun masih tergolong dalam Homo erectus. Mengingat bahwa banyak
penemuan fosil Homo erectus di Jawa, maka dapat diketengahkan di sini beberapa penemuan seperti
Homo erectus Mojokerto (Baca: Homo erectus dari Mojokerto) yang paling tua, Manusia Trinil
(ditemukan di desa Trinil, suatu lembah Bengawan Solo), Manusia Sangiran (dari desa Sangiran dekat
Solo), Manusia Ngandong yang juga dari Solo, disamping fosil yang pernah disebut dimuka, manusia
raksasa dari Jawa (Meganthropus palaeojavanicus) yang juga terdapat di Sangiran.

Kalau pada fosil manusia pra Neanderthal (Pra Manusia dari lembah Neander), perkembangan yang lebih
hanya yang menyangkut alat, maka pada manusia lembah Neander yang hidup sekitar 150.000 – 60.000
tahun yang lalu ada perkembangan dalam bidang lain.

Alat yang digunakan tidak terbatas pada alat berburu dan mempertahankan diri, tetapi juga tempat
makanan dan minuman. Pada manusia Lembah Neander sudah berkemabang benih adanya kepercayaan
Supra Natural, benih-benih keagamaan sebagai contoh adalah ditemukannya kuburan di Le Moustier
yang berisi kerangka yang dikebumikan secara terhormat. Ini ditandai dengan adanya perkakas yang
terpilih berada dalam kuburan tersebut, juga diletakkannya tengkorak tersebut pada batu yang seakan–
akan berfungsi sebagai bantal. Keadaan ini ada yang menterjemahkan sebagai benih kepercayaan adanya
hidup sesudah mati. Contoh lain adalah ditemukannya kuburan yang berisikan kerangka manusia yang
didampingi beruang raksasa lengkap. Besar dugaan bahwa beruang tersebut dijadikan korban
persembahan. Ini mengingatkan bahwa kuburan tersebut terletak pada ketinggian 15.000 m di Juriss
pada lereng gunung yang terjal dan hampir-hampir tak terjangkau oleh manusia.

Pada manusia Cro-Magnon yang hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu yang menarik adalah bahwa
mereka sudah mengembangkan kesenian, dalam hal ini seni lukis. Interpretasi terhadap lukisan-lukisan
yang ada di goa antara lain, sebagai bentuk informasi tetang masalah perburuan, macam binatang
buruan, cara-cara mematikan atau menjebak dan yang khusus adalah adanya lukisan yang cenderung
budaya menangis, misalnya gambar manusia dengan kepala bertanduk rusa dengan sorot mata yang
tajam dan membawa tongkat sihir. Mungkin sekali gambar ini bertujuan untuk keberhasilan perburuan.
Suatu hal yang mengagumkan adalah bahwa mereka sudah menggunakan pewarna, yang menurut para
ahli dapat bertahan tetap cemerlang selama 40.000 – 20.000 tahun. Lukisan daya magis yang lain adalah
suatu bangunan berwujud patung wanita dengan tekanan pada ukuran buah dada, perut dan pinggul
yang besar yang diduga digunakan sebagai lambang kesuburan. Manusia Cro-Magnon diduga
mengadakan pemujaan lewat lukisan-lukisan di dinding goa, khususnya lukisan-lukisan di dinding goa
atau celah-celah tebing terasing dan membahayakan bagi pelukisnya. Alat yang digunakan selain dibuat
dari batu juga dari tulang atau tanduk, mereka sudah mengenal adanya jarum yang dipergunakan untuk
menjahit pakaian yang berupa kulit binatang.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/1e/Lascaux_painting.jpghttp://4.bp.blogspot.com/-
9VgBD23FwOs/Uk_a4bbUZ_I/AAAAAAAAAeA/OGZuNohauW8/s1600/goa.jpeg

Dengan membandingkan “produk budaya”/Budaya yang berupa benda-benda peninggalan, baik yang
dipakai, dibuat maupun karya-karya seni dan pola pemujaan, dapat disimpulkan bahwa semakin muda
umur geologiknya semakin kompleks peninggalannya. Kemiripan dengan hasil budaya makhluk modern
semakin nyata. Dengan demikian adanya arus informasi non-genetik dari generasi ke generasi rupanya
mendekati suatu kenyataan. Dan mengingangat bahwa perkembangan hasil “Budaya”/budaya tersebut
memakan waktu yang absolut lama, maka orang cenderung menyebut sebagai evolusi psiko-sosisal,
evolusi budaya atau kultural.

Hubungan manusia purba dengan lingkungannya menunjukkan bahwa ketergantungan mereka dengan
alam, semakin muda usia geologiknya, semakin berkurang. Bila semula mereka tergantung dari
kemurahan alam, menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, mereka berkembang menuju pada
penguasa alam. Dari pegunungan api jelas bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang tidak lari
dari api, bahkan menggunakannya untuk melawan alam, terhadap udara yang dingin dan
menggunakannya sebagai sarana untuk mengusir binatang-binatang liar, disamping sebagai sarana
berburu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa usaha untuk melacak mata rantai
proses evolusi manusia tidak cukup bila didasarkan oleh penemuan fosil yang ada. Secara teoritik,
genetika memberi peluang untuk memberi gambaran mata rantai evolusi. Namun gambaran harus lebih
nyata bila dipadu dengan pendekatan biokimiawi dan biofisikawi. Evolusi manusia di gerakkan oleh
kekuatan internal dan lebih di sebabkan oleh perkembangan budanya daripada lingkungan alami, dan
evolusi manusia diarahkan oleh manusia itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2013. Informasi Non Genetik. (Online) http://ebibiologi. blogspot. com/2012/06/informasi-


non-genetik. Html. Diakses Hari Kamis Tanggal 07 November 2013.

Baliwana. 2013. Evolusi Manusia. (Online).http://baliwana.blogspot.com/2013/05/evolusi-manusia.html.


Diakses hari Kamis tanggal 07 November 2013.
Prawoto, sudjoko dan siti mariyam. 1987. Materi Pokok Evolusi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tirta. 2013. Awal Mula Seni Riupa Ditemukan. (Online). http://tirtamhd1. blogspot. Com /2013/10/awal-
mula-seni-rrupa-ditemukan. html. Diakses hari Jumat tanggal 08 November 2013.

Anda mungkin juga menyukai