Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN

PELAYANAN ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT


MENULAR DAN IMUNOSUPPERESED
KOP RS

KEPUTUSANN DIREKTUR RUMAH SAKIT ............................


NOMOR ........ TAHUN 2017

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


DAN IMUNOSUPERESSED RUMAH SAKIT .........................................

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT ….......................,

Menimbang : a. bahwa rumah sakit sebagai unit pelayanan


kesehatan wajib memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah
sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit dan
meningkatkan mutu serta mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit.

b. bahwa pelayanan pasien dengan penyakit menular


dan pasien imunosupressed diberikan di semua
ruang perawatan kecuali pada penyakit tertentu yang
membutuhkan perawatan di ruang isolasi khusus.

c. bahwa untuk mengatur tatalaksana pelayanan


sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu
menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit
................ tentang Panduan Pelayanan Asuhan
Pasien dengan Penyakit Menular dan
Imunosupperesed Rumah Sakit .......................;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 417/MENKES/PER/II/2011 tentang Komisi
Akreditasi Rumah Sakit;

2
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah
Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
270/MENKES/SK/2007 tentang Pedoman Manajerial
PPI di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya;
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
382/MENKES/SK/2007 tentang Pedoman PPI di RS
dan Pelayanan Kesehatan Lainnya;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
12. Keputusan Komisi Akreditasi Rumah Sakit Republik
Indonesia Nomor ............... tentang Pemberian Status
Akreditasi ................ Rumah Sakit .....................;
13. Keputusan ......... tentang Pemberian Izin Operasional
dan Klasifikasi Rumah Sakit .....................;
14. Peraturan Gubernur/Bupati ...................
Nomor ............. tentang Peraturan Internal Rumah
Sakit (Hospital Bylaws) Rumah Sakit Umum ............;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT


MENULAR DAN IMUNOSUPERESSED RUMAH
SAKIT ....................................
KESATU : Panduan dalam keputusan ini wajib dilaksanakan dan
disosialisasikan kepada seluruh jajaran Rumah Sakit guna
menjadi panduan dalam pemberian pelayanan asuhan pasien
resiko tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso.
KEDUA : Segala biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Keputusan
ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang tertuang dalam Rencana Bisnis dan Anggaran
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso.

3
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan
apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Pontianak
Pada tanggal ........................ 20....
Direktur Rumah Sakit Umum Dokter
Soedarso,

(...............................................)
Pembina ..............
NIP. ...............................

4
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DOKTER SOEDARSO.
NOMOR : ......../KPTS/RSUD/...../20....

PANDUAN
PELAYANAN ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR DAN
IMUNOSUPERESSED RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOEDARSO

BAB I
DEFINISI

1.1 Penyakit Menular

Penyakit Menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit


tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau
toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang
atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vektor atau melalui
lingkungan.
Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit
yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan
disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit jenis
ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang
karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang
relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang
semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya
yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit
menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.
(Widoyono, 2011: 3).
Cara-cara penularan penyakit :
1. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit)
Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain :
a. Penyakit kelamin
b. Rabies
c. Trakoma
5
d. Skabies
e. Erisipelas
f. Antraks
g. Gas-gangren
h. Infeksi luka aerobik
i. Penyakit pada kaki dan mulut pada penyakit kelamin seperti GO, sifilis, dan HIV,
agen penyakit ditularkan langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui
hubungan intim.
2. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai airborne
disease.
Jenis penyakit yang ditularkan antara lain :
a. TBC Paru
b. Varicella
c. Difteri
d. Influenza
e. Variola
f. Morbili
g. Meningitis
h. Demam skarlet
i. Mumps
j. Rubella
k. Pertussis
3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung
maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai water borne disease atau water related disease.
Agen Penyakit :
a. Virus : hepatitis virus, poliomielitis
b. Bakteri : kolera, disentri, tifoid, diare
c. Protozoa : amubiasis, giardiasis
d. Helmintik : askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit hidatid
e. Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik :
1) Bermultiplikasi di air :skistosomiasis (vektor keong)
2) Tidak bermultiplikasi :Guinea’s worm dan fish tape worm (vektor cyclop)
4. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam 4
kelompok menurut cara penularannya, yaitu :
a. Waterborne mechanism
Kuman patogen yang berada dalam air dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh kolera,
tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis.
b. Water washed mechanism
Jenis penyakit water washed mechanism yang berkaitan dengan
kebersihan individu dan umum dapat berupa :
1) Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
2) Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma.
3) Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti Ieptospirosis.
c. Water based mechanism

6
Jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani sebagian siklus
hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu intermediate yang
hidup di dalam air. Contoh skistosomiasis, Dracunculus medinensis.
d. Water related insect vector mechanism
Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang
biak di dalam air. Contoh filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow
fever).

1.2 Penyakit Imunosuppresed

Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada


sel-sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat
diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah
berdasarkan komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :

a. Imunodefisiensi Primer
Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat
genetik dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya
timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal menurun.
tanpa terapi, bayi dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan
hidup sampai usia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen
pada sistem imun.

b. Imunodefisiensi Sekunder
Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan defisiensi
primer dan kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang mendasarnya
atau akibat dari terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi
sekunder adalah malnutrisi, stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes mellitus,
kelainan autoinum tertentu, kontak dengan obat-obatan serta zat kimia yang
imunotoksik. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
imonodefisiensi sekunder yang paling sering ditemukan. Penderita imonosupresi dan
sering disebut sebagai hospes yang terganggu kekebalannya (immunocompromised
host). Intervensi untuk mengatasi imunodefisiensi sekunder mencakup upaya
menghilangkan faktor penyebab, mengatasi keadaan yang mendasari dan
menggunakan prinsip-prinsip pengendalian infeksi yang nyaman.
Imunosupresi mengacu pada peredam dari respon imun dengan sistem
kekebalan tubuh yang normal terhadap stimulasi antigenik, baik sengaja, atau
sebagai efek samping dari agen terapi seperti kemoterapi anti-neoplastik (Thomas,
2016). Imunosupresi (atau mungkin lebih tepat, immunocompromise) adalah
gangguan respon imun sistemik yang meningkatkan risiko infeksi. Imunosupresi juga
dapat melemahkan respon inflamasi.

7
Penyebab imunosupresi

Penyebab imunosupresi dapat diklasifikasikan sebagai:

1. Penyakit sistemik:

a. Diabetes mellitus

b. Alkoholisme kronis

c. Gagal ginjal atau hati

d. Gangguan autoimun seperti lupus eritematosus sistemik atau rheumatoid


arthritis

e. Infeksi SSP

2. Pengobatan imunosupresif

a. Kortikosteroid

b. Imunoglobulin poliklonal seperti globulin antilymphocyte, dan imunoglobulin


monoklonal seperti daclizumab (imunitas seluler sasaran baik imunoglobulin
monoklonal dan poliklonal sendiri oleh depleting limfosit)

c. Antimetabolit:

 Inhibitor kalsineurin yang mencegah transkripsi sel t, seperti cyclosporine

 Rapamycins yang memblokir kinase mtor di limfosit, seperti everolimus

 Inhibitor mitosis yang memblokir metabolisme purin, seperti azathioprine

d. Radiasi pengion

Agen alkylating biologis seperti siklofosfamid dan klorambusil

Tabel 1. Contoh Acquired dan Faktor Lain Penyebab Imunosupresi

Mekanisme Contoh
Usia - Usia yang lebih tua (> 65)
- Usia <2 tahun, terutama <2 month
Kanker - Leukemia limfositik kronis
- Limfoma
- Multiple myeloma
- Kurang umum, kanker lainnya, terutama
metastasis
Gangguan kronis - Diabetes
- Penyakit ginjal kronis
- Gagal hati
- Sindrom nefrotik

8
- Radang sendi
- Sarkoidosis
- Penyakit sel sabit
- Sistemik lupus eritematosus
Gangguan sistem kekebalan tubuh - Graft-vs-tuan penyakit
- Hiv / aids
- Sekunder neutropenia autoimun
Terapi radiasi Total iradiasi tubuh (terutama)
Faktor sosial dan lingkungan - Alkoholisme
- Penggunaan parenteral obat terlarang
- Gizi jika berat
Faktor bedah dan luka - Splenektomi
- Kebocoran cairan serebrospinal

Tabel 2. Contoh Obat yang Menyebabkan Imunosupresi


Kategori Contoh
obat antineoplastic - bleomycin
- siklofosfamid
- cisplatin
- docetaxel
- 5-Fluorourasil
- imatinib
- trastuzumab
- vinblastin
Kortikosteroid (sistemik, dengan semua persiapan
penggunaan jangka panjang)
Obat untuk mengontrol gangguan - azathioprine
autoimun - etanercept
- interferon
- metotreksat
- rituximab
Obat untuk mencegah penolakan - antibodi monoklonal murine
organ transplantasi - mycophenolate mofetil
- OKT3
- tacrolimus

9
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN

Kelompok Pasien yang menjadi sasaran pelayanan dalam panduan ini antara lain:
a. Pengelolaan Pasien dengan Hepatitis B dan C

b. Penanganan Pasien HIV/AIDS

c. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Airborne


(Udara)

d. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Droplet


(Percikan)

e. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Kontak

f. Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular Melalui Udara

10
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Pengelolaan Pasien Dengan Hepatitis B Dan C


1. Lakukan kewaspadaan universal apabila pasien belum terdiagnosa
Hepatitis B atau C;
2. Apabila sudah terdiagnosa Hepatitis B dan C, maka :
a. Lakukan hand hygiene
b. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) antara lain :
1) Sarung tangan digunakan :
a) Bila akan menyentuh darah/cairan tubuh lain
b) Bila menangani benda-benda atau alat-alat yang
tercemar oleh darah atau cairan tubuh pasien
c) Bila melakukan tindakan invasif.
2) Masker atau pelindung wajah dipakai untuk mencegah
pajanan pada mukosa, mulut, hidung dan mata.
3) Celemek dipakai pada tindakan yang dapat menimbulkan
percikan atau tumpahan darah atau cairan.
3. Setelah pasien dirujuk/meninggal, lakukan :
a. Dekontaminasi seluruh mebelair yang kontak dengan pasien dan
petugas dengan clorine 0.5% (tidak direkomendasikan fogging
ruangan)
b. Linen yang kontak dengan darah pasien dimasukkan dalam linen
infeksius
c. Instrumen yang terkontaminasi dengan darah pasien dilakukan
dekontaminasi dengan clorine 0.5%
d. Alat makan sama dengan alat makan pasien umum
4. Alat kesehatan yang digunakan pasien Hepatitis B dan C tidak boleh
digunakan untuk pasien lain
5. Setelah ruangan bersih, ruangan siap digunakan.

3.2 Penanganan Pasien Hiv/Aids

1. Lakukan cuci tangan dengan cara prosedural setiap melakukan tindakan


sesuai five moments
2. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan kebutuhan
11
3. Lakukan penanganan gawat darurat pasien HIV/AIDS yang emergency
4. Rujuk pasien ke Rumah Sakit Rujukan Nasional setelah pasien stabil
dengan dilakukan edukasi kepada pasien dan keluarga terlebih dahulu
5. Lakukan pembersihan ruangan sesuai prosedur segera setelah pasien
pulang
6. Lakukan perendaman instrumen bekas pasien HIV/AIDS yang
terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh dengan chlorine 0.5%
selama 10 menit sebelum dicuci biasa.

3.3 Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Airborne


(Udara)
1. Tempatkan pasien di ruang isolasi bertekanan negatif
2. Batasi gerakan. Transport pasien hanya kalau diperlukan saja dan
berikan masker bedah
3. Pakai APD masker bedah saat melakukan pemeriksaan atau tindakan
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Berikan edukasi kepada keluarga pasien bahwa orang yang rentan tidak
diperbolehkan masuk ruangan pasien
6. Berikan edukasi kepada keluarga pasien tentang cara pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) masker bedah
7. Berikan edukasi tentang Etika Batuk dan Bersin
8. Google (kaca mata) dipakai saat melakukan tindakan dengan
kemungkinan timbul aerosol
9. Lakukan dekontaminasi dan pembersihan ruangan dengan cara :
a. Ganti korden pasien dengan korden yang bersih
b. Bersihkan dengan clorine 0.5% semua dinding, mebelair ruangan
yang kontak dengan petugas dan pasien
c. Bersihkan exhaust fan

d. Masukkan linen kotor pada wadah linen non infeksius apabila tidak
terkontamionasi dengan cairan tubuh pasien
e. Dokumentasikan dalam Checklist Pembersihan Ruangan
Bertekanan Negatif setelah pelaksanaan selesai.

3.4 Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Droplet


(Percikan)
1. Tempatkan pasien di ruang terpisah sejauh mungkin atau paling
pinggir/pojok, bila tidak mungkin kohorting
12
2. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap
udara dan ventilasi
3. Batasi gerak dan transportasi pasien
4. Batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien
5. Anjurkan pasien untuk menerapkan Hygiene Respirasi/Etika Batuk
dengan benar
6. Pakailah masker bedah bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap
pasien
7. Peralatan untuk perawatan pasien tidak perlu penanganan khusus,
karena mikroba tidak bergerak jarak jauh

3.5 Pengelolan Pasien Dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Kontak


1. Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, atau letakkan pasien di
tempat paling pinggir atau pojok atau diberi jarak > 1 meter antar TT
2. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain
3. Batasi gerak dan transport pasien hanya kalau perlu saja
4. Pakailah sarung tangan bersih non steril jika melakukan tindakan ke
pasien
5. Ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius, misalnya
feses, cairan drain, dan segera lepas sarung tangan tersebut
6. Lepas sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan
dengan antiseptik
7. Pakailah gaun/skort bersih saat masuk ruang pasien untuk melindungi
baju dari kontak pasien, permukaan lingkungan, barang di ruang pasien,
cairan tubuh pasien. Lepaskan gaun sebelum ke luar dari ruang pasien
8. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain
9. Bila memungkinkan peralatan non kritikal dipakai untuk 1 pasien atau
pasien dengan mikroba yang sama
10. Bersihkan dan disinfeksi peralatan sebelum dipakai untuk pasien lain.

3.6 Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular Melalui Udara


1. Jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan-tindakan
pencegahan ini.
2. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri.
3. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah
dikonfirmasi secara terpisah dari kasus yang belum di konfirmasi atau
sedang didiagnosis. Bila ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar

13
tempat tidur harus lebih dari 2 (dua) meter dan diantara tempat tidur
harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
4. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12
pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau
menggunakan saringan udara partikulasi efisien tinggi (filter HEPA) yang
termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit.
5. Jaga pintu tertutup setiap saat.
6. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
sesuai yaitu masker. Bila perlu memakai gaun, pelindung wajah atau
pelindung mata dan sarung tangan.
7. Bila perlu pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
8. Bila perlu pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika
akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau
barang-barang di dalam ruangan.
9. Pada saat akan memasuki dan meninggalkan kamar harus cuci tangan.
10. Semua alat yang terkontaminasi oleh sekresi pasien harus didesinfeksi.

14
BAB IV
DOKUMENTASI

Seluruh informasi yang diberikan/dijelaskan kepada pasien maupun keluarga,


seluruh tindakan yang dilakukan kepada pasien, seluruh persetujuan maupun
penolakan terhadap tindakan atau prosedur yang akan diberikan ke pasien tercatat
dalam status rekam medis pasien dan tersimpan sebagai berkas rekam medis
pasien. Hal tersebut merupakan bukti telah memberikan pelayanan catatan
perkembangan pasien secara terintegrasi, dan berkas tersebut akan menjadi bukti
legal jika terjadi kasus hukum.
Pencatatan tersebut dapat dilakukan pada form catatan perkembangan pasien
terintegrasi dan formulir observasi pasien. Semua catatan tersebut akan menjadi
bukti semua asuhan pelayanan yang telah diberikan para pemberi pelayanan asuhan
kepada pasien Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso. Di kemudian hari jika
hal-hal tersebut dibutuhkan oleh hukum maka hasil dokumentasi di berkas rekam
medis tersebut dapat menjadi bukti hukum untuk semua asuhan pelayanan yang
telah diberikan kepada pasien selama dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soedarso.
Dalam panduan ini ada beberapa formulir yang wajib ada dan dilaksanakan
pencatatan guna mendukung pelayanan yang sesuai standar.

15
a. FORMULIR A1 DATA RM INFEKSI HAIs

Data pasien :
Nama pasien : No. RM :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : -------------------------------------------------------
Tempat dirawat :
Ruang .............. tgl ......... s/d.......................
Ruang .............. tgl ...............s/d........................
Tanggal keluar :
Sebab Keluar :
Diagnosa akhir : -------------------------------------------------------------
Faktor resiko :
Pemasangan Alat
Intra vena perifer : tgl.........................s/d..................................
Kateter Urine : tgl.........................s/d..................................
Lain-lain : --------------------------------------------------------------------------
Pemakaian antibiotik: ada/tidak ada Profilaksis/pengobatan
Nama/jenis obat : -----------------------------------------------------------------------
Pemeriksaan Kultur : darah/urine/sputum/pus luka
Temp :
Hasil kultur :
Infeksi HAIs terjadi : BAKTEREMIA/SEPSIS/IADP/PLEBITIS/ISK/DEKUBITUS/HAP
Infeksi Lain – lain : HIV / HBV / HCV

16
b. FORMULIR A2. SURVEILANS HARIAN INFEKSI RUMAH SAKIT

Ruangan :
Bulan :
JENIS ALKES KEJADIAN INFEKSI KETERANGAN
TGL NO.CM NAMA PS UMUR L/P
INFUS KATETER O2 NGT IADP PLEBITIS ISK HAP DEKUBITUS SCABIES DIARE TBC ANTIBIOTIK HASIL LAB LAIN2

17
c. FORMULIR B. SURVEILANS BULANAN INFEKSI RUMAH SAKIT

RUANGAN :
BULAN :

JML JUMLAH TERPASANG JUMLAH KEJADIAN INFEKSI KETERANGAN


TGL
PASIEN INFUS KATETER O2 NGT IADP PLEBITIS ISK HAP DEKUBITUS SCABIES DIARE TB HASIL LAB LAIN2

18
d. FORMULIR C DATA PASIEN INFEKSI HAIs

Nama Ruangan : …………………………… No. CM : ……………


Kamar / Kelas : ……………………………
Nama Pasien : …………………………… Jenis Kelamin : L/P
Umur : ………….........thn/bln/hr
Tanggal Masuk : ……………………………
Tanggal Keluar : ……………………………
Diagnosa Masuk : ………………………………………………………................

Jenis Infeksi :
Phlebitis
Infeksi Saluran Kemih
Pneumonia / HAP
Dekubitus
IADP
Lain – Lain :
Tanggal Infeksi :
Hasil Kultur/Laboratorium :

......................,....................................
Perawat Dokter yang Merawat

(..................................................) (..................................................)

19
e. Formulir D : pemantauan kejadian infeksi HAIs

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI RUMAH SAKIT (PPI RS)


RSUD ................................................
TAHUN 20....

Data Kasus Infeksi HAIs


Ruang : ……………………………………………
Bulan : ……………………………………………
Jumlah pasien :

Nama No Tgl Tgl Tanda dan Pemeriksaan Tindak


No Diagnosis Terapi
Pasien CM MRS Kejadian Gejala Penunjang Lanjut
1
2
3
4
5
6
7

Kepala Ruang ………………………

(………………………......…)

20
BAB V
PENUTUP

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai macam pasien dengan


berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan antara lain beberapa pasien
yang digolongkan resiko penularan dan imunopressed.
Pelayanan asuhan pasien harus terdokumen secara lengkap, agar dapat
dipergunakan secara optimal dan dalam pelaksanaannya diperlukan pengecekan
kelengkapan berkas rekam medis yang baik dan benar, sehingga sewaktu-waktu
diperlukan untuk keperluan hukum, akan siap dengan cepat, tepat dan lengkap
disajikan.
Dengan pengecekan kelengkapan yang tepat juga perlu diperhatikan dan
keamanan terhadap fisik maupun informasinya untuk itu dilakukan pemeliharaan
yang standar dan kontinyu agar file pemberi pelayanan asuhan pasien terjaga
dengan baik dalam berkas rekam medis pasien Rumah Sakit Umum Daerah
Dokter Soedarso.

Direktur Rumah Sakit Umum Dokter


Soedarso,

(...............................................)
Pembina ..............
NIP. ...............................

21
PROSEDUR PELAYANAN PASIEN
PENYAKIT MENULAR
No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit DITETAPKAN DIREKTUR


PROSEDUR
OPERASIONAL

PENGERTIAN Tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam menaangani pasien-pasien


dengan penyakit menular
TUJUAN 1. Agar penularan penyakit dapat dibatasi
2. Menghindari penularan petugas kesehatan tidak terjadi
3. Sebagai salah satu tujuan dari PPI
4. Memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien
KEBIJAKAN 1. Tempatkan setiap pasien dengan penyakit menular diruang isolasi, jika ruang
isolasi penuh lakukan kohorting
2. Tindakan hanya dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS, Morbili, TB Paru,
MERS, SARS, Flu Burung
3. Penanganan sampah dan linen bekas pakai pasien dengan immunosupresi
diklarifikasikan kedalam sampah dan linen infeksius
PROSEDUR 1. Pastikan klinis pasien secara tepat
2. Persiapkan ruang isolasi
3. Pastikan kondisi ruang isolasi tepat dan sesuai dengan klinis penyakitnya.
Atur kondisi ruang isolasi sesuai prosedur operasional ruang isolasi
4. Berikan informasi secara jelas bagi petugas dan pengunjung keluarga
tentang aturan ruang isolasi
5. Batasi kegiatan atau tindakan yang tidak perlu
6. Observasi dan terapkan secara ketat tindakan hiegien oleh tenaga
kesehatan maupun keluarga
7. Gunakan alat pengaman diri sesuai dengan transmisi penyakit
8. Buang sampah bekas tindakan pasien dengan imunosupresi pada tempat
infeksius
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Inap
2. ICU
3. PICU
4. NICU

22
PROSEDUR PELAYANAN PASIEN
IMUNOSUPRESAN
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
……………….
1/1
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur ...........
PROSEDUR
OPERASIONAL
...................................
Pengertian Tindakan dan kegiatan yang dilakukan dalammenangani pasien>pasien dengan
penurunan imunitasatau daya tahan tubuh.
Tujuan 1. agar penularan penyakit dapat dibatasi.
2. menghindari penularan petugas kesehatan tidak tertur.
3. memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien.
Kebijakan 1. Tempatkan setiap pasien dengan imunosupresi di ruangisolasi. ,ika ruang isolasi
penuh lakukan kohorting
2. Tindakan hanya dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS, Morbili, Pasien dialysis,
Pasien dengan pemberian kortikosteroid jangka panjang, Pasien dengan
transplantasi organ dan Pasien dengan kemoterapy-kanker.
3. Penanganan sampah dan linen bekas pakai pasien dengan imunosupresi
diklasifkasikan ke dalam sampah dan linen infeksius
Prosedur 1. Pastikan klinis pasien secara tepat.
2. Persiapkan ruang isolasi.
3. Pastikan kondisi ruangan isolasi tepat dan sesuai dengan klinis penyakitnya. Atur
kondisi ruang isolasi sesuai dengan prosedur operasional ruang isolasi.
4. Berikan informasi secara jelas bagi petugas dan pengunjung keluarga tentang
aturan ruang isolasi..
5. Batasi kegatan atau tindakan yang tidak perlu.
6. Observasi dan terapkan secar ketat tindakan higiene oleh tenaga kesehatan maupun
keluarga.
7. Gunakan alat pelindung diri sesuai dengan jenis transmisi penyakitnya
8. Buang sampah bekas tindakan pasien dengan imunosupresi pada tempat sampah
infeksius
Unit Terkait 1. ICU / PICU / NICU
2. Rawat inap

23
PROSEDUR PENCEGAHAN PASIEN INFEKSIUS
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
……………….
1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit
STANDAR Direktur RSUD ….........
PROSEDUR
OPERASIONAL

Suatu tindakan pencegahan terhadap penyebaran penyakit infeksi melalui


PENGERTIAN udara
1. Mencegah penularan penyakit infeksi melalui udara dari pasien ke
TUJUAN pasien, pasien ke petugas dan petugas ke pengunjung.
2. Menurunkan resiko transmisi melalui udara
Pasien infeksius berdasarkan transmisi udara ( airborne) rawat inap di
KEBIJAKAN RSUD ... harus menerapkan kewaspadaan isolasi atau tempatkan pasien
satu kamar dengan diagnosa yang sama (cohorting)

PROSEDUR PERALATAN
1. Masker bedah
2. Sarung tangan
3. Apron
4. Kantong plastik bening
5. Tempat sampah plastik kuning
6. Kontainer benda tajam
7. Sabun dan air mengalir dan tisu

PROSEDUR
1. Tempatkan pasien pada kamar tersendiri atau jika tidak memungkinkan
tempatkan pasien satu kamar dengan diagnosa yang sama.
2. Gunakan sarung tangan ketika menangani darah dan cairan tubuh
lainnya.
3. Gunakan masker bedah jika petugas akan masuk ke kamar pasien.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien, sebelum
melakukan tindakan aseptik, setelah terkena cairan tubuh, setelah
melepaskan sarung tangan dan sebelum keluar ruangan pasien.
5. Gunakan apron jika baju kemungkinan terpercik cairan tubuh pasien.
6. Pintu kamar harus selalu ditutup.
7. Beri pasien masker bedah ketika akan transportasi untuk pemeriksaan
ke ruangan lain.
8. Buang alat-alat sekali pakai atau bahan-bahan yang terkontaminasi pada
tempat sampah kuning atau tempat pembuangan benda tajam.
9. Pisahkan linen yang terkontaminasi ke dalam kantong
( pastikan diberi label infeksius )
10. Bersihkan dan sterilisasikan alat instrumen yang telah dipergunakan
sesuai prosedur pembersihan alat.
11. Kamar sesudah dipakai, dibersihkan seperti prosedur pembersihan
ruang isolasi.

UNIT TERKAIT Unit keperawatan

24
PROSEDUR RUANG ISOLASI
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur RSUD .......................
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

Pengertian 1. Ruang isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan penyakit
infeksi yang menular agar tidak menular kepada pasien lain, petugas, dan
pengunjung.
2. Ruang isolasi di RSUD .... adalah ruang isolasi tipe Standard yaitu kamar
isolasi tanpa beda tekanan dengan ruangan sekitarnya yang mengandalkan
ventilasi alamiah serta mekanik, dengan pergantian udara minimal 12 ACH
(Air Change per Hour).
3. Pasien yang memerlukan perawatan isolasi adalah pasien dengan infeksi yang
menular melalui transmisi kontak, yaitu misalnya MRSA/MSSA
4. Pasien dengan infeksi Mycobacterium Tuberculosis yang bukan termasuk TB
Resisten Obat adalah satu-satunya infeksi yang menular melalui transmisi
airborne yang dapat dirawat di kamar isolasi.
Tujuan Mengoptimalkan fungsi kamar rawatan isolasi sehingga dapat mengurangi transmisi
infeksi terutama yang melalui metode transmisi kontak antar pasien, pasien ke
pengunjung, maupun dari pasien ke petugas.

Kebijakan 1. Kep. Menkes No. 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan RS
2. Kep. Menkes No. 382 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan PPI RS
3. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Isolasi yang diterbitkan
Dit. JangMed Tahun 2014
Prosedur Persiapan memasukkan pasien :
1. Di UGD atau Poliklinik Umum/Spesialis : DPJP memeriksa pasien dan
menetapkan diagnosa pasien serta menentukan perlunya pasien dirawat di
ruang isolasi.
2. DPJP (atau dokter jaga yang mewakili) menjelaskan kepada pasien (dan dengan
seijin pasien kepada keluarga) mengenai penyakit yang dideritanya serta
indikasi dan perlunya pasien dirawat di ruang rawat isolasi.
3. Di Ruang Rawat Isolasi : Petugas memastikan semua jendela dan pintu terbuka
lebar.
4. Petugas memastikan blower fan serta exhaust fan hidup serta terjadi aliran
udara ke arah yang tepat (menjauhi lorong, menuju pasien dan keluar ke udara
bebas melalui jendela atau exhaust fan).
5. Petugas memakai Respirator N95, memastikan rapat sempurna, serta APD
tambahan menurut kebutuhan sebelum memasukkan pasien ke ruang rawatan
isolasi.
6. Pasien dibawa menuju ruang rawatan isolasi dengan melewati jalur khusus
yang ditentukan oleh DPJP dan Tim PPI-RS. Petugas memastikan pasien
memakai masker bedah dengan benar sebelum memindahkan pasien menuju
ruang rawatan isolasi.
7. Selama pasien dirawat : Perawat atau bagian Kesling setiap hari mengontrol
ventilasi ruangan, memastikan jendela terbuka, blower dan exhaust fan hidup
dan memastikan telah memenuhi standar minimal 12 ACH.
8. Anggota keluarga pasien tidak diperkenankan memasuki ruang perawatan
kecuali dengan alasan kuat, diijinkan dan didampingi oleh perawat/dokter jaga,
dengan sebelumnya melakukan kebersihan tangan, serta mengenakan APD
lengkap (masker N95, gaun, sarung tangan bersih).
9. Perawat/dokter/petugas lain yang akan memasuki ruang isolasi harus

25
melakukan kebersihan tangan dan mengenakan APD lengkap (masker N95,
gaun, sarung tangan bersih) sebelum memasuki ruangan.
10. Pembesuk pasien tidak diperkenankan memasuki ruangan dengan alasan
apapun.
11. Pasien tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan dengan alasan apapun
sebelum dinyatakan boleh pulang oleh DPJP.
12. Semua tindakan kedokteran/yang berhubungan dengan terapi dan manajemen
penyakit pasien dikerjakan di dalam ruang perawatan dengan memperhatikan
kewaspadaan kontak (dan airborne pada TB non Resisten Obat).
13. Pintu ruang Isolasi harus selalu dalam keadaan tertutup setelah ada yang
masuk/keluar ruangan tersebut.
Unit kerja 1. Unit Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Jalan
terkait 3. Instalasi Rawat Inap
4. Laboratorium
5. Instalasi Radiologi
6. Instalasi Gizi
7. Unit Fisioterapi
8. Cleaning Service

26

Anda mungkin juga menyukai