Anda di halaman 1dari 13

STUDI KASUS FARMAKOTERAPI II

Kelompok 3 VI B :

Teddy Yulianto (1008010022)


Milani Tiara (1008010024)
Kheriyah (1008010026)
Dita Khoerunnisa (1008010028)
Tyas Ari Fatimah (1008010042)
Gonjang Prabandaru (1008010060)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2013
A. Kasus
Tuan JK, umur 42 tahun, berat badan 65 kg datang ke klinik diabetes untuk
memeriksakan perkembangan penyakitnya. Tuan JK sudah menderita dm tipe 2
selama 14 tahun. Pada awalnya Tuan JK kurang mengontrol kadar gula darahnya.
Namun akhir-akhir ini lebih memperhatikan perkembangan penyakitnya dan setelah
berkunjung ke dokter ternyata menurut dokter didapatkan proteinuria dan tekanan
darahnya 165/95 mmHg.

Diagnosa : Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi, nefropathy.

Data lab pasien :

Cl Cr 70 ml/menit

Sr Cr 1,8 mg/dl

Proteinuria +1

HbA1c 7,6 %

Glukosa darah postprandial 220 mg/dl

Glukosa darah puasa 150 mg/dl

Riwayat pengobatan : sebelumnya Tuan JK telah diterapi menggunakan OHO


(Glikazid + rosiglitazon) akan tetapi kadar gula darahnya
masih belum dapat dikendalikan.

B. Gejala Penyakit
Gejala penyakit diabetes mellitus tipe 2, meliputi: http://www.heart.org
1. Peningkatan buang air kecil, terutama pada malam hari
2. Peningkatan nafsu makan
3. Peningkatan rasa haus
4. Penurunan berat badan
5. Kelelahan
6. Luka yang tidak kunjung sembuh
7. Penglihatan kabur
8. Dalam beberapa kasus tidak terjadi gejala

C. Tanda Penyakit

Tanda penyakit pada pasien Nilai normal

Cl Cr 70 ml/menit 85-135 ml/menit

Sr Cr 1.8 mg/dl 0.7-1.3 mg/dl

Proteinura +1

HbA1c 7.6 % 4.0-6.0 %

Glukosa darah postprandial 220 <200 mg/dL


mg/dl

Glukosa darah puasa 150 mg/dl < 126 mg/dL

Tekanan Darah 165/95 mmHg < 120/80 mmHg


Sumber : (Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January 2010.)

Sumber: Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G.,
Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition, MCGRAW-HILL Medical Publishing Division, New York

D. Keterangan dan out put gejala dan tanda pada pasien

Saat darah melewati ginjal yang sehat, ginjal menyaring produk limbah dan
meninggalkan zat-zat yang dibutuhkan tubuh, seperti protein albumin dan lainnya.
Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal 'ke dalam urin.
Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika difiltrasi dari ginjal,
yang disebut glomeruli, rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis
(CKD), yang merupakan akibat dari diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit
yang menyebabkan peradangan pada ginjal. (www.kidney.niddk.nih.gov)
Mengukur jumlah kreatinin dalam darah akan menunjukkan apakah ginjal
seseorang membuang limbah secara efisien. Memiliki terlalu banyak kreatinin
dalam darah merupakan tanda bahwa seseorang memiliki kerusakan ginjal. Dokter
dapat menggunakan pengukuran kreatinin untuk memperkirakan seberapa efisien
ginjal menyaring darah. (www.kidney.niddk.nih.gov)
HbA1c merupakan bentuk dominan dari hemoglobin terglikasi, terdapat
dalam sel-sel darah merah, dan terbentuk ketika hemoglobin normal A bereaksi
non-enzimatik dengan glukosa. Reaksinya lambat dan hanya tergantung
konsentrasi. Jumlah HbA1c yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi HbA
dan glukosa. HbA tetap berada dalam sirkulasi selama sekitar 3 bulan. (Diabetes
Type 2 National clinical guideline for management in primary and secondary care
(update), Royal College of Physicians)

E. Patofisiologi
Setelah karbohidrat dari makanan didegradasi dalam usus, glukosa lalu
diserap kedalam darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Untuk penyerapannya
kedalam sel-sel ini dibutuhkan insulin, yang dapat diibaratkan sebagai “kunci untuk
pintu sel”. Sesudah masuk kedalam sel, glukosa lantas diubah di mitokondria
(pabrik energi) menjadi energi atau ditimbun sebagai glikogen dalam sel otot atau
sebagai lemak dalam sel lemak. Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan
energi karena misalnya berpuasa beberapa waktu. Setiap kali makan hidratarang
(gula), maka kadar glukosa darah akan naik. Sebagai reaksi, pankreas memproduksi
dan melepaskan insulin guna memungkinkan absorpsi glukosa oleh sel, sehingga
kadar glukosa darah turun lagi dan pankreas menurunkan produksi insulinnya. Pada
kondisi diabetes mellitus tipe 2 dimana sel kurang peka dengan insulin, glukosa
bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih
tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu produksi kemih sangat meningkat dan
penderita sering berkemih, merasa amat haus, berat badan menurun dan merasa
lelah. (Tjay Hoan Tan, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Gramedia:Jakarta)
southsidediabetes.com

www.drugs.com
F. Etiologi

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari
keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi
akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya
meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
serat, serta kurang gerak badan. DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Mellitus)

G. Tujuan Terapi
Tujuan terapi untuk penderita diabetes mellitus antara lain:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus)

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa


parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes, antara lain:

1. HbA1c < 7.0%

2. Pre-prandial CBG 70-130 mg/dl


3. Peak postprandial CBG < 180%

4. Blood Presure < 130/80 mmHg

H. Terapi
Algoritma terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 (www.nice.org.uk/guidance/CG87)

Algoritma terapi hipertensi pada pasien dengan DM tipe 2 (Diabetes Type 2


National clinical guideline for management in primary and secondary care
(update), Royal College of Physicians, terdapat pada www.nice.org.uk )
Terapi Farmakologi:
1. OHO:
 Sistagliptin 50mg 2x sehari
 Metformin 500mg 2x sehari
(Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,
MCGRAW-HILL Medical Publishing Division, New York)
2. Antihipertensi:
 Enalapril 20mg/hari
(Nathaniel Winer MD et.al, Effect of Fixed-Dose ACE-Inhibitor/Calcium
Channel Blocker Combination Therapy vs. ACE-Inhibitor Monotherapy
on Arterial Compliance in Hypertensive Patients With Type 2 Diabetes,
2007 January, Official Journal of The American Society for Preventive
Cardiology)

 Mekanisme aksi Sistagliptin :


Sitagliptin memperpanjang aktivitas protein yang meningkatkan pelepasan
insulin setelah gula darah naik, seperti setelah makan. Sitagliptin merupakan
inhibitor selektif enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), yang memetabolisme
hormon incretin alami glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan glukosa-dependent
insulinotropic polipeptida (GIP) mengakibatkan peningkatan sekresi insulin
yang tergantung glukosa dari pancreas dan menurunkan produksi glukosa hati.
(Dinesh K. Badyal, jasleen Kaur. Sitagliptin: a New Class of Oral Drug for
Type 2 Diabetes. Vol.10 No.2, April-June 2008. www.jkscience.org)
 Mekanisme aksi Metformin:
Meskipun ini turunan biguanide telah digunakan selama lebih dari 50 tahun,
mekanisme kerjanya belum sepenuhnya dijelaskan. Mekanisme metformin
meliputi: penurunan penyerapan glukosa di usus kecil, peningkatan transportasi
glukosa ke dalam sel, penurunan plasma konsentrasi asam lemak bebas dan
penghambatan glukoneogenesis.
(Grzybowska M, Bober J, Olszewska M. Metformin - mechanisms of action
and use for the treatment of type 2 diabetes mellitus. 2011 May 6;65:277-85.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed)
 Mekanisme aksi Enalapril:
Secara fisiologis sistem Renin angiotensin melibatkan hormon hormon
seperti Angiotensinogen, yang akan berubah menjadi Angiotensin I dengan
bantuan Renin. Angiotensin I ini dengan adanya enzim ACE berubah menjadi
Angiotensin II. ACE ini selain berperan dalam perubahan tersebut juga
berperan
dalam metabolisme bradikinin. Angiotensin II aktif setelah tertangkap oleh
reseptor reseptornya antara lain AT1 dan AT2. Sampai saat ini reseptor yang
paling banyak ditemukan adalah AT112. Setelah Angiotensin II pada reseptor
AT1, maka akan terjadi proses yang sangat komplek pada organ organ seperti
otak, pembuluh darah, Jantung, dan ginjal. Pada otak akan terjadi stoke,
sedangkan pada dinding pembuluh darah akan terjadi aterosklerosis,
vasokontriksi, hipertrofi vaskuler, serta disfungsi endotel, selanjutnya
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Pada Organ jantung akan terjadi
Hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, serta proses remodeling terganggu sehingga
terjadi gagal jantung ataupun infark miokard 12. Reseptor AT1 yang
menangkap Angiotensin II pada organ ginjal akan mempengaruhi Laju Filtrasi
Ginjal menurun, terjadi proteinuria, pelepasan aldosteron, serta sklerosis
glomerular. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga menimbulkan gagal
ginjal terminal. Terdapat hal yang menarik tentang aksi ACE maupun ACE
inhibitor. Dengan adanya penghambat ACE maka Angiotensin II akan
menurun, Bradikinin meningkat yang selanjutnya akan meningkatkan Nitrit
oxide. Adanya peningkatan Nitrit okside ini maka terjadi peningkatan
vasodilatasi serta peningkatan transport glukosa pada sel sel otot. Dengan
demikian Penghambat ACE mempengaruhi resistensi insulin melalui dua
proses yaitu pada hemodinamik dan metabolisme gulkosa. Adanya mekanisme
tersebut, Penghambat ACE dapat menjadi pilihan utama pada penderita dengan
keadaan resistensi insulin.
(Permana Hikmat. Pengelolaan Hipertensi pada Diabetes Mellitus Tipe 2.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadajaran. Bandung)

 Terapi non-farmakologi :
1. Mengontrol asupan makanan, meliputi: (www.nice.org.uk/guidance/CG87)
• makan karbohidrat dari buah, sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan
• makan produk susu rendah lemak dan minyak ikan
• mengontrol asupan makanan yang mengandung lemak jenuh dan asam
lemak trans.
2. Melakukan aktivitas fisik setidaknya 150 menit / minggu dengan intensitas
sedang seperti aerobic. (Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January
2010.)

I. Monitoring
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal
Sumber: (Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January 2010)

J. Daftar Pustaka

Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January 2010.

Royal College of Physicians. 2008. Diabetes Type 2 National clinical guideline for
management in primary and secondary care (update).

Dinesh K. Badyal, jasleen Kaur. 2008. Sitagliptin: a New Class of Oral Drug for
Type 2 Diabetes. Vol.10 No.2, April.Terdapat pada www.jkscience.org. Diakses
pada tanggal 27 Maret 2013.

Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. New York:
MCGRAW-HILL Medical Publishing Division. Diakses pada tanggal 27 Meret
2013.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Diabetes Mellitus.

Grzybowska M, Bober J, Olszewska M. 2011. Metformin - mechanisms of action and


use for the treatment of type 2 diabetes mellitus. 6;65:277-85.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.

http://www.heart.org

Nathaniel Winer MD et.al. 2007. Effect of Fixed-Dose ACE-Inhibitor/Calcium


Channel Blocker Combination Therapy vs. ACE-Inhibitor Monotherapy on Arterial
Compliance in Hypertensive Patients With Type 2 Diabetes. Official Journal of The
American Society for Preventive Cardiology. Diakses pada tanggal 29 Maret 1013.
Permana Hikmat. Pengelolaan Hipertensi pada Diabetes Mellitus Tipe 2. Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadajaran.

southsidediabetes.com

Tjay Hoan Tan, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta: Gramedia.

www.drugs.com

www.kidney.niddk.nih.gov

www.nice.org.uk/guidance/CG87

Anda mungkin juga menyukai