Studi Kasus Farmakoterapi II
Studi Kasus Farmakoterapi II
Kelompok 3 VI B :
FAKULTAS FARMASI
2013
A. Kasus
Tuan JK, umur 42 tahun, berat badan 65 kg datang ke klinik diabetes untuk
memeriksakan perkembangan penyakitnya. Tuan JK sudah menderita dm tipe 2
selama 14 tahun. Pada awalnya Tuan JK kurang mengontrol kadar gula darahnya.
Namun akhir-akhir ini lebih memperhatikan perkembangan penyakitnya dan setelah
berkunjung ke dokter ternyata menurut dokter didapatkan proteinuria dan tekanan
darahnya 165/95 mmHg.
Cl Cr 70 ml/menit
Sr Cr 1,8 mg/dl
Proteinuria +1
HbA1c 7,6 %
B. Gejala Penyakit
Gejala penyakit diabetes mellitus tipe 2, meliputi: http://www.heart.org
1. Peningkatan buang air kecil, terutama pada malam hari
2. Peningkatan nafsu makan
3. Peningkatan rasa haus
4. Penurunan berat badan
5. Kelelahan
6. Luka yang tidak kunjung sembuh
7. Penglihatan kabur
8. Dalam beberapa kasus tidak terjadi gejala
C. Tanda Penyakit
Proteinura +1
Sumber: Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G.,
Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition, MCGRAW-HILL Medical Publishing Division, New York
Saat darah melewati ginjal yang sehat, ginjal menyaring produk limbah dan
meninggalkan zat-zat yang dibutuhkan tubuh, seperti protein albumin dan lainnya.
Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal 'ke dalam urin.
Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika difiltrasi dari ginjal,
yang disebut glomeruli, rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis
(CKD), yang merupakan akibat dari diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit
yang menyebabkan peradangan pada ginjal. (www.kidney.niddk.nih.gov)
Mengukur jumlah kreatinin dalam darah akan menunjukkan apakah ginjal
seseorang membuang limbah secara efisien. Memiliki terlalu banyak kreatinin
dalam darah merupakan tanda bahwa seseorang memiliki kerusakan ginjal. Dokter
dapat menggunakan pengukuran kreatinin untuk memperkirakan seberapa efisien
ginjal menyaring darah. (www.kidney.niddk.nih.gov)
HbA1c merupakan bentuk dominan dari hemoglobin terglikasi, terdapat
dalam sel-sel darah merah, dan terbentuk ketika hemoglobin normal A bereaksi
non-enzimatik dengan glukosa. Reaksinya lambat dan hanya tergantung
konsentrasi. Jumlah HbA1c yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi HbA
dan glukosa. HbA tetap berada dalam sirkulasi selama sekitar 3 bulan. (Diabetes
Type 2 National clinical guideline for management in primary and secondary care
(update), Royal College of Physicians)
E. Patofisiologi
Setelah karbohidrat dari makanan didegradasi dalam usus, glukosa lalu
diserap kedalam darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Untuk penyerapannya
kedalam sel-sel ini dibutuhkan insulin, yang dapat diibaratkan sebagai “kunci untuk
pintu sel”. Sesudah masuk kedalam sel, glukosa lantas diubah di mitokondria
(pabrik energi) menjadi energi atau ditimbun sebagai glikogen dalam sel otot atau
sebagai lemak dalam sel lemak. Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan
energi karena misalnya berpuasa beberapa waktu. Setiap kali makan hidratarang
(gula), maka kadar glukosa darah akan naik. Sebagai reaksi, pankreas memproduksi
dan melepaskan insulin guna memungkinkan absorpsi glukosa oleh sel, sehingga
kadar glukosa darah turun lagi dan pankreas menurunkan produksi insulinnya. Pada
kondisi diabetes mellitus tipe 2 dimana sel kurang peka dengan insulin, glukosa
bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih
tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu produksi kemih sangat meningkat dan
penderita sering berkemih, merasa amat haus, berat badan menurun dan merasa
lelah. (Tjay Hoan Tan, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Gramedia:Jakarta)
southsidediabetes.com
www.drugs.com
F. Etiologi
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari
keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi
akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya
meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
serat, serta kurang gerak badan. DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Mellitus)
G. Tujuan Terapi
Tujuan terapi untuk penderita diabetes mellitus antara lain:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus)
H. Terapi
Algoritma terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 (www.nice.org.uk/guidance/CG87)
Terapi non-farmakologi :
1. Mengontrol asupan makanan, meliputi: (www.nice.org.uk/guidance/CG87)
• makan karbohidrat dari buah, sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan
• makan produk susu rendah lemak dan minyak ikan
• mengontrol asupan makanan yang mengandung lemak jenuh dan asam
lemak trans.
2. Melakukan aktivitas fisik setidaknya 150 menit / minggu dengan intensitas
sedang seperti aerobic. (Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January
2010.)
I. Monitoring
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Pemeriksaan laboratorium untuk fungsi ginjal
Sumber: (Diabetes care, Volume 33, Suplemen 1, January 2010)
J. Daftar Pustaka
Royal College of Physicians. 2008. Diabetes Type 2 National clinical guideline for
management in primary and secondary care (update).
Dinesh K. Badyal, jasleen Kaur. 2008. Sitagliptin: a New Class of Oral Drug for
Type 2 Diabetes. Vol.10 No.2, April.Terdapat pada www.jkscience.org. Diakses
pada tanggal 27 Maret 2013.
Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yees, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. New York:
MCGRAW-HILL Medical Publishing Division. Diakses pada tanggal 27 Meret
2013.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Diabetes Mellitus.
http://www.heart.org
southsidediabetes.com
Tjay Hoan Tan, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta: Gramedia.
www.drugs.com
www.kidney.niddk.nih.gov
www.nice.org.uk/guidance/CG87