Bab 2 TB
Bab 2 TB
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit menular disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru
atau di berbagai tubuh organ lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Penyakit ini
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis (Tabrani,
2010)
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB ( M.
tuberculosis ) sebagian besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru.
TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai
focus primer (Wijaya & Putri, 2013).
B. Etiologi
Agen infeksius utama, M. tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar matahari. M. bovis dan
M. avium adalah kejadian yang jarang yang berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis (Wijaya & Putri, 2013). M. tuberculosis termasuk famili
Mycobacteriaceace yang mempunyai berbagai
genus, salah satunya adalah Mycobaterium dan salah satu speciesnya adalah M.
tuberculosis. Bakteri ini berbahaya bagi manusia dan mempunyai dinding sel lipoid
sehingga tahan asam. Bakteri ini memerlukan waktu untuk mitosis 12 – 24 jam. M.
tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga
dalam beberapa menit akan mati. Bakteri ini juga rentan terhadap panas – basah
sehingga dalam waktu 2 menit yang berada dalam lingkungan basah sudah mati bila
terkena air bersuhu 1000 C. Bakteri ini juga akan mati dalam beberapa menit bila
terkena alkhohol 70% atau Lysol 5% (Danusantoso, 2012).
C. Patofisiologi
M. tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
di ruang alveolus di bagian bawah lobus atau bagian atas lobus bakteri M.
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tadi dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala – gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau biasa dikatakan proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit tau berkembang biak di dalam sel. Bakteri
juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung 10 – 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari epilteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan terserang kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan komplek ghon. Komplek ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang mengalami
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan di mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
treakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau
bakteri M. tuberculosis dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas
kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut
fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang tedapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh
darah ( limfohematogen ). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai
aliran darah dalam jumlah lebih kecil yang kadang – kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain ( ekstrapulmoner ).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila focus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam
sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya & Putri, 2013).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
F. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:
2 Tidakinfeksi
Ada ada bukti
TB infeksi tuberkulin positif
Reaksi tes kulit tuberculin negative
- Isoniazid (INH).
- Ethambutol.
- Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri
dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler,
sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif