Anda di halaman 1dari 29

CRITICAL BOOK REPORT

FILSAFAT BAHASA

Oleh :

Nama : Gusti Khairani Nasution

NPM : 71180513021

Dosen : Rika Kartika,S.Pd.,M.Pd.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas tentang “CRITICAL BOOK
REPORT FILSAFAT BAHASA”. Meskipun masih banyak terdapat kekurangan. Dan juga
penulis berterima kasih kepada Ibu Rika Kartika,S.Pd.,M.Pd. selaku dosen mata kuliah Filsafat
Bahasa di UISU yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. Penulis sangat berharap tugas
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai isi buku
Filsafat Bahasa karya Drs.Muhammad Khoyin,M.Ag. Penulis uga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Sebelumnya
penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon
kritik dan saran yang membangun.

Medan,25 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR ......................................................................................... 4
B. TUJUAN PENULISAN CBR ........................................................................................................... 4
C. MANFAAT CBR .............................................................................................................................. 4
D. IDENTITAS BUKU ......................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
RINGKASAN ISI BUKU ............................................................................................................................. 6
I. Pengantar........................................................................................................................................... 6
II. Ringkasan Isi Buku ........................................................................................................................... 6
BAB III ....................................................................................................................................................... 26
PEMBAHASAN/ANALISIS ...................................................................................................................... 26
I. Keunggulan ..................................................................................................................................... 26
II. Kelemahan ...................................................................................................................................... 26
III. Implikasi ..................................................................................................................................... 27
BAB IV ....................................................................................................................................................... 28
PENUTUP .................................................................................................................................................. 28
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 28
B. SARAN ........................................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR


Pentingnya CBR adalah tugas yang mengharuskan kita untuk meringkas dan mengevaluasi
tulisan. Tugas CBR berupa buku,bab atau artikel. Dalam menulis CBR kita harus membaca
secara seksama tulisan agar bias memberikan tujuan dari tulisan dan evaluasi yang lebih
komprehensif, obyektif,dan faktual.

B. TUJUAN PENULISAN CBR


Tujuan penulisan CBR untuk menambah pengalaman,pengetahuan,dan wawasan ilmu
pengetahuan dan juga untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam hal mengkritik
buku serta menguatkan skill dan kemampuan dalam mengkritisi suatu buku untuk dijadikan
bahan CBR.

C. MANFAAT CBR
 Mengkritik sebuah buku dari segi bahasa dan pembahasan.
 Untuk memenambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang filsafat bahasa

4
D. IDENTITAS BUKU

Judul Buku :Filsafat Bahasa

Penulis :Drs.Muhammad Khoyin,M.Ag.

Penerbit :CV Pustaka Setia

Kota Terbit :Bandung

Tahun Terbit :2013

Edisi :ke-1

Jumlah Halaman :254 Halaman

5
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

I. Pengantar
Filsafat bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Adapun bahasa adalah alat untuk menyatakan atau
menyampaikan suatu pikiran yang merupakan hasil dari kerja akal di dalam otak. Berdasarkan
hal tersebut, perhatian para filsuf terhadap bahasa pun semakin besar. Mereka sadar bahwa
dalam kenyataannya, banyak persoalan filsafat dan konsep filosofis menjadi elas dengan
menggunakan analisis bahasa. Para tokoh filsafat analitika bahasa hadir dengan terapi analitika
bahasanya untuk mengatasi kelemahan, kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam
berbagai macam konsep filosofis. Sehubungan dengan cabang filsafat yang mengkaji masalah
berpikir secara benar, peranan bahasa sangat penting dalam menentukan pernyataan yang benar
atauun tidak benar, dengan bertolak adanya premis serta kesimpulan yang diberikan.

II. Ringkasan Isi Buku


BAB I Membangun Persepsi

Pada kalangan sebagian orang, filsafat adalah “jenis” pengetahuan yang menakutkan,
menyeramkan, dan menyesatkan. Akibatnya, filosafat diauhi dan tidak dipelajari, terutama
mereka yang ortodoks dan tradisional. Menurut Socrates, sebagai bapak filsafat Yunani, yang
menekankan moralitas dan kebijaksanaan, filsafat yang tidak rumit oleh cara-cara berfikir yang
rasional, bebas, dan spekulatif, tetapi lebih pada sikap yang bijaksana dan bermoral. Socrates
beranggapan bahwa nilai-nilai yang tetap dan pasti, ada menuju pada tercapainya suatu norma,
yaitu nilai-nilai yang bersifat mutlak dan abadi, suatu nilai yang sungguh-sungguh ada dalam arti
absolut. Pokok dari filsafat adalah menemukan hakikat dan makna hidup dalam kehidupan,
termasuk di antaranya adalah bahasa sebagai bagian dari kehidupan manusia.

Dari sudut etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philo” yang berarti mencintai dan
“Shopia” yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, penggabungan kedua kata Philein dan
Shopia adalah mencintai kebijaksanaan. Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam

6
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan
menyeluruh dengan segala hubungannya. Filsafat bersifat fungsional sebagai metode
menyelesaikan masalah,bukan semata-mata sebagai pengetahuan yang beridiri di atas menara
gading.

Obek materi filsafat antara lain tentang hakikat Tuhan, hakikat alam, dan hakikat manusia
termasuk hidup dan kehidupannya, termasuk di dalamnya adalah bahasa. Objek formanya adalah
usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek
materi filsafat. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, syarat-syarat berpikir yang disebut berfilsafat,
yaitu (1) berpikir dengan teliti, dan (2) berpikir menurut aturan yang pasti. Kedua cirri tersebut
menandakan berpikir yang insaf. Dengan demikian, berfilsafat atau berpikir filsafat bukanlah
sembarang berpikir, melainkan berpikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara
disiplin dan mendalam.

Adapun definisi bahasa yaitu (1)Sistem untuk mewakili benda,tindakan, gagasan dan keadaan.
(2)Peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep real mereka ke dalam pikiran orang
lain. (3)Kesatuan sistem makna. (4)Kode yang digunakan oleh pakar linguistic untuk
membedakan antara bentuk dan makna. (5)Ucapan yang menepati tata bahasa yang telah
ditetapkan. (6)Sistem tuturan yang dapat dipahami oleh masyarakat linguistik. Dalam pengertian
popular bahasa adalah percakapan. Bahasa muncul tatkala bunyi dan ide tampil bersama dalam
sebuah obrolan ataupun wacana. Dalam KBBI, disebutkan bahwa bahasa adalah “sistem lambing
bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri ”. dari semua definisi tentang bahasa tersebut, jelas
bahwa bahasa memiliki tujuh cirri sebagai berikut: sistematis, arbitrer(manasuka), ucapan/vocal,
simbol, selain mengacu pada suatu objek, bahasa juga mengacu pada dirinya sendiri, manusiawi
dan komunikasi. Fungsi-fungsi bahasa dikelompokkan dalam ekspresif,konatif, dan
representasional. Dengan fungsi ekspresifnya, bahasa terarah pada si pembicara, dalam fungsi
konatif, bahasa terarah pada lawan bicara. Dan fungsi representasional, bahasa terarah pada
objek lain di luar si pembicara dan lawan bicara.

Secara keseluruhan, filsafat bahasa dapat dikelompokkan atas dua pengertian: (1) Perhatian filsuf
terhadap bahasa dalam menganalisis, memecahkan dan menjelaskan problema dan konsep
filosofis. (2)Perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai obejk materi, yaitu membahas dan mencari

7
hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi perkembangan aliran dari teori-
teori lingkungan. Berdsarkan pengertian di atas, bahasa berfungsi sebagai sarana analisis para
filsuf dalam memecahkan, memahami dan menjelaskan konsep dan problema filsafat (bahasa
sebagai subjek). Pada dasarnya, perkembangan filsafat analitika bahasa meliputi tiga aliran
pokok, yaitu atomisme logis, positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa. Aliran-aliran filsafat
juga memiliki kelemahan, antara lain: kekaburan makna, bergantung pada konteks, penuh emosi,
menyesatkan. Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep
filosofis, perlu dilakukan pembaharuan bahasa, yaitu bahasa yang syarat dengan logika, sehingga
kebenaran ungkapan bahasa dalam filsafat dapat dipertanggungjawabkan.

Ada lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa, yaitu:

a. Metode historis, adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip
metode histografi yang meliputi empat tahapan: heuristik, kritik, interpretasi, dan histografi.
Heuristik artinya penentuan sumber kajian. Kritik artinya mengkritisi keabsahan sumber
kajian. Interpretasi artinya melakukan interpretasi terhadap isi sebuah sumber kajian.
Sedangkan histografi artinya tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.
b. Metode sistematis, adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada
pendekatan material (isi pemikiran).
a. Metode kritis, merupakan metode yang digunakan oleh mereka yang mempelajari
filsafat tingkat intensif. Untuk menggunakan metode ini diperlukan pengetahuan
filsafat.
c. Metode analisis abstrak, yaitu metode dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah.
d. Metode intuitif, yaitu metode dengan cara intropeksi intuitif dan memakai symbol-simbol.

Bidang yang dikaji filsafat bahasa,yaitu:

a. Filsafat Analitik, penggunaan istilah filsafat analitik atau filsafat linguistic atau filsafat bahasa
bergantung pada prefensi filsuf yang bersangkutan.
b. Filsafat Sintetik, tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang
telah diamati, sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam
pencarian sistem ilmiah.

8
c. Filsafat Hermeneutik, aliran utama ketiga pada abad kedua puluh meminam nama Hermes,
dengan alas an yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebagaimana tugas Hermes adalah
mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat
hermeneutik pun berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang
logika atau filsafat bahasa.

Filsafat bahasa dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu ontologi yang membahas keberadaan sesuatu
yang bersifat konkret secara kritis. Epistomologi yang merupaka pengetahuan sistematik
mengenai pengetahuan.

BAB II Filsafat Bahasa

Bahasa juga digunakan sebagai sarana berpolor ilmiah. Dimana berpikir merupakan
kegiatan untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan yang
menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari penyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan
deduksi adalah berpikir yang menarik kesimpulan khusus dari pernyataan-pernyataan yang
bersifat umum. Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yaitu bahasa, matematika, dan statistika. Bahasa
memungkinkan manusia berpikir secara abstrak,sistematis,teratur, dan terus-menerus, sehingga
menguasai pengetahuan. Dealam komunikasi ilmiah, bahasa yang dipakai adalah bahasa ilmiah,
baik lisan maupun tulisan. Adapun bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informative,
reproduktif atau intersubektif, dan antiseptik. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah
mengungkapkan infoemasi atau pengetahuan. Reproduktif adalah pembicara atau penulis
menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau
pembecanya. Adapun antiseptik menurut Kemey, berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan
tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsure emotif ini sulit dilepaskan
dari unsure informatif.

Bahasa juga memiliki kelemahan yang menghambat komunikasi ilmiah, antara lain:

Pertama, bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informative,


deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam prakteknya sukar untuk dipisah-pisahkan.
Akibatnya, ilmuan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika

9
mengkomunikasikan pengetahuan informatifnya. Kedua, kata-kata mengandung makna atau arti
yang tidak seluruhnya jelas dan eksak. Ketiga, bahasa sering bersifat sirkular (berputar-putar).

Perkembangan filsafat dalam tradisi Barat diperkenalkan oleh ahli-ahli filsafat Yunani abad ke-6
SM dengan Heraclitus sebagai pelopornya. Setelah itu, muncul golongan sofis yang
memperteguh uraian Heraclitus tentang kesatuan anatara bahasa dengan realiti. Tokoh penting
yang menyemarakkan perkembangan filsafat bahasa sebagai kajian ilmiah adalah Plato,
Aristoteles, dan kumpulan Stoik. Para pengkaji filsafat barat sependapat bahwa era filsafat
modern barat bermula dengan Rene Descartes (1596-1650) yang terkenal dengan kaidah
“Kesangsian Cartesian” dalam menjawab persoalan epistomologi tentang kebenaran ilmu. Cirri-
ciri penting Cartesian Linguistics, yaitu: (1)Bahasa manusia bebas dari rangsangan dan tidak
semata-mata berfungsi komunikatif, tetapi lebih sebagai alat pernyataan pemikiran dan gerak
yang tepat dalam situasi baru. (2)Bahasa memiliki dua aspek, yaitu aspek dalam dan aspek luar.
(3)Pengolahan rumus-rumus tata bahasa tidak tunduk pada data empiris. (4)Yang penting dalam
tata bahasa dan logika adalah cara bahasa menampilkan dan menggabungkan ide-ide, bukan
kaitan bahasa dengan realitas. Setelah Decartes, era kebangkitan zaman modern ditandai oleh
kemunculan Giambattista Vico (1668-1744) yang berbeda pandangan dengan Decartes. Apabila
Decartes menolak historiografi, retorika, dan filologi, Vico menganggap semua itu sebagai
sumber makna dan gambara “kuasa” bahasa. Sumber dan kaidah tradisional dalam pengkajian
bahasa itu dianggapnya lebih tinggi nilainya daripada teori saintifik dan kajian yang
diketengahkan oleh Descartes sebagai asas kebenaran ilmu. Jean Jacques Rosseau (1712-1778)
dan Johann Gottfried Herder (1744-1803) melanjutkan kajian Vico tentang asal-usul bahasa.
Kemurnian bahasa pada peringkat awal yang dianggap Rosseau bersamaan dengan musik
kemudian menghilang dalam proses bahasa memperoleh ciri kejelasan dan keobektifan.
Perkembangan filsafat bahsa dalam kebangkitan zaman modern selanjutnya dikaitkan dengan
kemunculan sarjana Jerman, Wihelm von Humboldt (1767-1835). Tema pokok tulisan-
tulisannya berpusat pada sifat kekreatifan bahasa baik dari segi tata bahasa maupun segi
leksikalnya. Ada empat aspek yang penting dalam perkembangan teori linguistic dan psikologi,
khususnya dalam pendidikan bahasa, yaitu: aspek kreatif penggunaan bahasa, keabstrakan
lambing-lambang linguistik, keumuman struktur linguistik dasar, peranan organisasi intelek
nurani dalam proses kognitif atau mental.

10
BAB III Filsafat Analitik Bahasa

Secara etimologi, kata analitik berarti investigative, logis, mendalam, sistematis, tajam,
dan tersusun. Ada beberapa aliran dalam filsafat analitik melalui pandangan tokoh-tokohnya,
antara lain:

a. Aliran Atomisme Logis

Aliran ini dikenal pertama kali pada tahun 1918 melalui tulisan-tulisan Bertrand Russel,
kemudian mencapai puncaknya dalam pemikiran Wittgenstein melalui karyanya yang berjudul
Tractatus Logico-Philosophicus. Tujuan utama pembahasan ini adalah mengenal secara baik
konsep otomisme logik dengan jalan membandingkan pemikiran kedua tokoh yang
bersangkutan. Pemikiran filosofis Bertrand Russel, dunia terdiri atas fakta-fakta atomis(atomic
facts). Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Russel menentukan titik-titik pemikirannya
berdasarkan bahasa logika. Ia berkeyakinan bahwa teknik analisis yang didasarkan pada bahasa
logika itu dapat menjelaskan struktur bahasa dan struktur realitas. Kesimpulan logis secara
umum itu digambarkan atau dilukiskan Russel berdasarkan fakta. Menurut Russel, analisis
bahasa yang benar dapat menghasilkan pengetahuan yang benar pula tentang dunia, karena
unsure paling kecil dari bahasa merupakan gambaran unsure bpaling kecil dari dunia fakta.
Dengan kata lain, ada kesamaan antara struktur dunia fakta atau realita pada satu pihak dan dunia
kata atau symbol. Dalam pengantar Tractacus, Wettgenstein menyoroti persoalan besar
kekacauan bahasa sebagai penyebab sulitnya memahami pesoalan yang disaikan filsafat.
Kekacauan bahasa itu disebabkan oleh kesalahpahaman dalam penggunaan bahasa logika, yang
mengakibatkan tidak adanya “tolok ukur” yang dapat menentukan apakah suatu ungkapan filsaft
itu bermakna dan kosong belaka. Menurut Wittgenstein, fakta adalah suatu peristiwa atau
keadaan dan suatu peristiwa itu adalah kombinasi dari benda atau objek yang berada di dunia.

b. Positivisme Logik

Aliran yang semula dikenal dengan lingkaran wina inididirikan oleh Moritz Schlick pada
tahun 1922. Tokoh yang bergabung dengan aliran ini adalah para ahli matematik,logika,dan
sains, sehingga dapat “diraba” corak pemikiran aliran ini pada sebelumnya. Kecenderungan
terhadap sesuatu yang bersifat positif dan pasti, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
merupakan corak pandangan yang khas dari kaum positivisme logik ini. Aliran ini secara nyata

11
dipengaruhi oleh pemikiran Moore dan Atomisme Logik (Russel dan Wittgenstein),terutama
dalam penerapan teknik analisis bahasa. Akan tetapi, dalam hal tertentu mereka (kaum
positivisme) bahkan lebih tegas menunjukkan corak pandangan yang pasti, yaitu menolak
metafisika,teologi,dan etika. Tehnik analisis bahasa dari kaum Atomisme Logik yang telah
dibumbui corak positif oleh kaum positivisme logik ini, menimbulkan perbedaan yang hakiki di
antara kedua aliran filsafat analitik ini. Kendatipun demikian, sejarah filsafat mencatat, tradisi
analisis bahasa yang sesungguhnya terdapat dalam pemikiran Moore-Russel-Wittgenstein.
Positivisme Logik hanya dianggap sebagai penyelangan dari tradisi analisis yang sesungguhnya
dari ketiga tokoh filsafat analitik tersebut.

Secara khusus, Wittgenstein menyebutkan tiga hal yang tidak dapat diungkapkan ke dalam
sebuah proposisi, yang disebut dengan istilah “the Mystical”. Ketiga hal tersebut antara lain:
Subjek yang termasuk dalam lingkup dunia tetapi hanya merupakan suatu batas dunia, kematian
dan Allah yang tidak menyatakan dirin-Nya dalam dunia. Adapun tugas-tugas filsafat, yaitu:
(1)Bertitik-tolak pada penggunaan bahasa sehari-hari,dengan meneliti dan membedakan aturan-
aturan dalam permainan bahasa. (2)Menunjukkan pada lalat jalan keluar dari sebuah botol lalat.
(3)Analisis bahasa harus berfungsi sebagai metode netral,dan tidak ikut “latah” memberikan
informasi penafsiran tentang realitas.

BAB IV Makna dan Tanda Dalam Bahasa

Makna dibagi menjadi dua tataran, yaitu denotative (sistem makna primer) dan konotatif
(sistem makna kedua). Menurut Roland Barthes konotasi merupakan tanda yang penandanya
mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi dan sebaliknya, tingkat keterbukaan
maknya rendah. Sedangkan, denotasi merupakan tanda yang menghasilkan makna-makna
eksplisit. Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya, bahkan
dirancukan dengan referensi atau acuan. Kajian makna disebut “semantik”. Kata semantic
berasal dari bahasa Yunani sema (nomina) “tanda” atau lambang, yang verbanya semaino
“menandai” atau melambangkan. Dengan kata lain semantic adalah salah satu bidang linguistik
yang mempelajari makna atau arti, asal-usul, pemakaian, perubahan, dan perkembangannya.
Sejarah semantic dimulai pada tahun 1825 dikenalkan oleh seorang berkebangsaan Jerman,
C.Chr.Reisig, yang mengemukakan konsep baru tentang grammar. Menurutnya, grammar
meliputi tiga unsure utama yaitu: (1)Semasiologi, ilmu tentang tanda.(2)Sintaksis,ilmu tentang

12
kalimat.(3)Etimologi,ilmu tentang asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk ataupun
makna. Ada dua konsep baru yang ditampilkan oleh Saussure yang sekaligus merupakan revolusi
dalam teori dan penerapan studi kebahasaan. Kedua konsep itu adalah (1) linguistic pada
dasarnya merupakan studi kebahasaan yang berfokus pada keberadaan bahasa itu pada waktu
tertentu sehingga studi yang dilaksanakan harus menggunakan pendekatan sinkronis atau studi
yang bersifat deskriptif. (2) bahasa merupakan suatu gestalt atau totalitas yang didukung oleh
berbagai elemen, yaitu antara elemen satu dan lainnya mengalami ketergantungan dalam rangka
membangun keseluruhannya.

Hubungan semantik dengan filsafat yaitu filsafat sebagai studi tentang kearifan, pengetahuan,
hakikat realitas ataupun prinsip, memiliki hubungan sangat erat dengan semantik. Hal ini karena
dunia fakta yang menjadi objek perenungan adalah dunia simbolik yang terwakili dalam bahasa.

Hubungan semantik dengan psikologi yaitu memiliki hubungan yang sangat erat antara keduanya
salah satunya ditandai oleh kehadiran disiplin ilmu yang mengkaji linguistik dari sudut psikologi
yaitu psikolinguistik.

Hubungan semantik dengan antropologi dan sosiologi yaitu mengkaji masalah manusia dalam
masyarakat. Pusat kajian antropologi adalah sekelompok masyarakat tertentu, sedangkan pusat
kajian sosiologi pada kelompok masyarakat yang lebih luas. Antropologi mengkaji
perkembangan masyarakat yang realita homogen dengan berbagai karakteristiknya, sedangkan
sosiologi mengkaji proses perkembangan social-ekonomi masyarakat yang heterogen.

Hubungan semantik dengan sastra yaitu sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni,
menggunakan bahasa sebagai media pemaparnya. Akan tetapi, berbeda dengan bahasa yang
digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya sastra memiliki kekhasan tersendiri. Hal tersebut
karena bahasa dalam karya sastra merupakan bentuk idiosyncratic, yaitu tebaran kata yang
digunakan merupakan hasil pengolahan dan ekspresi individual pengarangnya. Kode dalam
sastra memiliki dua lapis, yaitu lapis bunyi dan lapis makna.

Hubungan semantic dengan semiotika yaitu semiotika menghubungkan makna terhadap tanda,
makna sebagai ide utama dalam mendefinisikan dan menganalisis tanda dan semantik adalah
studi tentang makna yang dikomunikasikan melalui bahasa yang merupakan bagian dari
linguistik.

13
BAB V Filsafat Bahasa dan Hermeutika

Hermeutika adalah proses kejiwaan, seni untuk menentukan atau merekonstruksi proses
batin. Tugas hermenutika menurut Dilthey adalah melengkapi teori pembuktian validitas
interpretasi agar mutu sejarah tidak tercemari oleh pandangan-pandangan yang tidak
dipertanggungjawabkan. Bahasa bagi manusia adalah media yang fital dan menentukan. Artinya,
berbagai arti dan makna lahir dari bahasa. Nilai dan moral pun dapat jelas karena digambarkan
oleh bahasa. Bahasa adalah alat yang paling penting bagi manusia untuk dijadikan sebagai media
menjelaskan ekspresi dan menggambarkan ide-ide yang abstrak. Patokan yang jelas bagi
fungsionalisasi hermeneutika adalah batasan nilai dan moral penafsir. Sebagai usaha manusia
untuk memahami dan menyeimbangkan antara tafsir dengan fakta yang dihadapinya,manusia
membutuhkan keseimbangan antara rohani dan jasmani, antara kesedihan dean kesenangan.

BAB VI Bahasa dan Psikologi

Materi bahasa bisa dipahami melalui lingustik. Yudibrata mengemukakan bahwa linguistik
adalah ilmu mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan terori-teori bahasa. Akan tetapi, siswa
sebagai pembelajar bahasa, sebagai organisme dengan segala prilakunya termasuk proses yang
terjadi dalam dirinya ketika belajar bahasa, tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya bisa
dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu psikologi. Atas dasar hal tersebut,
muncullah disiplin ilmu baru yang disebut psikolingusitik atau disebut juga dengan istilah
psikologi bahasa.
1. Pengertin Psikolingustik
Psikologi berasal dari bahasa inggris psychology. Kata psychology berasal dari bahasa greek
(yunani). Yaitu dari dasar kata psyche yang berarti jiwa, roh, sukma dan logos yang berarti ilmu.
Jadi, secara etimologi, psikologi berarti ilmu jiwa. Pengertian psikologi ini sesuai dengan
kenyataan yang ada selama ini, bahwa para psikolog menekankan penyelidikan terhadap perilaku
manusia yang bersifat jasminah (aspek psikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan
efektif). Tingkah laku psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk,
berjalan, sedangkan tingkah laku kognitif dan efektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat
tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, berperasaan, dan sbagainya. Secara lebih rinci dalam
webster’s new cpllegiate dictionary (nikelas, 1988:10) dinyatakan linguistics is the study of
human speech including the units, nature, structure, and modification of language ‘linguistik

14
adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan
perubahan-perubahan bahasa. Pada hakikatnya, dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses
memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kegiatan ini, garnham mengemukakan,
‘psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang
menggunakan bahsa, baik pada saat memproduksikan maupun memahami ujaran.”

2. Keterkaitan Antara Bahasa dan Pikiran


Pada hakikatnya, dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami
ujaran. Dalam kegiatan ini, dalam penggunaan bahasa terjadi proses pengubahan kode menjadi
pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan
pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode. Menurut chaplin, ranah ini berpusat diotak yang
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertali dengan ranah
rasa. Sapir dan worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran,
yaitu sebagai berikut:
a. Hipotesis pertama adalah linguisitic relativisme hypothesis yang menyatakan bahwa
perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif bahasa
(nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang
menggunakan bahasa tesebut.
b. Hipotesis kedua adalah lingusitics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa
memengaruhi cara individu memersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain,
struktur kognisi menusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
3. Kompleksitas Dalam Ujaran dan Pikiran
Pada umunnya, suatau pemikiran yang kompleks dinyatakan dalam kalimat yang kompleks
pula. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam mengungkapkan sebuah kalimat, dibutuhkan
pemikiran yang kompleks. Muncuknya kompleksitas makna dalam kalimat yang kompleks
dikarenakan dalam kalimat tersebut terdapat proposisi yang jumlahnya sangat banyak. Dalam
penerapan, proposisi tersebut dapat bertindak sebagai anak kalimat yang menjadi pelengkap
untuk kalimat induk. Selain itu, kalimat itu dapat diperpanjang jika setiap akhir dari kalimat
tersebut adalah nomina. Kompleks makna dapat terwujud dalam bentuk-bentuk lain, salah
satu penyebabnya adalah keadaan.

15
Berbicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat serat karena psikologi mempelajari perilaku,
dan perilaku manusia tidakan lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai
perilakunya. Dilihat dari hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat persamaan fungsi, yaitu
keduannya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila ditunjang oleh
psikologi. Begitu juga sebaliknya, psikologi sastra memiliki landasan pijak yang kuat karena,
baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari manusia.
Menurut siswantoro, sebagai ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia,
terutama pada perilaku manusia (humana behavior or action), psikologi juga ditafsirkan sebagai
lingkup gerak jiwa, konflik batin tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra secara tuntas. Dengan
demikian, pengetahuan psikologi dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam menelusuri sebuah
karya sastra secara tuntas.
Adapun dalam hardjana, psikologi sastra adalah pendekatan yang memanfaatkan teori-teori
psikologi untuk mengkaji sastra. Dalam endraswara, dijelaskan psikologi sastra adalah sebuah
interdisiplin antara psikologi dan sastra, yang sama-sama mengangkat masalah kehidupan
manusia dan melukiskan potret jiwa. Oleh karena itu, tanpa kehadiran psikologi sastra dengan
berbagai acuan kejiwaan, pemahaman sastra akan tumbang. Sekalipun demukian, psikologi
sastra tidak bermaksud memecahkan masalah psikologi praktis, secara definitif, tujuan psikologi
sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra yang
disebut dengan karya sastra psikologis, baik novel maupun puisi.
Pelacakan mengenai problem batin dan kejiwaan dilandasi konsep bahwa pendekatan psikologi
adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas peristiwa
kehidupan manusia.
Dialog pemikiran marxis dan psikoanalisis dimulai pada 1963 ketika louis althusser, fisuf
komunis terkemuka di prancis, mengundangb jacques lacan untuk memberikan seminar di ecole
normale. Selama priode itu, aktivitas interdisipliner berkembang pesan. Setahun setelah dialog ,
althusser memublikasikan artikel yang sangat terkenal “freud and marx”. Ia mengatakan . baik
marx maupun freud menciptakan ilmu baru. Masing-masing menemukan objek pengetahuan
yang baru.
Mengenai bahasa dan manusia pemakaiannya, lacan melihat manusia terkungkungoleh struktur
bahasa. Bahasa seolah-olah menjadi penjara bagi manusia dan iya todak dapa keluar dari penjara

16
itu. Kebudayaan manusia sangat dikuasai oleh struktuk dan sistem bahasanya . manusia bukan
lagi penguasa pikirannya karena yang menguasai pikirannya itu adalah bahasa yang
digunakannya.
Symbolic order
Istilah lacan yang terkenal lainnya dalah symbolic orde. Berkaitan dengan pernyataan claude
levi-struss bahwa setiap masyarakat diatur oleh seperangkat tanda , aturan, dan ritual sehingga
setiap anak bisa memasuki realitas tanpa memasuki symbolic order ini.
Untuk memasukinya, ada tiga tahap yang secara halus merupakan ketundukan terhadap hukum
ayah (law of the father).
Tahap pertama , pra-oedipal, atau fase imajiner – merupakan antiyesis symbolic order. seorang
bayi (bayi=infant; enfans=belum bersuara) yang berumur antara 6 dan 18 bulan belum bisa
mengenali bayangan sendiri dicermin
Tahap kedua, atau cermin, masih merupakan bagian darifase imajiner. Seprang bayi mengenali
image dirinnya melalu cermin pandangan ibunya sebagai dirinya yangbrel. Tahap ini merupakan
perkembangan normal dari perkembangan dirinnya.
Tahap ketiga, oedipal. Fase ini merupakan periode perkembanngan perpisahan antara ibu dan
bayi, dari bayi infant menjadi seorang anak tidak seperti infant , seorang anak tidak memandang
dirinya sebagai unit.dalam tahap ini, seorang anak menganggap ibunya sebagai hal lain.

BAB VII Kekuatan Simbol dalam Bahasa

Simbol merupakan lambang yang biasa kita gunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang
penting dan bermakna. Kita memerlukan simbol karena kata-kata biasa tidak mampu lagi
mengungkapkannya.terutama untuk kenyataan tinggi yang ingin kita sampaikan. Ssimbol, atau
bahasa indonesia “tamsil-ibarat”, diperlukan sebagai alat mengungkapkan “kenyataan tinggi”
kehidupaan manusia. Secara etimologis, tamsil berarti perumpamaan, sedangkan ibarat adalah
sesuatu yang harus diseberangi.
Bahasa merupakan salah satu dari bentuk simbolik, tetapi ia merukan bentuk simbolik yang
khas. Pada satu sisi, layaknya bentuk-bentuk simbolik lainnya., bahasa menstrukturkan realitas
sosial sekaligus distrukturkan olehnya. Ia juga berfungsi menyatuhkan sebuah masyarakat
penutur, sekaloigus memisahkannya menjadi kelas-kelas. Namun, pada sisi lain, berbeda dengan

17
bentuk simbolik lain, bahasa merupakan bentuk simbolik yang sepenuhnya formal. Ia tetap
memiliki makna tanpa harus merujuk pada sesuatu yang nyata sebagai referensi, sehingga
memiliki kemampuan generatif tak terbatas. Tak ada sesuatu pun yang tak bisa dikatakan dalam
bahasa dan [bahkan] mungkin untuk mengatakan bukan apa-apa (nothing). Orang dapat berkata
apa pun dalam bahasa, yakni, dalam batas kegramatikan.
Otonomi bahasa, seperti hal nya bentuk-bentuk simbolik lain, bersifat relatif terhadap struktuk
sosial. Kekuatan bahasa berakar pada homologi strukturalnya dengan ruang sosial. Alih-alih
mendapatkan kekuatan dari dalam dirinya sendiri, seperti diayakini relativisme linguistik sapir-
whorf, skema klarifikasi. Dan evalakuasi realitis yang terkandung dalam bahasa memiliki
kekuatan menstrukturkan realitas yang terkandung karena ia sendiri distrukturkan oleh realitas.
Dalam hal ini jelas bahwa pandangan bourdieu lebih dekat dengan wittgenstein dari oada
hipotesis sapir-whorf.
1. Negara dan perlembagaan bahasa resmi
Sebagai bentuk simbolik yang semena, bahasa tak memiliki batas alamiah. Batas geografis
antara penutur bahasa-bahasa yang berbeda tidak pernah setegas garis teritorial negara.
2. Bahasa dan efek perfomatif
Bahasa adalah sarana manausia untuk memahami dan mengklarifikasi tealitas. Karena itu
melalui tindak penamaan, terutama yang diakui secara luas, seorang agen bisa
menstrukturkan persepsi terhadap realitas dengan cara tertentu, dan mempertahankan atau
mengubah realitas itu sendiri.
Dengan demikian, pandangan bourdieu mengenai bahasa, kuasa simbolik, dan hubungan antara-
keduannyaa, berada di bawah cengkeraman kuasa simbolik.
Tidak ada topik yang diperhatikan dikalangan cendekiawan selama lima puluh tahun terakhir
sesering topik bhasa. Para filsuf, antropolog dan makna. Disiplin-disiplin ilmu yang baru telah
tercipta, seperti semantik, semiotik, psikolinguistik, dan sosiolinguistik. Jika ada satu ciri yang
terdapat pada semua orang, ciri itu adalah bahasa lisan.
Contoh terbaik simbol analogis sejenis ini terjadi ketika manusia berusaha untuk berbicara
tentang pengaruh atau proses atau daya kekuatan yang tidak terlihat dan terdengar. Semua ini
terasa real, tetapi tidak dapat dimasukkan ke dalam pola pengalaman manusia yang sudah
terbiasa. Bagaimana daya kekuatan itu dapat dilukiskan atau bagaimana hubungan dengan daya
kekuatan itu dapat dibuat tetap? Jawbannya adalah dengan memperluas bentuk-bentuk bahasa

18
manusia seluas-luas. Bagi kelompok-kelompok sosial yang tetap dan terbatas, Allah
divisualisasikan sebagai yang yang hidup pada puncak suatu kompleks hierarkis. Dasarnya
mungkin bergaris tenga ekstensif; mungkin ada banyak tingkat dalam analogi-analogi
memuncak; tetapi, pada batas ketinggian yang transenden, ada dia yang ditunjuk dan dirayakan
oleh semua bentuk simbolis.
Dengan demikian, metode ilmuwan (dan teolog “alam”) adalah membandingkan kemudian
menyampaikan temuan-temuan mereka dengan menggunakan analogi.

BAB VIII Bahasa Agama dan Budaya

Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasadan kebudayaan. Ada yang mengatakan
bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan
kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat,
sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada lagi yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi
kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa.
Sebaliknya, ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara
berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Faktor budaya juga berhubungan dengan bahasa. Kata “kamu” dan “kau” misalnya, diucapkan
berbeda dalam konteks budaya berbeda. Sebutan “bapak” di negara yang menggunakan bahasa
pengantarnya bahasa inggris cenderung tidak digunakan. Mereka akan langsung menggunakan
sebutan nama diri/ nama orang kepada lawan bicara yang lebih tua sekalipun. Hal yang wajar
bagi masyarakat penutur bahasa inggris ini tentu saja tabu jika dipakai oleh penutur bahasa
melayu atau indonesia. Bahkan, lebih tabu lagi jika dipakai dalam masyarakat aceh yang terkenal
kental adat istiadatnya dalam mengghormati orang lebih tua. Contoh lainnya dalam bahasa
inggris adalah kata “mati”. Bahasa indonesia memiliki beberapakan kata yang memiliki makna
yang sama dengan maksud kata “mati” misalnya, meninggal dunia , punah, mangkat, wafat,
tewas, lenyap dan sebagainya. Sedangakan dalam bahasa inggris hanya ada dua kata, yaitu die
dan pass away.
Dari sejarah perkembangan filsafat modern, filsafat positivisme berpengaruhi penting bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu alam. Pada abad 1920-an , filsafat
positivisme comte mengalami perkembangan dramatis, terutama dengan hadirnya kaum positivis

19
logis, khususnya didalam lingkungan wina (vienna circle). “logical positivisme” (positivisme
logis) dan vienna circle (lingkungan wina) memiliki sejarah yang saling terkait. Penamaan
positivisme logis diberikan pada 1931 oleh A.E Blumberg dan herbert feigl terhadap seperangkat
gagasan filosofi yang diperkenalkan oleh vienna circle. Penamaan serupa untuk positivisme
logis, yaitu consistent empiricism, logical empiricism, scientific empiricism, dan logical neo-
positivism. Meskipun menyesatkan, nama positivisme logis sering digunakan secara lebih luas,
termasuk ke dalam filsafat “analitik” atau filsafat “bahasa biasa” (ordinary language) yang
berkembang di cambridge dan oxford. Lihat, john passmore, “ logical positivism”.
Untuk verifikasi ini, kita harus mengetahui pendapatan carnap, tentang perbedaan paling penting
dari dua tipe hukum dalam ilmu alam, yaitu pembedaan antara hukum-hukum empirisme dan
hukum-hukum teoretis.
adalah hukum-hukum dapat dikonfirmasikan secara langsung dengan observasi-observesi
empiris. Istilah “observabele” sering digunakan untuk banyak fenomena yang secara langsung
dapat diamati sehingga dapat dikatakan bahwa hukum-hukum empiris adalah hukum-hukum
tentang yang kelihatan (observable). Disebut pula sebagai hukum-hukum abstrak atau hipotesis.
“hipotesis” tidak mungkin sesuai karena ia memberi kesan bahwa pembedaan antara dua tipe
hukum itu didasarkan atas tingat (degree) untuk hal yang menjadi konfirmasi. Namun, suatu
hukum empiris, apabila ia adalah sebuah hipotesis tentatif, hanya dikonfirmasikan pada tingkat
yang rendah. Ia masih menjadi satu hukum empiris meskipun dapat dikatakan bahwa ia telah
menjadi cukup hipotesis.
Dalam domain metafisika, termasuk semua filsafat nilai dan teori normatif, analisis logis
menghasilkan hasil negatif bahwa pernyataan-pernyataan (statements) yang dinyatakan adalah
tanpa makna. Dalam pengertian yang kaku, serangkaian kata adalah tanpa makna apabila ia
bukan merupakan sebuah perntanyaan didalam bahasa yang spesifik.
Di dalam afbau, carnap memiliki fenomenalistikk atau basis data indriawi untuk konstruksinya
yang dipengaruhi oleh epistemologi neo-positivis mach dan russel. Dia memperhadapkan
penentangan yang kuat atas dasar ini dari peserta aktif lainnya dalam lingkungann wina, yaitu
ottto neurath. Dengan memunculkan tradisi materialis, neurath menyokong basis atau bahasa
“physicalitistic” dan diterima carnap.
Positivisme logis yang ditampilkan beberapa pokok pemikiran carnap dimuka memberikan
tantangan tersendiri bagi agama. Proposisi atau pernyataan disebut bermakna apabila diverifikasi

20
dengan pengamatan (observasi) indriawi memunculkan pernyataan-pernyataan dari agama itu
sendiri. Misalnya, untuk menentukan apakah pernyataan “Tuhan ada” itu makna, dalam
pandangan positivisme logis harus diverifikasi dengan pengalaman indriawi. Jika pernyataan itu
tak dapat diverifikasi, dengan pengalaman empiris/indriawi maka ia dianggap tak dapat
bermakna. Hans kung ketika mengkritisi ulang prinsip verifisikasi dan kebermaknaan kaum
positivis logis khususnya dari Rudolf Carnap, ia memunculkan sejumlah pertanyaan fundamental
terhadap kriteria kebermaknaan suatu pernytaan (proposisi) yang diajukan dengan kontruksi
bahasa. Ilmu-ilmu alam dan logika matematika. Sebagaimana Hans Kung, kalangan agama
tampaknya juga mencemaskan prinsip verifikasi ini karena logika modern dan teori pengetahuan
yang anti-metafisika berarti pula anti teologi (anti-agama).
Dalam kehidupan beragama, pemaksaan yang bersifat tunggal dan menegasikan cara-cara
pemaksaan dari pihak yang berbeda (baik yang mengaku beragama maupun tidak
beragama/bertuhan) pada gilirannya akan menjadikan hasil pemaksaan tersebut sebagai berhala
baru, menggantikan “Tuhan”-Realitas yang hendak dicapai. Jika ini terjadi, kata “Tuhan” akan
jatuh ke dalam truth claims yang saling mengahancurkan umat manusia. Sayangnya,
pengandaian semacam itu sudah menjadi kenyataan beradab-abad sejak manusia mengaku
mengenal kata “Tuhan” dalam sistem keyakinan yang dipeluknya.

BAB IX Tokoh Filsafat Bahasa

Filsuf yang dapat dianggap sebagai penyebar benih filsafat bahasa, antara lain socrates,
Aristoteles, Descartes, john lockce, david hume, Immanuel Kant, dan G.E. Moore. Khusus
mengenai Moore, sengaja kita letakkan dalam kelompok penyebar benih filsafat analitik-
meskioun ia merupakan penyulut api revolusi filsafat di inggris yang menentang dominasi kaum
hegelian-karena ia hanya menjalankan teknik analisis menempatkan Moore dalam salah satu
aliran filsafat analitika karena corak pemikirannya dalam lingkup filsafat analitik masih bersifat
umum. Kendatipun demikian, sumbangan Moore bagi perkembangan filsafat analitik jauh lebih
besar daripada penyebar benih filsafat analitik lainnya.

SOCRATES (469-399 SM)


Filsuf piawai dari athena ini hidup pada masa ketika filsafat hanya dipakai sebagai alat
perdebatan bagi kaum sofis. Kaum sofis inilah yang membawa perubahan terhadap corak

21
pemikiran filsafat yang semula terarah pada kosmos (alam semester), menjadi corak berpikir
falsafati yang terarah pada teori pengetahuan dan etika.
ARISTOTELES (384-322 SM)
Fisuf piawai kel;ahiran stageira ini termasuk salah seorang cucu murid socrates yang paling
genius dalam bidang filsafat. Ia telah banyak menulis karya filsafat. Salah satunya karyanya,
organon, merupakan sumbangan paling berharga bagi bidang filsafat analitik. Karya tersebut
berisikan aturan pikir yang sekarang lebih dikenal dengan istilah logika.
Pokok masalah yang dibahas Aristoteles dalam organon atau yang kemudian lebih dikenal
dengan nama logika tradisional itu meliputi pengertian dan penggolongan artian, keterangan,
batasan, susunan pikiran, pnyimpulan langsung dan sesat pikiran, adalah butir-butir pemikiran
yang bertautan erat dengan bahasa. Dengan mempelajari aturan pikir yang diajukan Aristoteles
itu-suatu bentuk penalaran deduktif-kita (memperoleh keputusan yang terjamin keabsahannya
(valid). Keseluruhan dalam maksud putusan yang diutarakan dengan kata atau rangkaian kata
(gatra) itu disebut kalimat. Bahasa (dengan kata dan kalimat) memang alat dan penjelmaan
pikiran. Sebab itu, logika erat hubungannya dengan bahasa. Di sinilah, kita dapat melihat
besarnnya pengaruh yang ditanamkan Aristoteles terhadap pemikiran tokoh-tokoh filsafat
analitik, terutama kaum atomisme logik dan positivisms logik, sebab dalam pemikiran mereka
tampak kecenderungan yang kuat untuk menerapkan aturan pikiran ke dalam bahasa filsafat.\
RENE DESCARTES (1596-1650)
Filsuf Prancis ini dijuluki sebagai “bapak filsafat modern” karena ia menempatkan akal pikiran
(rasio) pada kedudukan yang tertinggi, satu hal yang memang didambakan oleh manusia zaman
modern. Ia adalah salah satu tokoh penting bahasa yang dianggap sebagai satu-satuanya orang
yang menunjukkan adanya pemikiran tentang kebebasan. “dia menarik perbedaan yang tajam
anatara ucapan-ucapan hewan, yang selalu ditimbulkan oleh stimulus tertentu, dan kinerja
linguistik asli, yang melibatkan kemampuan untuk merespons dengan tepat berbagai masukan
tak terbata. Misalnya burung beo bisa diajarkan untuk mengatakan selamat pagi, nyonya, tetapi
ini hanya akan menjadi ekspresi dari gairah untuk mendapatkan makan jika ia selalu diberi
makanan kecil ketika mengatakan kata-kata itu. Adapun manusia sebagai pengguna bahasa,
sebaliknya, dapat memberikan jawaban tepat dan mengatakan sesuatu dalam keberadaannya
(eksistensinya) yang bermakna terhadap apa pun.untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang

22
tidak diragukan lagi kebenarannya, Descartes menggariskan empat langkah/aturan sebagai
berikut.
1. Kita harus menghindari sikap tergesa-gesa dan prasangka dalam mengambil suatu keputusan,
dan hanya menerima yang dihadirkan pada akal secara jelas dan tegas sehingga mustahil
disangsikan.
2. Setiap persoalan yang diteliti, dibagikan dalam sebanyak mungkin bagian sejauh yang
diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
3. Mengaturan pikiran sedemikian rupa dengan bertitik tolak dari objek yang sederhana sampai
objek yang kompleks
4. Setiap permasalahan ditinjau secara universal atau menyeluruh sehingga tidak ada yang
dilalaikan.
DAVID HUME (1711-1776)
Tokoh empiris yang berasal dari inggris ini menganggap pengalamann sebagai sarana yang
paling memadai untuk mencapai kebeneran. Bagi Hume, sumber segala pengertian filosofi
adalah pengalaman indriawi yang meliputih isi pengertian , hubungan antara pengertian, serta
kepastian pengertian. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan Descartes yang
mempercayai akal sebagai sarana untuk mecapai kebenaran.
IMMANUEL KANT (1724-1804)
Immanuel karit lahir pada 22 april 1724 di konigsberg, prusia timur (sekarang kaliningrad, rusia).
Ia menghabiskan seluruhnya menjadi profesor logika dan metafisika tahun 1770 sebelum
menjadi rektor. Dalam hidupnya, ia mencapai sebuah revolusi dalam pemikiran filosofis jermal,
membuka jalan untuk idealisme fichte, schrlling, dan hegel. Di tempat ini, pengarruhnya
dirasakan lebih lambat (meskipun coleridge pengagum awal), tetapi efeknya kembali mendalam.
Kant meninggal pada 12 februari 1804.
GEORGE EDWARD MOORE (1873-1958)
Fisuf inggris yang satu ini lebih istimewa daripada tokoh yang telah kita bicarakan sebelumnya
sebab melalui pemikiran moore inilah benih menampakkan tunasnya. Meskipun moore belum
mencanangkan analisis bahasa sebagai satu satunya metode bagi filsafat, ia dapat dianggap
sebagai pencetus gagasan bagi kehadiran filsafat analitik adab ke dua puluh ini. Hal itu berkaitan
erat dengan penentangan yang dilakukannya terhadap pengaruh filsafat kaum hegelian di inggris
pada waktu itu.

23
J.L. AUSTIS (1911-1960)
Yohanes langshaw austis (1911-1960) adalah profesor filsafat moral di oxford 1952-1960. Ia
seorang tokoh terkemuka yang dikenal sebagai filsuf bahasa biasa, sebagai inisiator teori tindak
tutur dalam bentuk modern. Ia sangat berpengaruh melalui bukunnya yang berjudul how to do
things with words, yang diterbitkan setelah ia meninggal.
AVRAM NOAM CHOMSKY
Mengingat peran sentral Naom Chomsky (lahir 1928) dalam linguistik pada beberapa dekade
terakhir, penting untuk memahami sistem filsafat yang mendasari ide-idenya.
DONALD DAVIDSON
Donald Davidson (lahir 1917) adalah tokoh utama dalam filsafat kontemporer dari sekolah
anglo-amerika analitik. Dari 1963 dan seterusnya ia telah menerbitkan seranagkaian artikel yang
telah berbuat banyak untuk membentuk arah dan perkembangan filsafat dalam tradisi ini.
Meskipun telah menulis karya tunggal walaupun tidak panjang, dan banyak artikel yang sangat
erat berhubungan dengan bahasa, ia berhasil membentuk suatu sistem filsafat yang khas dan
koheren yang mencakup bahasa, pikiran, dan matafisika.
GOTTLOB FREGE
Para filsuf analitik berpendapat bahwa filsuf jerman, gottlob frege (1848-1925), adalah filsuf
terpenting setelah immanuel kant. Frege hendak merumuskan logika yang rigorus sebagai
metode berfilsafatnya. Dengan kata lain, filsafat itu pada intinya adalah logika
ROLAND BARTHES: DARI STRUKTURAL KE POSTSTRUKTURAL
Tokoh ini lahir di cherbourg pada tahun 1915, tetapi dibesarkan di dua kota diprancis, yakni
bayonne, sebuah kota kecil dekat pantai atlantik di sebelah barat daya prancis, serta paris. ia
berasal dari keluarga kelas menengah protestan. Pada 1948 ia menjadi dosen bahasa dan sastra
prancis di bukarest ( rumania) dan kairo ( mesir). Kreativitas pemikirannya sangat dinamis dan
plural. Pemirannya dapat dikatakan sebagai ikonoklas (anti kemapanan) dan menentang segala
macam kontinuitas dan kesatuan.
GILBERT RYLE (1900-1978)
Berbeda dengan tokoh analitik yang telah dibicrakan sebelumnya, seperti moore, russel dan
wittgenstein yang merupakan tokoh kenamaan dari universitas cambridge, ryle adalah tokoh ke-
namaan dari universitas oxford. Oleh karena itu, sedikit banyaknya ada pengaruh pemikiran

24
moore terhadap konsep filsafatnya terutama titik-tolak pada pengguan bahasa biasa bagi maksud-
maksud filsafat.
1. Penggunaan bahasa biasa (ordinary langauage)
2. Kekeliruan kategori (category mistake)
3. Kelemahan bahasa filsafat

JOHN LANGSHOW AUSTIN (1911-1960)


Sebagimana hal nya dengan ryle, austin juga termasuk salah seorang tokoh kenamaan universitas
oxford. Ini pula yang membuat austin dikelompokkan ke dalam paham filsafat bahasa biasa
(ordinary language philosophy)
1. Tindakan bahasa (speech acts)
2. Tindakan lukusi (locutionary acts)
3. Tindakan illokusi (illocutionary acts)
4. Tindakan perlokusi (perlocutionary acts)

AABYE KIERKEGAARD
Nama lengkapnya adalah soren aabye kierkegaard, lahir pada tanggal 5 mei 1813 di kopenhgen,
denmark. Ayah kierkegaard berpran besar dalam perkembangan dirinya saat masih kanak-kanak
dan membantu mengembangkan imajinasinya.
Pada tahun 1854-1855, beberapa waktu sebelum kematiannya, ia mengeluarkan sejumlah
kecaman keras secara langsung pada pihak gereja denmark yang dianggapnya tidak setia dalam
ajaran kristem dalam serangkaian artikel. Ia meninggal pada tanggal 11 november 1855, sambil
bersyukur kepada ALLAH menatap keabadian, dan dalam kedamaian.

25
BAB III
PEMBAHASAN/ANALISIS
I. Keunggulan
a. Keterkaitan Antar Bab

Buku ini menjelaskan tentang filsafat bahasa secara jelas dan berurutan sesuai dengan bab-
bab yang dituliskan. Selain itu isi dari setiap bab saling berkaitan untuk menguatkan isi setiap
bab satu sama lainnya.

b. Kemutakhiran Isi Buku


1. Buku ini menjelaskan secara detail apa itu filsafat bahasa, bagaimana perkembangan filsafat
bahasa dan siapa saja tokoh-tokoh yang mengembangkan teorinya tentang filsafat bahasa
tersebut.
2. Dalam buku ini juga terdapat kosa kata baru yang menuntun setiap pembecanya dapat
mengerti dan menjabarkannya.
3. Buku ini juga menjelaskan kepada kita aliran-aliran apa saja yang terdapat dalam filsafat
bahasa serta hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu lain seperti semantic,psikologi,sosiologi dan
sebagainnya.
4. Dilihat dari segi covernya buku ini memiliki cover yang menarik sehingga dapat menarik
minat pembaca untuk membaca isi buku ini.

II. Kelemahan
a. Keterkaitan Antar Bab

Isi dari setiap bab dinilai sudah memiliki kegayutan yang baik dan sistematis dan logis
sehingga tidak ditemukan bagian yang tidak terhubung atau dengan kata lain bab-bab yang
terdapat dalam buku ini sangat berkesinambungan dengan subjudul yang sudah dicantumkan.

b. Kemutakhiran Isi Buku

Menurut saya, ada satu masalah yang membuat buku ini kurang mutakhir, karena banyaknya
kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam penulisan kalimat ataupun kata dalam buku. Misalnya
pada kata “arbriter” pada halaman 24 harusnya ditulis “arbitrer”. Pada halaman 33 terdapat kata
“jaral berpikir” yang seharusnya ditulis “cara berpikir”. Pada halaman 45 terdapat kata

26
“pengajian” yang seharusnya ditulis “pengkajian”. Seharusnya penulisan kalimat ataupun kata
perlu diperhatikan lagi karna membuat pembaca bingung dan bisa jadi akan salah mengartikan
mengenai makna dari kalimat tersebut.

III. Implikasi
a. Teori/Konsep

Dalam buku ini memuat beberapa pelajaran penting bagi kita di mana saja. Pelajaran pertama
terkait dengan konsep. Dari paparan yang termuat dalam buku ini, sepertinya konsep yang
digunakan sangat mempengaruhi cara seseorang dalam memandang suatu permasalahan
mengenai bahasa.

b. Program Pembangunan di Indonesia

Buku ini sangat bagus dan layak untuk menjadi referensi bagi siapa saja dalam menyikapi
sebuah masalah dalam bahasa. Bagi kalangan pendidikan, khususnya guru-guru buku berisi
tentang aturan ataupun strategi dalam mengembangkan sebuah bahasa. Sehingga berguna untuk
program pembangunan pendidikan di Indonesia dalam mencerdaskan anak bangsa.

c. Analisis Mahasiswa

Model buku yang diperlihatkan tidak lain untuk dipergunakan sebagai pelajaran bagi kita
untuk menyikapi sebuah bahasa dalam bidang apa saja. Penulis berpendapat jika konsep yang
sudah dikemukakan dalam buku bisa dipahami maka akan lebih mudah untuk penerapannya
dalam kehidupan terutama dalam bidang pendidikan.

27
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari penjabaran yang telah dituliskan dapat disimpulkan bahwa buku ini menjelaskan tentang
filsafat bahasa, perkembangannya serta tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
pengembangannya, aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat bahasa dan hubungan filsafat
bahasa dengan bidang-bidang ilmu yang lain. Sehingga buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

B. SARAN
Penulis menyarankan dalam penulisan kata ataupun kalimat sebaiknya lebih diperhatikan lagi
agar memudahkan pembaca dalam memahami makna dari isi buku. Memang bagus
menggunakan bahasa asing dalam sebuah buku agar dapat menambah wawasan pembaca namun
penulis menyarankan agar tidak menggunakan terlalu banyak bahasa asing agar tidak terlalu sulit
untuk dimengerti pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA
 Khoyin,Muhammad.2013.Filsafat Bahasa.Bandung:CV Pustaka Setia.

29

Anda mungkin juga menyukai