Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN TBC


(TUBERCULOSIS)”
DI PUSKESMAS PUCANG SEWU SURABAYA

Disusun Oleh:

FIKA AGUSTINA (P27820714023)

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
LEMBAR PENGESAHAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN TBC


(TUBERKOLIS)
Oleh:
Kelompok 7 Mahasiswa Tingkat III Semester V
D4 Keperawatan Gawat Darurat
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya

Telah disahkan
Pada tanggal: ....................................

Pembimbing Pendidikan, Pembimbing Puskesmas,

Minarti, M,Kep, Sp.Kom Surya F,. Amd.kep


NIP. 196707031993032004 NIP. 196906091988032001
Mengetahui
Kepala Puskesmas
Pucang Sewu,

NIP.
Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan Keluarga
Topik : Penatalaksanaan dan Pencegahan TBC
Hari/tanggal : Jumat / 2 Juni 2017

Pukul : 07.40 – 08.00 WIB

Waktu : 20 Menit

Tempat : Puskesmas Pucang Sewu

I. Latar Belakang
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Oksigen adalah kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan dan aktivitas berbagai organ atau sel (Carpenito, 2006).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa oksigen adalah suatu
komponen gas yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel.
TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam,
organisme patogen atau saprofit yang biasanya ditularkan dari orang ke
orang melalui nuclei droplet lewat udara. Paru adalah tempat infeksi yang
paling umum, tetapi penyakit ini juga dapat terjadi dimanapun di dalam
tubuh. Biasanya bakteri membentuk lesi (tuberkel) didalam alveoli. Lesi ini
merusak jaringan paru yang lain yang ada didekatnya, melalui aliran darah,
system limfatik, atau bronki. Lesi pada alveoli yang terjadi melalui aliran
darah, system limfatik, atau bronchi menyebabkan tubuh mengalami reaksi
alergi terhadap basil tuberkel dan proteinnya.
Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan
terdeteksi oleh reaksi positif pada test kulit tuberkel. Apabila penderita TBC
tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tepat, maka penderita
akan mengalami gangguan pemenuhan oksigen, kerusakan pada paru yang
luas, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan rasio
udara residual terhadap kapasitas total paru, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder akibat infiltrasi / fibrosis parenkim sampai gejala yang
membahayakan bagi orang lain yaitu penularan. Penularan bisa melalui
bersin, tertawa, ataupun batuk. ( Niluh Gede Yasmin Asih, keperawatan
medidkal bedah. System pernafasan 83, 2004 ). Akhir-akhir ini, insiden
tuberculosis terutama yang resisten terhadap berbagai obat mengalami
peningkatan.
Menurut Kominfo Jawa Timur TB adalah penyakit menular penyebab
kematian tertinggi kedua di Indonesia (Riset Kesehatan Dasar,2012).
"Sesuai data Survei Prevalensi Tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat
kedua di dunia sebagai penyumbang penderita TB terbanyak setelah India,"
katanya. Diperkirakan kasus TB baru di Indonesia sebanyak 647 per
100.000 penduduk (diperkirakan terdapat 1.600.000 dengan TB di
Indonesia). Sementara Data TB di Jawa Timur pada 2015 yang diobati
sebanyak 40.185 orang (urutan kedua setelah Jawa Barat), Jumlah pasien
TB paru BTA positif (yang menular) 21.475 orang. Kabupaten/Kota
terbanyak pasien TB yang diobati dari Surabaya (4.754), Jember (3.128),
Sidoarjo (2.292), Kabupaten Malang (1932) dan Kabupaten Pasuruan
(1809).
Penanganan dan perawatan yang komprehensif ditujukan pada dua hal
yang sangat fundamental yaitu program pengobatan dan program
pencegahan. Pengobatan yaitu dengan penggunaan obat-obatan pencegahan
anti tuberculosis seperti INH, rifampisin, etambutol dll. Sedang pencegahan
dengan peningkatan bersihan jalan nafas, mendukung klien dalam
kepatuhan terhadap regimen pengobatan, meningkatkan aktivitas dan nutrisi
yang adekuat dan penyuluhan penderita serta perimbangan perawatan
dirumah.
Berdasarkan latar belakang diatas, mahasiswa melakukan penyuluhan
kepada pasien dan keluarga pasien di Puskesmas Pucang Sewu untuk
penyembuhan penyakit TB pada pasien dan mencegah terjadinya penularan
TBC di keluarga dan masyarakat sekitar pasien Puskesmas Pucang Sewu
II. Rumusan Masalah
1. Apa definisi TBC ( tuberculosis) ?
2. Apa penyebab TBC ( tuberculosis) ?
3. Apa tanda dan gejala TBC (tuberculosis) ?
4. Bagaimana penatalaksanaan TBC (tuberculosis) ?
5. Bagamana cara penularan TBC (tuberculosis) ?
6. Bagaimana cara pencegahan penularan TBC ( tuberculosis) ?
7. Bagaimana perawatan penderita TB paru di rumah ?

III. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mendapatkan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien


dan keluarga pasien mengerti tentang Pencegahan dan penatalaksanaan
TBC (Tuberculosis)

2. Tujuan Khusus
a) Mengerti dan mampu menjelaskan definisi TBC (tuberculosis)
b) Mengerti dan mampu mengetahui penyebab TBC (tuberculosis )
c) Mengerti dan mampu mengetahui tanda dan gejala TBC (tuberculosis)
d) Mengerti dan mampu mengetahui penatalaksanaan TBC
(tuberculosis)
e) Mengerti dan mampu mengetahui cara penularan TBC (tuberculosis)
f) Mengerti dan mampu mengetahui pencegahan TBC (tuberculosis)
g) Mengerti dan mampu mengetahui perawatan TB dirumah

IV. Sasaran

1. Pasien
2. Keluarga pasien
V. Materi

1. Definisi TBC (Tuberculosis)


2. Penyebab TBC (Tuberculosis
3. Tanda Dan Gejala TBC (Tuberculosis)
4. Penatalaksanaan TBC (Tuberculosis)
5. Cara Penularan TBC (Tuberculosis)
6. Pencegahan TBC
7. Perawatan TB Dirumah

VI. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
VII. Media
1. Leaflet

VIII. Kegiatan

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. 3 menit Pembukaan: Menyambut salam
dan mendengarkan
1. Membuka acara dengan salam.
penyaji.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menyebutkan judul materi yang akan
diberikan.
4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
5. Melaksanakan kontrak waktu dengan
audiens.
6. Menggali pengetahuan keluarga pasien.
2. 13 menit Pelaksanaan: Mendengarkan dan
memperhatikan
A. Penyampaian materi :
penjelasan penyaji.
1. Definisi TBC (Tuberculosis)
2. Penyebab TBC (Tuberculosis
3. Tanda Dan Gejala TBC (Tuberculosis)
4. Penatalaksanaan TBC (Tuberculosis)
5. Cara Penularan TBC (Tuberculosis)
6. Pencegahan TBC
7. Perawatan TB Dirumah

C. Tanya jawab
Memberikan kesempatan kepada peserta Bertanya
untuk bertanya

3. 2 menit Evaluasi: Menjawab dan


1. Menanyakan kembali hal-hal yang menjelaskan
sudah dijelaskan mengenai materi pertanyaan.
yang dijelaskan
2. Meminta CI atau dosen pembimbing
memberikan tambahan, masukan dan
saran pada penyuluhan kesehatan yang
sudah dilakukan
4. 2 menit Penutup:
1. Menutup pertemuan dengan
Mendengarkan dan
menyimpulkan materi yang telah
mengucap salam.
dibahas
2. Memberikan salam penutup
IX. Setting Tempat:

Keterangan:

= Peserta = Observer

= Penyaji = Fasilitator

= Moderator

X. Pengorganisasian

Pembimbing Ruangan : Surya F, A.Md.Kep

Pembimbing Pendidikan : Minarti.,

Moderator : Voni Indahyanti

Penyaji : Fika Agustina

Fasilitator : Mardani Banapon

Observer : Astri Rejeki

Dokumentasi : Panji Putro Pamungkas

XI. Kriteria Evaluasi

1. Kriteria Struktur
a) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan

b) Pembuatan susunan rangkaian acara penyuluhan, leaflet, dan


konsul H-6
c) Peserta di tempat yang telah ditentukan dan disediakan oleh panitia
d) Kontrak waktu dan tempat diberikan langsung ketika penyuluhan
2. Kriteria Proses
a) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Puskesmas Pucang Sewu
Surabaya
b) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
c) Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan.
d) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
lengkap dan benar.

3. Kriteria Hasil
Peserta mampu:
a) Mengerti dan mampu menjelaskan definisi TBC (tuberculosis)
b) Mengerti dan mampu mengetahui penyebab TBC (tuberculosis )
c) Mengerti dan mampu mengetahui tanda dan gejala TBC
(tuberculosis)
d) Mengerti dan mampu mengetahui penatalaksanaan TBC
(tuberculosis)
e) Mengerti dan mampu mengetahui cara penularan TBC (tuberculosis)
f) Mengerti dan mampu mengetahui pencegahan TBC (tuberculosis)
g) Mengerti dan mampu mengetahui perawatan TB dirumah
MATERI
PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN TBC

A. Definisi TBC ( Tuberculosis)


Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa
mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4
μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price &
Wilson,2006).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TB, sebuah,
infeksi udara menular yang menghancurkan jaringan tubuh. Paru
tuberkulosis (TBC) adalah ketika M. tuberculosis terutama menyerang
paru-paru. Namun, dapat menyebar dari sana ke organ lain. TB paru dapat
disembuhkan dengan diagnosis dini dan pengobatan antibiotik. (Graham
Rogers,2016).

B. Penyebab TBC ( Tuberculosis)


Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain
(Elizabeth J,2001)
a. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kortikosteroid atau terinfeksi HIV)
c. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
d. Individu tanpa perawatan yang adekuat
e. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
f. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
g. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
h. Individu yang tinggal di daerah kumuh
i. Petugas kesehatan

C. Klasifikasi TBC (Tuberculosis)


a. Berdasarkan letak anatomi
a) TB Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang paru tidak
termasuk selaput paru (pleura).
b) TB Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dll
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak menurut (Dyah Erti,2011)
a) Tuberkulosis paru BTA positif.
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
4. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
1. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran
tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT, bagi
4) pasien dengan HIV negatif.
5) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Berdasarkan kategori (Muttaqin,2010)
a) Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB
millier, perikarditis, dll, dan penderita dengan sputum negatif
tetapi kelainan paru-parunya luas. Dimulai dengan fase intensif,
OAT diberikan setiap hari selama dua bulan. Selama dua bulan
sputum menjadi negatif, maka OAT akan dilanjutkan ke fase
lanjutan, bila setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka
fase intensif akan diperpanjang 2-4 minggu lagi dan yang dikenal
dengan fase sisipan, kemudian dilanjutkan dengan fase lanjutan
tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau belum. Fase
lanjutan diberikan lebih lama yakni 4-6 bulan.
b) Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum
tetap positif. Bila setelah fase intensif sputum menjadi negatif,
maka dilanjutkan ke fase lanjutan. Bila setelah tiga bulan sputum
tetap positif, maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi. Bila
setelah empat bulan sputum masih tetap positif, maka pengobatan
dihentikan 2-3 hari, kemudian dilakukan pemeriksaan biakan dan
uji resistensi lalu pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.
c) Kategori III
Kategori III adalah kasus dengan sputum negatif tetapi
kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang
disebut di kategori I.
d) Kategori IV
Kategori IV adalah TB kronik. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali.

D. Tanda dan Gejala TBC (Tuberculosis)


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
(pedoman diagnosa dan penatalaksanaan tuberkulosis di indonesia)
a. Gejala respiratorik
a) batuk ≥ 2 minggu
b) batuk darah
c) sesak napas
d) nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala
tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat
gejala sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan
b. Gejala Sisemik
a) Demam
b) Keringat malam
c) Malaise
d) Anoreksia
e) Berat badan menurun

E. Penatalaksanaan TBC (Tuberculosis)


Pengobatan TBC terbagi menjadi 2 fase intensif dan lanjutan (DepKes
RI, 2002) yaitu :
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a) Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh
90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
b) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan.
Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali
seminggu.
c) Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
d) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang
sama.
e) Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).
Dosis harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3
kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
a) Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan
berat/ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
Obat Anti Tuberculosis (OAT).

b) Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
c. Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
a) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA positif
- Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.
b) Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri
dari 2 bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap
lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R),
Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan
setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk
penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan
setelah lalai.
c) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama
2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA (-) dan
rontgen (+) sakit ringan.

Untuk non farmakoterapinya yaitu :


Penatalaksanaan TB paru non farmakoterapi , yaitu diit tinggi
kalori tinggi protein (TKTP), hindari merokok dan minuman
alkohol, istirahat yang cukup (tirah baring), mengajarkan batuk
efektif, olahraga dan pengawasan menelan obat.
F. Cara Penularan TBC (Tuberculosis)
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman
mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Penularan TB sebagian
besar melalui inhalasi basil yang terkandung dalam droplet khususnya
yang didapat dari pasien TB Paru dengan batuk berdarah atau berdahak
yang mengandung basil tahan asam (Amin dan Bahar, 2006).
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif, bila
penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain,
basil tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan
bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh
limfe atau langsung ke orang terdekat Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak (Depkes, 2008). Masa inkubasinya selama 3-6
bulan (Widoyono, 2008).

G. Pencegahan Penularan TBC ( Tuberculosis)


Klien dan keluarga harus mengerti bahwa penyakit paru merupakan
penyakit menular yang ditularkan melalui udara, berikan penjelasan
tentang cara pencegahan penularan yang bisa dilakukan oleh klien dan
keluarga, yaitu :
a. Menutup mulut bila batuk, bersin
b. Membuang sputum pada wadah tertutup yang telah disediakan,
misalnya kaleng tertutup yang berisi lisol, savlon atau air sabun.
c. Tidak membuang tisu pada sembarang tempat
d. Memisahkan alat makanan dan minuman penderita TB paru
e. Memeriksa anggota keluarga lainnya apakah juga terkena penularan
TB paru.
f. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah, usahakan sinar matahari
masuk kedalam setiap ruangan di dalam rumah, ventilasi yang adekuat
untuk sirkulasi udara.

H. Perawatan penderita TB paru di rumah


a. Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk meminum obat
secara teratur sesuai dengan ajuran dokter.
Klien harus memahami bahwa penyakit TB paru adalah
penyakit menular dan cara yang efektif untuk pencegahan
penularan dan pengobatan adalah dengan meminum semua obat
yang diberikan secara teratur, untuk itu diperlukan pengawas
minum obat dan sebaiknya dari keluarga.
b. Mengetahui gejala samping obat
Selain harus tahu jadwal dan dosis yang harus diminum Klien
dan keluarga juga harus tahu efek samping obat yang diminum dan
tindakan apa yang harus dilakukan unuk mengatasi efek samping
obat tersebut.
c. Memberikan makanan yang bergizi / diet TKTP
Anorexia, penurunan berat badan dan malnutrisi secara umum
terjadi pada penyakit TB paru. Untuk mengatasinya diantaranya
dengan memberikan makan dengan porsi kecil tapi sering,
memberikan makanan tinggi kalori tinggi protein yang harganya
sesuai kemampuan, minum air hangat untuk mengurangi mual dan
mengurangi konsumsi makanan yang dapat merangsang mual.
d. Memberikan waktu istirahat yang cukup pada anggota keluarga
yang sakit.
e. Tidak merokok
Merokok dapat mengganggu kerja siliaris, meningkatkan sekresi
bronchial dan menyebabkan inflamasi dan hiperplasia membran
mukosa serta mengurangi pembentukan surfaktan, sehingga drainse
bronchial mengalami kerusakan. Jika merokok dihentikan, volume
sputum menurun dan daya tahan terhadap infeksi bronchial
meningkat.
f. Tingkatkan oral Hygiene yang adekuat
Nafsu makan mungkin menurun akibat bau sputum dan rasanya
yang tertinggal dalam mulut. Bersihkan mulut untuk merangsang
nafsu makan.
g. Jika sputum terlalu kental untuk dapat dikeluarkan , ada baiknya
mengurangi viskositasnya dengan hidrasi yang adekuat ( banyak
minum ).
Berikan penjelasan tentang metode untuk membantu batuk secara
produktif.
(Smeltzer, Susan C & Bare, Brenda G. 2001)
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dkk . 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalammjilid II edisi 4.
Jakarta: FKUI
Anderso, Sylvia & Lorainne. 1995. Patofisiologi Konsep Klinik Proses- Proses
Penyakit buku ke II edisi 4. Jakarta: EGC
Kominfo. 2016. http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/sebanyak-207-667-
pasien-tb-di-jatim-berhasil-disembuhkan diakses pada tanggal 28 Mei 2017
Muttaqin. 2010. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
PDPI. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html diakss pada tanggal 28 Mei
2017
Price, S.A, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Rogers, Graham. 2016. Pulmonary Tuberculosis.
http://www.healthline.com/health/pulmonary-tuberculosis diakses pada
tanggal 28 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai