Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga
1. Anatomi telinga luar

Gambar 1. Anatomi Telinga


Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1) Telinga luar; 2) Telinga tengah;
3) Telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga, kelenjar minyak
(berfungsi menghasilkan serumen untuk melindungi memberan timpani), liang
telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan
liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.

Gambar 2. Anatomi Auricula

4
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
2. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:
a. Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi
atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell)
dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
b. Cavum tympani
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas : 1) Batas luar :
membran timpani; 2) Batas depan : tuba eustakius; 3) Batas bawah : vena
jugularis; 4) Batas belakang : aditus ad antrum; 5) Batas atas : tegmen
timpani; 6) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.
c. Tulang pendengaran (Ossicula auditoria) yang terdiri dari maleus, incus
dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling
berhubungan.
d. Tuba eustakius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring
3. Anatomi telinga luar
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea

5
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium,
sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting
untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit
yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut
terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membran
tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang
terletak di medial disebut sebagai limbus.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.
B. Definisi Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga
tengah) dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan
pesawat terbang atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada
telinga, wajah (sinus), dan paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki
udara di dalamnya.

6
C. Epidemologi
Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama
karena rumitnya fungsi tuba eustakius. Barotrauma pada telinga tengah dapat
terjadi saat menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada
kedalaman 17 kaki pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan
pada ketinggian 18.000 kaki pertama di atas bumi. Dengan demikian,
perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam
dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan realitf tingginya
insidens barotrauma pada telinga tengah pada saat menyelam. Barotrauma
telinga tengah merupakan cedera terbanyak yang dialami saat menyelam,
terjadi sekitar 30% pada saat menyelam pertama kali dan 10 % pada penyelam
yang telah sering melakukan penyelaman.
Kasus barotrauma di Amerika Serikat dapat ditemukan pada 2,28 kasus
per 10.000 penyelaman pada kasus berat. Sedangkan pada kasus ringan tidak
diketahui karena banyak penyelam tidak mencari pengobatan. Resiko
Barotrauma ini meningkat pada penyelam dengan riwayat asma, selain itu juga
meningkat 2,5 kali pada pasien dengan paten foramen ovale. Kematian akibat
Barotrauma di pesawat militer telah dilaporkan terjadi pada tingkat 0,024 per
juta jam penerbangan. Tingkat insiden dekompresi untuk rata-rata
penerbangan sipil sekitar 35 per tahun. Sedangkan pada departemen pertahan
Australia dapat ditemukan 82 insiden per juta jam waktu terbang. Sedangkan
pada barotrauma akibat menyelam tidak ada informasi yang tersedia di
seluruh dunia.
D. Etiologi Dan Klasifikasi
Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh
menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi yang
normal. Kelainan ini terjadi pada keadaan-keadaan:
1. Saat Menyelam
Ada beberapa tekanan yang berpengaruh saat orang menyelam yaitu
tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan
yang ada di atas air. Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan
oleh air yang berada di atas penyelam. Barotrauma dapat terjadi baik pada

7
saat penyelam turun ataupun naik. Diver’s depth gauges digunakan hanya
untuk mengetahui tekanan hidrostatik (kedalaman air) dan berada pada
angka nol pada permukaan laut. Ini tidak dapat mengetahui 1 atmosfer (1
ATA) diatasnya. Jadi, gauge pressure selalu 1 atmosfer lebih rendah dari
tekanan yang sebenarnya dan tekanan absolut.
a. Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer yang ada di laut yaitu 1 atmosfer atau 1 bar. 1
Atmosfer diperkirakan mendekati dengan 10 meter kedalaman laut, 33
kaki kedalaman air laut, 34 kaki kedalaman air segar, 1 kg/cm2, 14,7
Ibs/in2 psi, 1 bar, 101,3 kilopascals, 760 mmHg.
Tabel 1. Tekanan atmosfer dan Tekanan Gauge di bawah laut
Tekanan Absolute Tekanan Gauge Kedalaman Laut
1 ATA 0 ATG Permukaan
2 ATA 1 ATG 10 meter (33ft)
3 ATA 2 ATG 20 meter (66 ft)
4 ATA 3 ATG 30 meter (99 ft)

Gambar 9. Tekanan di berbagai lapisan bumi


b. Tekanan Absolut
Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami seorang penyelam
ketika berada di kedalaman laut yang merupakan jumlah dari tekanan
atmosfer yang berada di permukaan air ditambah tekanan yang dihasilkan

8
oleh massa air di atas penyelam (tekanan hidrostatik). Tekanan total yang
dialami penyelam disebut tekanan absolut. Tekanan ini menggambarkan
keadaan atmosfer dan disebut sebagai absolut atmosfer atau ATA.
c. Tekanan Gauge
Seperti yang telah dijelaskan, tekanan hidrostatik pada pada penyelam
secara umum diukur dengan suatu tekanan atau depth gauge. Seperti alat
ukur yang telah dijelaskan tekanan pada permukaan laut dan
mengabaikan tekanan atmosfer (1 ATA). Tekanan gauge dapat diubah
menjadi tekanan absolute dengan menambahkan 1 tekanan atmosfer.
d. Tekanan Parsial
Pada campuran gas, proporsi tekanan total yang dimiliki oleh masing-
masing gas disebut sebagai tekanan parsial (bagian atas tekanan).
Tekanan parsial yang dimiliki oleh masing-masing gas sebanding dengan
persentase campuran. Setiap gas memiliki proporsi yang sama dengan
tekanan total campuran, seperti proporsinya dalam komposisi campuran.
Misalnya, udara pada 1 ATA mengandung oksigen 21%, maka tekanan
parsial oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA mengandung
nitrogen 78%, maka tekanan parsial nitrogen adalah 0,78 ATA.
Barotrauma pada saat menyelam dapat terjadi pada saat turun ke dalam
air yang disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke
permukaan air secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure.
2. Saat Penerbangan
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan
ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara
sekitar. Tekanan udara akan menurun pada saat lepas landas (naik/ascend)
dan meninggi saat pendaratan (turun/descend). Tekanan Lingkungan yang
menurun, menyebabkan udara dalam telinga tengah mengembang dan
secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika perbedaan tekanan
antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka tuba
auditiva akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat,
terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang
besar selama lepas landas dan mendarat, menyebabkan ekstensi maksimal

9
membran tympani, dan dapat mengakibatkan pendarahan. Pada ekstensi
submaksimal, akan timbul perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi
maksimal berubah menjadi nyeri.
E. Patofisiologi
Penyakit yang disebabkan oleh perubahan tekanan secara umum
ditemukan oleh hukum fisika Boyle dan Henry. Hukum boyle menyatakan
“suatu penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan
memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang
tertutup” atau P1 x V1 = P2 x V2, dimana P adalah tekanan dan V adalah
volume.
Perubahan tekanan terjadi ketika menyelam, pada ruang hipo dan
hiperbarik, perjalanan udara, dan pada beberapa pendakian serta pada lift yang
cepat. Tekanan meningkat sebesar 1 atmosfer setiap kedalaman laut 33 ft (10
m). Hal ini menunjukkan bahwa balon (atau paru-paru) dengan volume udara
1 kaki kubik pada kedalaman 33 kaki akan memiliki volume 2 kaki kubik
pada permukaan laut. Jika udara ini terperangkap, udara tersebut akan
mengembang dan memberi tekanan yang hebat pada dinding ruang tersebut.
Pada pendakian cepat, insiden pneumotoraks dan pneumomediastinum serta
penekanan sinus dan trauma telinga dalam dapat terjadi. Penekanan sinus
beserta disfungsi dari tuba eustakius akan menyebabkan perdarahan pada
telinga dalam, robekan membran labirin, atau fistula perilimfatik.
Normalnya, tekanan udara di luar dan di dalam telinga sama. Tuba
eustakius, berfungsi sebagai penyeimbang kedua sisi tersebut dengan
mengeluarkan atau memasukkan udara ke telinga tengah. Barotrauma dapat
terjadi ketika ruang-ruang bersis gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru)
menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.
Bila gas tersebut terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut
dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Paling sering terjadi pada
telinga tengah, karena rumitnya fungsi tuba eustakius. Tuba eustakius secara
normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan,
mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava.

10
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Jika perbedaan tekanan antaara
rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90
sampai 100 mmHg), maka bagian kartilaginosa dari tuba eustakius akan
sangat menciut. Jika tidak ditambhakan udara melalui tuba eustakius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga
tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya
perbedaan tekanan.
Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, dimana
mula-mula membran timpani tertarik ke dalam menyebabkan membran
teregang dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai
dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
mastoid tercampur darah dan tampak sebagai gambaran injeksi dan bula
hemoragik pada gendang telinga. Dengan makin meningkatnya tekanan,
pembuluh-pembuluh darah kecil pada mukosa telinga tengah juga akan
berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotimpanum. Kadang-kadang tekanan
dapat menyebabkan ruptur membran timpani.
Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan barotrauma pada
telinga dalam. Ketika penyelam menyelam ke bawah dan mengalami kesulitan
dalam menyeimbangkan tekanan dan terus melanjutkan menyelam lebih
dalam, dalam usaha menyeimbangkan tekanan, dapat terjadi terbukanya tuba
eustakius secara tiba-tiba sehingga udara masuk ke telinga tengah. Hal ini
akan menyebabkan rupturnya salah satu tingkap antara telinga tengah dan
telinga dalam entah fenestra rotundum ataupun fenestra ovalis ke telinga
dalam. Kebalikannya, jika penyelam menyelam lebih dalam dengan kesulitan
untuk menyeimbangkan tekanan dan tuba eustakius tidak terbuka, maka
tekanan diteruskan melalui cairan spinal, menuju ke saluran koklear ke ruang
perlimfatik pada telinga dalam. tingkap bundar atau lonjong dapat ruptur.
Untuk pasien dengan barotrauma pada penerbangan, skenario yang
mungkin adalah saat penumpang pesawat mengalami infeksi pernafasan dan
pembengkakan mukosa tuba eustakius. Saat lepas landas, tekanan udara di

11
lingkungan turun dan tekanan pada telinga tengah sangat tinggi. Akan tetapi,
tekanan akan turun oleh tuba eustakius ketika menelan, dan gejala menjadi
tidak terlalu berat. Sayangnya, mukosa tuba bertindak sebagai keran satu arah,
dan masalah yang sebenarnya terjadi ketika pesawat mendarat. Pada saat
pesawat hendak mendarat, tekanan atmosfer di lingkungan meningkat secara
cepat dan tuba eustakius yang bengkak pada nasofaring mencegah aerasi
telinga tengah. Hal ini menyebabkan kolapsnya gendang telinga ke dalam, dan
pembuluh darah pada telinga tengah dapat ruptur dan mengalami perdarahan
kemudian menyebabkan hemotimpanum. Hal ini dapat berlangsung hingga
berhari-hari.
Hukum henry menyatakan bahwa daya larut udara pada cairan secara
langsung sebanding dengan tekanan pada udara dan cairan. Sehingga, ketika
tutup botol soda dibuka, terbentuk gelembung pada saat udara dilepaskan dari
cairan. Sebagai tambahan, ketika nitrogen pada tank udara penyelam larut
pada jaringan lemak atau cairan sinovial penyelam saat menyelam, nitrogen
akan dilepaskan dari jaringan tersebut ketika penyelam naik menuju
lingkungan dengan tekanan yang lebih rendah.
Hal ini akan terjadi secara perlahan dan bertahap jika penyelam naik
secara perlahan dan bertahap, dan nitrogen akan memasuki pembuluh darah
dan menuju ke paru-paru dan dikeluarkan saat bernafas. Akan tetapi, jika
penyelam naik secara cepat, nitrogen akan keluar dari jaringan secara cepat
dan membentuk gelembung udara. Gelembung yang terbentuk akan
mempengaruhi jaringan dalam banyak cara. Gelembung dapat membentuk
obstruksi pada pembuluh darah yang dapat mengarah ke cedera iskemik. Hal
ini dapat berakibat fatal bila terjadi pada area tertentu pada otak.
Kehilangan pendengaran (tuli mendadak) dapat terjadi bila gelembung
udara membentuk oklusi pada pembuluh darah arteri labirin yang kemudian
meyebabkan iskemik pada koklea. Gelembung juga dapat membentuk suatu
permukaan dimana protein dari pembuluh darah dapat melekat, terurai, dan
membentuk gumpalan atau sel-sel radang. Sel-sel radang ini dapat
menyebabkan kerusakan endotel dan kerusakan jaringan yang permanen.

12
F. Manifestasi Klinis Dan Mekanisme
Tiga gejala klinis yang terdapat pada barotrauma secara umum adalah :
efek pada sinus atau telinga tengah, penyakit dekompresi, dan emboli gas
arteri. Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Gejala
Knilis pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan,
yaitu sebagai berikut:
1. Barotrauma saat turun (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar
mengalami obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan
dikompresi atau dikurangi selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat
terjadi pada pemakaian tudung yang ketat, wax pada liang telinga,
pertumbuhan tulang atau eksostosis atau menggunakan penutup telinga.
Biasanya obstruksi pada saluran telinga bagian luar ini akan menyebabkan
penonjolan membran timpani disertai perdarahan, swelling dan hematom
pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian luar. Kondisi seperti ini
dapat ditemukan pada saat menyelam dengan kedalaman sedikitnya 2
meter.

Gambar 10. Barotrauma saat turun (squeeze) pada telinga luar


Gambar di atas menunjukkan patofisiologi pada telinga luar dimana
adanya obstruksi pada telinga luar (seperti penutup telinga) dapat
menimbulkan suatu ruang udara yang dapat berubah volumenya sebagai
respon terhadap perubahan tekanan lingkungan. Ketika menyelam, volume

13
pada ruang ini menurun dan menyebabkan membran timpani terdorong
keluar (ke arah meatus eksterna). Hal ini dapat menyebabkan nyeri dan
perdarahan kecil pada membran timpani.
Blok atau obstruksi pada telinga luar mungkin dapat mencegah suatu
penyamaan tekanan saat menyelam. Oleh karena itu, penutup telinga tidak
boleh digunakan saat menyelam. Gejala yang ditemukan dapat berupa
perdarahan pada telinga luar hingga perdarahan pada membran timpani.
Tidak ada terapi spesifik yang diperlukan dan penyelamam dapat
dilakukan kembali ketika jaringan telah sembuh.
2. Barotrauma saat turun (Squeeze) Telinga Tengah
Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling
umum. Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar
dan ruang telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat
diluar gendang telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan
udara harus mencapai bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba
eustakius. Ketika tabung eustakius ditutupi oleh mukosa, maka telinga
tengah memenuhi empat syarat terjadinya barotrauma (adanya gas dalam
rongga, dinding yang kaku, ruang tertutup, penetrasi pembuluh darah).
Pada saat seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan
terjadi ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka
gendang telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi
penekanan gas yang berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan
tertentu terjadi tekanan pada telinga tengah lebih rendah dari tekanan air
diluar, menciptakan vakum relatif dalam ruang telinga tengah. Tekanan
negatif ini menyebabkan pembuluh darah pada gendang telinga dan
lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran dan akhirnya dapat
pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga yang
menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk
menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan
tekanan.
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu

14
nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering
dirasakan sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit
berkurang dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera
naik beberapa meter secara perlahan. Jika penyelaman ke bawah terus
berlanjut, meskipun ada rasa sakit, dapat terjadi pecahnya gendang telinga.
Ketika pecah terjadi, nyeri akan berkurang dengan cepat. Kecuali
penyelam memakai pakaian diving dengan topi keras, rongga telinga
tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan disarankan agar
tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat
membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal
tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah.
Vertigo ini terjadi akibat adanya gangguan dari maleus, inkus dan stapes,
atau dengan air dingin yang merangsang mekanisme keseimbangan telinga
bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah terjadi tidak harus disertai
dengan pecahnya membran timpani.

Gambar 11. Barotrauma saat turun (Squeeze) pada telinga tengah


Masalah yang paling sering terjadi ketika penerbangan dan menyelam
adalah kegagalan dalam menyamakan tekanan antara telinga tengah dan
tekanan lingkungan. Persamaan tekanan terjadi melalui tuba eustakius,
yang merupakan jaringan lunak berbentuk tabung yang berasal dari
belakang hidung hingga ruang telinga tengah. Kerusakan yang terjadi

15
bergantung pada tingkat dan kecepatan dari perubahan tekanan
lingkungan. Ketika penyelam menyelam hanya 2,6 kaki dengan kesulitan
menyamakan tekanan pada telinga tengahnya, membran timpani dan
tulang-tulang pendengaran akan tertarik, dan penyelam merasakan suatu
tekanan dan rasa nyeri. Pada tekanan yang lebih tinggi, tuba eustakius
mungkin tertutup oleh tekanan negatif dari telinga tengah. Hal ini dapat
terjadi pada kedalaman 3,9 kaki dibawah laut. Peningkatan yang lebih
tinggi lagi dapat menyebabkan ruptur membran timpani.
Gejala dari barotrauma berupa nyeri dan ketulian. Tinnitus dan vertigo
tidak terlalu terlihat pada kasus ini. Tergantung pada luas cederanya, pada
otoskopi dapat terlihat injeksi pembuluh darah atau perdarahan pada
membran timpani, perforasi membran timpani, atau darah pada telinga
tengah. Audiometri memberikan suatu diagnosis tuli konduktif tanpa
komponen sensorineural. Pengobatan yang dilakukan adalah berdasarkan
gejalanya. Dalam beberapa hari hingga minggu, gejala menghilang dan
penampilan membran timpani dapat kembali normal.
3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam
Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga
tekanan pada membran timpani diteruskan pada tingkap bulat dan lonjong
sehingga meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur tingkap bulat dan
lonjong dapat terjadi dan mengakibatkan gangguan telinga dalam sehingga
gejala yang ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan pendengaran
seperti vertigo persisten dan kehilangan pendengaran.
Gejala klinis yang biasa terjadi pada barotrauma telinga dalam yaitu
adanya tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo,
mual dan muntah. Kehilangan pendengaran juga dapat disebabkan oleh
adanya emboli pada pembuluh darah arteri labirin yang mensuplai darah
pada koklea. Dimana fungsi koklea sangat sensitif terhadap pembuluh
darah yang memberi suplai ke koklea. Adanya emboli pada arteri labirin
yang mensuplai koklea akan mengganggu fungsi dari koklea. Emboli,
trombus, penurunan aliran darah atau vasospasme pada pembuluh darah
arteri labirin dapat menyebabkan kehilangan pendengaran

16
Gambar 12. Barotrauma telinga dalam
Cedera pada telinga dalam selama penyelaman dikaitkan dengan adanya
ketidakmampuan untuk menyamakan telinga tengah. Perubahan tekanan
yang tiba-tiba dan besar pada teling tengah dapat diteruskan ke telinga
dalam, meyebabkan kerusakan pada mekanisme telinga dalam dan dapat
menimbulkan vertigo berat dan ketulian. Terdapat dua mekanisme teori
unutk menjelaskan telinga dalam : implosif dan eksplosif. Pada teori
implosif, tekanan diteruskan melalui retraksi ke dalam membran timpani,
menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergerak menuju telinga dalam
pada tingkap lonjong. Tekanan ini diteruskan ke telinga dalam dan
menyebabkan pendorongan pada tingkap bundar. Jika penyelam
melakukan manuver politzer dan tuba eustakius terbuka secara tiba-tiba,
tekanan telinga tengah meningkat dengan sangat cepat.
Hal ini menyebabkan tulang pendengaran kembali ke posisi semula,
sehingga tingkap bundar rusak. Sedangkan pada teori ekslosif, penyelam
tidak dapat membuka tuba eustakius, sehingga tekanan intrakranial terus
meningkat selama penyelam melakukan manuver politzer. Karena cairan
otak berhubungan dengan cairan pada telinga dalam, maka tekanan ini
akan diteruskan ke telinga dalam, dan menyebabkan tingkap bundar
ataupun tingkap lonjong telinga dalam pecah.
4. Barotrauma saat turun (Squeeze) Sinus Paranasalis
Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan
ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang
ditemukan adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan
dari hidung yang berasal dari sinus yang terkena.

17
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman
secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha
tubuh untuk mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan.
Overpressure memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan squeeze
yaitu:
1. Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah
Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran
timpani dapat terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze.
Sebagai tambahan, dapat terjadi facial baroparesis dimana peningkatan
tekanan mengakibatkan kurangnya suplai darah pada nervus facialis
karena tekanan pada telinga tengah diteruskan ke os temporalis.
Dibutuhkan overpressure selama 10 sampai 30 menit untuk gejala dapat
terjadi, dan fungsi nervus facialis kembali ke normal setelah 5 - 10 menit
setelah penurunan overpressure.
2. Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis
Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.
Kedua mekanisme yang menyebabkan barotrauma telinga dalam akan
menyebabkan terbentuknya fistula perilimfatik. Tingkap bundar lebih sering
terkena dibandingkan tingkap lonjong, tetapi biasanya keduanya dapat ruptur.
Gejala berupa tinnitus, vertigo dengan mual dan muntah, hilang pendengaran,
akan muncul ketika menyelam. Biasanya barotrauma telinga tengah telah
terjadi, tetapi membran timpani mungkin terlihat normal. Tuli berupa tuli
sensorineural, diikuti oleh nistagmus dan tes fistula yang positif.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis harus disesuaikan dengan riwayat pasien. Pemeriksaan
fisis secara umum harus dilakukan dengan menekankan pada telinga, sinus,
dan leher serta paru-paru, kardiovaskular, dan sistem neurologi. Inspeksi dan
palpasi ekstremitas, dan pergerakan sendi. Pada sinus, inspeksi mukosa nasal
untuk polip, perdarahan atau lesi. Palpasi dan transluminasi sinus untuk
memeriksa adanya perdarahan. Perkusi gigi atas dengan spatel untuk melihat
adanya nyeri tekan pada sinus.

18
Pada telinga inspeksi secara hati-hati membran timpani, lihat apakah ada
tanda-tanda: kongesti di sekitar umbo, berapa persen membran timpani yang
rusak, jumlah perdarahan di belakang gendang telinga, bukti ruptur membran
timpani. Pemeriksaan fisis dapat ditemukan retraksi, eritema, dan injeksi atau
perdarahan pada membran timpani. Gejala yang lebih berat berupa otitis,
hemotimpanum, dan perforasi membran timpani. Selama inspeksi pada
telinga, dapat ditemukan penonjolan ringan ke arah luar atau ke dalam dari
gendang telinga. Jika kondisi memberat, mungkin didapatkan darah atau
memar di belakang gendang telinga. Palpasi untuk mencari nyeri tekan pada
tuba eustakius.
Kelainan membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan otoskopi.
Membran timpani tampak mengalami injeksi dengan pembentukan bleb
hemoragic atau adanya darah di belakang gendang telinga. Kadang-kadang
membran timpani akan mengalami perforasi. Bila gejala menetap setelah
perjalanan udara tersebut, biasanya tes garputala audiometrik akan
menunjukkan tuli konduktif ringan di telinga yang terkena. Periksa
keseimbangan dan pendengaran pasien. Serta mengevaluasi membran timpani
berdasarkan skala Teed :
1. Teed 0 – tidak ada kerusakan yang terlihat, telinga normal
2. Teed 1– kongesti sekitar umbo, terjadi ketika perbedaan tekanan 2
pound/inci2 (PSI)
3. Teed 2 – kongesti seluruh membran timpani, terjadi ketika perbedaan
tekanan 2-3 PSI
4. Teed 3 – perdarahan pada telinga tengah
5. Teed 4– perdarahan luas pada telinga tengah disertai gelembung darah
yang terlihat di belakang membran timpani; membran timpani mungkin
ruptur
6. Teed 5 – seluruh telinga tengah diisi oleh darah yang berwarna gelap
(deoksigenasi).

19
Gambar 13. Barotrauma otitik (hemotimpanum)
Pada gambar di atas, membran timpani tampak kebiruan karena ada darah
pada telinga tengah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
memventilasi telinga tengah yang diikuti oleh fungsi abnormal dari tuba
eustakius. Barotrauma otitik biasanya terjadi pada saat pesawat mendarat atau
pada penyelam. Tidak ada pengobatan khusus pada kasus ini. Jika terdapat
infeksi yang terkait pada pernafasan atas ataupun alergi, dekongestan dengan
antihistamin mungkin dapat membantu.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah
pemeriksaan lab berupa :
1. Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele
neurologis yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
2. Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya
emboli gas.
3. Kadar Serum Creatinin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan
kerusakan jaringan karena mikroemboli

20
4. Foto Thoraks dan CT Scan
Foto x-ray thorax jika pasien mengeluh adanya kesulitan bernafas.
Pemeriksaan penunjang lainnya berupa CT-Scan kepala untuk melihat
apakah terdapat embolisme udara pada otak.
5. PTA
PTA dilakukan untuk menentukan apakah terjadi tuli konduktif atau tuli
sensorineural.
6. Timpanometri
Timpanometri dilakukan untuk melihat apakah ada cairan di dalam cavum
timpani serta untuk melihat fungsi dari tuba
7. OAE
Untuk melihat apakah ada kerusakan di telinga dalam

I. Penatalaksanaan
Penanganan prehospital dapat dipertimbangkan termasuk menstabilkan
ABC dan mengkoreksi setiap kondisi yang dapat mengancam nyawa serta
mempertahankan oksigenase dan perfusi yang adekuat. Pasien harus diberi
aliran oksigen yang besar dan infus dengan akses vena yang besar untuk
memelihara tekanan darah dan nadi. Intubasi dapat dilakukan pada pasien
dengan jalan nafas yang tidak stabil atau hipoksia persisten meski dengan
oksigen 100%. Pipa torakostomi dapat dilakukan pada pneumotoraks atau
hemotoraks. Needle decompression dapat dilakukan bila dicurigai tension
pneumotoraks. Kateterisasi pasien dengan shok untuk memantau volume dan
hidrasi pasien, juga pada pasien DCS yang tidak dapat mengosongkan
kandung kemih karena kerusakan saraf pada kandung kemih.
Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 30% O2
pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di
RUBT maka rekompresi dengan 30% O2 dengan tekanan paling sedikit
kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD
(Penyakit Dekompresi). Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh
sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap

21
20 menit bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari
18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan mengobservasi penderita.
Selanjutnya penderita dinaikkan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh
waktu pengobatan dapat berlangsung kurang dari 5 jam.
Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai Hukum Boyle dan ini
akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan.
Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2
yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan
gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. Dalam
kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi
dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi dilakukan pada
kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit.
Kecepatan naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh,
tetaplah berada di kedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan
naik kepermukaan. Setiba di permukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam,
kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga
12 jam. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam
dan menurunkan penyelam di dalam air untuk rekompresi, namun cara ini
tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat
menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medis bila ia
memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi
PD sering kali tidak berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih memburuk
keadaannya. Bila terjadi tuli mendadak akibat oklusi arteri labirin, sebaiknya
dilakukan terapi hiperbarik. Interval waktu Antara saat kejadian dan gejala
sangat penting dalam pemberian terapi hiperbarik oksigen.
Periode emas dari terbloknya pembuluh darah oleh thrombus atau emboli
yang dapat memberikan suatu disfungsi neurologik adalah 3 jam. Hal ini di
defenisikan sebagai periode reperfusi pertama. Periode reperfusi kedua
dimulai saat 3 sampai 5 jam setelah terjadi oklusi. Obat-obatan yang dapat
diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan (dekstran, plasma) bila ada
dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada edema otak, obat anti
pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan

22
(vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi pembekuan oksidan (radikal
bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen hiperbarik.
Pada kasus yang tidak gawat darurat, pengobatan biasanya cukup dengan
cara konservatif saja, yaitu dengan memberikan dekongestan, menghindari
menyelam atau terbang sampai pasien dapat menyeimbangkan kembali fungsi
telinga tengah, atau dengan melakukan perasat Valsava selama tidak terdapat
infeksi di jalan napas atas. Tetapi bila terdapat tanda-tanda ketulian dan
vertigo, pemberian steroid harus dimulai. Apabila cairan yang bercampur
darah menetap di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan
untuk tindakan miringotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi
(Grommet).
Antibiotik tidak diindikasikan kecuali bila terjadi pula perforasi di dalam
air yang kotor. Pasien dilarang untuk menyelam sampai telinga tengah sembuh
dan pasien dapat dengan mudah menyesuaikan tekanan pada telinga tengah.
Jika terjadi perforasi, pasien harus menunggu hingga perforasi sembuh dan
membran timpani utuh kembali.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas,
membarana nasalis dapat mengerut dengan semprotan dekongestan dan dapat
diusahakan menginflasi tuba eustakius dengan perasat politzer. Kemudian
pasien diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama
1-2 minggu atau sampai gejala menghilang. Bila pasien menderita infeksi
traktus respiratorius atas, diindikasikan terapi serupa tetapi tuba eustakius
tidak boleh diinflasi sampai infeksi teratasi sempurna. Harus diberikan
antibiotika bila terdapat faringitis atau rhinitis bakterialis.
Pada keadaan yang jarang dengan perforasi membran timpani, biasanya
penyembuhan terjadi secara spontan, tetapi pasien dianjurkan diperiksa ulang
dan dicegah masuknya air ke dalam telinga sampai ia normal kembali. Bila
pasien tetap harus terbang dalam keadaan pilek, pasien dianjurkan minum
preparat dekongestan-antihistamin setengah jam sebalum berangkat dan
selanjutnya setiap 3-4 jam pada penerbangan yang lama. Disamping itu ia
dianjurkan membawa inhaler propel heksedrin(bensedrex) dan menyedot 3-4
kali melalui tiap-tiap lubang hidung tepat sebelum naiknya dan pada waktu

23
mulai turunnya pesawat.22
Barotrauma sinus diterapi dengan dekongestan, oral dan nasal. Nyeri
dikontrol dengan NSAIDs atau obat analgesik narkotik. Pada barotrauma
telinga tengah, pengobatan didasarkan pada skala Teed. Untuk kasus ringan
(Teed 0-2) : dekongestan, nasal (0,05% oxymetazoline hydrochloride spray 2
kali sehari selama 3 hari) dan oral (pseudoephedrine 60-120 mg dua atau tiga
kali sehari).
Untuk kasus Sedang (Teed 3-4) pengobatan sama dengan diatas, tapi dapat
ditambahkan dengan oral steroid, seperti prednisone 60 mg/hari selama 6 hari
lalu diturunkan hingga 7-10 mg per hari. Jika membran timpani ruptur atau air
terkontaminasi, dapat diberi antibiotik sesuai dengan pengobatan otitis media
akut.Pada kasus berat (Teed 5) pengobatan sama seperti diatas. Dapat
dipertimbangkan miringotomi jika pengobatan gagal. Kontrol nyeri dengan
Tylenol dengan kodein (asetaminofen 300 mg dengan kodein fosfat 30 mg) 1-
2 tablet setiap 4-6 jam.
Dokter umum dapat mendiagnosa dan mengobati gangguan ini dengan
dekongestan dan manuver valsava. Kasus berulang memerlukan konsultasi
dari ahli THT, dengan opsi bedah miringotomi, meskipun kebanyakan kasus
membaik secara spontan.
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditemukan berupa infeksi telinga akut,
hilangnya pendengaran, ruptur atau perforasi dari gendang telinga dan vertigo.
K. Prognosis
Kasus-kasus berat memerlukan waktu hingga 4-6 minggu untuk
menyembuh, tapi umumnya dapat sembuh dalam dua atau tiga hari.
Barotrauma biasanya sembuh sendiri. Hilangnya pendengaran sebagian besar
bersifat temporer.
L. Pencegahan
Barotrauma dapat dicegah dengan menghindari terbang ataupun menyelam
pada waktu pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat. Jika terasa
nyeri, agaknya tuba eustakius telah menciut. Yang harus dikerjakan jika ini
terjadi pada saat menyelam adalah hentikan menyelam atau naiklah beberapa

24
kaki dan mencoba menyeimbangkan tekanan kembali. Hal ini tidak dapat
dilakukan jika sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu untuk
mencegah penciutan tuba eustakius.
Metode terbaik adalah dengan mulai melakukan manuver-manuver
pembersihan dengan hati-hati beberapa menit sebelum pesawat mendarat. Jika
pasien harus terbang dalam keadaan pilek, maka sebaiknya menggunakan
dekongestan semprot hidung atau oral.. Tindakan preventif terdiri atas nasal
spray vasokonstriktor 12 jam sebelum penerbangan, dekongestan oral dan
mengunyah permen karet ketika mendarat.
Selain itu, usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan
selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsava, terutama
sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.1

25

Anda mungkin juga menyukai