Anda di halaman 1dari 66

Nama :ike kurniawati

Npm: 11171055
Kelas: 3 fa 2
Tugas GMP

1.Jelaskan hubungan video bareskrim polri dengan cpob?


2. Jelaskan perbedaan meracik dan memproduksi sediaan kosmetik, berdasarkanpaparan
kepala balai besar pengawasan obat & makanan di provinsi dki dan jabar,
serta regulasi yang berlaku?
3. Berikan contoh proses produksi di industri farmasi untuk sediaan: tablet salut,
kapsulkeras, kapsul lunak, sirop, suspensi, Suspensi kering, emulsi, krim, gel, salep,
pasta, supo, ovula, injeksi, infus, tetes mata, dan tetes telinga.dengan zat aktif serta
eksipien pada era JKN (e-catalog obat)?
4. Dilanjutkan dengan uraian langkah produksi, bahan baku, alat & mesin,
parameterkritis, dan pengujian..untuk seluruh sediaan tersebut di atas?
5. cantumkan daftar pustaka.
Jawaban
1. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Hubungan antara CPOB dengan video tersebut menurut saya dari cara produksi obat.
Pada video tersebut cara pembuatan obatnya sembarangan bahkan obat yang sudah
kadaluwarsa dikemas kembali dan diperjualbelikan kembali, oleh sebab itu konsumen
tidak menerima obat yang bermutu tinggi dan bahaya jika digunakan untuk pasien atau
untuk memelihara kesehatan. Divideo tersebut nampaknya orang yang melakukan
kecurangan terhadap pembuatan obat nampaknya tidak memiliki izin edar, yaitu dia
melakukan dengan cara obat yang telah kadaluwarsa dalam bentuk tablet dibuat serbuk
dan dimasukkan kedalam kapsul lalu dikemas kembali. Dari situ sudah dapat
disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku merupakan sesuatu yang melanggar
hukum salah satunya CPOB. Dimana CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang
memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik
atau spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Dan video
tersebut tidak ada izin edar, dan mutunya sangat rendah karena menggunakan ob at yang
sudah kadaluwarsa.

2. Pengertian kosmetik menurut BPOM


 Dalam dokupen Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik disebutkan beberapa istilah terkait
definisi kosmetik. BPOM menjelaskan pengertian kosmetik, kosmetik lisensi, kosmetik
kontrak, dan kosmetik impor. Berikut adalah pengertian beberapa istilah kosmetik
tersebut:Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik. Kosmetik lisensi adalah kosmetik yang diproduksi di wilayah
Indonesia atas dasar penunjukan atau persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara
asalnya.Kosmetik kontrak adalah kosmetik yang produksinya dilimpahkan kepada
produsen lain berdasarkan kontrak. Kosmetik impor adalah kosmetik produksi pabrik
kosmetik luar negeri yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.
 Pengertian kosmetik menurut PerMenKes RI
 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika, definisi kosmetika
adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik.
 yang disebut dengan meracik adalah mencampur beberapa bahan untuk dijadikan obat
dan jamu. Dengan demikian, ilmu meracik obat adalah ilmu tentang bagaimana
mencampur beberapa bahan untuk dijadikan obat. Ilmu ini penting, terutama bagi
apoteker dan asistennya, karena tidak semua obat yang tertulis dalam resep dokter bisa
langsung disediakan oleh apotik. Tidak jarang obat yang tertera dalam resep dokter
masih perlu diracik lebih dulu sebelum diberikan kepada pasien.
3,4 dan 5
1. Contoh proses produksi:
 Tablet salut
a.Contoh proses produksi
Sebagai contoh adalah proses pembuatan tablet asam mefenamat yang dibuat dengan
metode granulasi basah. Asam mefenamat dibuat dengan metode granulasi basah karena
tahan panas, tahan lembab dan memiliki sifat fisika kimia seperti pada tabel 1.
Asam mefenamat tersebut dibuat tablet dengan komposisi seperti disajikan pada tabel 2.

Metode pembuatan tablet asam mefenamat adalah sebagai berikut:


 Pencampuran kering komponen fase dalam yaitu Asam mefenamat dan Avicel PH 101
 Penambahan sejumlah bahan pengikat PVP 10% sesuai dengan hasil bagian Research
and Development.
 Pembuatan massa granul sehingga diperoleh granul basah dengan menggunakan
ayakan basah
 Pengeringan granul basah sehingga diperoleh granul kering. Pada tahapan ini maka
dilakukan in process control dengan pengambilan sampel granul kering untuk ditetapkan
kadar airnya. Kadar air yang harus dipenuhi sebesar 2-4%. Penetapan kadar air ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Halogen Moisture Analyzer seperti disajikan pada
gambar 5.

 Setelah granul dinyatakan kering maka baru bisa dilanjutkan dengan tahapan
berikutnya yaitu pengayakan kering.
 Granul yang telah diayak tersebut kemudian ditambahkan dengan sebagian Avicel PH
101, Xanthan gum dan Magnesium stearat. Pada tahapan ini maka dilakukan in process
control dengan menetapkan homogenitas asam mefenamat dalam campuran. Sejumlah
sampel diambil dari dalam mikser dan kemudian ditetapkan kadar asam mefenamatnya.
Campuran dinyatakan homogen apabila nilai CV kadar asam mefenamat dalam
campuran tersebut < 5%. Analisis penetapan kadar asam mefenamat dalam tablet dapat
dilakukan dengan metode titrasi yaitu dengnan menimbang seksama sejumlah serbuk
tablet setara dengan 0,5 g asam mefenamat. Kemudian dilarutkan dalam lebih kurang 80
ml etanol mutlak P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P.
Dilakukan pemanasan atau sonikasi untuk membantu pelarutan, dinginkan lalu
tambahkan etanol mutlak P yang telah dinetralkan secukupnya hingga 100 ml. Kemudian
titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 M menggunakan larutan merah fenol P sebagai
indikator. Tiap ml natrium hidroksida 0,1 M setara dengan 24,13 mg C15H15NO2.
 Campuran yang telah dinyatakan homogen kemudian dikempa sehingga terbentuk
tablet. Pada tahapan ini juga dilakukan in proces control dengan mengambil sejumlah
sampel tablet.

b. Zat aktif dan Eksipien


Tablet terdiri atas bahan aktif berkhasiat dan bahan lainnya yang disebut dengan bahan
tambahan atau eksipien. Jenis dan fungsi dari bahan tambahan tersebut ada berbagai
macam yaitu:
 Pengisi, Bahan bersifat inert yang ditambahkan ke dalam formula tablet untuk
penyesuaian berat akhir tablet. Contoh bahan adalah laktosa.
 Pengikat (binders), Bahan ini akan meningkatkan daya lekat antar partikel dalam
formula tablet sehingga dalam proses pengempaan akan membentuk masa yang mampat.
Contoh bahan misalnya mucillago amyli dan solutio gelatin.
 Penghancur (disintegrant), Bahan ini bertugas untuk membantu hancurnya tablet
setelah ditelan oleh pasien. Penambahannya dapat dilakukan dengan dimasukkan dalam
masa granul atau di luar granul atau dibagi dua sehingga ada yang ikut digranul dan ada
yang tidak. Contoh bahan ini adalah amilum kering.
 Pelicin,Bahan ini digunakan untuk mengurangi gesekan antar partikel. Ada tiga jenis
dari bahan ini yaitu glidant (membantu mengalirnya campuran bahan ketika dalam
hopper atau corong alimentasi) dan lubricant (mencegah gesekan antara tablet dengan
dinding die ketika dikempa dan gesekan antara dinding die dengan dinding punch).
Contoh bahan ini antara lain talk, magnesium stearat.
 Pendapar, Bahan ini ditambahkan untuk menjaga stabilitas atau menetralkan bahan
aktif yang ada dalam tablet. Bahan ini misalnya ditambahkan pada children buffered
aspirin chewable tablet.
 Pemanis, Bahan ini sangat diperlukan dalam formulasi tablet kunyah. Dengan adanya
bahan ini maka akan memberikan rasa manis di mulut. Contoh bahannya adalah sukrosa
dan mannitol.
 Pembasah, Bahan ini ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan bahan yang
bersifat hidrofobik. Penambahannya bisa dengan dimasukkan ke dalam cairan penyalut
atau berupa serbuk yang ikut digranul. Contoh bahannya adalah natrium lauril sulfat.
 Penyalut, Bahan penyalut ditambahkan untuk memperoleh tablet salut lapis tipis atau
salut gula atau salut enterik.
 Matriks, Bahan yang ditambahkan untuk membantu mengatur pelepasan bahan aktif.
 Pewarna, Bahan pewarna ditambahkan untuk tujuan estetika sediaan, memudahkan
dalam identifikasi produk atau membantu dalam proses pencampuran.
c. Langkah produksi

Tahap-tahap penyalutan gula adalah :


 Penyegelan tablet inti (Sealing)
Tujuan penyegelan adalah untuk mencegah penyusupan air ke dalam tablet inti.
Penggunaan larutan seal coating yang terlalu banyak akan mempengaruhi disolusi dan
disintegrasi obat, namun penyegelan yang kurang akan menyebabkan stabilitas tablet inti
terganggu (tablet pecah / cracking).
 Pelapisan dasar (Sub Coating)
Tujuan sub coating adalah untuk membulatkan tepi tablet dan menutup sudut-sudut kritis
pada tablet inti serta meningkatkan berat tablet (penyalutan gula dapat meningkatkan
berat tablet 50-100%). Variasi bobot tablet salut gula maksimal 6,5 %.
 Pewarnaan (Coloring)
Tujuan pewarnaan adalah untuk menutupi atau mengisi cacat pada permukaan tablet
yang disebabkan oleh tahap pelapisan dasar serta memberikan warna yang diinginkan
bagi tablet. Umumnya pewarnaan ditambahkan pada saat tablet sudah cukup halus agar
hasil akhir tablet tidak berbinik-bintik dan terjadi migrasi warna.
 Penghalusan (Smoothing)
Tujuan penghalusan adalah untuk mengikis permukaan tablet yang kasar yang
disebabkan oleh tahap pelapisan dan atau pewarnaan sehingga menghasilkan tablet halus,
mengkilap, dan anggun.
 Pengkilapan (Polishing)
Tujuan pengkilapan adalah untuk memperoleh hasil akhir (tablet salut yang mengkilap,
licin, halus, dan menawan. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah jangan
digunakan panas berlebih karena bubuk wax akan menempel pada tablet, serta hentikan
proses polishing jika tablet sudah mengkilap, jika terlalu lama justru tabletakan rusak dan
tidak mengkilap (buram).

d. Bahan baku
Dalam pembuatan tablet, zat berkahsiat, zat-zat lain, kecuali zat pelicin dibuat granul
(butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik, maka
dibuat granul agar mudah mengalir (free flowing) mengisi cetakan serta menjaga agar
tidak retak (capping) (Anief, 2000).
Granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya
berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran
biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun demikian granula dari macam-macam
ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaiannya
(Ansel, 1989).
Umumnya granula dibuat dengan cara melembabkan serbuk yang diinginkan atau
campuran serbuk yang digiling dan melewatkan adonan yang sudah lembab pada celah
ayakan dengan ukuran lubang ayakan yang sesuai dengan ukuran granula yang ingin
dihasilkan. Sehingga partikel yang lebih besar berbentuk dan mengering oleh pengaruh
udara atau di bawah panas (sesuai sifat obat yang memungkinkannya) sambil bergerak di
atas nampan pengering untuk menghindari perekatan granula garanula dapat juga diolah
tanpa memakai pelembapan, caranya dengan menyalurkan adonan dari bahan serbuk
yang ditekan melalui mesin pembuat granula (Voigh, 1994). Selain itu cara membuat
granul ada 2 macam, yaitu:
1. Granulasi Basah
Dilakukan dengan mencampurkan zat berkahsiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai
homogen, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan
pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam almari pengering
pada suhu 40o-50o. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran
yang diperluka dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin
tablet. Cara granulasi basah menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan
lebih lama dibanding cara granulasi kering (Syamsuni, 2006).
2. Granulasi kering atau disebut slugging atau pre compression
Dilakukan dengan mencamour zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, serta jika perlu
ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen,
lalu dikempa pada tekanan tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slugging), yang tidak
berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran
partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak menjadi tablet yang dikehendaki
dengan mesin tablet. Keuntungan granulasi kering, yaitu tidak diperlukan panas dan
kelembapan dalam proses granulasi kering ini serta penggunaan alatnya lebih sederhana,
sedangkan kerugiannya adalah menghasilkan tablet yang kurang tahan lama
dibandingkan dengan cara granulasi basah (Syamsuni, 2006).
Granula mengalir baik dibanding dengan serbuk, untuk tujuan perbandingan, perhatikan
sifat aliran gula waktu dituangkan antara yang berbentuk gumpalan serbuk. Karena
kekhususan ini pembuatan granula biasanya dilakukan diwaktu campuran serbuk akan
dikempa menjadi tablet. Aliran seperti ini memungkinkan bahan tadi bergerak bebas
darihopper atau wadah adonan ke dalam cetakan tablet (Voigh, 1994).
Bentuk granula biasanya lebih stabil secara fisik dan kimia daripada serbuk saja. Setelah
dibuat dan dibiarkan beberapa waktu, granul tidak segera mengering atau mengeras
seperti balok bila dibandingkan dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan granul
lebih kecil dibandingkan dengan serbuknya. Granul biasanya lebih tahan terhadap
pengaruh udara. Selama granul mudah dibasahi (wetted) oleh pelarut daripada beberapa
macam serbuk yang cenderung akan mengambang di atas permukaan pelarut, sehingga
granula lebih disukai untuk dijadikan larutan (Voigh, 1994).
Variasi dalam perbandingan granul kecil dan granul besar dan variasi dalam besaran dari
perbedaan ukuran granul memengaruhi cara pengisian ruang celah antara partikel-
partikel. Jadi, walaupun volume sebenarnya dalam lubang kempa pada dasarnya sama,
perbandingan (proporsi) partikel besar dan kecil yang berbeda dapat mengubah bobot isi
dalam tiap lubang kempa. Selanjutnya, jika granul besar digunakan untuk mengisi
lubang kempa yang kecil, granul yang diperlukan relatif hanya sedikit. Sedikit
perbedaan dari rata-rata ukuran granul dapat menimbuklan variasi persentase bobot yang
tinggi. Jika rata-rata ratusan granul diperlukan untuk mengisi lubang kempa, sedikit
variasi dari rata-rata ukuran granul akan menghasilkan variasi bobot yang kecil, asalkan
rentang ukuran partikel sempit (Siregar, 2010).
Persyaratan yang ditempatkan pada sebuah granulat adalah sebagai berikut:
1. Dalam bentuk dan warna yang sedapat mungkin teratur
2. Sedapat mungkin memiliki distribusi butir yang sempit dan mengandung
3. bagian berbentuk serbuk lebih dari 10%
4. Memiliki daya luncur yang baik
5. Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan
6. Tidak terlampau kering (sisa lembab 3 - 5 %)
7. Hancur baik didalam air (Voigt, 1994).

e. Alat dan mesin


 Fitzmill
Alat ini berguna untuk menggiling campuran untuk pembuatan granulasi sehingga
menjadi lebih halus dan ukurannya seragam. Didalam alat ini terdapat pisau pisau yang
dapat menghaluskan dan ayakan untuk menyeragamkan ukuran.
 Drum Rotator
Alat ini berguna untuk menghomogenkan suatu campuran serbuk sehingga menghasilkan
campuran yang homogen. Alat ini berupa drum yang berisikan suatu campuran lalu
diletakan pada rotator.
 Reynold Mixer
Alat ini berguna untuk mencampurkan campuran dan larutan pengikat sehingga
menghasilkan granul basah. Alat ini terdiri dari Reynold bowl, pengaduk dan Reynold
mixer.
 Granulator
Alat ini berguna untuk menyeragamkan ukuran granul. Didalam ayakan tersebut terdapat
ayakan dengan ukuran mesh tertentu.
 Drying oven
Alat ini berguna untuk mengeringkan granul basah dengan temperature terkontrol.

 Compressing tablet killian RUZS


Alat ini berguna untuk mencetak tablet. Cara kerja alat ini adalah dengan memasukan
granul ke tempat pencetakannya dan dikempa oleh Gerakan punch atas dan bawah.

 Accelacota 48’’
Alat ini berguna sebagai alat penyalutan tablet. Alat ini dilengkapi dengan alat
penyemprot atau sprayer yang dapat menyemprot larutan penyalut kedalam coating pan.
Pada alat juga terdapat saluran udara masuk dan saluran udara keluar agar tablet yang
telah disemprot dengan larutan coating dialiri udara yang telah diatur suhu, tekanan, dan
alirannya sehingga tablet yang telah disalut menjadi kering.
 Ball Mill
Alat ini berguna untuk mencampur dan menghomogenkan larutan dengan menggunakan
bola bola kecil terbuat dari porcelain yang ada didalamnya.lalu alat ini diputar dengan
diletakan pada rotator.
 Lightening mixer
Alat ini berguna untuk mencampur dan menghomogenkan larutan.
 Markem printer
Alat ini berguna untuk mencetak logo pada tablet yang telah disalut.

 Ce king filling
Alat ini berguna untuk proses filling tablet kedalam botol plastic kemasan primer.

 Kalish capper
Alat ini berguna untuk memasang tutup botol plastic dengan kuat sehingga tidak terjadi
kebocoran.

f. Parameter kritis
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyalutan antara lain sifat dan bentuk tablet
inti (bentuk yang ideal : sferis, elips, bikonveks, bulat dan bikonveks oval sehingga tablet
mudah berputar dan bergerak); kekerasan tablet harus cukup, sehingga dapat tahan
terhadap benturan selama penyalutan, kerapuhan sekecil mungkin sehingga tidak
menimbulkan banyak debu); peralatan yang digunakan; formulasi lapisan penyalut;
kondisi ruangan (suhu, kelembaban, kandungan debu, dll); serta keahlian operator.
Tablet hasil penyalutan harus memenuhi syarat yaitu permukaan tablet licin; lapisan
penyalut harus stabil dan tidak boleh ada cacat; untuk tablet salut yang berwarna maka
warnanya harus rata dan tidak boleh terjadi migrasi zat warna; lapisan penyalut harus
mampu melindungi tablet inti dari pengaruh udara, kelembaban, dan cahaya; lapisan
penyalut harus memiliki rasa netral atau enak; serta penyalutan diusahakan setipis
mungkin dan tidak boleh merusak obatnya.
Beberapa permasalahan yang sering terjadi selama proses pembuatan tablet salut film
adalah :
 Picking Kondisi di mana larutan penyalut terlalu basah atau lengket sehingga
menyebabkan tablet saling melengket atau menempel pada panci. Hal ini dapat diatasi
dengen mengurangi jumlah cairan atau meningkatkan suhu pengeringan dan volume
udara.
 Peeling Hal ini merupakan kelanjutan dari picking yang menyebabkan tablet
menggumpalgumpal dan cairan penyalut menempel pada tablet.
 Bridging Kondisi di mana logo tablet tertutupi larutan penyalut. Penyebabnya adalah
kurangnya daya lekat cairan penyalut pada permukaan tablet, lapisan pada bagian
cekungan mengkerut.
 Roughness Kondisi ini disebut juga efek kulit jeruk yang disebabkan pengeringan
terlalu cepat atau larutan penyalut terlalu kental atau penyebaran cairan penyalut yang
tidak merata.
 Mottling Pewarnaan yang tidak merata yang disebabkan peristiwa migrasi zat
pewarna yang larut air pada proses pengeringan.

g. Pengujian
Uji yang dilakukan pada tahapan ini adalah :
 Keseragaman sediaan tablet
Uji ini menggambarkan keseragaman bobot tablet yang pada Farmakope Indonesia Edisi
III dan IV disebut keseragaman bobot tablet. Pada Farmakope Indonesia Edisi V
dinyatakan bahwa keragaman sediaan menggambarkan keragaman jumlah zat aktif tiap
tabletnya. Tablet asam mefenamat memiliki dosis 250 mg (≥ 25 mg) maka menurut
ketentuan harus dilakukan uji keragaman bobot. Pada uji tersebut maka dilakukan
penimbangan seksama untuk 10 tablet satu per satu. Setelah itu dilakuka penetapan
persen kadarnya dari jumlah yang tertera pada etiket untuk setiap tablet. Selanjutnya
dihitung penerimaan berdasarkan tabel yang ada di kompendia. Penetapan kadar asam
mefenamat dalam tablet dilakukan dengan metode titrasi yaitu dengnan menimbang tidak
kurang dari 20 tablet kemudian di serbuk, menimbang seksama sejumlah serbuk tablet
setara dengan 0,5 g asam mefenamat. Kemudian dilarutkan dalam lebih kurang 80 ml
etanol mutlak P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P. Dilakukan
pemanasan atau sonikasi untuk membantu pelarutan, dinginkan lalu tambahkan etanol
mutlak P yang telah dinetralkan secukupnya hingga 100 ml. Kemudian titrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 M menggunakan larutan merah fenol P sebagai indikator. Tiap ml
natrium hidroksida 0,1 M setara dengan 24,13 mg C15H15NO2.
Kekerasan tablet
Kekerasan tablet menggambarkan kekuatan tablet secara keseluruhan yang diukur
setelah diberikan suatu tekanan kepada tablet. Alat yang digunakan untuk mengukur
kekerasan tablet ada berbagai macam. Salah satunya adalah Monsanto Tablet Hardness
Tester. Tablet yang diuji dimasukkan pada alat kemudian diberikan tekanan sampai tablet
tersebut retak. Tablet yang baik akan memiliki rentang kekerasan antara 4-8 kg.

 Kerapuhan tablet
Kerapuhan tablet menggambarkan kekuatan permukaan tablet. Alat uji kerapuhan tablet
disebut friabilator. Sejumlah 20 tablet dibebasdebukan kemudian ditimbang (W0).
Setelah itu dimasukkan ke dalam alat friabilator dan mesin dijalankan dengan kecepatan
25 RPM selama 4 menit. Setelah itu tablet dibebasdebukan lagi dan ditimbang (Wt).
Kerapuhan tablet dihitung dengan rumus:

Tablet yang baik akan memenuhi persyaratan kerapuhan tablet jika memiliki kerapuhan
kurang dari 0,8% atau 1% .

 Waktu hancur tablet


Waktu hancur tablet menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tablet untuk
hancur menjadi granul atau partikel penyusunnya sehingga mampu melewati ayakan
yang terdapat pada bagian bawah alat. Alat uji waktu hancur tablet disebut disintegration
tester. Ujinya diawali dengan memasukkan sejumlah 6 tablet ke dalam alat berupa
keranjang. Keranjang kemudian dimasukkan ke dalam mediumdan digerakkan naik turun
sebanyak 30 kali setiap menit. Waktu yang dibutuhkan oleh 6 tablet tidak bersalut untuk
hancur tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula
atau salut selaput.
 Disolusi tablet
Uji disolusi akan menggambarkan laju pelarutan obat dalam medium yang akan
mempengaruhi efek obat. Alat uji disolusi tablet disebut Dissolution tester. Uji dilakukan
dengan memasukkan sejumlah tablet ke dalam alat dan kemudian diukur laju pelepasan
obat pada media air atau media lain yang sesuai. Ketentuan kecepatan disolusi untuk
setiap zat aktif dicantumkan dalam farmakope.

Daftar Pustaka
Hadisoewignyo, L., Fudholi, A., 2013, Sediaan Solida, Pustaka pelajar, Yogyakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Priyambodo, B, 2007, Manajemen farmasi Industri, Global Pustaka Utama Yogyakarta.
Anief, Moh, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gajah Mada University Press:

Yogyakarta.

Voigh. Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press:

Yogyakarta.

 Kapsul lunak
a. Contoh proses produksi
1. Penimbangan :Penimbangan bahan baku/material kapsul lunak sesuai dengan formula
dalam batch record. Bahan-bahan biasanya terdiri dari bahan aktif, pewarna, bahan
pengawet dan gelatin. Biasanya gelatin dibutuhkan dalam jumlah yang besar > 100 kg.
Gelatin ini dipilih yang Halal, banyak sekali pilihan halal gelatin.
2. Pencampuran bahan : Pencampuran bahan aktif kapsul biasanya menggunakan tangki
stainless SS 316L dengan agitator. Bahan aktif dalam kapsul lunak biasanya berupa
larutan sehingga tinggal dicampur dengan lauran-larutan lain, semisal larutan pembawa.
Sesudah tercampur sempurna tangkidipindahkan ke mesin kapsulasi.
3. Pembuatan Gelatin : Bahan baku gelatin pada awalnya berupa padatan, berupa granul-
granul. Granul-granul gelatin ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pelelehan,
kemudian tangki dipanaskan dengan steam sehingga gelatin meleleh. Setelah meleleh
kemudian ditambahkan pewarna dan zat pengawet. Dicampur semua dalam tangki
dengan agitator dengan kondisi vacuum (tidak ada udara). Udara ini perlu dibuang agar
meminimalkan risiko masuknya udara ke dalam gelatin sehingga menyebabkan gelatin
bergelembung. Kondisi seperti ini berisiko gelatin tidak bisa dibentuk menjadi lembaran-
lembaran tipis (sheets). Gelatin yang sudah meleleh kemudian ditampung dalam tangki
dengan pemanas, menjaga agar gelatin tetap dalam kondisi semiliquid. Kondisi
semiliquid dibutuhkan agar gelatin yang melelh bisa mengalir ke mesin kapsulasi.
4. Kapsulasi dengan mesin kapsul :Tahap ini merupakan tahap utama dalam pembuatan
kapsul lunak dimana kapsul mulai dicetak dengan mesin kapsulasi. Pertama gelatin
dibentuk menjadi sheets diambil dari tangki gelatin melalui selang ke drum roll. Akan
ada 2 sheet gelatin kanan dan kiri, sheet ini akan diarahkan menuju mould (pencetak)
kapsul. Mould kapsul ada 1 pasang kanan dan kiri dengan dimensi dan jumlah lubang
yang sama. Zat aktif berupa liquid cairan akan dipompa ke hopper untuk diinjeksi ke
mould kapsul sekaligus dipotong untuk mencetak kapsul. Berat/volume zat aktif liquid
harus di kontrol secara ketat agar jumlah dosis selalu tepat.
5. Penirisan atau pengeringan pada Tumbler : Kapsul yang sudah terbentuk akan dibawa
oleh conveyor kecil ke tumbler untuk ditiriskan. Ada beberapa jenis mesin kapsulasi
dengan tumbler bukan hanya meniriskan tapi juga mengeringkan kapsul. Tumbler terdiri
dari 4-8 tumbler yang berputar mendorong kapsul lunak keluar untuk ditampung. Bila
tumbler tanpa pemanas, kapsul perlu dimasukkan ke dalam rak dahulu untuk
dikeringkan. Keuntungan tumbler dengan pemanas adalah kapsul yang sudah keluar dari
tumbler sudah kering sehingga tinggal filling ke kemas primer. Ini menghemat waktu dan
biaya produksi. Proses kritis dalam kapsulasi ini adalah suhu ruangan, dimana suhu
ruangan dijaga dingin <21 C agar sheet gelatin tidak putus sehingga dapat di kapsulasi.
6. Pengeringan kapsul lunak dengan Drying room : Mesin kapsul lunak tanpa tumbler
pemanas maka kapsul akan ditata dalam rak kemudian akan dikeringkan dengan suhu
rendah (<25 C) dan kelembapan rendah (<30 %) selama beberapa jam.
7. Pengisian ke kemasan primer : Kapsul yang sudah kering kemudian di sortir. Di
filling dan di hitung untuk masuk ke kemasan primer (botol/blister/sachet).

b. Zat aktif dan Eksipien


 Zat aktif :
 Zat Tambahan :
Bahan dasar : Gelatin, Bahan Pelunak (poly-ol), gula, air
c. Langkah produksi

d. Bahan baku
Adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah
maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua
bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.

e. Alat dan mesin


 Tanki stainless SS 316 L
 Tanki pelelehan gelatin

 Tumbler kapsul lunak


f. Parameter kritis
Faktor – Faktor yang Merusak Cangkang Kapsul
 Mengandung zat-zat yang mudah mencair ( higroskopis)
Zat ini tidak hanya menghisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air dari
kapsulnya sendiri hingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Penambahan lactosa atau
amylum (bahan inert netral) akan menghambat proses ini. Contohnya kapsul yang
mengandung KI, NaI, NaNO2 dan sebagainya.
 Mengandung campuran eutecticum
Zat yang dicampur akan memiliki titik lebur lebih rendah daripada titik lebur semula,
sehingga menyebabkan kapsul rusak/lembek. Contohnya kapsul yang mengandung
Asetosal dengan Hexamin atau Camphor dengan menthol. Hal ini dapat dihambat dengan
mencampur masing-masing dengan bahan inert baru keduanya dicampur.
 Mengandung minyak menguap, kreosot dan alkohol.
 Penyimpanan yang salah
Di tempat lembab, cangkang menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka karena kapsul
tersebut menghisap air dari udara yang lembab tersebut.
Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi rapuh dan mudah
pecah.
Mengingat sifat kapsul tersebut maka sebaiknya kapsul disimpan :
 dalam ruang yang tidak terlalu lembab atau dingin kering
 dalam botol gelas tertutup rapat dan diberi silika (pengering)
 dalam wadah plastik yang diberi pengering
 dalam blitser / strip alufoil

g. Pengujian
 Keseragaman sediaan
Metode untuk keseragaman bobot kapsul diatur dalam farmakope. Sebagai contoh pada
kapsul asam mefenamat dengan dosis 250 mg maka dilakukan uji keragaman bobot.
Pada uji tersebut maka 10 kapsul masing-masing ditimbang seksama dan diberi identitas.
Isi kapsul dikeluarkan dengan cara yang sesuai. Setiap cangkang kapsul kosong
ditimbang sehingga dapat diketahui bobot bersih dari isi dnegan cara mengurangkan
bobot cangkang kapsul dari masing-masing bobot bruto. Penetapan kadar asam
mefenamat dilakukan pada masing-masing kapsul. Metode penetapan kadarnya dapat
mengacu pada metode penetapan kadar asam mefenamat yang sudah diuraikan pada
tablet. Setelah itu dapat dihitung nilai penerimaan berdasarkan ketentuan pada tabel
yang ada di kompendia.
 Waktu hancur kapsul
Uji waktu hancur kapsul dilakukan seperti halnya uji waktu hancur tablet dengan
ketentuan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk semua kapsul menjadi hancur tidak lebih
dari 15 menit.
 Uji disolusi
Besarnya jumlah obat yang terlepas tergantung dari jenis zat aktif yang ada dalam
kapsul. Pada contoh kapsul asam mefenamat maka disolusi dilakukan dengan
menggunakan 900 ml Dapar Tris 0,05 M dengan alat tipe I pada kecepatan 100 rpm. Uji
disolusi dilakukan selama 45 menit dan dalam jangka waktu tersebut harus larut tidak
kuran dari 75% (Q) asam mefenamat dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan
kadar asam mefenamat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair
kinerja tinggi dengan detektor 254 nm. Fase gerak yang digunakan adalah campuran
asetonitril P dengan dapar tetrahidrofuran P. Kecepatan alirannya adlah 1,0 ml per menit.
 Penetapan kadar
Pada contoh kapsul asam mefenamat maka penetapan kadar dilakukan dengan
mengeluarkan isi tidak kurang dari 20 kapsul yang selanjutnya diitimbang sehingga
dapat diketahui bobot rata-rata isi kapsul. Setelah itu ditimbang sejumlah isi kapsul yang
telah dicampur setara dengan lebih kurang 100 mg asam mefenamat dan dimasukkan ke
dalam labu terukur 500 ml. Pada sampel ditambahkan 10,0 ml tetrahidrofuran P dan
disonifikasi lebih kurang 5 menit dengan sekali-kali diaduk. Larutan tersebut diencerkan
dengan dengan fase gerak, dicampur dan disaring.Selanjutnya ditetapkan kadarnya
dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi seperti yang tertulis pada
penetaan kadar asam mefenamat pada uji disolusi.

Daftar Pustaka
1. Anief, Moh, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.
2. Ansel. Howard C, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan, UI-Press: Jakarta.
3. Syamsuni. H. A, 2006, Ilmu Resep, EGC: Jakarta.
4. Voigh. Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.
5. Anwar Effionora.2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi.Dian Rakyat: jakarta

 Kapsul keras
b. Contoh proses produksi
Proses pengolahan kapsul dimulai dengan:
 Penimbangan bahan baku yang diluluskan oleh bagian Quality assurance.QA
bertujuan untuk meningkatkan proses pengembangan dan testing agar tidak terjadi
kesalahan selama produk dikembangkan
Ada dua metode pengolahan kapsul, yaitu
a. Pencampuran langsung serbuk menggunakan mixer
b. Proses granulasi basah, dilakukan seperti granulasi pada pembuatan tablet, kemudian
granul yang dihasilkan dicampur dengan bahan lainnya.
 Proses pengisian dengan menggunakan Filling Capsule Machine
 Polishing kapsul yang berguna untuk menghilangkan serbuk yang lengket pada
permukaan cangkang kapsul sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
c. Zat aktif dan Eksipien
 Zat aktif obat
 Cangkang kapsul
Terdiri atas wadah (badan kapsul) dan tutup yang ukurannya lebih pendek. Kedua bagian
saling menutupi bila dipertemukan. Bagian tutup harus dapat menyelubungi bagian
badan kapsul secara tepat dan rapat sehingga isinya (obat dan bahan tambahan) tidak
keluar/tumpah. Cangkang keras dapat diisi dengan bahan padat, baik itu serbuk atau
granul. Cangkang kapsul biasanya mengandung air sebanyak 10-15% tetapi di literatur
lain ada yang menyatakan sekitar 9- 12%

Sifat cangkang kapsul keras


Cangkang kapsul keras bila disimpan dalam lingkungan yang kelembabannya tinggi ,
maka uap air akan diabsorbsi oleh kapsul sehingga kapsul menjadi rusak.
Cangkang kapsul gelatin dapat menyerap air seberat 10 kali berat gelatin.
Bila kapsul disimpan pada lingkungan udara yang sangat kering. Sebagian uap air pada
kapsul akan hilang, sehingga kapsul menjadi rapuh serta mungkin remuk jika dipegang.
Bahan pembuat cangkang keras
1. Bahan utama bisa berupa gelatin, metilselulosa atau pati.
2. Bila terbuat dari gelatin, komposisi pembuatnya adalah
gelatin, air dan gula.
3. Pewarna, karena komposisi dasar kapsul tidak berasa dan tidak berwarna, maka
banyak pabrik menambahkan zat pewarna sebagai variasi pada pembuatan cangkang
kapsul.
4. Bahan pengawet, untuk mencegah timbulnya jamur pada cangkang kapsul

 Zat tambahan (eksipien)


a. Bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair
diberi bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon
dioksida.
b. Bahan pelicin (magnesium stearat)
Pelicin bertujuan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi
gesekan di antara partikel-partikel.glidan cenderung mengurangi adhesivitas, sehingga
mengurangi gesekan antar partikulat dari sistem secara menyeluruh. Seperti lubrikan,
glidan diperlukan pada permukaan partikel sehingga harus dalam keadaan halus dan
secara tepat dimasukkan ke dalam cmapuran massa tablet.

Penggunaan glidan yang terlalu sedikit akan mengakibatkan sticking, yang ditunjukkan
oleh permukaan tablet menjadi lembab. Tahap awal dari sticking biasanya adalah filming
pada permukaan punch. Kondisi yang lebih parah dari sticking yaitu picking, terjadi
ketika bagian permukaan tablet terangkat atau keluar dan menempel pada permukaan
punch.
c. Surfaktan/zat pembasah
d. Langkah produksi
Cara Pengisian Kapsul:
Yang dimaksud kapsul disini adalah kapsul keras. Kapsul gelatin keras terdiri dari dua
bagian yaitu bagian dalam / induk yaitu bagian yang lebih panjang (biasa disebut badan
kapsul) dan bagian luar /tutup. Kapsul demikian juga disebut Capsulae Operculatae dan
kapsul bentuk ini diproduksi besar-besaran di pabrik dengan mesin otomatis. Umumnya
ada lekuk khas pada bagian tutup dan induk untuk memberikan penutupan yang baik bila
bagian induk dan tutup cangkangnya dilekatkan, untuk mencegah terbukanya cangkang
kapsul yang telah diisi, selama transportasi dan penanganan.
Ada 3 macam carapengisian kapsul yaitu dengan tangan, dengan alat bukan mesin dan
dengan alat mesin
 Dengan Tangan
Merupakan cara yang paling sederhana yakni dengan tangan, tanpa bantuan alat lain.
Cara ini sering dikerjakan di apotik untuk melayani resep dokter. Pada pengisian dengan
cara ini sebaiknya digunakan sarung tangan untuk mencegah alergi yang mungkin timbul
karena petugas tidak tahan terhadap obat tersebut. Untuk memasukkan obat dapat
dilakukan dengan cara serbuk dibagi sesuai dengan jumlah kapsul yang diminta lalu tiap
bagian serbuk dimasukkan kedalam badan kapsul dan ditutup.
 Dengan alat bukan mesin
Alat yang dimaksud disini adalah alat yang menggunakan tangan manusia. Dengan
menggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan pengerjaannya
dapat lebih cepat sebab sekali cetak dapat dihasilkan berpuluh-puluh kapsul. Alat ini
terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang tetap dan bagian yang bergerak.Caranya :
1. Kapsul dibuka dan badan kapsul dimasukkan kedalam lubang dari bagian alat yang
tidak bergerak.
2. Serbuk yang akan dimasukkan kedalam kapsul dimasukkan /ditaburkan pada
permukaan kemudian diratakan dengan kertas film.
3. Kapsul ditutup dengan cara merapatkan/menggerakkan bagian yang bergerak. Dengan
cara demikian semua kapsul akan tertutup.
 Dengan alat mesin
Untuk menghemat tenaga dalam rangka memproduksi kapsul secara besar-besaran dan
untuk menjaga keseragaman dari kapsul tersebut , perlu dipergunakan alat yang serba
otomatis mulai dari membuka, mengisi sampai dengan menutup kapsul. Dengan cara ini
dapat diproduksi kapsul dengan jumlah besar dan memerlukan tenaga sedikit serta
keseragamannya lebih terjamin.
Proses yang terjadi selama pengisian isi kapsul pada mesin adalah
1. Cangkang kapsul kosong dimasukkan ke dalam hopper yang selanjutnya kapsul akan
masuk ke dalam jalur kapsul
2. Pemisahan antara badan dan tutup kapsul dengan metode vaccum
3. Badan kapsul ditempatkan pada shaft yang selanjutnya siap diisi dengan serbuk,
granul, pellet, tablet atau cairan
4. Dosing station untuk pellet, tablet atau tablet salut
5. Dosing station untuk serbuk atau cairan
6. Dosing station untuk pellet
7. Kapsul yang rusak di-reject
8. Tutup dan badan kapsul yang sudah diisi diletakkan pada shaft
9. Tutup dan badan kapsul siap ditutup
10. Penutupan dan penguncian
11.Pengeluaran kapsul dari mesin
Kapsul yang sudah dikeluarkan dari mesin selanjutnya dikilapkan dengan cara:
1. Pengkilapan dengan panci yaitu dengan meletakkan secarik kain dalam panci untuk
menangkap debu
2. Pembersihan debu dengan lap yang sebelumnya telah dibasahi dengan minyak inert
3. Penyikatan menggunakan putaran sikat-sikat lunak yang dilanjutkan dengan
pengisapan debu

e. Bahan baku
Adalah semua bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah
maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua
bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.

f. Alat dan mesin


 High shear mixer

 Mesin granulasi basah

 Filling Capsule MachineuntukProses pengisian.

Filling Capsule manual

Filling Capsule otomatis

 Liquid Capsule Filling


g. Parameter kritis
Faktor – Faktor yang Merusak Cangkang Kapsul
 Mengandung zat-zat yang mudah mencair ( higroskopis)
Zat ini tidak hanya menghisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air dari
kapsulnya sendiri hingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Penambahan lactosa atau
amylum (bahan inert netral) akan menghambat proses ini. Contohnya kapsul yang
mengandung KI, NaI, NaNO2 dan sebagainya.
 Mengandung campuran eutecticum
Zat yang dicampur akan memiliki titik lebur lebih rendah daripada titik lebur semula,
sehingga menyebabkan kapsul rusak/lembek. Contohnya kapsul yang mengandung
Asetosal dengan Hexamin atau Camphor dengan menthol. Hal ini dapat dihambat dengan
mencampur masing-masing dengan bahan inert baru keduanya dicampur.
 Mengandung minyak menguap, kreosot dan alkohol.
 Penyimpanan yang salah
Di tempat lembab, cangkang menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka karena kapsul
tersebut menghisap air dari udara yang lembab tersebut.
Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi rapuh dan mudah
pecah.
Mengingat sifat kapsul tersebut maka sebaiknya kapsul disimpan :
 dalam ruang yang tidak terlalu lembab atau dingin kering
 dalam botol gelas tertutup rapat dan diberi silika (pengering)
 dalam wadah plastik yang diberi pengering
 dalam blitser / strip alufoil

h. Pengujian
 Keseragaman sediaan
Metode untuk keseragaman bobot kapsul diatur dalam farmakope. Sebagai contoh pada
kapsul asam mefenamat dengan dosis 250 mg maka dilakukan uji keragaman bobot.
Pada uji tersebut maka 10 kapsul masing-masing ditimbang seksama dan diberi identitas.
Isi kapsul dikeluarkan dengan cara yang sesuai. Setiap cangkang kapsul kosong
ditimbang sehingga dapat diketahui bobot bersih dari isi dnegan cara mengurangkan
bobot cangkang kapsul dari masing-masing bobot bruto. Penetapan kadar asam
mefenamat dilakukan pada masing-masing kapsul. Metode penetapan kadarnya dapat
mengacu pada metode penetapan kadar asam mefenamat yang sudah diuraikan pada
tablet. Setelah itu dapat dihitung nilai penerimaan berdasarkan ketentuan pada tabel
yang ada di kompendia.
 Waktu hancur kapsul
Uji waktu hancur kapsul dilakukan seperti halnya uji waktu hancur tablet dengan
ketentuan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk semua kapsul menjadi hancur tidak lebih
dari 15 menit.
 Uji disolusi
Besarnya jumlah obat yang terlepas tergantung dari jenis zat aktif yang ada dalam
kapsul. Pada contoh kapsul asam mefenamat maka disolusi dilakukan dengan
menggunakan 900 ml Dapar Tris 0,05 M dengan alat tipe I pada kecepatan 100 rpm. Uji
disolusi dilakukan selama 45 menit dan dalam jangka waktu tersebut harus larut tidak
kuran dari 75% (Q) asam mefenamat dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan
kadar asam mefenamat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair
kinerja tinggi dengan detektor 254 nm. Fase gerak yang digunakan adalah campuran
asetonitril P dengan dapar tetrahidrofuran P. Kecepatan alirannya adlah 1,0 ml per menit.
 Penetapan kadar
Pada contoh kapsul asam mefenamat maka penetapan kadar dilakukan dengan
mengeluarkan isi tidak kurang dari 20 kapsul yang selanjutnya diitimbang sehingga
dapat diketahui bobot rata-rata isi kapsul. Setelah itu ditimbang sejumlah isi kapsul yang
telah dicampur setara dengan lebih kurang 100 mg asam mefenamat dan dimasukkan ke
dalam labu terukur 500 ml. Pada sampel ditambahkan 10,0 ml tetrahidrofuran P dan
disonifikasi lebih kurang 5 menit dengan sekali-kali diaduk. Larutan tersebut diencerkan
dengan dengan fase gerak, dicampur dan disaring.Selanjutnya ditetapkan kadarnya
dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi seperti yang tertulis pada
penetaan kadar asam mefenamat pada uji disolusi.

Daftar Pustaka
1. Anief, Moh, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.
2. Ansel. Howard C, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan, UI-Press: Jakarta.
3. Syamsuni. H. A, 2006, Ilmu Resep, EGC: Jakarta.
4. Voigh. Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.

Anwar Effionora.2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi.Dian Rakyat: jakarta

 Ovula
a. Contoh proses produksi
Penggunaan ovula ini dimasukkan ke dalam vagina dengan menggunakan bantuan
alat. Menurut Farmakope Indonesia III, ovula merupakan suatu sediaan padat yang
digunakan melalui vagina. Bentuk Ovula pada umumnya berbentuk telur, dapat melarut,
melunak, dan meleleh pada suhu tubuh.Jadi, ovula berbentuk seperti telur atau bola
lonjong atau kerucut dengan berat 3 – 6 gram.Namun demikian, berat ovula umumnya 5
gram jika menggunakan lemak coklat sebagai basis.Akan tetapi, berat ovula dapat
beragam tergantung pada basis dan produk industri.
Bentuk ovula.

Metode untuk menentukan jumlah basis dalam pembuatan ovula yang menggunakan
obat membutuhkan langkah-langkah sebagai berikut :
 Timbang bahan-bahan aktif untuk pembuatan sebuah ovula tunggal
 Larutkan bahan itu dan campurkan (tergantung pada kelarutannya dalam basis)
dengan bagian leburan basis yang tidak cukup untuk mengisi celah cetakan dan
tambahkan campuran ini ke dalam celah cetakan
 Tambahkan leburan basis ke dalam celah cetakan supaya terisi sepenuhnya
 Biarkan ovula mengental dan mengeras
 Keluarkan ovula dari cetakan dan ditimbang. Berat ovula dikurangi oleh berat bahan
aktifnya akan menghasilkan berat basis yang dipakai. Jumlah berat ini dikalikan dengan
jumlah ovula yang akan dibuat dalam cetakan merupakan jumlah total basis yang
dibutuhkan

b. Zat aktif dan Eksipien


 Zat Aktif : Metronidazole 500 mg, Nystatin 25 mg
 Eksipien : Basis PEG 1000 dan PEG 6000

c. Langkah produksi
Pembuatan ovula dan ovula secara umum yaitu bahan dasar ovula yang digunakan
dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu
dipanaskan. Adapun cara pembuatan ovula dan ovula dapat dibaca berikut di bawah ini :

1. Mencetak hasil leburan cetakan suppos.


Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas
penangas air atau penangas uapuntukmenghindari pemanasan setempat yang
berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikanatau disuspensikan kedalamnya.
Akhirnya massa dituang kedalamcetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya
dilapisi krom ataunikel. Pelumasan ini biasanya diperlukan bilamana membuat ovula
dengan basis gelatin gliserin.Lapisan tipis dari minyak mineral dengan jari pada
permukaan cetakan, biasanya cukup untuk pelumasan. Cetakan dikalibrasi untuk
membuat suppos mengandung obat tepat ukuran karena Bj tidak sama (cacao,PEG).

2. Kompresi untuk obat yang tidak tahan panas, tidak larut dalam basis.
Dibuat dengan menekan masa campuran obat ditambah basis dalam
cetakan khusus memakai alat/mesin. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston
pada massa ovula yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam
cetakan.

3. Digulung, dibentuk dengan tangan.


Yaitu dengan cara menggulung basis ovula yang telah dicampur homogen
danmengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris,
kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper,
sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa
digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang
dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang
silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.

d. Bahan baku
Bahan dasar (basis) ovula yang paling umum digunakan adalah lemak coklat (Oleum
cacao), gelatin tergliserinasi, minyaknabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol
berbagai bobot molekul, lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau Gelatin, dan ester
asam lemak polietilen glikol. Bahan dasar yang digunakan ini harus dapat larut dalam air
atau meleleh pada suhu tubuh.

Bahan-bahan dasar ovula tersebut jika dikategorikan berdasarkan sifatnya


dapatdijelaskan sebagai berikut:
 Basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh, misalnya: Oleum Cacao
 Basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air, misalnya: Gliserin Gelatin
dan Polietilenglikol
 Basis campuran, misalnya: polioksil 40 stearat (campuran ester monostearat dan
distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas.

e. Alat dan mesin


Cetakan ovula
Cetakan ovula yang tersedia secara komersial dapat memproduksi berbagai bentuk
dan ukuran ovula secara individual maupun dalam jumlah besar.Cetakan tunggal plastic
dapat digunakan untuk mencetak ovula tunggal.Cetakan lainnyadapat ditemukan di
apotek, dapat memproduksi ovula sebanyak 6, 12, atau lebih dalam satu kali
pembuatan.Cetakan skala industry memproduksi ratusan ovula dalam batch
tunggal.Cetakan ovula yang banyak digunakan saat ini terbuat dari baja tahan karat,
aluminium, kuningan, atau plastik.Cetakan plastik rawan terhadap goresan.

Cetakan ovula

Lubrikasi cetakan
Cetakan ovula tergantung pada formulasinya, mungkin memerlukan lubrikasi sebelum
lelehan dituang untuk membantu membersihkan dan memudahkan pengeluaran ovula
yang telah dicetak.Lubrikasi jarang digunakan jika basis yang digunakan berupa oleum
cacao atau polietilenglikol, karena bahan tersebut cukup menyusut pada pendinginan
sehingga terpisah dari permukaan cetakan dan memungkinkan untuk mudah dilepaskan
dari cetakan.Lubrikasi seringkali digunakan pada basis gliserin gelatin.Lubrikasi
dilakukan dengan mengoleskan lapisan tipis minyak mineral dengan jari pada permukaan
cetakan. Namun dalam proses lubrikasi tidak boleh ada bahan lubrikan yang dapat
mengiritasi membrane mukosa. Lubrikan yang umumnya digunakan adalah paraffin
liquidum.

Kalibrasi cetakan
Akibat perbedaan kerapatan bahan, berat ovula dengan basis lemak coklat dapat
berbeda dari berat ovula dengan basis polietilenglikol meskipun menggunakan cetakan
yang sama. Penambahan bahan aktif juga dapat mengubah kerapatan jenis basis dan
berat ovula yang dihasilkan dapat berbeda dengan ovula yang hanya berisi basis
saja.Oleh karena itu seorang farmasis harus melakukan kalibrasi setiap cetakan ovula
untuk basis yang biasa digunakan (oleum cacao dan polietilenglikol), sehingga ovula
obat yang dibuat memiliki jumlah bahan aktif yang tepat.Langkah pertama dalam
kalibrasi cetakan, yaitu membuat dan mencetak ovula dari basis saja.Cetakan dikeluarkan
dari cetakan rata-ratanya (bagi pemakain basis tertentu).Untuk menentukan volume
cetakan ovula tadi lalu dilebur dengan hati-hati dalam gelas ukur dan volume leburan ini
ditentukan untuk keseluruhan dan rata-ratanya.

f. Parameter kritis
1. Penyiapan cetakan
 Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan ovula dengan kondisi kering dan
bersih. Buat lelehan basis ovula 6-12 ovula. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan.
Keluarkan ovula dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata ovula. Bobot rata-
rata ioni sebagai nilai kalibrasi untuk cetakan tertentu
 Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan
yang mengkilat dan dapat melepaskan ovula secara cepat, tetapi setelah beberapa kali
pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan ovula
dari cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian
cetakan tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi ovula, jika kurang
dapat menyebabkan kesulitan pengeluaran ovula dari cetakan.

2. Pembuatan basis
 Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang ke
dalam cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan
 PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya
pada suhu 60oC.

3. Penyiapan zat aktif


 Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat
menjamin distribusi yang merata dalam basis.
 Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis
adalah 30%.Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan ovula.

4. Pencampuran dan penuangana.


 Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan
dulu sebelum dimasukkan.
 Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif
yang homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian
zat aktif atau basis.
 Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan
terpenuhi sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam ovula.Cetakan dingin
tidak digunakankarenamenyebabkanfraktur.Hindarkan gelembung udara terjerat dalam
lelehan.

5. Pendinginan dan penyempurnaan


 Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan
tambahan di lemari es selama 30 menit.

g. Pengujian
Menurut Farmakope Indonesia ovula yang sudah dicetak dapat dilakukan evaluasi
sebagai berikut :

A. SECARA FISIKA
1. Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran
waktu yang diperlukan ovula untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas
air dengan temperatur tetap (37oC).Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran
meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis
lemak.Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran lelehsempurna dari ovula
adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Ovula dicelupkan seluruhnyadalam penangas
air yang konstan, dan waktu yang diperlukanovulauntuk meleleh sempurna atau
menyebar dalam air sekitarnya diukur.

2. Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Ovula Rektal


Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas ovula sampai penyempitan
dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari
o
35,5 sampai 37 C sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga diukur
sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan elemen pendingin
dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak
lebih dari 0,1oC.

3. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan
ovula. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap
dimana ovula yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC dipompa melalui dinding rangkap
ruang tersebut, dan ovula diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang
lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari
lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g
diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot
dimana ovularusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik
kekerasan dan kerapuhan ovula tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-
masing bentuk ovula yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan
kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni :
produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan untuk
pasien.

4. Uji disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang
mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka
massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk
memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa
dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk
menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru
dengan manic-manik gelas.

5. Uji keseragaman bobot


Timbang suppos satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan
masingmasing suppos terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang
didapat tidak boleh lebih dari ±5% .

B. SECARA KIMIA
1. Penetapan kadar
Penetapan kadar sediaan ovula dapat dilakukan dengan mencari kadar zat aktif yang
terkandung dalam sediaan ovula. Metoda yang digunakan diantaranya misalnya dengan
metoda volumetri, spektrofotometri dan sebagainya.

2. Identifikasi
Identifikasi pada sediaan supoositoria ini adalah bertujuan untuk mengetahui
senyawa senyawa yang terkandung dalam sediaan. Paling umum adalah identifikasi
dengan analisa kualitatif dengan reaksi warna.

Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III.
Departemen KesehatanRI : Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.
Departemen KesehatanRI : Jakarta
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, EdisiKeempat. UI –
Press : Jakarta.
Anief, M., 2000. Ilmu Meracik Obat. Edisi Revisi. Cetakan ke 9. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, hal 168-169.
Siregar, CJP., Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar-dasar
Praktis. Jakarta: EGC.
Voigh, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, oleh Dr..rer.nat. Soendani Noerono
Soewandhi., Apt (penterjemah) dan Prof. Dr. Moch. Samhoedi Reksohadiprodjo.,
Apt (Editor). Gajah Mada University press : Jogjakarta.
Lachman, C.L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J,L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi II. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

 Injeksi
a. Contoh proses produksi
Pembuatan Sediaan Injeksi Furosemid 1%
Furosemid merupakan salah satu diuretik dengan aksi yang sangat
cepat.Furosemidbekerja menghambat reabsorpsielektrolit, terutama pada thick-
ascending-limb dari lengkungHenle dan tubulus renal distal pada ginjal.Furosemid juga
memiliki efek langsung terhadaptubulus proksimal.Ekskresi dari ion-ion natrium,
kalium, kalsium, dan klorida meningkat danpengeluaran atau eksreksi air juga meningkat
dengan pemberian Furosemid ini.InjeksiFurosemid merupakanlarutan steril dari Natrium
Furosemid, dimana injeksi Furosemiddisiapkan dengan melarutkan Furosemid dengan
sejumlah NatriumHidroksida (FI. IVhal.402). Injeksi furosemid digunakan dalam
pengobatan terhadap edema jantung, paru,ginjal, hepar, hipertensi ringan hingga sedang.

Skema pembuatan secara aseptik


Skema pembuatan secara non-aseptik

b. Zat aktif dan Eksipien


c. Langkah produksi
d. Bahan baku
1. Bahan obat / zat berkhasiat
 Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
Farmakope.
 Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
 Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya,
tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2. Zat pembawa / zat pelarut


Dibedakan menjadi 2 bagian :
 Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi.Disamping itu dapat pula digunakan injeksi
NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat
pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi
harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan
untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer
dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

 Zat pembawa tidak berair


Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami,
Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.

Pembawa tidak berair diperlukan apabila :


(1) Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3) Dikehendaki efek depo terapi.

3. Bahan pembantu / zat tambahan


Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
 Untuk mendapatkan pH yang optimal
 Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
 Untuk mendapatkan larutan isoionik
 Sebagai zat bakterisida
 Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
 Sebagai stabilisator.

e. Alat dan mesin


f. Parameter kritis
WATER FOR INJECTION (WFI)
Air untuk produksi steril (Water for Injection/WFI) merupakan salah satu faktor yang
memegang peranan PENTING dan KRITIS dalam proses produksi produk-produk steril.
Dalam produk steril, terutama obat suntik cair atau cairan infus (cairan irigasi), airr
merupakan bahan baku, dalam jumlah besar, sehingga apabial terjadi pencemaran, akan
menimbulkan risiko fatal bagi pasien.
Air yang dipakai untuk membuat produk steril, termasuk penyimpanan dan sistem
distribusinya hendaklah selalu dikendalikan untuk menjamin bahwa spesifikasi yang
sesuai dicapai tiap pengoperasian.Karena air merupakan bahan awal yang sangat penting,
maka mutunya hendaklah dikendalikan yang dimulai dengan kualifikasi kinerja Sistem
Pengolahan Air.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai persyararan air untuk injeksi adalah
sebagai berikut :
 Air untuk Injeksi (WFI) hendaklah diproduksi melalui cara penyulingan (distilasi)
atau cara lain yang akan menghasilkan mutu yang sama.
 Air untuk Injeksi (WFI) hendaklah diproduksi, disimpan dan didistribusikan dengan
cara yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba, misal disirkulasi dengan konstan pada
suhu di atas 70°C (Hot Loop System).
 Air untuk Injeksi (WFI) hendaklah disimpan dalam wadah yang bersih, steril,
nonreaktif, non absorptif, nonaditif dan terlindung dari pencemaran.

g. Pengujian
EVALUASI FISIKA
 Penetapan pH <1071> (FI IV, 1039-1040)
 Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, 981-984)
 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah <1131> (FI ed. IV, 1044)
 Keseragaman Sediaan <911> (FI IV, 999-1001)
 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 191)
 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, 201) (ini
berbedadengan uji kejernihan di FI IV, hal. 998)

EVALUASI BIOLOGI
 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <61> (FI
IV,854-855)
 Uji Sterilitas <71> (FI IV, 855-863, Suplemen FI IV, 1512-1515)
 Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI IV, 905-907, Suplemen FI IV, 1527-1528)
 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) <231> (FI IV, 908-909)
 Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) <441> (FI ed. IV,
HAL.939-942)
 Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) <131>
(FIIV, 891-899)

EVALUASI KIMIA
 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
 Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).

Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 323.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Halaman 173-174; 519-521; 1044.
Lachman, Leon.(1993) Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications Volume 2,
2nd
edition, New York: Marcell Dekker Inc. hal: 561
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset. Halaman 61, 81.
Lund, W. 1994.The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The Pharmaceutical
Press.
Halaman 101.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press. Halaman 637-639.
Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Halaman 2414.
Syamsuni .2007. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
The Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. The Pharmaceutical Codex,
12thed, Principles and Practice of Pharmaceutics., 1994. London: The
PharmaceuticalPress (hal 164)
The Department of Health, Social Service and Public Safety.British Pharmacopoeia
2002.
London. Halaman 1889.

 Infus
a. Contoh proses produksi
Contoh : Infus Manitol 5%
b. Zat aktif dan Eksipien

Zat Aktif : Manitol


Eksipien :
c. Langkah produksi
d. Bahan baku
 Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse Osmosis
yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui
unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121-140 oC yg bebas
pirogen.
 Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi batas
yang dipersyaratkan
e. Alat dan mesin

Mesin :
f. Parameter kritis
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas
partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain.

g. Pengujian
1. Organoleptis
 Prosedure : Diamati secara visual bentuk sediaan, warna sediaan
 Ketentuan : Sediaan infus harus jernih dan berbentuk larutan

2. Uji pH
Syarat uji pH sediaan infus yakni 7,35-7,45. Jika sediaan cairan infus pH-nya
diatas 7 dapat menimbulkan terjadinya nekrosis (rusaknya sel jaringan) dan
hemilisa. Bila pH sediaan dibawah 3, jaringan akan mengalami rasa sakit atau
iritasi.
Prosedur :
 Dengan pH meter :
- Diperiksa elektroda dan jembatan garam.
- Dikalibrasi pH meter, bila sel ektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi
sel dengan sedikit larutan uji
- Dibaca harga pH
 Kertas indikator:
- Dituang sedikit sediaan infuse dalam gelas ukur
- Diambil kertas indicator dan masukkan kertas lakmus dalam infus
- Ditunggu adanya perubahan, kemudian sesuaikan perubahan warna dengan tabel
indikator.

3. Uji Kebocoroan vial dan ampul


Syarat uji kebocoran yakni tidak adanya zat warna metilen blue yang masuk pada
sediaan infus.
Prosedur :
 Diletakkan ampul di dalam zatwarna (birumetilen 0,5 – 1%) dalam ruangan vakum.
 Ditekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi
kedalamlubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat
warnanya. Yang bocor akan berwarna biru, karena larutanmetilen akan masuk ke dalam
larutan injeksi tersebut.

4. Uji Kejernihan
Prosedur kerja:
 Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,
tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral.
 Masukan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan, zat uji dan suspense
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah
sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
 Bandingkan ke dua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense padanan, dengan
latar belakang hitam.
 Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian hingga suspense padanan l dapat langsung
dibedakan dari air dan dari suspense padanan ll.

5. Uji Volume Perpindahan


Prosedur
 Disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi
 Dituangkan sediaan pada glass ukur
 Diamati volume sediaan apakah sudah sesuai dengan pada etiketnya.
 Dicatat hasil pengamatannya

6. Uji Sterilisasi
Prosedur
 Inokulasi langsung kedalam media perbenihan.
 Volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi selama tidak
kurang dari 14 hari,
 Kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya
pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir
dari masa uji.

7. Uji Pirogenitas
Memenuhi syarat: tidak lebih dari 3 ekor kelinci dari 8 kelinci masing-masing
menunjukkan kenaikkan suhu 0,5ºC atau lebih dan jumlah kenaikkan suhu maksimal 8
ekorkelinci tidak lebih dari 3,3ºC.
 Setiap penurunan suhu dianggap nol
 Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5ºC atau
lebih
 Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5ºC atau lebih, lanjutkan dengan kelinci
tambahan

 Tetes mata
a. Contoh proses produksi
Contoh : Tetes Mata Atropin Sulfat 2,4%

b. Zat aktif dan Eksipien

Zat aktif : Tobramisin


Eksipien :
c. Langkah produksi
d. Bahan baku
1. Zat aktif
2. Pengawet
3. Isotonisitas
4. Konsentrasi
5. Bahan penghelat
6. Viskositas & zat pengental

e. Alat dan mesin

1. Alat
Mesin :

f. Parameter kritis
1) Steril
2) Pendaparan
3) Pengawet
4) Kejernihan
5) Stabilitas
6) Tonisitas
7) Viskositas
8) Tambahan (Additives)

g. Pengujian
1. Uji organoleptis
Pengujiannya dilakukan dengan mengamati bau, rasa, warna serta kelarutan
bahan dalam sediaan larutan tetes mata. Setelah itu hasil pengamatan dicatat dan
dilaporkan dalam bentuk tabel.

2. Kejernihan
Prosedur:
Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga Suspensi padanan I dapat
langsung dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.

3. Buffer dan pH
Stabilitas tetes mata pH = 2,3 – 5,4
Prosedur
 Kertas indikator pH. Kertas dicelupkan ke dalam larutan dan hasil warna yang
terbentuk dibandingkan terhadap warna standar. pH meter (FI IV, <1071>)
 Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang telah dibakukan terhadap Baku larutan dapar, yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH. Pelarut untuk Larutan dapar harus sama dengan pelarut sediaan.

4. Tonisitas
Mata biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % – 1,8 %NaCl

5. Viskositas
Prosedur :
 Masukan larutan tetes mata dalam viskosimeter ostwald melalui pipa yang
berdiameter lebih besar/yang mempunyai labu.
 Larutan tetes mata dihentikan dimasukan apabila ½ ruang yang berbentuk tabung
terisi.
 Tutup labu yang berdiameter kecil dengan bola hisap
 Hisap larutan tetes mata dengan bola hisap hingga naik diatasnya garis yang paling
atas
 Lepaskan bola hisap,bila larutan tetes mata turun tampak pada garis pertama,hidupkan
stopwatch.
 Matikan stopwatch ketika larutan tetes mata tepat pada garis ke 2
 Hitung kekentalanya,lakukan percoban diatas 3 kali
 Hitung waktu alir larutan tetes mata.hitung kekentalannya

6. Uji Sterilitas
Sediaan tetes mata dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak
vegetatif.
Prosedur :
 Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2 sampai
25°C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume tertentu media uji, diinkubasi
selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering
mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari
ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
 Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi wadah akan
diamat untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan
dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka sediaan
tetes mata yang telah diuji memenuhi syarat.
Cara Pembuatan Tetes Telinga
 Black area: semua alat yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas perkamen
untuk autoklaf dan dengan almunium foil untuk oven
 Alat dimasukkan ke grey area melalui pass box
 Dalam ruang antara memakai jas lab, tutup kepala, dan sarung kaki
 Grey area: Masing-masing alat disterilkan. Gelas beker, mortir, stamper, spatula, karet
penutup vial, dan karet pipet tetes disterilisai di autoklaf pada suhu121oC selama 15
menit. Corong, pengaduk, pipet tetes, dan cawan porselen disterilisasi menggunakan
oven pada suhu 170oC selama 30 menit.
 Grey area: menimbang bahan yang digunakan
 White area: melarutkan Lidokain HCl dengan air panas secukupnya, diaduk hingga
homogen
 Menambahkan metil paraben, diaduk hingga homogen
 Menambahkan gliserin hingga 10 ml, diaduk hingga homogen
 Dimasukan ke dalam botol
 Evaluasi (kejernihan, pH, kebocoran, volume, dan organoleptis)
 Sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
 Dimasukkan ke dalam kemasan sekunder, diberi etiket dan brosur
Alat dan Bahan
Alat: Cawan porselen
 Corong
 Gelas beker
 Mortir
 Pengaduk
 Pipet tetes
 Sendok
 Stamper
Bahan: Lidocain HCl
 Gliserin
 Timerosal
Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;
 Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk
sampai membentuk fasa yang homogeny.
 Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan
sisa basis.Ketentuan lain;
 – Zat yang dapat larut dalam basis salep : (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol,
Guaiacol)ad mudah larut dalam minyak lemak (vaselin) Zat berkhasiat +sebagian basis
(sama banyak) ad homogenkan ad tambah sisa basis
 – Zat yang mudah larut dalam air dan stabil : Bila masa salep mengandung air dan
obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan
dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
 Salep yang dibuat dengan peleburan
 – Dalam cawan porselen
 – Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya
(air ditambahkan terakhir)
 – Bila bahan bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh
perlu dikolir (disaring dengan kasa) ad lebihkan 10-20%
Cara Pembuatan
Dasar salep hidrokarbon, yaitu :
 Vaselin putih atau vaselin kuning
 Campuran vaselin yaitu malam putih atau malam kuning
 Parafin cair dan parafin padat
 Minyak tumbuh-tumbuhan
 Jelene
Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air yang terdiri :
 Adeps lanae
 Unguenta simpleks
 Hidrofilic fetrolerlum
 3. Dasar salep yang dapat diolesi dengan air, yaitu terdiri atas :
 Dasar salep emulsi MIA seperti vanishing cream
 Emulsifying quitment B.P
 Hydrophilic qitment dibuat dari minyak mineral, stearyalcohol mayri 52 ( emulgator
tipe M/A)
Dasar salep yang dapat larut dalam air antara lain PGA atau campuran PEG.
 Polyethaleneggropl Qintment USP
 Ciagacant
 PGA

Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :


 Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau
dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
 Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
 Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
 Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam
cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
 Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga
yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk
mengeluarkan Suppositoria.
 Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
 Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka pembuatan
Suppositoria harus dibuat berlebih ( ± 10 % ) dan cetakannya sebelum digunakan harus
dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus
( Soft Soap liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk Suppositoria
yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai
pengganti digunakan Ol. Recini dalam etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar
PEG dan Tween tidak perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas
dari cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.
Bahan dasar :
ol. cacao (lemak coklat), gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
PEG berbagai bobot molekul dan ester asam lemak PEG. Bahan dasar lain dapat
digunakan seperti surfaktan nonionik misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan
dan polioksietilen stearat.
 Syrup
a. Contoh proses produksi

b. Zat aktif dan Eksipien

Fungsi/Alasan Sy Keteran
N Jumlah Penambahan
Bahan ar gan
o Bahan at

1 Paracetam 120 Zat aktif - -


ol mg/5 ml (analgetik,
antipiretik)

2 Propilengl 10 20%
ikol %- (Memen
12 ml Cosolven
25 uhi
% syarat)
3 Gliserin 5%

Cosolven & (Memen
3 ml 20
anticaplocking uhi
%
syarat)
4 Sakarin 0,0
0,25%
2%
(Memen
150 mg Pemanis -
uhi
0,5
syarat)
%
5 Sorbitol 20 100%
%- (Memen
6 ml Pemanis
35 uhi
% syarat)
6 Sukrosa
- Pemanis - -

7 Nipagin 0,1 0,18%


Pengawet dalam %- (Memen
0,108 g
larutan air 0,2 uhi
% syarat)
8 Nipasol 0,1 0,02%
Pengawet dalam %- (Memen
0,012 g
larutan minyak 0,2 uhi
% syarat)
9 Perasa Menutupi rasa
Qs - -
yang tidak enak
1 Pewarna Menambah
Qs - -
0 estetika
1 Aquadest
ad 60 ml pelarut - -
1

c. Langkah produksi
d. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan sirup harus sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Spesifikasi tersebut harus bias menjamin ciri-ciri, kemurnian, homogenitas, dan bebas dari
kontaminasi mikroba yang berlebihan. Selain bahan aktif, air juga merupakan factor yang sangat kritis
dalam proses pembuatan sirup, karena merupakan komponen terbesar.

e. Alat dan mesin


 Oven double door

 Super mixing tank

 Double jacket

 Ultra turrax mixer


 Bottle capping machine

f. Parameter kritis
 Pemilihan bahan baku, termasuk air (purified water) yang digunakan
 Kebersihan wadah dan alat/mesin produksi yang digunakan
 Karakteristik bahan baku, baik secara kimiawi maupun secara fisik
 Prosedur pencampuran (harus memperhatikan derajat kelarutan)
 Kecepatan pengadukan/pencampuran
 Penyaringan
 Pengisian ke dalam wadah (botol)
Hal penting lainnya :
 Suhu larutan (jangan gunakan air mendidih, suhu 50-70 derajat C)
 Pencampuran bahan-bahan mudah menguap (pada suhu kamar,maks. 30 derajat C)
g. Pengujian
 Organoleptis
 Uji pH
 Viskositas
 Bobot jenis
 Volume terpindahkan

Daftar Pustaka
1. Anief, Moh, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.
2. Ansel. Howard C, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan, UI-Press: Jakarta.
3. Syamsuni. H. A, 2006, Ilmu Resep, EGC: Jakarta.
4. Voigh. Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta.

Anwar Effionora.2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi.Dian Rakyat: jakarta

sediaan emulsi dapat dibuat dengan tiga metode:

1. Metode gom kering atau metode kontinental


Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab dicampur dengan minyak terlebih
dahulu kemudian ditambahkan air untuk pembentukkan corpus emulsi, baru diencerkan
dengan sisa air yang tersedia

2. Metode gom basah atau metode Inggris


Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umunya larut) agar
membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk
membentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air

3. Metode botol atau metode botol forbes


Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai
viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering,
kemudian ditambahkan 2 bagian air. Minyak dimasukkan botol kemudian campuran
tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok

Alat yang dipakai dalam pembuatan emulsi


1. Mortir dan stamper
2. Botol
3. Mixer dan blender
4. Homogeniser
5. Colloid mill

Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:

 Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu
sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan
untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi akibatadanya panikel yang
terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.

 Pemanasan dan pendinginan Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan


bahan berkhasiat, pencampuran bahan bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi.
Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses
homogenisasi bahan bahan yang digunakan tidak membutuhkan penanganan yang sulit,
kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada bahan bahan yang termolabil.

 Pencampuran terdiri dari tiga macam :


1. Pencampuran bahan padat. Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah
menghancurkan aglomerat yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.

2. Pencampuran untuk larutan. Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua


tujuan yaitu: adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.

3. Pencampuran semi solida. Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat


digunakan alat pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade.
Alat dengan sigma blade dapat membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding
wadah dan menjamin homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.

 Penghalusan dan Homogenisasi. Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan


adalah penghalusan dan homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan
baik.

Bahan Bahan Penyusun Krim

Formula dasar krim, antara lain:

1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,
cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.

2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH, Na2C03,
Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil
alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)

Bahan penyusun krim

Bahan bahan penyusun krim, antara lain :

 Zat berkhasiat

 Minyak

 Air

 Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin
stearat, polisorbat, PEG.

CARA PEMBUATAN SUSPENSI SECARA UMUM


1. Metode dispersi
Ditambahkan bahan oral kedalam mucilage yang telah terbentuk, kemudian diencerkan
2. Metode Presitipasi
· Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air
· Setelah larut dalam pelarut organik larutan zat ini kemudian di encerkan dengan
latrutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dalam air
seningga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
Bahan aktif.
Contoh: sulfur praicipitat, calamin, titanium dioksida
2. Bahan tambahan
Pewarna : metilen blue, metamil yellow
Pengawet : nipagin 2-5%, nipasol 0,05-0,025%
3. Suspending Agent
a. Akasia (PGA)
Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman akasia sp. Dapat larut dalam air, tidak larut
dalam alcohol, dan bersifat asam, viskositas optimum mucilagonya adalah PH 5-9.
Mucilage gom arap dengan kadar 35 % memeiliki kekentalan kira-kira sama dengan
gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus
ditambahkan pengawet. (ilmu resep syamsuni hal 139)
b. Tragakhan
Mengandung tragakhan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu serbuk tragakan
dengan air 20x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen. Kemudian
diencerkan dengan sisa dari tragakan lambat mengalami hidrasi. Sehinggan untuk
mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan mucilago tragakan juga lebih kental
dari pada mucilago dari Gom arab. (ilmu resep syamsuni hal 140)
c. Mucilago amily
Dibuat dengan amilum tritici 2% . (vanduin hal 58)
d. Solution gum arabicum
Mengandung gum arabikum 10% dan dibuat dengan jalan membuat dahulu mucilage
gom arab dari gom yang tersedia kemudian mengencerkannya. (vanduin hal 58 )
e. Mucilago saleb
Dibuat dengan serbuk saleb 1 % seharusnya dengan serbuk yang telah dihilangkan
patinya dengan pengayakan, dimana diperoleh suatu mucilage. (vanduin hal 58)
f. Solution gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis
gummosus dengan air 7x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan
mengencerkannya sedikit demi sedikit (vanduin hal 58)
Cara Kerja pembuatan suspensi kering
1. Pemeriksaan mesin pencampur, pengayakan granul dan pengeringan
2. Pemeriksaan kebersihan wadah
3. Penggerusan Cefixime tryhidrat dalam wadah baja tahan karat sampai halus dengan
menambah tween 80 (M1)
4. Penggerusan Sukrosa sampai halus + Avicevl RC-591 + (M1) + Natrium Benzoat +
eritrosin + strawberry essense di campurkan sampai homgen
5. Diayak menggunakan mesh 20
6. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pengering granul pada suhu 40-50°C
7. Setelah kering diayak kembali menggunakan mesh 40
8. Dimasukkan ke dalam wadah, diberi etiket dan brosur
9. Dimasukkan ke dalam kotak
Bahan suspensi kering
Sefiksim trihidrat 0,04 g
Avicel RC-591 1,2%
Sukrosa 67%
Tween 80 0,1%
Natrium benzoat. 0,1%
Strawberry Essence 0,25%
Eritrosin 0,01

Gel
Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersamadan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan
stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.
Metode trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai
atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis.
Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat
aktifnya,kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.

Pasta
Pencampuran komponen dari pasta dicampur bersama sama dengan segala cara sampai
sediaan yang rata tercapai.
Peleburan semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan
meleburkannya secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan yang
konstan sampai mengental. Komponen komponen yang tidak dicairkan biasanya
ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Bahan dasar pasta : vaselin, lanolin, adepslanae, unguentum simplex, minyak lemak dan
parafin liquidum.
Pembuatan : Bahan dasar yang berbentuk setengah padat dicairkan lebih dulu, baru
dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih tercampur dan homogen.

Anda mungkin juga menyukai