S DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER : ACS STEMI DI RUANGAN
INTENSIVE CARDIO VASCULAR CARE UNIT (ICVCU)
RUMAH SAKIT UMUM DR. (HC) Ir. SOEKARNO
PROVINSI BANGKA BELITUNG
Disusun Oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan seminar ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Kritis Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Acs
Stemi Di Ruangan Intensive Cardio Vaskuler Care Unit (ICVCU) Rumah Sakit
Umum Dr. (Hc) Ir. Soekarno Provinsi Bangka Belitung”. Seminar ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Tugas
Praktik Klinik Keperawatan Kritis. Dalam proses menyusun seminar ini penulis
banyak mendapatkan dukungan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak
yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan seminar ini, maka dari itu
dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT. Segala puji bagi Allah atas segala nikmat dan Hidayah-nya.
Tuhan semesta alam yang senantiasa memberi petunjuk, kekuatan lahir dan
batin dan senantiasa memberi semangat serta keikhlasan sehingga seminar ini
dapat terseleaikan dengan baik.
2. Bapak Dr. Armayani, Sp. B selaku Direktur Rumah sakit umum Dr. (HC) Ir.
Soekarno provinsi Bangka Belitung.
3. Bapak Sukirman selaku Kasi Keperawatan Rumah sakit umum Dr. (HC) Ir.
Soekarno provinsi Bangka Belitung.
4. Ibu Erni Chaerani, MKM selaku KaProdi Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Pangkalpinang.
5. Bapak Ns. Tajudin, S. Kep., MM selaku koordinator Praktik Klinik
Keperawatan Kritis
6. Ibu Nurhayati, SKM selaku dosen pembimbing seminar Praktik Klinik
Keperawatan Kritis.
7. Ibu Syafrina Arba’ani Djuria, S. Kep., Ns selaku dosen pembimbing seminar
Praktik Klinik Keperawatan Kritis.
8. Ibu Nekka Juliani, S. Kep., Ns selaku dosen pembimbing seminar Praktik
Klinik Keperawatan Kritis.
9. Kakak Fejiami Indica, S. Kep., Ns selaku CI dan Karu di ruangan ICVCU
Rumah sakit umum Dr. (HC) Ir. Soekarno provinsi Bangka Belitung yang
telah membimbing dalam pembuatan seminar ini.
10. Kakak Tiur Yilianta S, S. Kep,. Ns selaku CI dan Karu di ruangan ICU Rumah
sakit umum Dr. (HC) Ir. Soekarno provinsi Bangka Belitung yang telah
membimbing dalam pembuatan seminar ini.
11. Kedua orang tua kami yang telah memfasilitasi dalam pembuatan seminar ini
dan selalu memberi semangat, dukungan serta doa yang tak pernah putus
kepada penulis.
12. Dan terakhir pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan moral dan material selama penulis pengikuti pendidikan
di Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Penyusunan seminar ini masih banyak kekurangan, baik dari isi maupun
cara penulisan. Dengan demikian penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun, serta harapan penulis semoga seminar ini bisa
bermanfaat untuk pembaca, dan semoga Allah SWT membalas apa yang telah
Bapak/ibu serta rekan-rekan semua berikan kepada penulis selama ini
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi
peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan
pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang
disertai Infark Miokard Akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena
adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil
(Pusponegoro, 2011).
Menurut American Heart Association (AHA) infark miokard tetap
menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap
tahun diperkirakan785 ribu orang Amerika Serikat mengalami infark miokard
dan sekitar 470 ribu orang akan mengalami kekambuhan berulang, setiap 25
detik diperkirakan terdapat 1 orang Amerika yang mati dikarenakan Infark
Miokard (AHA,2012).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan
penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31%
dari keseluruhan kematian secara global dan yang diakibatkan sindrom
koroner akut sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3
juta kematian pada tahun 2030.
Prevalensi penyakit jantung di Indonesia, menurut Riskesdas (2013)
adalah 0,5% terdiagnosis oleh dokter, sekitar 1,5%, untuk jumlah yang
terdiagnosis ditambah dengan pasien yang memiliki gejala mirip penyakit
jantung dengan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 65-74 tahun.
Prevalensi penyakit jantung koroner secara keseluruhan sebesar 2%.
Prevalensi penyakit jantung koroner di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
sebesar 1,2%.
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang
dengan istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin
pucat, berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah
dan nadi dapat naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat
dari penurunan curah jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat
mengakibatkan perfusi ginjal dan pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini
bertahan beberapa jam sampai beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri. Pasien juga terkadang ada yang mengalami mual muntah dan
demam (Lewis, 2011).
Adapun komplikasi penyakit STEMI menurut Black & Hawks (2014)
yaitu disritmia yang meliputi supraventrikal takikardia (SVT), disosiasi atrium
dan ventrikel (blok jantung), takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, bradikardi
simtomatik; syok kardiogenik; gagal jantung dan edema paru; emboli paru;
infark miokardium berulang; komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis
miokardium; perikarditis dan sindrom dressler (perikarditis akhir).
Peran perawat terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama
peran promotif melalui edukasi dapat merubah klien dalam mengubah gaya
hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk menghindari faktor risiko.
Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti bagaimana harus
mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan pengobatan dan
perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai apabila ada
kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut (Perry
& Potter, 2009).
Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka penulis tertarik
untuk mengambil topik dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan ACS ST Elevation Miocardial Infarction (STEMI) Di Ruang ICVCU
Rumah Sakit Umum Dr. (HC) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung ”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan ST
Elevation Miocardial Infarction (STEMI) Di Ruang ICVCU Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. (HC) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan penyakit Pasien dengan ACS ST
Elevation Miocardial Infarction (STEMI) Di Ruang ICVCU Rumah Sakit
Umum Dr. (HC) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep medis ACS STEMI meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang
dan penatalaksanaan.
b. Menjelaskan konsep keperawatan ACS STEMI meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.
c. Menjelaskan dan menganalisis asuhan keperawatan pada pasien
dengan ACS ST Elevation Miocardial Infarction yang meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu informasi atau sebagai bahan acuan untuk pembuatan
asuhan keperawatan selanjutnya.
2. Bagi profesi keperawatan
Memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk laporan hasil
tindakan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ST Elevation
Miocardial Infarction (STEMI) yang akan bermanfaat dalam profesi
keperawatan.
3. Bagi lahan praktik
Sebagai pedoman bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan penulis, baik dari konsep dasar penyakit maupun konsep
dasar keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami ST Elevation Miocardial Infarction (STEMI).
4. Bagi masyarakat
Dapat digunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi masyarakat
yang salah satu dari anggota keluarganya memiliki penyakit STEMI
dengan ciri-ciri atau keluhan yang terdapat pada keluarga sehingga jika
terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan tersebut bisa
mengambil tindakan yang tepat yaitu dengan segera memeriksakannya ke
tenaga kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup
spektrum kondisi klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut,
diakibatkan karena ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen dengan
kebutuhannya. Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang
mencakup Berbeda dengan angina stabil, ACS berasal dari berkurangnya
aliran darah pada miokard akibat adanya total oklusif atau subtotal oklusif
trombus arteri koroner. (Dipiro et al., 2009).
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
C. Klasifikasi
Menurut PERKI (2015), Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Acute
Coronary Syndrome (ACS) dibagi menjadi:
1. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI: ST segmen elevation
myocardial infraction)
2. Infark Miokard dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI: Non ST
segmen elevation myocardial infraction)
3. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: Unstable Angina Pectoris)
Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi
tatalaksana revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil peningkatan marka
jantung (PERKI, 2015)
Diagnosis NSTEMI dan UAP ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Sedangkan UAP dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian
infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka
jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CKMB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka
diagnosis menjadi NSTEMI. Pada UAP, marka jantung tidak meningkat secara
bermakna (PERKI, 2015).
Tabel I.Spektrum Klinis ACS (Kemenkes, 2006)
No. Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung
1 UAP Angina pada waktu Depresi segmen T Tidak meningkat
istirahat/aktivitas > 0,05 mV Inversi
ringan. Hilang dengan gelombang T > 0,2
nitrat mV Tidak ada
gelombang Q
2 STEMI Lebih berat dan lama Hiperakut T Meningkat
(>30 menit). Tidak Elevasi segmen T minimal 2 kali
hilang dengan nitrat, Gelombang Q batas atas
perlu opium Inversi gelombang normal
T > 0,2 mV
3 NSTEMI Lebih berat dan lama Inversi gelombang Meningkat
(>30 menit). Tidak T > 0,2 mV minimal 2 kali
hilang dengan nitrat, Depresi segmen batas atas
perlu opium ST normal
D. Etiologi
1. Acute coronary syndrome
a. Faktor penyebab
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 2 faktor
:
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, artritis
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas berlebihan
b) Emosi
c) Makan terlalu banyak
d) Hypertiroidisme
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard
b) Hypertropi miocard
c) Hypertensi diastolik
d) Faktor predisposisi
b. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia > 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2. STEMI
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri
koroner yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko
modifiable dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan
pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable merupakan
konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol (smeltzer, 2002).
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah
(modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol
darah tinggi, dan pola tingkah laku.
a. Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah
mengikat hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang
disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau
memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri
dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat
mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
b. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan
dapat meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan ileoh
ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus
menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
c. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat
diangkut dalam system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme
lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low density
lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein).
Peningkatan kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan
dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses
arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein
(HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap
penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati,
mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi (Price, 1995)
d. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan
thrombus.
e. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga
ikut berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman
dan Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal
sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis.
Hal yang termasuk dalam kepribadian tipe A adalah mereka yang
memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif, dan merasa
diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih
dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik atau hanya
mempercepat serangan.
1. Acute coronary syndrome
Patofisiologi yang mendasari ACS adalah iskemia miokard yang
disebabkan karena ketersediaan oksigen yang tidak mencukupi (inadekuat)
dengan kebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan oksigen pada miokard
ditentukan oleh denyut jantung, afterload, kontraktilitas dan ketegangan
otot jantung. Aliran oksigen yang tidak adekuat tersebut diakibatkan
adanya penyumbatan pembuluh darah arteri karena aterosklerosis.
Biasanya penurunan aliran darah koroner tidak menyebabkan gejala
iskemik pada saat istirahat sampai penyumbatan di pembuluh arteri
melebihi 95%. Namun gejala iskemik dapat muncul karena peningkatan
aktivitas fisik yang mampu meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada
miokard dengan sedikitnya 60% penyumbatan di pembuluh arteri (Diop
and Aghababian, 2001).
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark mioard). Infark
miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat juga
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Beberapa faktor ekstrinsik juga dapat menjadi pencetus
terjadinya ACS pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis,
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardi (PERKI, 2015).
2. STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis.
E. Pathway
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan menurut udijanti (2010),
antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung (Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel
G. Pemeriksaan penunjang
1. Electrocardiography (ECG)
Pasien dengan gejala ACS pemeriksaan ECG pada saat istirahat memiliki
peranan yang sangat penting. Pada ACS, perubahan morfologi dapat terjadi
pada gelombang T, segmen ST, komplek QRS dan bahkan segmen PR
(Kurz et al., 2008)
2. Chest Radiography
Biasanya diperoleh pada saat awal penerimaan pasien sehingga pasien
dapat dievaluasi untuk penyebab lain dari nyeri dada dan dilihat adanya
kongesti paru, yang menunjukan prognosis buruk (Kurz et al., 2008).
3. Petanda Biokimia Jantung
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik daripada CKMB. Troponin ini
merupakan petanda biokimia primer untuk sindrom koroner akut. Bila
kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6 – 12 jam setelah
onset nyeri dada (Kemenkes, 2006).
H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada
APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-masa kritis
pada penderita infark adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana
komplikasi gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan hal yang
paling sering sebagai penyebab suddent death.
Penatalaksanaan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Umum
a. Pasien dianjurkan istirahat total
b. Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat
diit cair
c. Segera pasang IV line
d. Oksigen
e. Nitrat (cedocard) sublingual
f. Nitrogliserin oral atau infus (drip)
g. Aspirin 160 mg dikunyah
h. Pain killer (Morphine/Petidine)
i. Penderita dirawat di CVCU/ICCU, memerlukan monitor ketat
2. Khusus
a. B Bloker
1) Mengurangi konsumsi oksigen. Pilihan pada B Bloker non ISA.
2) KI pada AV blok,Asma Bronkial,Severe LHF. Pemberian B bloker
dapat menurunkan progresif AKS sekitar 13 %.
b. ACE Inhibitor
Hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infark.
c. Lipid Lowering Terapi (atorvastatin )
d. Trombolitik Terapi
Pemberian Trombolitik terapi hanya pada Infrak dengan Gelombang Q
(ST elevasi),sedang pada infark non Q dan APTS tidak ada manfaat
pemberian trombolitk.
e. Heparin
UFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan memerlukan monitor
APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x
nilai APTT baseline). Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih
aman,risiko perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan
APTT. Dosis sesuai dengan berat badan, 1 mg/kgBB.
f. Platelet Gliko Protein (GP) Iib/IIIa reseptor Bloker.
Digunakan untuk pencegahan pembekuan darah lebih lanjut,fibrinolisis
endogen dan mengurangi derajat stenosis.
g. Primary dan Rescue PTCA
Di senter-senter yang fasilitas cath-lab dan tenaga ahli yang lengkap
,jarang memberikan trombolitik biasanya penderita langsung didorong
ke kamar cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada mereka yang
gagal dalam pemberian trombolitk dilaukan rescue PTCA.
h. CABG
Teknik terbaru tandur pintas arteri koroner (CABG = coronary artery
bypass graft) telah dilakukan sekitar 25 tahun. Untuk dilakukan
pintasan, arteri koroner harus sudah mengalami sumbatan paling tidak
70% untuk pertimbangan dilakukan CABG. Jika sumbatan pada arteri
kurang dari 70%, maka aliran darah melalui arteri tersebut masih cukup
banyak, sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan.
Akibatnya akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi
menjadi sia-sia (Mutaqin, 2009).
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas
Gejala :
1) Kelemahan,
2) Kelelahan
3) Tidak dapat tidur.
4) Pola hidup menetap
5) Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :
1) Takikardi
2) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Riwayat IMA sebelumnya
2) Penyakit arteri koroner
3) Masalah tekanan darah
4) Diabetes mellitus.
Tanda :
1) TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
4) Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
5) Friksi ; dicurigai Perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
7) Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
8) Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa
atau bibir
c. Integritas ego
Gejala :
1) Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
2) Perasaan ajal sudah dekat
3) Marah pada penyakit atau perawatan
4) Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda
1) Menolak
2) Menyangkal
3) Cemas
4) Kurang kontak mata
5) Gelisah
6) Marah
7) Perilaku menyerang
8) Fokus pada diri sendiri
9) Koma nyeri.
d. Eliminasi
Tanda :
1) Normal
2) Bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
Gejala :
1) Mual
2) Kehilangan nafsu makan
3) Bersendawa
4) Nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda :
1) Penurunan turgor kulit
2) Kulit kering/berkeringat.
3) Muntah.
4) Perubahan berat badan.
f. Higiene
Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala :
1) Pusing
2) Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda :
1) Perubahan mental
2) Kelemahan
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
2) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
3) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
4) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus, hipertensi, lansia
i. Pernafasan:
Gejala :
1) Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
2) Dispnea nokturnal
3) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
4) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Nafas sesak / kuat
3) Pucat, sianosis
4) Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
j. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan koping dengan stressor yang ada
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya
suplai oksigen ke otot.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi
jaringan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-
sel otot miokard, penurunan curah jantung
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang
akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan
pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya
kompliksi yang dapat dicegah.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan
nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi Rasional
Kolaboratif 1. Dapat menghilangkan nyeri,
Berikan obat-obatan sesuai menurunkan respon inflamasi.
indikasi: 2. Untuk menurunkan demam dan
1. Agen non steroid, mis: meningkatkan kenyamanan.
indometasin(indocin);, 3. Diberikan untuk gejala yang lebih
ASA(aspirin) berat.
2. Antipiretik mis: 4. Memaksimalkan ketersediaan
ASA/asetaminofen oksigen untuk menurunkan beban
(tylenol) kerja jantung dan menurunkan
3. Steroid ketidaknyamanan karena iskemia.
4. Oksigen 3-4 liter/menit
Mandiri 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri.
1. Selidiki keluhan nyeri Pada iskemia miokardium nyeri
dada, memperhatikan dapat memburuk dengan inspirasi
awitan, faktor pemberat dalam, gerakan atau berbaring dan
atau penurun hilang dengan duduk tegak atau
membungkuk.
2. Memberikan lingkungan yang
tenang dan tidakan kenyamanan.
Mislanya merubah posisi,
menggunakan kompres hangat, dan
menggosok punggung
Tindakan ini dapat meningkatkan
kenyamanan fisik dan emosional
pasien.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia.
Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Takikardia dan disritmia dapat
1. Pantau irama dan terjadi saat jantung berupaya
frekuensi jantung untuk meningkatkan curahnya
1. Auskultasi bunyi berespon terhadap demam.
jantung. Perhatikan Hipoksia, dan asidosis karena
jarak / tonus jantung, iskemia.
murmur, gallop S3 dan 2. Memberikan deteksi dini dari
S4. terjadinya komplikasi misalnya
2. Dorong tirah baring GJK, tamponade jantung.
dalam posisi semi 3. Menurunkan beban kerja jantung,
fowler memaksimalkan curah jantung
2. Berikan tindakan 4. Meningkatkan relaksasi dan
kenyamanan misalnya mengarahkan kembali perhatian
perubahan posisi dan Perilaku ini dapat mengontrol
gosokan punggung, dan ansietas, meningkatkan relaksasi
aktivitas hiburan dalam dan menurunkan kerja jantung
toleransi jantung 5. Manifestasi klinis dari GJK yang
3. Dorong penggunaan dapat menyertai endokarditis atau
teknik menejemen stress miokarditis
misalnya latihan
pernapasan dan
bimbingan imajinasi
4. Evaluasi keluhan lelah,
dispnea, palpitasi, nyeri
dada kontinyu. Perhatikan
adanya bunyi napas
adventisius, demam
Kolaboratif 1. Meningkatkan keseterdian oksigen
1. Berikan oksigen untuk fungsi miokard dan
komplemen menurunkan efek metabolism
2. Berikan obat – obatan anaerob,yang terjadi sebagai
sesuai dengan indikasi akibat dari hipoksia dan asidosis.
misalnya digitalis, 2. Dapat diberikan untuk
diuretik meningkatkan kontraktilitas
3. Antibiotic/ anti microbial miokard dan menurunkan beban
IV kerja jantung pada adanya GJK (
4. Bantu dalam miocarditis)
periokardiosintesis 3. Diberikan untuk mengatasi
darurat pathogen yang teridentifikasi,
5. Siapkan pasien untuk mencegah kerusakan jantung lebih
pembedahan bila lanjut.
diindikasikan 4. prosedur dapat dilakuan di tempat
tidur untuk menurunkan tekanan
cairan di sekitar jantung.
5. Penggantian katup mungkin
diperlukan untuk memperbaiki
curah jantung
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Miokarditis menyebabkan
1. Kaji respon pasien inflamasi dan kemungkinan
terhadap aktivitas. kerusakan sel-sel miokardial,
Perhatikan adanya dan sebagai akibat GJK. Penurunan
perubahan dalam pengisian dan curah jantung dapat
keluhan kelemahan, menyebabkan pengumpulan cairan
keletihan, dan dispnea dalam kantung perikardial bila ada
berkenaan dengan perikarditis. Akhirnya endikarditis
aktivitas dapat terjadi dengan disfungsi
2. Pantau frekuensi dan katup, secara negatif
irama jantung, tekanan mempengaruhi curah jantung
darah, dan frekuensi 2. Membantu derajad dekompensasi
pernapasan sebelum dan jantung and pulmonal penurunan
sesudah aktivitas dan TD, takikardia, disritmia, takipnea
selam di perlukan adalah indikasi intoleransi jantung
3. Mempertahankan tirah terhadap aktivitas.
baring selama periode 3. Demam meningkatkan kebutuhan
demam dan sesuai dan konsumsi oksigen, karenanya
indikasi. meningkatkan beban kerja jantung,
4. Membantu klien dalam dan menurunkan toleransi aktivitas
latihan progresif 4. Pada saat terjadi inflamasi klien
bertahap sesegera mungkin dapat melakukan aktivitas
mungkin untuk turun yang diinginkan, kecuali kerusakan
dari tempat tidur, miokard permanen.
mencatat respon tanda 5. Ansietas akan terjadi karena proses
vital dan toleransi pasien inflamasi dan nyeri yang di
pada peningkatan timbulkan. Dikungan diperlukan
aktivitas untuk mengatasi frustasi terhadap
5. Evaluasi respon hospitalisasi.
emosional
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen
mengimbangi peningkatan
konsumsi oksigen yang terjadi
dengan aktivitas.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang
akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan
pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya
kompliksi yang dapat dicegah.
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi,
kebutuhan pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Jelaskan efek inflamasi 1. Untuk bertanggung jawab
pada jantung, ajarkan terhadap kesehatan sendiri, pasien
untuk memperhatikan perlu memahami penyebab khusus,
gejala sehubungan pengobatan, dan efek jangka
dengan komplikasi / panjang yang diharapkan dari
berulangnya dan gejala kondisi inflamasi, sesuai dengan
yang dilaporkan tanda/gejala yang menunjukkan
dengan segera pada kekambuhan/komplikasi
pemberi perawatan 2. Untuk bertanggung jawab terhadap
misalny demam, nyeri, kesehatan sendiri, pasien perlu
peningkatan berat memahami penyebab khusus,
badan, peningkatan pengobatan, dan efek jangka
toleransi terhadap panjang yang diharapkan dari
aktifitas. kondisi inflamasi, sesuai dengan
2. Anjurkan pasien/orang tanda/gejala yang menunjukkan
terdekat tentang dosis, kekambuhan/komplikasi
tujuan dan efek 2. Perawatan di rumah sakit lama /
samping obat: pemberian antibiotic IV /
kebutuhan antimicrobial perlu sampai kultur
diet/pertimbangan darah negative / hasil darah lain
khusus: aktivitas yang menunjukkan tak ada infeksi.
diizinkan/dibatasi 3. Pemahaman alasan untuk
3. Kaji ulang perlunya pengawasan medis dan rencana
antibiotic jangka untuk/penerimaan tanggung jawab
panjang/terapi
antimikrobial
4. Tekankan pentingnya
evaluasi perawatan
medis teratur. Anjurkan
pasien membuat
perjanjian.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn.S
Umur (TL) : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru SD
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Petaling Banjar Kecamatan Mendo Barat
No. RM : 02-12-46
Diagnosa Medis : STEMI, DM Tipe II, Asma Bronchial
Jam MRS : 12.00 WIB
b. Penanggung jawab
Nama : Ny. Z
Umur (TL) : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Hub. Dgn Klien : Istri
Alamat : Petaling Banjar Kecamatan Mendo Barat
2. Alasan di Rawat di ICVCU
Klien merupakan pasien rujukan dari RS Bakti Timah Pangkalpinang.
Klien berencana mau dilakukan pemasangan ring jantung/PCI
(Percutaneous Coronary Intervention). Klien juga mengeluh nyeri pada
bagian abdomen sebelah kanan dan kiri. Klien mengatakan memiliki
riwayat jantung sejak 5 tahun yang lalu.
Ket : 0 mandiri, 1 : dibantu orang lain, 2 : dibantu alat, 3 : dibantu orang &
alat, 4 : tergantung total
Masalah Keperawatan : intoleransi Aktivitas
7. Kebutuhan Psiko-Sosio-Spiritual
Klien mengatakan paling dekat dengan istrinya. Klien berhubungan baik
dengan orang lain saat sakit (semenjak dirawat). klien kurang
berkomunikasi semenjak dirawat karena klien tidak boleh terlalu banyak
bicara karena akan mempengaruhi jantungnya. Selama sakit, klien tidak
sholat 5 waktu. Klien hanya memperbanyak dzikir dan istighfar saat sakit
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
No. Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal interpreta
si
1. 15 Laboratorium
Oktober APTT 34.1 25.35 Normal
2019
2. 15 1. Darah rutin
Oktober Leukosit 13.06 4-11 rb/ul < Normal
2019 2. Hitung jenis *
Basofil 0-1% Normal
Eosinofil 0 1-4% <Normal
Netrofil 0* 50-70% <Normal
Limfosit 89* 20-40% <Normal
Monosit 7* 2-8% Normal
Eritrosit 4 4.5-6.5 jt/ul <Normal
Hemoglobin 4.35* 13.5-17.5 g/dl <Normal
Hematokrit 12.7* 42-52% <Normal
MCV 38* 80-100 fl Normal
MCH 86.2 22-34 pg Normal
MCHC 29.2 32-36 g/dl Normal
Trombosit 33.9 150-450 rb/ul <Normal
120*
3. 16 1. Laboratorium
Oktober GDS 138 70-200 mg/dl Normal
2019 2. Elektrolit
Natrium 139 136-146 mmol/l Normal
Kalium 3.5 3.5-5.1 mmol/l Normal
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen thorax : Kardiomegali dengan kongesti corakan vaskular
paru,
2) Rontgen Abdomen : Sugestif peritonitis dengan ileus obstruktive
parsial pada colon, kemungkinan besar disertai ascites
3) Cek glukosa darah
a) Tanggal 15 oktober 2019 jam 11.00 : 246 mg/dl
b) Tanggal 16 oktober 2019 jam 11.00 : 104 mg/dl
c) Tanggal 17 oktober 2019
Jam 09.00 : 46 mg/dl
Jam 10.30 : 92 mg/dl
Jam 11.45 : 91 mg/dl
Jam 13.50 : 61 mg/dl
Jam 14.30 : 127 mg/dl
9. Tindakan kolaborasi medis
a. IVFD Nacl 0,9 % 1 kolf/24 jam
b. Pemberian obat (15 oktober 2019)
No. Nama Obat Dosis Cara Jam Indikasi
Obat Pemberian pemberian
1. IVFD Nacl 1 IV 08.00
0,9% kolf/24
jam
2. Drip Heparin 500cc/ IV 12.00 Antikoagulen
jam
3. Pantoprazole 1x1 IV 10.00 Mengurangi
ampul produksi asam
lambung
4. Ondancentron 3x8 mg IV 11.00 Mengobati mual
dan muntah
5. Novomix SC 11.00 Mengurangi
tingkat gula darah
tinggi (insulin)
6. ASA 80 mg 1-0-0 PO 08.00 Anti platelet,
Antiinflamasi,
Analgetik
7. CPG 75 mg 0-0-1 PO 20.00 Antiplatelet
8. Candesarten 0-0-1 PO 23.00 Antihipertensi
1,6 mg
9. Atorvastatin 40 0-0-1 PO 23.00 Menurunkan
mg kolesterol dalam
tubuh
10. Sucralfat syr 2x1 c PO 06.00 Antiulcerant
(mencegah tukak
lambung)
11. Lactulose syr 0-0-1 PO 22.00 Mengatasi
konstipasi
12. PCT Flash k/p IV Antipiretik
13. Nebu /6 jam Inhalasi 12.00 Bronkodilator
Combivent
14. Nebu Pulmicort /12 jam Inhalasi 12.00 Inhaler(mencegah
asma)
15. Furosemid 1 IV 07.30 Diuretik
ampul
lekste
B. Analisa Data
No Data senjang Etiologi Masalah keperawatan
1 DS : Agen cedera Nyeri Akut
a. Klien mengatakan sangat biologis (infeksi)
nyeri pada bagian abdomen
b. Klien mengatakan perutnya
seperti kembung
c. Klien mengatakan memiliki
riwayat maag
DO :
a. Klien tampak gelisah
b. Abdomen klien tampak
distensi
c. Klien tampak memegang
abdomennya terus- menerus
d. P : nyeri abdomen
Q : nyeri seperti diremas
R : nyeri berada di sebelah
kanan dan kiri abdomen
S : skala nyeri 8
T : nyeri muncul terus-
menerus
e. TTV :
TD : 131/75 mmHg
HR : 103 x/menit
RR : 26x/menit
SpO2 : 99%
2. DS : Penumpukan secret Ketidakefektifan
a. Klien mengatakan sesak berlebih bersihan jalan nafas
nafas
DO :
a. Klien tampak sesak
b. Suara nafas terdengar
wheezing
c. Klien tampak mengeluarkan
secret kuning keruh
d. Klien tampak kesulitan
mengeluarkan secret
e. Klien tampak sesak
f. TTV :
TD : 131/75 mmHg
HR : 103x/menit
RR : 26 x/menit
SpO2 : 99%
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi (infeksi)
2. Ketidakektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret yang berlebih
3. Penurunaan curah jantung berhubungan dengan acute coronary syndrome
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan acut corenary syndrome
5. Gangguan pola tidur berhubungan restraint fisik
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
E. Intervensi keperawatan
Rencana Keperawatan
No. Diagnose Keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukaan Perawatan jantung :
dengan agen cidera biologi tindakan keperawatan 3x8 a. Monitor tanda-
infeksi jam. Masalah keperawatan tanda vital
dapat diatasi dengan b. Monitor status
criteria hasil : pernafasan terkait
a. Klien mengatakan dengan adanya
nyeri berkurang (1-4) gejala gagal
b. Tidak ada keringat jantung.
dingin (5) c. Monitor ekg
c. Ttv dalam batas apakah ada
normol (5) penambahan
d. Tidak ada ekspresi segmen st
kesakitan (5) d. Monitor
keseimbanagan
cairan (infut dan
output)
e. Monitor nilai
laboratorium
f. Monitor sesak
nafas ddan
takipnea
pengaturan
hemodinamik
g. Tinggikan kepala
tempat tidur
(berikan posisi
semifowler)
h. Jaga
kesimbanagan
cairan dengan
pemberian cairan
iv
i. Berkaloborasi
dalam
memberikan obat
2. Rabu / 16 Agustus Nyeri akut b.d agen 06.50 WIB 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
2019 / Shift pagi- cedera biologis Respon :
malam (infeksi) P : nyeri abdomen
Q : nyeri seperti ditekan
R : abdomen kiri dan kanan
S : skala nyeri 6
T : nyeri hilang timbul
06. 55 WIB 2. Mendukung istirahat tidur yang adekuat
Repon :
Klien tidak bisa tidur dengan nyenyak dan masih
gelisah
07.10 WIB 3. Memonitor tanda-tanda vital
Respon :
TD : 138/77 mmHg
HR : 118x/menit
RR : 21x/menit
SpO2 : 99%
09.00 WIB 4. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Respon :
Klien mendapatkan obat Pentoprazole (1x1 ampul),
Ondanentron (3x8 mg), dan Sucralfat (2x1 c),
lactulose (1x24 jam)
Defisit perawatan diri 06.00 WIB 1. Menyediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
b.d kelemahan melakukan perawatan diri.
Respon :
Keluarga klien mengatakan selalu membantu klien
saat klien ingin minum, dll.
Selain diberikan susu melalui NGT.
Kamis/17 Oktober Nyeri akut b.d agen 06.45 WIB 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
2019/ Shift pagi- cedera biologis Respon :
malam (infeksi) P : nyeri abdomen
Q : nyeri menjalar
R : abdomen kanan dan kiri
S : skala nyeri 8
T : nyeri muncul terus menerus
06.51 WIB 2. Mendukung istirahat tidur yang adekuat
Respon :
Klien hanya memejamkan mata sekitar 5 menit
kemudian bangun untuk minta minum dan gelisah
karena nyeri.
07.00 WIB 3. Memonitor tanda-tanda vital
TD : 117/69 mmHg
HR : 144x/menit
RR : 40 x/menit
SpO2 : 99%
07.20 WIB 4. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Respon :
Pentoprazole (1x1 vial), Ondanentron (3x8 mg),
Sucralfat (2x1 c). dan ceftriaxone 1 gr.
Ketidakefektifan 07.23 WIB 1. Memberikan posisi semifowler
bersihan jalan nafas Respon :
b.d penumpukan Klien merasa lebih nyaman saat posisi semifowler dan
sekret berlebih merasa sesak jika dalam posisi tidur rata (supinasi)
07.25 WIB 2. Memonitor status pernafasan dan oksigen
Respon :
Klien menggunakan NRM 10 liter
07.26 WIB 3. Mengauskultasi suara nafas tambahan
Respon :
Suara nafas wheezing
07.10 WIB 4. Berkolaborasi dalam pemberian bronkodilator
Respon :
Klien diberikan nebulizer combivent dan pulmicort
Penurunan curah 08.10 WIB 1. Memonitoring tanda-tanda vital
jantung b.d ACS Respon :
TD: 117/69 mmHg
HR : 144x/menit
RR : 40x/menit
SpO2 : 99%
08.12 WIB 2. Memonitor status pernafasan
Respon :
Klien bernafas dibantu dengan penggunaan NRM 10
ltr/menit
08.20 WIB 3. Memonitor EKG, apakah ada perubahan segmen ST
Respon :
Pada EKG tampak SVT dengan sinus aritmia dengan
irama irreguler.
13.30 WIB 4. Memonitor keseimbangan cairan (input dan output)
Respon :
Input : 543,98 cc
Output : 600 cc
Balance cairan : - 56,02 cc
08.15 WIB 5. Meninggikan kepala pasien (memberikan posisi semifowler
Respon :
Kepala klien dialaskan bantal kemudian posisi kepala
semifowler, klien merasa lebih nyaman saat posisi
semifowler
12.03 WIB 6. Menjaga keseimbangan cairan dengan pemberian cairan IV
Respon :
NaCl 0,9% diganti dengan IVFD D10 ½+ D40 1
flabon karena klien mengalami hipoglikemi
12.20 WIB 7. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Respon:
Klien mendapatkan Furosemid 3x1 ampul, atorvastatin
1x24 jam, ISDN 3x5 mg (sc)
Intoleransi aktifitas 14.40 WIB 1. Monitoring respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
b.d ACS Respon :
Klien mengatakan sesak
Klien tampak gelisah
HR : 125x/menit
14.45 WIB 2. Memberikan lingkungan tenang dan membatasi
pengunjung
Respon:
Klien tampak gelisah
Defisit perawatan diri 06.00 WIB 1. Menyediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
b.d kelemahan melakukan perawatan diri
Respon :
Keluarga klien mengatakan selalau membantu klien
saat klien ingin minum atau yang lainya
Klien di berikan susu melalui ngt
D. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-
2012 update.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS tahun 2013.. Jakarta:
Balitbang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.
Potter & Perry (2009). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : Erlangga
Pusponegoro, A. D. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, Bab 6;
Trauma dan Bencana.