Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SEJARAH

\Nama :Alfarizi Dwiki Hartanto

Kelas : XI MIPA 3

Absen: 2

TUANKU IMAM BONJOL

Biografi

Tuanku Imam Bonjol adalah salah seorang tokoh ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda dalam sebuah peperangan yang dikenal dengan nama
Perang Padri pada tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama asli
Muhammad Shahab di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan
Khatib Bayanuddin yang merupakan seorang alim ulama dari Sungai Rimbang,
Suliki, Lima Puluh Kota dengan istrinya Hamatun. Sebagai ulama dan pemimpin
masyarakat setempat, Muhammad Shahab atau Tuanku Imam Bonjol memperoleh
beberapa gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku
nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan
Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di
Bonjol. Dia sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam
Bonjol.
Latar belakang

Latar Belakang Perang Padri dan penyebab perang Padri Di wilayah Minangkabau
ada beberapa orang yang kembali dari Mekkah Haji dan akan mengadakan
pelaksanaan hidup sesuai ajaran agama yang murni dibanting. Mereka kembali dari
ziarah yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang, mereka sayap Wahabi
Menurut ajaran banyak agama adat Sumatera Barat (Minangkabau) harus ditinggalkan
seperti: minum, (minum anggur), sabung ayam, judi , dan lain-lain seperti contoh
negara netral.

Niat Padri untuk mengajarkan Islam secara murni untuk menghilangkan adat istiadat
yang buruk itu telah mendapat tantangan yang sangat besar dan pemimpin masyarakat
adat dan bangsawan. Oleh karena itu, pertempuran antara Padri dengan penduduk asli
tidak dapat dielakkan. Dalam perang Padri seperti itu mengenakan pakaian putih
(disebut putt) dan orang pribumi mengenakan pakaian hitam seperti tujuan dari negara
netral

Strategi perang

a) Strategi dari Kaum Adat dan Kerajaan Pagaruyung: Meminta Bantuan


Belanda

Ketika Kaum Adat telah kewalahan menghadapi Kaum Padri, disebabkan karena Kaum
Padri terus menyerang Kaum Adat, maka kekalahan pun akhirnya harus ditanggung oleh
Kaum Adat. Hal ini diperburuk dengan hilangnya Sultan Arifin Muningsyah.

Kaum Adat mendapatkan keadaan yang semakin terjepit. Akhirnya, mereka berunding
untuk menyelesaikan masalah. Dalam perundingan ini, pada akhirnya, mereka memutuskan
untuk meminta bantuan pada pihak Belanda.

Perundingan dengan Belanda dilakukan oleh Kaum Adat dengan diwakili oleh Sultan
Tangkal Alam Bagagar. Meskipun sebenarnya Sultan Tangkal Alam Bagagar tidak memiliki
hak untuk mengatasnamakan Kerajaan Pafaruyung, akan tetapi Belanda terus memaksa untuk
menandatangani perjanjian,

Di dalam perjanjian tersebut, menyatakan bahwa Kerajaan Pagaruyung sudah


menyerah pada Pemerintah Hindia-Belanda. Sehingga, Padang pun akhirnya dipimpin oleh
residen James du Puy. Atas rekomendasi dari residen, Sultan Tangkal Alam Bagagar pun
dijadikan sebagai Regent Tanah Datar.

Kesempatan dari aliansi ini pun dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai
komoditas Minangkabau yang mana tanahnya sangat cocok di tanami kopi. Seperti yang telah
diketahui bahwa kopi adalah komoditas perdagangan yang sangat penting bagi Belanda di
tanah Eropa.

Belanda yang dimintai tolong oleh Kaum Adat pun mulai ikut campur dalam urusan
pemerintahan Sumatera Barat. Mereka mulai menyerang daerah Simawang dan Sulit Air
yang dipimpin oleh Kapten Goffinet dan Kapten Dienema.

Lantas, Letkol Raaff membantu dua kapten serta berhasil untuk mengusir Kaum Padri
untuk keluar dari Pagaruyung. Kemudian, selanjutnya, Belanda pun membangun sebuah
benteng di daerah Batu sangkar yang dinamakan sebagai Fort Der Capellen.

b) Strategi Kaum Padri: Regroup dan Gerilya

Setelah mengalami kekalahan dari Belanda, Kaum Padri pun menyusun ulang serta
mengevaluasi kekuatannya kembali. Mereka melakukan hal ini di daerah Lintau.
Kaum Padri menghalau serangan Raaff di Tanjung Alam serta Luhak Agam.

Kemudian juga di Baso, Kaum Padri membuat kapten Belanda yang bernama
Goffinet terluka parah hingga meninggal. Strategi baru yang dirancang oleh kaum
Padri menuai kesuksesan. Sebab, dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh, Kaum Padri
berhasil menekan Belanda terus menerus hingga kembali ke Batu sangkar.

Aliansi antara Belanda dan Kaum Adat nyatanya tidak mendapatkan


keberuntungan besar. Sebab, di bulan April 1823, Belanda menambah kekuatan dan
Raaf pun menyerang daerah Lintau lagi, Akan tetapi, pertahanan dari Kaum padri
terlalu gigih bagi Belanda.

Akhirnya, Belanda lebih memilih untuk kembali ke Batu Sangkar. Atas permintaan
dari Belanda, Sultan Arifin Muningsyah dipulangkan kembali ke Pagaruyung. Di
tahun 1844, Raaff pun meninggal dikarenakan demam serta Sultan Arifin wafat di
tahun 1825.

Di tahun yang sama, Belanda berhasil menduduki Kapau, Biaro, Ampang Gadang,
serta Koto Tuo. Ekspansi Belanda ini dipimpin oleh Laemlin. Meski begitu, pada
akhirnya Laemlin meninggal di Padang karena mengalami luka yang parah.
c) Strategi Belanda: Gencatan Senjata

Cara lain yang dilakukan oleh Belanda untuk menyerang Kaum Padri adalah dengan
perundingan. Dikarenakan kerepotan menghadapi Kaum Padri yang kuat, serta telah
mengeluarkan dana yang sangat besar untuk menghadapi perang di Eropa serta dalam
melawan Diponegoro, maka Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol untuk melakukan
perjanjian yang diberi nama Perjanjian Masang.

Selama gencatan senjata dilakukan, Kubu Padri mulai memulihkan pasukan serta
merangkul Kaum Adat dengan dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Hingga akhirnya,
lahirlah konsensus bersama untuk menegakkan agama Islam serta Al Quran di Minangkabau.
Dalam Bahasa Padang, konsensus ini disebut dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah,

d) Strategi Belanda: Menguasai Titik Vital

Setelah gencatan senjata berakhir, maka Belanda mulai berperang lagi. Kali ini, dipimpin
oleh Letkol Elout. Belanda tentu saja lebih siap ketimbang sebelumnya. Hal ini dikarenakan
senjata telah siap kembali. Selain itu, perang dengan Diponegoro pun telah berakhir.

Akhirnya, Belanda melanggar perjanjian dan mulai menyerang Lintau dan Pandai Sikek.
Wilayah ini menghasilkan senjata api serta mesiu. Lantas, dibangun juga Fort de Kock di
Bukit Tinggi. Selanjutnya, Belanda berhasil menaklukkan Luhak Tanah Datar di tahun 1831.

Letkol Elout sendiri mendapatkan bantuan dari Sentot Prawirodirjo yang mana
merupakan Panglima Diponegoro. Sentot sendiri merupakan panglima Diponegoro yang
membelot yang lebih berpihak pada Hindia Belanda. Akan tetapi, tingkah Sentot di Lintau
terlihat mencurigakan.

Karena sebenarnya, Sentot memihak pada Kaum padri. Akhirnya, laki-laki ini dibuang di
Bengkulu serta menghembuskan napas terakhir di tanah itu. Belanda pun menyerang lagi dan
kini dibantu Letkol Vereulen. Jumlah infantri yang datang pun cukup besar.

Dan akhirnya menyerang Lukah Agam dan Kamang, serta Luhak Limo Puluah. Kaum
Padri akhirnya kalah dan hancur. Sehingga, mereka mundur ke daerah Bonjol. Sementara di
Padang Mantinggi, Kaum Padri menyerang pertahanan Belanda sehingga membuat kompeni
kewalahan.
Jalannya perang padri

Perang paderi ada tiga tahap

a. Tahap 1 (1803-1821)

tahap pertama ini murni perang saudara tanpa ada campur tangan belanda. perang ini
mengalami perkembangan baru saat kaum adat meminta bantuan kepada belanda.
sejak saat itu dimulai perang padri melwan belanda.

b. Tahap 2 (1822-1832)

perang sudah mereda karena belanda berhasil mengadakan perjanjian dg kaum paderi
yg makin melemah. setelah perang diponegoro selesai, belanda kmbli menggempur
kaum paderi dibawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout thn 1831. kmudian disusul
oleh pasukan yg di pimpin mayor michiels.

c. Tahap 3 (1833-1838)

perang mengusir belanda. sejak thn 1831 kaun adat dan kaum paderi bersatu melwan
belanda yg di pimpin tuanku imam bonjol.Pertempuran berakhir dg penangkapan
tuanku imam bonjol yg dibawa ke padang. lalu tuanku imam bonjol diasingkan ke
cianjur pd thn 1838. kmudia thn 1839 dipindahkan ke ambon. 3 thn kmudian
dipindahkan ke manado sampai dg meninggal dlm usia 92 thn.

Anda mungkin juga menyukai