Artikel Nata Fix
Artikel Nata Fix
NATA
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik nata yang dihasilkan dari
berbagai macam filtrat. Nata merupakan makanan berkalori rendah yang menyerupai jeli
yang biasanya diproduksi melalui proses fermentasi nira dari pohon tertentu atau bahan cair
lainnya yang mengandung gula. Pembuatan nata dibantu oleh bakteri Acetobacter xylinum
yang mampu memecah gula untuk mensintesis selulosa ekstraseluler. Selain air kelapa yang
telah banyak digunakan dalam pembuatan nata, pada penelitian ini filtrat lain yang
digunakan antara lain nanas, mangga, air tebu, jagung, siwalan, semangka dan rumput laut.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nata yang dihasilkan dari filtrat air kelapa
merupakan nata yang paling tebal dengan ketebalan rata-rata 1,93 cm. Selain itu, air kelapa
memiliki tingkat kekenyalan yang paling lunak/tidak keras dibandingkan dengan filtrat yang
lain. Urutan kekenyalan nata dari yang paling lunak setelah air kelapa adalah semangka,
siwalan, tebu, jagung, nanas dan yang paling keras adalah mangga. Warna nata yang
dihasilkan dari berbagai macam filtrat rata-rata berwarna putih.
PENDAHULUAN
Komponen yang cukup berperan sebagai media pertumbuhan nata adalah sumber
karbon dan sumber nitrogen karena sebagai nutrisi bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum. Sumber karbon sebagai salah satu unsur pembentuk nutrisi untuk medium
fermentasi dapat berupa glukosa, fruktosa dan sukrosa. Pada kedua bahan tersebut,
komponen-komponen ini tersedia dan berpotensi sebagai sumber nutrien bagi bakteri
Acetobacter xylinum. Menurut Lapuz dkk (1967), sukrosa dan glukosa pada konsentrasi 10%
memberikan hasil nata yang paling tebal dibandingkan dengan sumber gula lainnya. Bila
dibandingkan antara penggunaan glukosa dan sukrosa, nata yang dihasilkan karena
penggunaan glukosa akan lebih tebal, sehingga sumber karbon terbaik bagi pembentukan nata
adalah glukosa.
METODE PENELITIAN
Sari buah nanas, air kelapa, sari buah semangka, air nira siwalan, sari tebu, sari buah
mangga, sari jagung, sari rumput laut, gula pasir, asam cuka murni (98%), urea, alkohol 70%,
bakteri Acetobacter xylinum, kompor, panci, blender, saringan, pengaduk, botol selai, kertas
koran, lampu spiritus, dan gelas ukur.
Cara Kerja
HASIL
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Nata pada dasarnya merupakan selulosa yang terbentuk dari hasil sintesis gula dengan
bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa yang terbentuk berupa benang-benang yang
bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan secara terus-menerus
menjadi lapisan nata. Terbentuknya pelikel (lapisan tipis nata) mulai dapat terlihat di
permukaan media cair setelah dilakukan fermentasi. Fermentasi dilakukan pada media cair
yang telah diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob
(membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi
dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal. Biasanya ukuran tersebut tercapai
setelah satu minggu bersamaan dengan terjadinya proses penjernihan cairan di bawahnya.
Jaringan halus yang transparan yang terbentuk di permukaan membawa sebagian bakteri
terperangkap di dalamnya. Gas CO2 yang dihasilkan secara lambat oleh Acetobacter xylinum
menyebabkan pengapungan ke permukaan (Muchtadi, 1997). Peningkatan jumlah selulosa
yang relatif cepat diduga terjadi akibat konsentrasi sel yang terus berkembang di daerah
permukaan yang langsung kontak dengan udara didalam wadah fermentasi. Pada kultur yang
tumbuh, suplai O2 di permukaan akan merangsang peningkatan massa sel dan enzim
pembentuk selulosa yang mengakibatkan meningkatnya produksi selulosa. Selulosa tidak
akan terbentuk jika di dalam media tidak tersedia glukosa atau oksigen (Muchtadi, 1997)
Pada praktikum ini media kontrol yang digunakan yakni nata de coco (air kelapa).
Pembentukan nata de coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau
gula dalam air kelapa oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut
digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel.
Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim
mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Bakteri Acetobacter xylinum akan
membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C)
dan nitrogen (N) melalui suatu proses yang dikontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri
tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat
gula (dalam hal ini glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari
jutaan jasad renik yang tumbuh dalam renik yang tumbuh dalam air kelapa tersebut, akan
dihasilkan jutaan lembar benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan yang disebut dengan nata. Pada 3 gelas nata yang terbentuk memiliki ketebalan
dan kekenyalan yang bervariasi. Pada gelas A memiliki ketebalan 2,5 cm, gelas B 1,5 cm,
dan gelas C 1,8 cm. Urutan tingkat kekenyalan dari ketiga nata tersebut yakni gelas C, A, dan
B. Ketiga nata tersebut memiliki warna yang sama, yakni putih. Variasi ketebalan dan
kekenyalan nata dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang tidak seimbang pada tiap-tiap gelas
karena saat penuangan filtrat proses penghomogenan kurang optimal.
Pembuatan nata tidak hanya dari air kelapa tetapi juga dari berbagai jenis media yang
mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum,
seperti sari buah-buahan bahkan air gula. Oleh sebab itu nama nata dapat bermacam-macam
sesuai dengan bahan yang digunakan, seperti Nata de Pina (dari sari buah nanas), Nata de
Citrullus (dari sari buah semangka), Nata de Legen (dari air siwalan), Nata de Cane (dari air
tebu), Nata de Mango (dari sari buah mangga), Nata de Corn (dari sari buah jagung), Nata de
Seaweed (dari sari rumput laut), dan sebagainya (Ratna, 2003).
Hasil pembuatan nata dengan media sari buah nanas setelah dua minggu didapatkan
data hasil praktikum bahwa pada gelas A, B, dan C terbentuk nata yang berupa lapisan
selulosa sebagai hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang
berbeda. Pada gelas A terbentuk nata setebal 0,2 cm, gelas B terbentuk nata setebal 0,6 cm,
sedangkan pada gelas C terbentuk nata setebal 0, 9 cm. Ketebalan nata yang bervariasi
disebabkan oleh tidak seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat
penuangan filtrat proses penghomogenan kurang optimal.. Tingkat kekenyalan ketiga gelas
nata tersebut berbeda, pada gelas B memiliki tingkat kekenyalan yang lebih dari gelas C
maupun A. Namun, ketiga gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni putih (+++).
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dari pembuatan nata dengan media sari
buah semangka setelah dua minggu didapatkan data hasil praktikum bahwa pada gelas A dan
gelas C terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai hasil fermentasi bakteri
Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang berbeda. Pada gelas A terbentuk nata setebal 1,8
cm, sedangkan pada gelas C terbentuk nata setebal 0, 9 cm. Namun, pada gelas B, nata masih
belum terbentuk. Ketebalan nata yang bervariasi maupun belum terbentuknya nata tersebut
disebabkan oleh tidak seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat
penuangan filtrat proses penghomogenan kurang optimal. Tingkat kekenyalan kedua gelas
nata tersebut berbeda, pada gelas C memiliki tingkat kekenyalan yang lebih dari gelas A.
Namun, nata pada kedua gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni putih kekuningan.
Nata dengan media air nira siwalan setelah dua minggu didapatkan data hasil
praktikum bahwa pada gelas A, B, dan C terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai
hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang berbeda. Pada gelas A
terbentuk nata setebal 0,7 cm, gelas B terbentuk nata setebal 0,7 cm, sedangkan pada gelas C
terbentuk nata setebal 0, 9 cm. Ketebalan nata yang bervariasi disebabkan oleh tidak
seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat penuangan filtrat
proses penghomogenan kurang optimal. Tingkat kekenyalan ketiga gelas nata tersebut
berbeda, pada gelas B memiliki tingkat kekenyalan yang lebih dari gelas C maupun A.
Namun, ketiga gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni putih.
Untuk nata dengan media air tebu setelah dua minggu didapatkan data hasil praktikum
bahwa pada gelas A, B, dan C terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang berbeda. Pada gelas A
terbentuk nata setebal 1,5 cm cm, gelas B terbentuk nata setebal 1,5 cm cm, sedangkan pada
gelas C terbentuk nata setebal 1,75 cm cm. Ketebalan nata yang bervariasi disebabkan oleh
tidak seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat penuangan filtrat
proses penghomogenan kurang optimal. Tingkat kekenyalan ketiga gelas nata tersebut
berbeda, pada gelas B memiliki tingkat kekenyalan yang lebih dari gelas C maupun A
Namun, ketiga gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni putih kekuningan.
Nata dengan media sari buah mangga setelah dua minggu didapatkan data hasil
praktikum bahwa pada gelas A, B, dan C terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai
hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang sama. Pada gelas A, B,
dan C terbentuk nata setebal 0,5 cm. Ketebalan nata yang sama disebabkan oleh
seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat penuangan filtrat
proses penghomogenan sudah optimal. Tingkat kekenyalan ketiga gelas nata tersebut juga
sama, dan ketiga gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni kuning kecokelatan.
Nata dengan media sari jagung setelah dua minggu didapatkan data hasil praktikum
bahwa pada gelas A, B, dan C terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum dengan ketebalan yang berbeda. Pada gelas A
terbentuk nata setebal 0,5 cm, gelas B terbentuk nata setebal 0,7 cm, sedangkan pada gelas C
terbentuk nata setebal 0, 3 cm. Ketebalan nata yang bervariasi disebabkan oleh tidak
seimbangnya nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap gelas karena saat penuangan filtrat
proses penghomogenan kurang optimal. Tingkat kekenyalan ketiga gelas nata tersebut
berbeda, pada gelas B memiliki tingkat kekenyalan yang lebih dari gelas C maupun A.
Namun, ketiga gelas tersebut memiliki warna yang sama yakni kuning kecokelatan.
Sedangkan nata dengan media sari rumput laut setelah dua minggu didapatkan hasil
pada gelas A, B, dan C tidak terbentuk nata yang berupa lapisan selulosa sebagai hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Tidak terbentuknya nata dapat disebabkan karena
pada saat penuangan starter, media yang dituang masih dalam temperature yang cukup tinggi
bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum hanya dapat
tumbuh pada temperatur optimal yaitu 28-300C sehingga ketika penuangan harus dipastikan
bahwa media benar-benar dingin atau pada suhu ruangan. Selain itu, kandungan unsur yang
terdapat dalam rumput laut kurang mencukupi untuk proses metabolisme bakteri Acetobacter
xylinum. Secara umum, rumput laut kaya akan polisakarida non-pati, mineral dan vitamin
serta rendah lemak.
SIMPULAN
Pembuatan Nata de Coco (dari air kelapa), Nata de Pina (dari sari buah nanas), Nata
de Citrullus (dari sari buah semangka), Nata de Legen (dari air siwalan), Nata de Cane (dari
air tebu), Nata de Mango (dari sari buah mangga), Nata de Corn (dari sari buah jagung), Nata
de Seaweed (dari sari rumput laut), dilakukan fermentasi yang kemudian akan terbentuk nata
berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dari selulosa.
Variasi ketebalan dan kekenyalan nata dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung. Sedangkan
tidak terbentuknya nata dapat disebabkan karena pada saat penuangan starter, media yang
dituang dalam keadaan masih hangat atau belum sepenuhnya dingin, karena bakteri
Acetobacter xylinum hanya dapat tumbuh pada temperatur optimal yaitu 28-300C.
DAFTAR PUSTAKA
Arifiani, Niarda, dkk. 2015. Peningkatan kualitas nata de cane dari limbah nira tebu metode
Budchips dengan penambahan ekstrak tauge sebagai sumber nitrogen. (Jurnal
Online). (http://biosains.mipa.uns.ac.id/C/C1202/C120201.pdf ) diakses pada tanggal
29 Nopember 2016.
Lapuz, M.N., Gullardo F.G, and Palo M.A. 1967. The Nata Organism Cultural Requiretments
Charateristic and Identify, The Philipines Journal of Science. 9:2.
Muchtadi, T.R., 1997. Nata De Pina. Media Komunikasi dan Informasi Pangan Nomer 33
Volume IX –1997.
Nurfiningsih. 2009. Pembuatan Nata de Corn dengan Acetobacter Xylinum. (Jurnal Online).
(https://www.academia.edu/8509584/Pembuatan_Nata_de_Corn_dengan_Acetobacter_
Xylinum_Nurfiningsih_L2C605166 ) diakses pada tanggal 29 Nopember 2016.
Tahir, Iqmal. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas Comosus, L)
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. (Jurnal Online).
(http://iqmal.staff.ugm.ac.id/wp-content/semnaskimxviii-2008-iqmal-nanas.pdf )
diakses pada tanggal 29 Nopember 2016.
LAMPIRAN
3
12
56
7
98
13
14
15
1. Nanas
2. Air Kelapa
3. Semangka
4. Siwalan
5. Tebu
6. Mangga
7. Jagung
Rumput
8.
Laut