ID Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi L PDF
ID Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi L PDF
Email: desmawati.zein87@gmail.com
Abstract
The aim of this research is to know the relationship between personal hygiene and environmental
sanitation with incident of scabies of Al-Kautsar boarding school in Pekanbaru. The methodology on
this research was a descriptive correlation with cross sectional approach. There are 100 participants
collected by using proportionate stratified random sampling. Measuring instrument used was a
questionnaire sheet consisting of personal hygiene and environmental sanitation also an observation
sheet consisting of signs of scabies. In this research, we use bivariat analysis with chi square test.
Basic on statistical result, p value= 0.781 (p value > 0.05) it’s did not show relationship between
personal hygiene with incident of scabies, and also statistical result p value=0.306 (p value > 0.05) it’s
did not show relationship between environmental sanitation with incident of scabies. This research
suggest to Al-Kautsar boarding school to maintain good personal hygiene and environmental
sanitation so that students avoid scabies.
628
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
tidak memperhatikan personal hygiene karena erat keterkaitannya dengan angka kejadian
hal-hal seperti ini dianggap tergantung skabies, dan kejadian skabies akan lebih
kebiasaan seseorang. Personal hygiene yang meningkat lagi apabila didukung oleh hunian
buruk dapat menyebabkan tubuh terserang yang padat. Hal ini dipertimbangkan sebagai
berbagai penyakit seperti penyakit kulit, ancaman kesehatan dikarenakan ruang yang
penyakit infeksi. (Perry & Potter, 2010). padat dapat menyebabkan sirkulasi udara yang
Personal hygiene ini ternyata kurang baik, dan pencahayaan kamar terhadap
merupakan faktor yang berperan dalam matahari berkurang. Kelembapan kamar yang
penularan skabies. Berdasarkan penelitian yang tinggi akan mempercepat perbiakan tungau
dilakukan oleh Ma’rufi (2005) dalam (Monsel & Chosidow, 2012).
Rohmawati (2010) didapatkan data bahwa pada Hasil penelitian Ratnasari tahun 2014
Pondok Pesantren Lamongan terdapat 63% prevalensi skabies dan faktor-faktor yang
santri mempunyai personal hygiene yang buruk berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur
dengan prevalensi skabies 73,70%. Personal didapatkan 51,6% dengan kepadatan hunian
hygiene meliputi kebiasaan mencuci tangan, yang tinggi. Pada umumnya, kepadatan yang
pemakaian handuk yang bersamaan, frekuensi dialami oleh santri di asrama dikarenakan satu
mandi, frekuensi mengganti pakaian, frekuensi kamar di isi oleh 30 santri yang melebihi
mengganti sprei tempat tidur, dan kebiasaan kapasitas. Berdasarkan data hasil observasi
kontak langsung dengan penderita skabies, yang dilakukan oleh peneliti secara langsung di
kebiasaan yang lain juga seperti menggunakan pondok pesantren Al - Kautsar, kamar dengan
sabun batangan secara bersama-sama. luas 8 x 8 m2 diisi dengan jumlah 25 santri dan
Kebiasaan seperti di atas ini banyak terjadi juga terdapat dua belas lemari dua pintu dengan
pada pondok pesantren. Hal lain yang menjadi susunan yang tidak teratur. Kondisi ini
faktor-faktor terjadinya penyakit skabies yaitu berdampak pada tertutup nya penyinaran
sanitasi lingkungan. matahari di dalam ruangan, sehingga ruangan
Sanitasi lingkungan merupakan usaha menjadi lembab. Hal ini masih kurang
kesehatan masyarakat untuk menjaga dan mendapatkan penanganan, khususnya dari
mengawasi faktor lingkungan yang dapat pihak pondok pesantren untuk memperbaiki
mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan
lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal menambah jumlah kamar dan ventilasi
atau asrama dapat dilakukan dengan cara sehingga berdampak pada kesehatan santri dan
membersihkan jendela atau perabotan milik kenyamanan santri berada di pondok pesantren.
santri, menyapu dan mengepel lantai, mencuci Berdasarkan hasil observasi yang
peralatan makan, membersihkan kamar, serta dilakukan, peneliti melihat adanya kebiasaan
membuang sampah. Sanitasi lingkungan perlu yang dilakukan oleh para santri di pondok
dijaga kebersihannya dimulai dari halaman, pesantren,dari 25 santri didapatkan 10 santri
saluran pembuangan air dan jalan di depan menggunakan handuk yang bersamaan,
asrama. Sumber air bersih yang di gunakan sebanyak 6 santri tidak mengganti pakaian
harusnya memenuhi standar, tidak berwarna, setelah mandi, terdapat 5 orang santri
tidak berbau dan tidak berasa. Wijaya (2011) menggunakan peralatan mandi seperti sabun
menyatakan bahwa 34% santri di Pondok batangan secara bersamaan. Berdasarkan hasil
Pesantren Al-Makmur Tungkar Kabupaten 50 observasi terlihat sanitasi lingkungan pondok
Kota memiliki sanitasi lingkungan buruk pesantren yang kurang terjaga kebersihannya,
dengan prevalensi 49% santri menderita seperti terdapat tumpukan sampah pada sudut
skabies. Sanitasi lingkungan yang buruk sangat kamar santri, serta kepadatan hunian yang
629
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
dialami santri pada Pondok Pesantren Al- Sampel: sampel yang digunakan
Kautsar Pekanbaru. Hasil survey dari peneliti sebanyak 100 responden yang diambil dari 8
secara wawancara terdapat 42% dari total kelas yang ada di Pondok Pesantren AL-
keseluruhan santri yang pernah mengalami Kautsar Pekanbaru. Pada penelitian ini 100
skabies kurang dari enam bulan belakangan ini. santri yang akan diteliti memiliki kriteria, yaitu
Rata-rata santri mengalami skabies pada tahun siswa yang telah menempuh pendidikan
pertama pendidikan. akademik minimal satu semester dan siswa
Melihat fenomena dan latar belakang yang bersedia menjadi responden.
diatas maka peneliti ingin mengetahui Instrument: instrumen yang digunakan
bagaimana hubungan antara personal hygiene berupa lembar kuesioner dan lembar observasi
dan sanitasi lingkungan dengan kejadian yang disusun sendiri oleh peneliti.
skabies di Pondok Pesantren Al-Kautsar Prosedur: tahapan awal peneliti
Pekanbaru. mengajukan surat permohonan izin penelitian
ke PSIK UR yang selanjutnya Peneliti
TUJUAN PENELITIAN menyeleksi responden sesuai dengan kriteria
Mengidentifikasi hubungan personal inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
hygiene dan sanitasi lingkungan dengan Sebelum kuesioner disebarkan, peneliti terlebih
kejadian Skabies pada Santri di Pondok dahulu melakukan uji validitas dan reabilitas.
Pesantren Al-Kautsar Pekanbaru Peneliti mendatangi responden penelitian untuk
mengisi kuesioner, dimana sebelumnya peneliti
MANFAAT PENELITIAN menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan serta menjamin hak-hak responden. Peneliti
memperluas wawasan ilmu keperawatan meminta responden untuk menandatangani
tentang penyakit skabies serta dapat digunakan lembar persetujuan. Peneliti membagikan
sebagai masukan dalam mencegah penularan lembar kuesioner kepada responden dan
penyakit skabies di Pondok Pesantren. Manfaat menjelaskan cara pengisian. Setelah kuesioner
bagi santri agar mampu mencegah penularan diisi, peneliti langsung melakukan
yang dapat mengakibatkan peningkatan jumlah pengumpulan data untuk diperiksa
penderita skabies di lingkungan Pondok kelengkapannya.
Pesantren.
HASIL PENELITIAN
METODE Analisa Univariat
Desain Penelitian: Jenis penelitian ini Tabel 1.
adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur
diarahkan untuk mendeskripsikan atau No. Kelompok Jumlah Persentase
menguraikan suatu keadaan di dalam suatu remaja (%)
1. Remaja awal 65 65
komunitas atau masyarakat. Penelitian ini
2. Remaja 31 31
dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional pertengahan
(potong silang) yang merupakan suatu 3. Remaja akhir 4 4
penelitian yang mempelajari hubungan antara Total 100 100
variabel bebas atau risiko dengan variabel Tabel 1 menunjukkan mayoritas
terikat dan akan dikumpulkan dalam waktu responden berada pada rentang usia remaja
yang bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, awal dengan jumlah 65 orang responden
2010). (65%).
630
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
Analisa Bivariat
Tabel 7
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Tabel 4 Skabies
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kejadian Total OR P
Personal Hygiene skabies (95% valu
No. Personal hygiene Jumlah Persentase (%) Personal Ya Tidak CI) e
1. Baik 61 61 hygiene
2. Kurang baik 39 39 Baik 12 49 61
Total 100 100 (19. (80.3 (100%) 0.742
7%) %) (0.253- 0.78
Kurang 6 33 39 2.175) 1
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar baik (15. (84.6 (100%)
responden memiliki personal hygiene yang 4%) %)
baik dengan jumlah 61 orang responden (61%). Total 18 82 88
(18 (82%) (100%)
Tabel 5 %)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Keadaan Sanitasi Lingkungan
631
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
mengetahui bahwa higiene pribadi yang buruk tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok
berperan penting dalam penularan penyakit. pesantren (Ratnasari, 2014).
Hasil penelitian Ratnasari (2014) didapatkan
bahwa prevalensi skabies lebih rendah pada 4. Gambaran kejadian skabies
santri yang memiliki tingkat pendidikan aliyah Penyebaran tungau skabies adalah
dibandingkan tsanawiyah. dengan kontak langsung oleh penderita skabies
atau dengan kontak tak langsung seperti melalui
2. Gambaran tingkat personal hygiene penggunaan handuk bersama, alas tempat tidur,
Higiene atau kebersihan adalah upaya dan segala hal yang dimiliki pasien skabies.
untuk memelihara hidup sehat yang meliputi Penularan penyakit ini erat kaitannya
kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dengan kebersihan perseorangan dan kepadatan
dan kebersihan kerja. Pada higiene penduduk, oleh karena itu skabies sering
perseorangan yang cukup penularan skabies menyebar dalam anggota keluarga, satu asrama,
lebih mudah terjadi. Melakukan kebiasaan kelompok anak sekolah, pasangan seksual
seperti kebiasaan mencuci tangan, mandi bahkan satu kampung atau desa. Keadaan ini
menggunakan sabun, menganti pakaian dan juga dapat ditemukan di pesantren sehingga
pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, insiden skabies di pesantren cukup tinggi.
kebiasaan keramas menggunakan shampo, tidak Meskipun skabies tidak berdampak pada angka
saling bertukar handuk dan kebiasaan kematian akan tetapi penyakit ini dapat
memotong kuku, dapat mengurangi resiko mengganggu kenyaman dan konsentrasi belajar
terkena skabies (Manjoer, 2000). para santri. Kebiasaan seperti pemakaian
Banyak faktor yang dapat handuk yang bersamaan, kebiasaan kontak
mempengaruhi timbulnya skabies selain langsung dengan penderita skabies dan
personal hygiene. Fatmasari (2013) menggunakan sabun batangan secara bersama-
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya sama banyak terjadi pada pondok pesantren
kebersihan pakaian, kebersihan kulit, sehingga skabies sering terjadi pada santri di
kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pondok pesantren (Ratnasari, 2014).
handuk, kebersihan tempat dengan kejadian Pada penelitian ini banyak santri yang
skabies. tidak mengalami skabies karena para santri
yang tinggal di asrama pondok pesantren Al-
3. Gambaran kondisi sanitasi lingkungan Kautsar menjaga perilaku hidup bersih dan
Penyakit skabies adalah penyakit kulit sehat. Kebiasaan tersebut menyangkut tidak
yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk pinjam meminjam barang santri lain yang dapat
(Ratnasari, 2014). Faktor yang berperan pada mempengaruhi timbulnya penyakit menular
tingginya prevalensi skabies di negara seperti baju, sabun mandi dan handuk. Para
berkembang terkait dengan kemiskinan yang santri dapat menghindari penyakit skabies
diasosiasikan dengan rendahnya tingkat dengan menjaga kebersihan pakaiannya dengan
kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai
hunian. Tingginya kepadatan hunian dan kering dibawah terik matahari.
interaksi atau kontak fisik antar individu
memudahkan perpindahan tungau skabies. Oleh 5. Hubungan personal hygiene dengan
karena itu, prevalensi skabies yang tinggi kejadian skabies
umumnya ditemukan di lingkungan dengan Berdasarkan hasil uji statistik dapat
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
personal hygiene dengan kejadian skabies. Hal
633
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
ini karena tidak hanya personal hygiene yang Berdasarkan hasil uji statistik tidak ada
dapat mempengaruhi timbulnya skabies. hubungan antara sanitasi lingkungan dengan
Hasil penelitian ini sama dengan hasil kejadian skabies karena tidak hanya sanitasi
penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2011) lingkungan yang dapat mempengaruhi
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan timbulnya skabies. Hasil penelitian ini sama
antara personal hygiene dengan kejadian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
skabies karena faktor sanitasi lingkungan yang Putri (2011) dimana kejadian skabies justru
dapat meningkatkan kejadian skabies di pondok dipengaruhi oleh hygiene perseorangan dan
pesantren. Fatmasari (2013) di dalam hasil status gizi. Kejadian skabies tidak hanya
penelitiannya juga menyatakan bahwa tidak ada dipengaruhi oleh kondisi sanitasi lingkungan,
hubungannya kebersihan pakaian, kebersihan dimana kejadian skabies dan responden yang
kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan memiliki sanitasi lingkungan rumah yang tidak
handuk, dan kebersihan tempat dengan kejadian memenuhi syarat belum tentu merupakan faktor
skabies kaena ada faktor lain yang risiko untuk terkena penyakit skabies (Yuni,
mempengaruhi timbulnya skabies yaitu sanitasi 2006).
lingkungan. Azizah (2012) menyatakan ada
Banyak faktor yang dapat hubungan antara peran ustadz dengan perilaku
mempengaruhi timbulnya skabies, salah pencegahan penyakit skabies pada santri.
satunya adalah padatnya hunian dalam kamar Ustadz memberi contoh perilaku hidup bersih
tidur. Ratnasari (2014) menyatakan tingginya dan sehat. Dukungan dan bimbingan dari ustadz
prevalensi skabies di pesantren disebabkan juga berpengaruh terhadap perilaku pencegahan
padatnya hunian kamar tidur. Dengan penyakit skabies dengan cara ustadz
kepadatan hunian yang tinggi, kontak langsung memberikan contoh tentang cara menjaga
antar santri menjadi tinggi sehingga kebersihan diri dan lingkungan, serta tentang
memudahkan penularan skabies. Kepadatan dampak apabila tidak mandi dengan air bersih.
hunian di kamar tidur santri tergolong padat Audhah (2012) menyatakan salah satu factor
karena kamar yang berukuran 8x8 meter harus resiko utama adalah ada kontak dengan
dihuni oleh 25 orang santri. penderita. Siswa saling berinteraksi antara yang
Faktor lain adalah tingkat pendidikan. satu dengan yang lainnya sehingga interaksi ini
Pada komunitas dengan tingkat pendidikan bisa menjadi media penularan skabies.
yang tinggi, prevalensi penyakit menular Haeri (2013) menyatakan bahwa skabies
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan dipengaruhi oleh sikap santri. Sikap baik yang
komunitas yang mempunyai tingkat pendidikan dimiliki santri antara lain tidak saling
rendah. Raza (2009) melaporkan tingkat menukarkan pakaian dengan penderita skabies
pendidikan rendah (< 10 tahun) merupakan dan sikap untuk menjaga jarak dengan
faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami
kejadian skabies. Dalam penelitian tersebut sebagai bentuk ketakutan mereka dapat ditulari
dinyatakan orang berpendidikan rendah penyakit tersebut. Perubahan sikap santri juga
memiliki kesadaran rendah mengenai dapat didasari keinginan mereka untuk
pentingnya hygiene pribadi dan tidak memperlihatkan identitas diri mereka. (Azwar,
mengetahui bahwa hygiene pribadi yang buruk 2007).
berperan penting dalam penularan penyakit. Haeri (2013) menyatakan bahwa ada
hubungan antara sikap dengan kejadian skabies
6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan karena sikap seseorang dapat mempengaruhi
kejadian skabies orang tersebut dalam menghadapi masalah
634
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
637