Anda di halaman 1dari 10

JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN


DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN
AL-KAUTSAR PEKANBARU

Desmawati1, Ari Pristiana Dewi2, Oswati Hasanah3

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau1


Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau2,3

Email: desmawati.zein87@gmail.com

Abstract

The aim of this research is to know the relationship between personal hygiene and environmental
sanitation with incident of scabies of Al-Kautsar boarding school in Pekanbaru. The methodology on
this research was a descriptive correlation with cross sectional approach. There are 100 participants
collected by using proportionate stratified random sampling. Measuring instrument used was a
questionnaire sheet consisting of personal hygiene and environmental sanitation also an observation
sheet consisting of signs of scabies. In this research, we use bivariat analysis with chi square test.
Basic on statistical result, p value= 0.781 (p value > 0.05) it’s did not show relationship between
personal hygiene with incident of scabies, and also statistical result p value=0.306 (p value > 0.05) it’s
did not show relationship between environmental sanitation with incident of scabies. This research
suggest to Al-Kautsar boarding school to maintain good personal hygiene and environmental
sanitation so that students avoid scabies.

Keyword: personal hygiene, environmental sanitation, scabies.

PENDAHULUAN tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari


Skabies adalah penyakit infeksi kulit 2x lipat dari tahun 2011 yaitu dari 1135 orang
menular yang disebabkan tungau betina menjadi 2941 orang (Dinkes Provinsi
Sarcoptes scabiei varieta hominis yang Lampung, 2013). Kejadian skabies juga terjadi
termasuk dalam kelas Arachnida. Penyakit ini di Palembang dengan laporan kejadian tahun
paling tinggi terjadi di negara-negara tropis 2012 sebesar 61,2% (Amanata, 2012).
yang merupakan negara endemik penyakit Kabupaten Pesawaran yang merupakan salah
skabies. Prevalensi skabies di seluruh dunia satu kabupaten yang terdapat di Provinsi
dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun Palembang dengan prevalensi skabies adalah
(Chosidow, 2006 dalam Setyaningrum, 2013). 4% (Dinkes Pesawaran, 2013). Data yang
di Negara Asia seperti India, prevalensi skabies diperoleh dari Poliklinik Pesantren Darel
sebesar 20,4% (Baur, 2013). Zayyid (2010) Hikmah tiap tahunnya angka kejadian penyakit
melaporkan sebesar 31% prevalensi skabies skabies pada santri tetap terjadi dari tahun ke
pada anak berusia 10-12 tahun di Penang, tahun. Terdapat kejadian penyakit skabies 86
Malaysia. Prevalensi skabies di Indonesia kasus pada tahun 2008, dan 98 kasus pada
Indonesia sebesar 4,60% - 12,95% dan penyakit tahun 2009, serta 115 kasus pada tahun 2010
skabies ini menduduki urutan ketiga dari 12 dari 474 santri (Frenki, 2011).
penyakit kulit tersering (Notobroto, 2009).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Faktor yang berperan dalam tingginya
Provinsi Lampung tahun 2011, jumlah kasus prevalensi skabies terkait dengan personal
baru penyakit skabies berjumlah 1135 orang, hygiene yang kurang. Masih banyak orang yang

628
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

tidak memperhatikan personal hygiene karena erat keterkaitannya dengan angka kejadian
hal-hal seperti ini dianggap tergantung skabies, dan kejadian skabies akan lebih
kebiasaan seseorang. Personal hygiene yang meningkat lagi apabila didukung oleh hunian
buruk dapat menyebabkan tubuh terserang yang padat. Hal ini dipertimbangkan sebagai
berbagai penyakit seperti penyakit kulit, ancaman kesehatan dikarenakan ruang yang
penyakit infeksi. (Perry & Potter, 2010). padat dapat menyebabkan sirkulasi udara yang
Personal hygiene ini ternyata kurang baik, dan pencahayaan kamar terhadap
merupakan faktor yang berperan dalam matahari berkurang. Kelembapan kamar yang
penularan skabies. Berdasarkan penelitian yang tinggi akan mempercepat perbiakan tungau
dilakukan oleh Ma’rufi (2005) dalam (Monsel & Chosidow, 2012).
Rohmawati (2010) didapatkan data bahwa pada Hasil penelitian Ratnasari tahun 2014
Pondok Pesantren Lamongan terdapat 63% prevalensi skabies dan faktor-faktor yang
santri mempunyai personal hygiene yang buruk berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur
dengan prevalensi skabies 73,70%. Personal didapatkan 51,6% dengan kepadatan hunian
hygiene meliputi kebiasaan mencuci tangan, yang tinggi. Pada umumnya, kepadatan yang
pemakaian handuk yang bersamaan, frekuensi dialami oleh santri di asrama dikarenakan satu
mandi, frekuensi mengganti pakaian, frekuensi kamar di isi oleh 30 santri yang melebihi
mengganti sprei tempat tidur, dan kebiasaan kapasitas. Berdasarkan data hasil observasi
kontak langsung dengan penderita skabies, yang dilakukan oleh peneliti secara langsung di
kebiasaan yang lain juga seperti menggunakan pondok pesantren Al - Kautsar, kamar dengan
sabun batangan secara bersama-sama. luas 8 x 8 m2 diisi dengan jumlah 25 santri dan
Kebiasaan seperti di atas ini banyak terjadi juga terdapat dua belas lemari dua pintu dengan
pada pondok pesantren. Hal lain yang menjadi susunan yang tidak teratur. Kondisi ini
faktor-faktor terjadinya penyakit skabies yaitu berdampak pada tertutup nya penyinaran
sanitasi lingkungan. matahari di dalam ruangan, sehingga ruangan
Sanitasi lingkungan merupakan usaha menjadi lembab. Hal ini masih kurang
kesehatan masyarakat untuk menjaga dan mendapatkan penanganan, khususnya dari
mengawasi faktor lingkungan yang dapat pihak pondok pesantren untuk memperbaiki
mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan
lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal menambah jumlah kamar dan ventilasi
atau asrama dapat dilakukan dengan cara sehingga berdampak pada kesehatan santri dan
membersihkan jendela atau perabotan milik kenyamanan santri berada di pondok pesantren.
santri, menyapu dan mengepel lantai, mencuci Berdasarkan hasil observasi yang
peralatan makan, membersihkan kamar, serta dilakukan, peneliti melihat adanya kebiasaan
membuang sampah. Sanitasi lingkungan perlu yang dilakukan oleh para santri di pondok
dijaga kebersihannya dimulai dari halaman, pesantren,dari 25 santri didapatkan 10 santri
saluran pembuangan air dan jalan di depan menggunakan handuk yang bersamaan,
asrama. Sumber air bersih yang di gunakan sebanyak 6 santri tidak mengganti pakaian
harusnya memenuhi standar, tidak berwarna, setelah mandi, terdapat 5 orang santri
tidak berbau dan tidak berasa. Wijaya (2011) menggunakan peralatan mandi seperti sabun
menyatakan bahwa 34% santri di Pondok batangan secara bersamaan. Berdasarkan hasil
Pesantren Al-Makmur Tungkar Kabupaten 50 observasi terlihat sanitasi lingkungan pondok
Kota memiliki sanitasi lingkungan buruk pesantren yang kurang terjaga kebersihannya,
dengan prevalensi 49% santri menderita seperti terdapat tumpukan sampah pada sudut
skabies. Sanitasi lingkungan yang buruk sangat kamar santri, serta kepadatan hunian yang
629
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

dialami santri pada Pondok Pesantren Al- Sampel: sampel yang digunakan
Kautsar Pekanbaru. Hasil survey dari peneliti sebanyak 100 responden yang diambil dari 8
secara wawancara terdapat 42% dari total kelas yang ada di Pondok Pesantren AL-
keseluruhan santri yang pernah mengalami Kautsar Pekanbaru. Pada penelitian ini 100
skabies kurang dari enam bulan belakangan ini. santri yang akan diteliti memiliki kriteria, yaitu
Rata-rata santri mengalami skabies pada tahun siswa yang telah menempuh pendidikan
pertama pendidikan. akademik minimal satu semester dan siswa
Melihat fenomena dan latar belakang yang bersedia menjadi responden.
diatas maka peneliti ingin mengetahui Instrument: instrumen yang digunakan
bagaimana hubungan antara personal hygiene berupa lembar kuesioner dan lembar observasi
dan sanitasi lingkungan dengan kejadian yang disusun sendiri oleh peneliti.
skabies di Pondok Pesantren Al-Kautsar Prosedur: tahapan awal peneliti
Pekanbaru. mengajukan surat permohonan izin penelitian
ke PSIK UR yang selanjutnya Peneliti
TUJUAN PENELITIAN menyeleksi responden sesuai dengan kriteria
Mengidentifikasi hubungan personal inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
hygiene dan sanitasi lingkungan dengan Sebelum kuesioner disebarkan, peneliti terlebih
kejadian Skabies pada Santri di Pondok dahulu melakukan uji validitas dan reabilitas.
Pesantren Al-Kautsar Pekanbaru Peneliti mendatangi responden penelitian untuk
mengisi kuesioner, dimana sebelumnya peneliti
MANFAAT PENELITIAN menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan serta menjamin hak-hak responden. Peneliti
memperluas wawasan ilmu keperawatan meminta responden untuk menandatangani
tentang penyakit skabies serta dapat digunakan lembar persetujuan. Peneliti membagikan
sebagai masukan dalam mencegah penularan lembar kuesioner kepada responden dan
penyakit skabies di Pondok Pesantren. Manfaat menjelaskan cara pengisian. Setelah kuesioner
bagi santri agar mampu mencegah penularan diisi, peneliti langsung melakukan
yang dapat mengakibatkan peningkatan jumlah pengumpulan data untuk diperiksa
penderita skabies di lingkungan Pondok kelengkapannya.
Pesantren.
HASIL PENELITIAN
METODE Analisa Univariat
Desain Penelitian: Jenis penelitian ini Tabel 1.
adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur
diarahkan untuk mendeskripsikan atau No. Kelompok Jumlah Persentase
menguraikan suatu keadaan di dalam suatu remaja (%)
1. Remaja awal 65 65
komunitas atau masyarakat. Penelitian ini
2. Remaja 31 31
dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional pertengahan
(potong silang) yang merupakan suatu 3. Remaja akhir 4 4
penelitian yang mempelajari hubungan antara Total 100 100
variabel bebas atau risiko dengan variabel Tabel 1 menunjukkan mayoritas
terikat dan akan dikumpulkan dalam waktu responden berada pada rentang usia remaja
yang bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, awal dengan jumlah 65 orang responden
2010). (65%).

630
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

Tabel 2 No. Sanitasi Jumlah Persentase


Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan lingkungan (%)
1. Baik 58 58
Lama Tinggal
2. Kurang baik 42 42
No. Lama tinggal Jumlah Persentase
Total 100 100
(bulan) (%)
1. 6 bulan 50 50
2. 18 bulan 29 29 Tabel 5 menunjukkan mayoritas
3. 30 bulan 21 21 responden dengan sanitasi lingkungan yang
Total 100 100 baik dengan jumlah 58 orang responden (58%).

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar Tabel 6


responden telah tinggal selama 6 bulan dengan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
jumlah 50 orang responden (50%). Kejadian Skabies
No. skabies Jumlah Persentase (%)
Tabel 3 1. Terjadi 18 18
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan 2. Tidak 82 82
terjadi
Tingkat Pendidikan
Total 100 100
No. Tingkat Jumlah Persentase
pendidikan (%)
1. SMP 81 81 Tabel 6 menunjukkan mayoritas
2. SMA 19 19 responden tidak memiliki 3 dari 4 tanda
Total 100 100 kejadian skabies dengan jumlah 82 orang
responden (82%).
Tabel 3 menunjukkan mayoritas
responden dengan tingkat pendidikan SMP
dengan jumlah 81 orang responden (81%).

Analisa Bivariat
Tabel 7
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Tabel 4 Skabies
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kejadian Total OR P
Personal Hygiene skabies (95% valu
No. Personal hygiene Jumlah Persentase (%) Personal Ya Tidak CI) e
1. Baik 61 61 hygiene
2. Kurang baik 39 39 Baik 12 49 61
Total 100 100 (19. (80.3 (100%) 0.742
7%) %) (0.253- 0.78
Kurang 6 33 39 2.175) 1
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar baik (15. (84.6 (100%)
responden memiliki personal hygiene yang 4%) %)
baik dengan jumlah 61 orang responden (61%). Total 18 82 88
(18 (82%) (100%)
Tabel 5 %)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Keadaan Sanitasi Lingkungan
631
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

Tabel 7 menunjukkan responden yang pola pikirnya sehingga pengetahuan yang


memiliki personal hygiene yang baik berjumlah diperolehnya semakin membaik.
61 responden (61%) dengan 12 responden Dalam kaitannya dengan kejadian
(19.7%) mengalami skabies dan 49 responden skabies pada seseorang, pengalaman
(80.3%) tidak mengalami skabies. Berdasarkan keterpaparan sangat berperan karena mereka
hasil uji statistik Chi-square didapatkan p value yang berumur lebih tinggi dan mempunyai
= 0.781 >  (0.05), berarti Ho gagal ditolak pengalaman terhadap skabies tentu mereka
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada akan lebih tahu cara pencegahan serta
hubungan antara personal hygiene dengan penularannya (Muin, 2009). Di beberapa negara
kejadian skabies. yang sedang berkembang prevalensi skabies
pada populasi umum dan cenderung tinggi pada
Tabel 8 anak-anak serta remaja (Djuanda, 2007).
Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Skabies b. Lama tinggal
Variabel Kejadian Total OR P Skabies sering dinyatakan sebagai
skabies (95% value penyakit anak pesantren sebab tinggal bersama
Sanitasi Ya Tidak CI)
dengan sekelompok orang di pondok pesantren
lingkung
an memang beresiko mudah tertular berbagai
Baik 8 50 58 penyakit terutama penyakit kulit (Sudirman,
(13. (86.2 (100 1.953 2006).
8%) %) %) (0.697- 0.306 Menurut Iskandar (2000) skabies
Kurang 10 32 42 5.472) merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada
baik (23. (76.2 (100
8%) %) %) manusia terutama dalam lingkungan
Total 18 82 88 masyarakat pada hunian padat tertutup, karena
(18 (82%) (100 kutu Sarcoptes scabiei penyebab skabies
%) %) mudah menular di lingkungan yang padat dan
tertutup, sehingga semakin lama individu
Tabel 8 menunjukkan responden tinggal di lingkungan yang padat dan tertutup
mempunyai sanitasi lingkungan yang baik maka semakin mudah ia tertular skabies.
sebanyak 58 responden (58%) dengan 8 Namun menurut hasil penelitian yang dilakukan
responden (13.8%) mengalami skabies dan 50 oleh Pawening (2004) terhadap 30 santri pada
responden (86.2%) tidak mengalami skabies. penelitian I dan 36 santri pada penelitian II
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
didapatkan p value = 0.306 >  (0,05), berarti perbedaan angka kejadian skabies yang
Ho gagal ditolak sehingga dapat disimpulkan bermakna antar kelompok santri berdasar lama
bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi belajar di pesantren.
lingkungan dengan kejadian skabies.
c. Tingkat pendidikan
PEMBAHASAN Pada komunitas dengan tingkat
1. Karakteristik responden pendidikan yang tinggi, prevalensi penyakit
a. Umur menular umumnya lebih rendah dibandingkan
Menurut Notoadmodjo (2003) usia dengan komunitas yang mempunyai tingkat
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pendidikan rendah. Orang berpendidikan
pikir seseorang, semakin bertambah usia akan rendah memiliki kesadaran rendah mengenai
semakin berkembang pula daya tangkap dan pentingnya higiene pribadi dan tidak
632
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

mengetahui bahwa higiene pribadi yang buruk tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok
berperan penting dalam penularan penyakit. pesantren (Ratnasari, 2014).
Hasil penelitian Ratnasari (2014) didapatkan
bahwa prevalensi skabies lebih rendah pada 4. Gambaran kejadian skabies
santri yang memiliki tingkat pendidikan aliyah Penyebaran tungau skabies adalah
dibandingkan tsanawiyah. dengan kontak langsung oleh penderita skabies
atau dengan kontak tak langsung seperti melalui
2. Gambaran tingkat personal hygiene penggunaan handuk bersama, alas tempat tidur,
Higiene atau kebersihan adalah upaya dan segala hal yang dimiliki pasien skabies.
untuk memelihara hidup sehat yang meliputi Penularan penyakit ini erat kaitannya
kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dengan kebersihan perseorangan dan kepadatan
dan kebersihan kerja. Pada higiene penduduk, oleh karena itu skabies sering
perseorangan yang cukup penularan skabies menyebar dalam anggota keluarga, satu asrama,
lebih mudah terjadi. Melakukan kebiasaan kelompok anak sekolah, pasangan seksual
seperti kebiasaan mencuci tangan, mandi bahkan satu kampung atau desa. Keadaan ini
menggunakan sabun, menganti pakaian dan juga dapat ditemukan di pesantren sehingga
pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, insiden skabies di pesantren cukup tinggi.
kebiasaan keramas menggunakan shampo, tidak Meskipun skabies tidak berdampak pada angka
saling bertukar handuk dan kebiasaan kematian akan tetapi penyakit ini dapat
memotong kuku, dapat mengurangi resiko mengganggu kenyaman dan konsentrasi belajar
terkena skabies (Manjoer, 2000). para santri. Kebiasaan seperti pemakaian
Banyak faktor yang dapat handuk yang bersamaan, kebiasaan kontak
mempengaruhi timbulnya skabies selain langsung dengan penderita skabies dan
personal hygiene. Fatmasari (2013) menggunakan sabun batangan secara bersama-
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya sama banyak terjadi pada pondok pesantren
kebersihan pakaian, kebersihan kulit, sehingga skabies sering terjadi pada santri di
kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pondok pesantren (Ratnasari, 2014).
handuk, kebersihan tempat dengan kejadian Pada penelitian ini banyak santri yang
skabies. tidak mengalami skabies karena para santri
yang tinggal di asrama pondok pesantren Al-
3. Gambaran kondisi sanitasi lingkungan Kautsar menjaga perilaku hidup bersih dan
Penyakit skabies adalah penyakit kulit sehat. Kebiasaan tersebut menyangkut tidak
yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk pinjam meminjam barang santri lain yang dapat
(Ratnasari, 2014). Faktor yang berperan pada mempengaruhi timbulnya penyakit menular
tingginya prevalensi skabies di negara seperti baju, sabun mandi dan handuk. Para
berkembang terkait dengan kemiskinan yang santri dapat menghindari penyakit skabies
diasosiasikan dengan rendahnya tingkat dengan menjaga kebersihan pakaiannya dengan
kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai
hunian. Tingginya kepadatan hunian dan kering dibawah terik matahari.
interaksi atau kontak fisik antar individu
memudahkan perpindahan tungau skabies. Oleh 5. Hubungan personal hygiene dengan
karena itu, prevalensi skabies yang tinggi kejadian skabies
umumnya ditemukan di lingkungan dengan Berdasarkan hasil uji statistik dapat
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
personal hygiene dengan kejadian skabies. Hal
633
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

ini karena tidak hanya personal hygiene yang Berdasarkan hasil uji statistik tidak ada
dapat mempengaruhi timbulnya skabies. hubungan antara sanitasi lingkungan dengan
Hasil penelitian ini sama dengan hasil kejadian skabies karena tidak hanya sanitasi
penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2011) lingkungan yang dapat mempengaruhi
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan timbulnya skabies. Hasil penelitian ini sama
antara personal hygiene dengan kejadian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
skabies karena faktor sanitasi lingkungan yang Putri (2011) dimana kejadian skabies justru
dapat meningkatkan kejadian skabies di pondok dipengaruhi oleh hygiene perseorangan dan
pesantren. Fatmasari (2013) di dalam hasil status gizi. Kejadian skabies tidak hanya
penelitiannya juga menyatakan bahwa tidak ada dipengaruhi oleh kondisi sanitasi lingkungan,
hubungannya kebersihan pakaian, kebersihan dimana kejadian skabies dan responden yang
kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan memiliki sanitasi lingkungan rumah yang tidak
handuk, dan kebersihan tempat dengan kejadian memenuhi syarat belum tentu merupakan faktor
skabies kaena ada faktor lain yang risiko untuk terkena penyakit skabies (Yuni,
mempengaruhi timbulnya skabies yaitu sanitasi 2006).
lingkungan. Azizah (2012) menyatakan ada
Banyak faktor yang dapat hubungan antara peran ustadz dengan perilaku
mempengaruhi timbulnya skabies, salah pencegahan penyakit skabies pada santri.
satunya adalah padatnya hunian dalam kamar Ustadz memberi contoh perilaku hidup bersih
tidur. Ratnasari (2014) menyatakan tingginya dan sehat. Dukungan dan bimbingan dari ustadz
prevalensi skabies di pesantren disebabkan juga berpengaruh terhadap perilaku pencegahan
padatnya hunian kamar tidur. Dengan penyakit skabies dengan cara ustadz
kepadatan hunian yang tinggi, kontak langsung memberikan contoh tentang cara menjaga
antar santri menjadi tinggi sehingga kebersihan diri dan lingkungan, serta tentang
memudahkan penularan skabies. Kepadatan dampak apabila tidak mandi dengan air bersih.
hunian di kamar tidur santri tergolong padat Audhah (2012) menyatakan salah satu factor
karena kamar yang berukuran 8x8 meter harus resiko utama adalah ada kontak dengan
dihuni oleh 25 orang santri. penderita. Siswa saling berinteraksi antara yang
Faktor lain adalah tingkat pendidikan. satu dengan yang lainnya sehingga interaksi ini
Pada komunitas dengan tingkat pendidikan bisa menjadi media penularan skabies.
yang tinggi, prevalensi penyakit menular Haeri (2013) menyatakan bahwa skabies
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan dipengaruhi oleh sikap santri. Sikap baik yang
komunitas yang mempunyai tingkat pendidikan dimiliki santri antara lain tidak saling
rendah. Raza (2009) melaporkan tingkat menukarkan pakaian dengan penderita skabies
pendidikan rendah (< 10 tahun) merupakan dan sikap untuk menjaga jarak dengan
faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami
kejadian skabies. Dalam penelitian tersebut sebagai bentuk ketakutan mereka dapat ditulari
dinyatakan orang berpendidikan rendah penyakit tersebut. Perubahan sikap santri juga
memiliki kesadaran rendah mengenai dapat didasari keinginan mereka untuk
pentingnya hygiene pribadi dan tidak memperlihatkan identitas diri mereka. (Azwar,
mengetahui bahwa hygiene pribadi yang buruk 2007).
berperan penting dalam penularan penyakit. Haeri (2013) menyatakan bahwa ada
hubungan antara sikap dengan kejadian skabies
6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan karena sikap seseorang dapat mempengaruhi
kejadian skabies orang tersebut dalam menghadapi masalah
634
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

kesehatan yang dihadapinya. Haeri (2013) siswa pondok pesantren. Diperoleh


menyatakan bahwa tingkat pengetahuan juga tanggal 03 Februari 2015 dari
mempengaruhi timbulnya skabies. Haeri (2013) http://download.portalgaruda.org/article.
membahas bahwa pengetahuan tentang php?article=80782&val=4903.
kesehatan dapat membantu individu-individu
untuk beradaptasi dengan penyakitnya, Azizah, U. (2012). Hubungan antara
mencegah komplikasi dan mematuhi program pengetahuan santri tentang PHBS dan
terapi dan belajar untuk memecahkan masalah peran ustadz dalam mencegah penyakit
ketika menghadapi situasi baru. Peningkatan skabies dengan perilaku pencegahan
pengetahuan untuk santri dapat melibatkan Unit penyakit scabies. Diperoleh tanggal 03
Kesehatan Sekolah (UKS) yang ada di Februari 2015 dari
lingkungan pesantren. Peran UKS sangat http://repository.unej.ac.id/bitstream/han
penting dalam meningkatkan kesehatan pada dle/123456789/5588/Skripsi.pdf?sequen
santri, karena mereka memiliki wewenang ce=1.
tentang kesehatan. Pengetahuan merupakan hal
yang sangat penting untuk terbentuknya Azwar, S. (2007). Sikap manusia teori dan
tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengukurannya. Jakarta: Pustaka
pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku Pelajar.
yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Baur, B., Sarkar, J., Manna, N., &
KESIMPULAN DAN SARAN Bandyopadhyay, L. (2013). The pattern
Hasil penelitian didapatkan bahwa of dermatological disorders among
sebagian besar responden memiliki personal patients attending the skin O.P.D of a
hygiene yang baik dengan jumlah 61 orang tertiary care hospital in Kolkata, India.
responden (61%) dan keadaan sanitasi Journal of Dental and Medical Sciences
lingkungan yang baik yang berjumlah 58 orang 3. Diperoleh tanggal 25 Agustus 2014
responden (58%). Dari 100 responden sebagian dari http://iosrjournals.org/iosr-
besar tidak memiliki 3 dari 4 tanda kejadian jdms/papers/Vol3-issue4/B0340409.pdf.
skabies dengan jumlah 82 orang responden
(82%). Hasil uji statistik adalah tidak ada Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran. (2014).
hubungan antara personal hygiene dan sanitasi Diperoleh tanggal 01 Oktober 2014 dari
lingkungan terhadap kejadian skabies. pesawarankab.go.id.
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi
Djuanda, A. (2007). Ilmu penyakit kulit dan
peneliti lainnya sebagai pembanding untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dan perlu kelamin fakultas kedokteran universitas
dikembangkan dengan metode yang berbeda indonesia. Jakarta: Universitas
untuk mengetahui faktor-faktor yang Indonesia.
mempengaruhi timbulnya skabies di lingkungan
pondok pesantren. Fatmasari, A. (2013). Hubungan hygiene
perorangan dan sanitasi lingkungan
DAFTAR PUSTAKA terhadap kejadian scabies pada santri
di pondok pesantren rudhotul muttaqin
mijen semarang. Diperoleh tanggal 27
Audhah, N.A., Umniyati, S.R., & Siswati, A.S.
(2012). Faktor resiko skabies pada
635
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

Januari 2015 dari Notobroto. (2009). Faktor sanitasi lingkungan


eprints.dinus.ac.id/6495. yang berperan terhadap prevalensi
penyakit skabies. Surabaya: FKM
Frenki. (2011). Hubungan personal hygiene UNAIR.
santri dengan kejadian penyakit kulit
infeksi scabies dan tinjauan sanitasi Pawening, N.A. (2004). Perbedaan angka
lingkungan pondok pesantren darel kejadian skabies antar kelompok santri
hikmah kota pekanbaru. Diperoleh berdasarkan lama belajar di pesantren.
tanggal 21 januari 2015 dari
Diperoleh tanggal 27 Januari 2015 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123
456789/30846/5/Chapter%20I.pdf. http://digilib.uns.ac.id/abstrak_1262_per
bedaan-angka-kejadian-skabies-antar-
Haeri, U., Kartini & Agustian. (2013). Faktor- kelompok-santri-berdasar-lama-belajar-
faktor yang berhubungan dengan di-pesantren.html.
kejadian skabies di Pondok pesantren
Perry, A.G., & Potter,P. (2010). Fundamental
darul huffadh di wilayah kerja
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
puskesmas Kajuara kab. Bone.
Diperoleh tanggal 27 Januari 2015 dari Ratnasari, A.F. & Sungkar, S. (2014).
library.stikesnh.ac.id. Prevalensi scabies dan faktor-faktor
yang berhubungan di Pesantren X,
Masjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta Timur. Diperoleh tanggal 03
Jakarta : Media Aesculapius. September 2014 dari
http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/art
Monsel, G. & Chosidow,O. (2012), icle/viewFile/3177/2470.
Managemen of scabies. Diperoleh
tanggal 25 Agustus 2014 Raza, N., Qadir, S.N.R., Agha, H. (2009) Risk
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 factors for scabies among male soldiers
2446818.
in Pakistan: case–control study.
Muin. (2009). Hubungan umur, pendidikan, Diperoleh tanggal 27 Januari 2015 dari
jenis kelamin dan kepadatan hunian http://www.emro.who.int/emhj-volume-
ruang tidur terhadap kejadian skabies. 15-2009/volume-15-issue-5/risk-factors-
Diperoleh tanggal 27 Januari 2015 dari for-scabies-among-male-soldiers-in-
repository.usu.ac.id. pakistan-casecontrol-study.html.

Noor, N. (2008). Epidemiologi penyakit Setyaningrum, Y.I. (2013). Skabies penyakit


menular . Jakarta: Rineka Cipta. kulit yang terabaikan : Prevalensi,
tantangan dan pendidikan sebagai
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan perilaku solusi pencegahan. Diperoleh tanggal
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 25 Agustus 2014 dari
http://download.portalgaruda.org/article.
Notoatmodjo. (2010). Metodologi penelitian php?article=139099&val=4058
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wijaya, Y. (2011). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian skabies
636
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

pada santri di pondok pesantren al- Yuni, W. (2006). Hubungan sanitasi


makmur tungkar kabupaten 50 kota. lingkungan dan higiene perorangan
Diperoleh tanggal 25 Agustus 2014 dari dengan penyakit skabies di desa genting
http://repository.unand.ac.id/17642/
kecamatan jambu, kabupaten semarang.
Yasin. (2009). Prevalensi skabies dan factor- Diperoleh tanggal 27 Januari 2015 dari
faktor yang mempengaruhinya pada otomasi.unnes.ac.id.
siswa siswi pondok pesantren darul Zayyid, M., Saadah, M.S., Adil, R., Rohela,
mujahadah kabupaten tegal. Diperoleh A.R., & Jamaiah, I. (2010). Prevalence
tanggal 27 Januari 2015 dari of skabies and head lice among children
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitst in a welfare home in Pulau Pinang,
ream/123456789/909/1/YASIN- Malaysia. Diperoleh tanggal 25 Agustus
2013 dari
FKIK.pdf.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
1399584.

637

Anda mungkin juga menyukai