Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

PSIKOPATOLOGI GANGGUAN JIWA

Diajukan kepada
dr. Tri Rini Budi Setyaningsih, Sp.KJ.

Disusun oleh :

Yuli Lestari G1A211006


Kartiwan G1A211007
Adhitya Yudha Maulana G1A211008
Dimas Gatra Diantoro G1A211009
Muhamad Ikbal G1A211010

SMF ILMU PENYAKIT JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2012
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
PSIKOPATOLOGI GANGGUAN JIWA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
RSUD Margono Soekarjo

Disusun oleh :
Yuli Lestari G1A211006
Kartiwan G1A211007
Adhitya Yudha Maulana G1A211008
Dimas Gatra Diantoro G1A211009
Muhamad Ikbal G1A211010

Telah Dipresentasikan
Pada tanggal : Maret 2012

Menyetujui,

dr. Tri Rini Budi Setyaningsih, Sp.KJ


BAB I
PENDAHULUAN

Dengan kemajuan zaman, problem-problem pribadi dan sosial dalam


kehidupan manusia bukannya berkurang, tetapi sebaliknya, bahkan bertambah
sehingga mengganggunya untuk mencapai kebahagiaan. Perang (dalam maupun
luar negeri), masalah ekonomi, perilaku anti sosial (perampokan, penganiayaan,
perkosaan, dan sebagainya), ketidakserasian penerapan hukum dan peraturan,
hidup berkeluarga yang bermasalah (percekcokan, perceraian, kekerasan dalam
keluarga, hidup bersama tanpa nikah, dan sejenisnya) semuanya menambah
disilusi (kekecewaan yang mendalam), kesulitan atau ketidakmampuan untuk
menegakkan nilai-nilai sosial kultural dan melaksanakan program yang
berorientasi filsafat sosial. Semuanya secara bertumpuk-tumpuk memicu konflik
dan stres (ketegangan yang tidak pernah reda secara spontan). Situasi seperti itu
mengakibatkan kondisi maladjustment (keadaan ketidaksesuaian diri dengan
lingkungan), yang dinyatakan secara jasmaniah (seperti kondisi sakit atau kurang
sehat hingga terpaksa tidak masuk bekerja atau bekerja tidak efektif) atau
melahirkan perilaku menyimpang, yaitu kepribadian yang “agak aneh” hingga
kurang diterima oleh lingkungan karena dinilai kurang wajar (Setyonegoro, 2005).
Gangguan jiwa atau kelainan di bidang kejiwaan pada dasarnya merupakan
gangguan dari berbagai aspek kepribadian, misalnya: aspek kesadaran, aspek
tingkah laku atau perbuatan, kehidupan afektif, proses pikir dan sebagainya.
Gangguan jiwa dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pandangan dari sudut
psikopatologi, sudut kebudayaan, sudut keseimbangan lingkungan, dan pandangan
dari sudut kaidah ajaran agama.
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses dan
perkembangan gangguan mental. Perkembangan penanganan gaangguan mental
berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern).
Menurut pandangan dari sudut pandang psikopatologi, gangguan jiwa atau
tingkah laku abnormal adalah akibat-akibat dari keadaan sakit atau gangguan-
gangguan penyakit yang jelas kelihatan dari gejala klinisnya.
Referat ini dibuat sebagai referensi tambahan dalam mengetahui proses
terjadinya beberapa gangguan kejiwaan yang sering terjadi di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan fungsi luhur otak (kognitif, afektif
dan psikomotor) yang mengakibatkan distress atau rasa tidak nyaman bagi
dirinya sendiri atau orang lain serta menimbulkan disabilitas atau hendaya
fungsi sosial dan peran. Gangguan jiwa merupakan jenis gangguan yang
memperlihatkan gejala klinik yang bermakna yang bisa berupa syndrom
psikologis atau syndrom perilaku yang menimbulkan penderitaan pada orang
yang bersangkutan dan orang tersebut mengalami gangguan fungsi dalam
pekerjaan, sosial, dan perawatan diri.
Gangguan jiwa dapat dilihat dari berbagai sudut pandang ; Pandangan
dari sudut psikopatologi, pandanan dari sudut kebudayaan, pandangan dari
sudut keseimbangan linkungan, pandangan dari sudut kaidah keagamaan.
Menurut pandangan dari sudut psikopatologi, gangguan jiwa maupun tingkah
laku abnormal adalah akibat-akibat dari keadaan sakit atau gangguan-
gangguan penyakit yang jelas kelihatan dari gejala klinisnya. Menurut
pandangan dari sudut kebudayaan tingkah laku dan sikap seseorang dianggap
normal atau abnormal, disesuaikan dengan sekeliling sosial ( kebudayaan
setempat ) dimana dia hidup dan bergerak. Saat in sudut kebudayaan
mengalami kesamaran terutama setelah dunia mengalami era global.
Pandangan dari sudut keseimbangan lingkungan orang dikatakan normal atau
abnormal jika bisa beradaptasi secara seimbang dengan alam lingkungannya.
Alam dan lingkungan ada yang lestari secara baik, ada juga yang berubah.
Manusia yang menghuni alam itu berkembang dari hari ke hari karenanya
manusia dalam mengisi lingkungan ini perlu beradaptasi. Pandangan dari
sudut kaidah keagamaan. Agama sebagai ajaran yang normative dan
dogmatif, dapat juga dipakai sebagai acuan untuk menentukan normal atau
abnormal seseorang. Rujukan yang dipakai adalah ajaran-ajaran Ilahiah
(berbagai kitab suci) yang memberikan tuntutan hidup bagi umat manusia.
Gangguan kejiwaan merupakan beban kesehatan masyarakat yang
utama. Penelitian menunjukan bahwa pada hampir semua tempat di dunia
terdapat sekitar 40 % orang dewasa yang pergi ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan menderita penyakit kejiwaan. Laporan dari WHO pada tahun 2001
menemukan bahwa empat kondisi yang sulit diatasi di dunia adalah penyakit
kejiwaan. Depresi merupakan gangguan yang sulit diatasi, diatas anemia,
malaria dan gangguan kesehatan lain. Gangguan kejiwaan menyebabkan
stigma (palabelan). Hampir semua orang yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa tidak akan pernah mengakuinya. Mereka sering didiskriminasi
oleh masyarakat dan keluarga mereka. Mereka sering tidak diobati dengan
simpati oleh petugas kesehatan.
Berdasarkan kriteria WHO ( World Healt Organization ) orang dikatakan
sehat secara mental jika memenuhi kriteria sebagai berikut ;
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan, meskipun
kenyataan buruk.
2. Memperolah kepuasan dari usaha atau perjuangan hidupnya
3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan
6. Menerima kekecewaan dipakainya sebagai pelajaran masa mendatang
7. Mengarahkan rasa permusuhan kepada penyelesaian kreatif dan konstruktif.
Mempunyai daya kasih sayang besar

B. Pengertian Psikopatologi
Psikopatologi adalah ilmu yang mempelajari kelainan atau gangguan
dari berbagai aspek kepribadian yang meliputi: aspek kesadaran, aspek
tingkah laku atau perbuatan, kehidupan afektif dan proses pikir. Menurut
pandangan dari sudut psikopatologi gangguan jiwa atau tingkah laku
abnormal adalah akibat-akibat dari keadaan keadaan sakit atau gangguan-
gangguan penyakit yang jelas terlihat dari gejala klinisnya. Misalnya takut
yang tidak beralasan pada penderita neurosis, adanya waham dan halusinasi
pada penderita skizofrenia, dan tingkah laku antisosial pada orang-orang-
orang yang menderita sosioapatis.

C. Klasifikasi Psikopatologi
Psikopatologi meliputi:
1. Gangguan kepribadian
Kepribadian ialah ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan
yang dialami secara subyektif oleh seseorang. Kepribadian menuju ke
kematangan badaniah, emosional, sosial dan intelektual. Perkembangan
ini dipengaruhi oleh faktor-faktor badaniah (keturunan, keadaan susunan
saraf dan hormonal), emosional (mekanisme penyesuaian diri), sosial
(hubungan antar-manusia), adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
serta intelektual (taraf intelegensi). Watak adalah kepribadian yang
dipengaruhi oleh motivasi yang menggerakkan kemauan sehingga orang
tersebut bertindak. Pembagian atau klasifikasi dari gangguan jiwa
kepribadian tidak memuaskan, sama dengan klasifikasi dengan orang-
orang yang normal. Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1) sebagai berikut:
1) Kepribadian paranoid
Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian
dengan sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini mungkin
agresif dan setiap orang lain yang dilihat sebagai seorang agresor
terhadapnya. Dirinya harus mempertahankan dirinya, ia bersikap
sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri.
Seringkali dirinya mengancam orang lain sebagai akibat proyeksi
rasa bermusuhannya sendiri. Dalam kepribadian paranoid kita
menemukan secara berlebihan kecenderungan yang sudah umum
seperti, yaitu suka melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
2) Kepribadian afektif atau siklotimik
Pada kepribadian afektif atau siklotimik yang menonjol adalah
afek yang berubah-ubah antara depresi dan efori. Perubahan-
perubahan ini tidak langsung karena penyebab dari luar. Data
tertentu memberi kesan adanya dasar biologik bagi fluktuasi ini.
Individu ini dapat menarik banyak teman karena sifatnya yang
ramah, hangat dan gembira tetapi ia terkenal sebagai orang yang
tidak dapat diramalkan. Semangatnya dapat mendekati keagungan
tetapi ia tidak menyadari hal ini dan karenanya jarang meminta
pertolongan pengobatan. Dalam keadaan depresi ia cemas, khawatir
pesimistik dan nihilistik.
3) Kepribadian skizoid
Sifat-sifat kepribadian ini adalah pemalu, suka menyendiri,
perasa, pendiam, menghindari hubugan jangka panjang dengan orang
lain. Individu ini menunjukan respons yang terbatas terhadap isyarat
atau rangsangan sosial.
Ciri utama cara menyesuaikan dan membela dirnya ialah
menarik diri, mengasingkan diri, dan sering aneh (eksentrik).
Terdapat juga cara pemikiran otostik, melamun berlebihan dan
ketidakmampuan menyatakan rasa permusuhan.
4) Kepribadian eksplosif
Individu dengan kepribadian ini memperlihatkan sifat yang
lain dari perilakunya sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan
agresivitas terhadap stress kecil saja. Segera sesudahnya ia menyesal
atas kejadian itu ia tidak dapat menguasai dirinya, sebab mungkin
karena ledakan afektif itu terjadi disorganisasi pada persepsi,
penilaian dan pemikirannya.
5) Kepribadian anankastik
Pada kepribadian anankastik ciri utama ialah: perfeksionisme
dan keteraturan, kaku, pemalu, dan pengawasan diri yang tinggi. Ia
sangat prihatin dengan konformitas, menganut norma-norma etik dan
moral yang tinggi serta patuh secara berlebihan.
6) Kepribadian histerik
Kepribadian histerik biasanya sombong, egosentrik, tidak
stabil emosinya, menarik perhatian dengan afek yang labil, lekas
tersinggung, tetapi dangkal. Pada kepribadian ini tidak dapat
menyatakan perasaan secara tepat dan sering menggunakan gerakan
badaniah dalam komunikasi. Kepribadian histerik lebih sering pada
kaum wanita.
7) Kepribadian astenik
Pada kepribadian ini tidak terdapat gairah untuk menikmati
kehidupan. Individu ini seumur hidup merasa lelah, lesu dan tidak
bertenaga dan lemah untuk memulai sesuatu. Terdapat abulia
(kekurangan kemauan) dan anhedonia (kekurangan kemampuan
menikmati sesuatu).
8) Kepribadian antisosial
Individu dengan kepribadian ini tidak mempunyai loyalitas
terhadap kelompoknya ataupun norma-norma sosial. Pada umumnya
individu dengan kepribadian ini egosentrik, tidak beranggung jawab,
impulsif, tidak mampu mengubah diri, baik karena pengalaman
maupun karena hukuman. Kepribadian ini sudah ditunjukan ketika
masa anak-anak sebelum umur 12-15 tahun. Kepribadian antisosial
jauh lebih banyak pada kaum pria, yaitu sekitar 5-10 pria
dibandingkan satu wanita dan saat ini belum diketahui apa sebabnya.
9) Kepribadian pasif-agresif
Kepribadian ini terdapat dua sub, diantaranya: pasif-dependent
dan pasif-agresif. Orang yang pasif-dependent senantiasa berpikir,
bertindak dan merassa bahwa kebutuhannya akan ketergantungan itu
akan dipenuhi secara menakjubkan. Orang yang pasif-agresif merasa
bahwa kebutuhannya akan ketergantungan tidak pernah dipenuhi. Ia
menunjukan penangguhan (penundaan) dan sikap keras, agar
diterima dan diberi dengan murah hati apa yang diharapkannya
dengan sangat. Kepribadian ini ditandai oleh sikap pasif dan agresif.
Agresivitas ini dapat dinyatakan secara pasif dengan cara
mengambat, bermuka asam, malas dan keras kepala. Perilakunya
merupakan cerminan dari ras permusuhan yang tidak pernah
dinyatakan secara terang-terangan.
10) Kepribadian inadekuat
Individu dengan kepribadian inadekuat berkali-kali tidak
memenuhi harapan teman dan kenalannya dalam hal respon terhadap
tuntutan emosional, intelektual, sosial dan fisik. Penilaian penderita
seringkali kurang. Tidak dapat membuat rancangan jangka panjang
dan tidak mampu melaksanakan tugas.
2. Gangguan aspek motorik atau tingkah laku motorik
Sikap dan tingkah laku penderita tidak dapat lepas dari keseluruhan
ekpresi penderita. Sikap adalah sesuatu yang statis sedangkan tingkah
laku adalah corak gerak-gerik terutama kaki dan tangan. Sikap yang
diperlihatkan penderita diantaranya :
1) Indifferent adalah sikap yang tidak menuju ke suatu kecenderungan
(tendensi) tertentu, jadi banyak bersifat netral.
2) Apatik adalah sikap acuh tak acuh, sikap merasa bodoh dan tidak
menghiraukan apapun yang terjadi disekelilingnya.
3) Kooperatif adalah sikap ingin bersahabat, ingin turuti petunjuk atau
perintah, dan ingin bekerja sama dengan semua orang.
4) Negativisme adalah sikap menolak petunjuk atau perintah yang
diberikan tanpa alasan yang obyektif.
5) Dependen adalah sikap ingin menggantungkan diri secara berlebihan
pada pemeriksa atau individu yang memegang kekuasaan.
6) Infantil adalah sikap kekanak-kanakan.
7) Rigid adalah sikap kaku dan tidak fleksibel kadang-kadang sudah
dekat dengan sikap negativistik.
8) Curiga adalah sikap yang tidak percaya seolah-olah meragukan
maksud baik dari pemeriksa atau orang lain. Baik ucapan maupun
gerakannya.
9) Berubah-ubah adalah sikap yang tidak stabil selalu berganti-ganti
sikap. Hal ini sering menunjukan kegelisahan yang bersangkutan.
10) Tegang adalah sikap yang tidak tenang dan kadang-kadang dekat
dengan sikap yang gelisah.
11) Pasif adalah sikap tanpa inisiatif dan keinginan bertindak.
12) Katalepsi adalah sikap yang bertahan dalam satu kedudukan saja
untuk jangka waktu yang lama, seringkali aneh tak masuk akal dan
tak ada tujuannya. Disebut juga fleksibilitas cerea.
13) Aktif adalah sikap penuh inisiatif dan keinginan bertindak.
14) Bermusuhan adalah sikap seperti ingin menyerang atau marah saja.
Sedangkan tingkah laku diantaranya adalah :
1) Hiperaktif adalah sangat besar dorongan bergeraknya, disebut juga
over active.
2) Hipoaktif adalah dorongan bergerak yang amat kurang, walaupun
tidak menghilang sama sekali.
3) Stupor adalah segala pergerakan berhenti, penderita tinggal diam
seperti patung.
4) Gelisah adalah gerakan yang menyatakan adanya ketegangan jiwa
yang memuncak. Penderita tidak dapat duduk diam dan harus berdiri
danm berjalan kesana kemari.
5) Berkoordinasi adalah gerakan yang harmonik sesuai dengan fleksibel
secara luwes.
6) Tak berkoordinasi adalah gerakan yang tidak harmonis kaku dan
kadang-kadang kacau.
7) Stereotipi adalah gerakan yang bertahan dalam satu atau dua macam
tipe gerakan yang terus menerus diulang untuk waktu yang lama tanpa
tujuan yang jelas.
8) Manineren adalah gerakan yang bermacam-macam, tetapi semuanya
aneh dan karena keanehannya itu seringkali menarik perhatian
disekelilingnya.
9) Agresif adalah nafsu yang selalu beraksi dengan cara kekuatan.
Nafsu dapat terlihat dari roman muka dan sikapnya.
10) Perservasi adalah pembicaraan yang selalu mengulangi kalimat-
kalimat yang sama.
11) Verbigenasi adalah pembicaraan yang selalu mengulangi kata-kata
yang sama.
3. Gangguan Persepsi
Persepsi adalah hasil interaksi antara rangsang sensorik yang tertuju
pada individu itu dengan faktor-faktor pengaruh yang mengatur atau
mengolah rangsang itu secara intra-psikik. Faktor-faktor pengaruh ini
dapat bersifat biologik, sosial, dan psikologik.
a. Ilusi
Ilusi adalah suatu interpretasi yang salah dari suatu rangsang
panca indera. Misalkan seorang penderita dengan perasaan yang
bersalah, dapat menginterpretasikan suara bergerisiknya daun-daun
sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terdapat pada:
a. Keadaan afektif yang luar biasa
b. Keinginan yang luar biasa
c. Dorongan dan impuls-impuls yang mendesak
Ada 5 jenis ilusi:
a. Visual
b. Akustik
c. Olfaktorik
d. Gustatorik
e. Taktil
b. Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa rangsang pada
reseptor panca indra. Jadi halusinasi adalah persepsi tanpa obyek.
Jenis – jenis halusinasi yaitu :
a. Pendengaran (akustik)
b. Penglihatan (visual)
c. Pembau (olfaktorik)
d. Pengecap (gustatorik)
e. Perabaan (taktil)
f. Haptik
g. Kinestetik
4. Gangguan pikiran
Proses berpikir ialah suatu proses intrapsikik yang meliputi
pengolahan dari berbagai pikiran dah paham, dengan jalan
membayangkan, menghayalkan, memahami, membandingkan, dan
menarik kesimpulan sehingga terjelma pikiran dan paham baru.
Dalam memperhatikan proses berpikir seseorang, kita perhatikan:
a. Bentuk pikiran
Rangsang berpikir berasal dari berbagai sumber termasuk dari
alam tak sadar dan alam perasaan tetapi dikoreksi oleh akal sehat,
logika, dan realitas. Pikiran tersebut dinamakan rasional (realitas).
Pada keadaan melamun (day dreaming), berpikir diarahkan
tidak hanya oleh pertimbangan realistik tetapi sebagian besar oleh
keinginan egosentrik dan kebutuhan nafsu. Pada gangguan jiwa
terutama skizofrenia, berpikir dapat diarahkan oleh faktor-faktor di
luar kesadaran (bawah sadar) dan menjadi suatu bentuk autistik
(dereistik). Berpikir autistik bersifat kompleks dengan dorongan dan
motivasi afektif dan konatif lainnya, mendapat kebebasan dan berjalan
tanpa menghiraukan kesadaran dan realitas. Akibatnya, hubungan
paham atau pikiran tidak logis lagi.
b. Isi pikiran
Isi pikir memperlihatkan variasi yang cukup luas dalam keadaan
normal. Dalam keadaan terentu dapat pula suatu pola sentral dalam
pikiran manusia karena kompleksnya pikiran tersebut dianggap sangat
penting bagi dirinya, sehingga nampaknya egosentrik terlihat jelas.
Apabila sifat egosentrik ini melampaui batas normal maka timbulah
gangguan isi pikiran.
Gangguan isi pikiran diantaranya :
a. Over valued ideas
Perhatian seluruhnya ditujukan kearah suatu topkc atau
masalah dengan menekankan segala perasaannya terhadap soal-soal
tersebut.
b. Waham (delusi)
Waham adalah suatu keyakinan atau pikiran yang salah
karena bertentangan dengan kenyataan (dunia realitas). Waham
mempunyai 5 sifat tertentu (syarat):
1. Buah pikiran ini selalu mengenai diri sendiri (egosentris)
2. Selalu bertentangan dengan realitas.
3. Selalu bertentangan dengan logika.
4. Penderita percaya 100% kepada kebenaran pikirannya.
5. Tidak dapat dirubah oleh orang lain, sekalipun dengan jalan
yang logis dan rasional.
Jenis – jenis waham :
1. Waham kebesaran
2. Waham berdosa
3. Waham dikejar
4. Waham curiga
5. Waham cemburu
6. Waham rendah diri
7. Waham hipokondri
8. Waham magik-mistik
9. Waham sistematik
c. Obsesi
Isi pikiran yang bersifat terpaku, terus menerus
mengganggu penderitanya, terus menerus berulang kembali yang
mendesak ke taraf kedaran individu, dan timbulnya tidak dapat
dielakkan penderita sendiri.
Contoh :
Saya harus pergi ke kuburan orang tua.
d. Fobia
Fobia adalah suatu keadaan ketakutan atau kegelisahan
yang bersifat irrasional, yang diakui ketidak benarannya oleh
penderita tetapi tetap menguasai jalan pikirannya.
c. Progresi pikiran
Kelancaran dan aktifitas pikiran tentu saja tidak dapat kita
pelajari kecuali dengan menilai dari perkataan yang keluar dalam
pembicaraan seseorang.
Berbagai gangguan progresi pikir diantaranya :
1. Flight of ideas
2. Retardasi
3. Verbigerasi
4. Sirkumstansial
5. Inkoherensi
6. Blocking

5. Gangguan afek
Gangguan afek berarti adanya suatu corak perasaan yang sifatnya
agak menetap (konstan) dan biasanya berlangsung untuk waktu yang
lama. Keadaan afek ini seolah-olah menguasai seluruh bidang perasaan
individu tersebut walaupun masih dapat dipacu untuk beraksi secara lain
pula. Dalam keadaan normal,keadaan afektif ini tidak memperlihatkan
kelainan-kelainan yang mencolok. Macam-macam gangguan dari afektif
diantaranya :
1) Hypertermia disebut juga afek yang meninggi dalam artian individu
memperlihatkan suatu afektif yang gembira luar biasa.
2) Hypothymia disebut juga dengan afektif yang merendah ini berarti
bahwa penderita memperlihatkan hambatan di segala bidang
aktifitasnya.
3) Poikilothymia disebut juga keadaan afektif yang berubah-ubah dan
jarang ditemui.
4) Parathymia adalah keadaan afektifnya yang tidak sesuai dengan
lingkungan yang sebenarnya.
5) Tension adalah selalu ada perasaan tertekan
6) Anxiety adalah perasaaan takut terus menerus terhadap bahaya yag
seolah-olah terus mengancam yag sebenarnya tidak nyata tetapi hanya
dalam perasaan penderita saja.
7) Paniek adalah suatu cemas yang luar biasa dan menimbulkan dis-
organisasi dari fungsi ego.
8) Ambivalensi adalah dua perasaan yang bertentangan yang berada pada
suatu saat pada individu.
9) Depersonalisasi adalah gangguan afek dengan gejala utamanya
perasaan berada diluar realitas dan kehilangan keyakinan akan
identitas diri sendiri.

6. Gangguan kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui
panca-inderanya) dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya
serta terhadap dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran
seseorang baik, maka akan didapatkan orientasi yang baik mengenai
orang, waktu, tempat, dan situasi. Selain itu, seseorang dengan kesadaran
baik (normal) dapat mencerna informasi berupa pertanyaan dan dapat
melakukan pertimbangan.
Pada tiap kesadaran dapat dinilai pula luasnya kesadaran dan
terangnya kesadaran. Dalam Psikiatri keadaan kesadaran penderita sangat
penting untuk diagnosis dan prognosis dari suatu gangguan jiwa. Gejala
sikotik dengan kesadaran normal mempunyai arti yang berbeda jauh
dibandingkan dengan gejala-gejala sikotik dengan kesadaran terganggu.
Secara klinis gangguan kesadaran diantaranya :
a. Disorientasi , yaitu gangguan kesadaran berkaitan dengan orang waktu
tempat dan situasi.
b. Kesadaran berkabut , yaitu gangguan dengan kesadaran yang tidak
lengkap, individu tidak mampu berfikir jernih dan berespon secara
memadai terhadap situasi disekitarnya. Gejala ini sering terdapat pada
penderita-penderita penyakit infeksi dan keadaan-keadaan lain yang
mengganggu oksigenasi dan metabolisme serebral.
c. Stupor, yaitu keadaan dimana penderita akinetik (tidak bergerak dan
diam seperti patung) dan mutistik tetapi kesadaran relatif masih ada.
Masih ada gerakan mata dan respirasi tetapi gerakan mata pada
umumnya nampak tanpa tujuan. Sesudah keadaan stupor, sering ada
kesanggupan untuk mengingat kejadian-kejadian meskipun dapat
terjadi juga amnesia total. Stupor perlu dibedakan dengan rasa
mengantuk, kehilangan kesadaran seperti pada koma dan paralise saraf
motorik.
d. Delerium, yaitu merupakan suatu simtom komplek yang disebut
sindrome otak akut. Sindrome ini biasanya berkembang dan berjalan
akut, ditandai dengan kesadaran menurun atau berkabut, bingung,
gelisah, disorientasi, ilusi, dan halusinasi serta cemas dan takut.
Kejadian ini biasanya berhubungan dengan infeksi disertai panas,
keadaan toksik, gangguan metabolisme (uremia, pellagra, dan anemia
pernisiosa), dekompensasi kordis, dan trauma kapitis.
e. Koma, yaitu derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan
koma tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dari luar. Meskipun
sekuat apapun rangsangan yang diberikan.
f. Dream like state, yaitu gangguan kualitas kesadaran yang terjadi pada
serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam keadaan ini tidak
menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak seperti
melakukan aktifitas normal.
g. Twillight state, yaitu kesadaran menurun tetapi orientasi terhadap
sekitarnya masih baik dan tidak ada bicara yang kacau kontak dengan
sekitarnya masih ada, kadang-kadang dalam keadaan marah luar biasa
dan dalam keadaan marah ini dapat dilakukan penganiayaan dan
pembunuhan. Penderita sering bernafsu untuk mengembara, jika
kesadaran ini lebih menurun lagiakan timbul disorientasi dan bicara
kacau.
7. Gangguan orientasi
Orientasi adalah suatu proses seseorang dapat menangkap atau
mengerti keadaan disektarnya, dan ia dapat melokalisir dirinya dalam
hubungan dengan sekitarnya tersebut. Jika seseorang tahu posisinya dalam
hubungan dengan waktu, sadar akan keadaan pribadinya, sadar situasi
lingkungannya dan mengerti hubungannya mengapa orang lain berada
disitu maka orang tersebut berorientasi baik.
Gangguan orientasi dapat timbul pada tiap gangguan mental dimana
didapatkan gangguan persepsi dan perhatian. Gangguan orientasi banyak
didapatkan pada keadaan-keadaan sindroma otak organik akut tetapi jarang
didapatkan pada keadaan afek yang luar biasa, dan konflik-konflik yang
akut. Bermacam-macam orientasi yaitu;
a) Orientasi orang (personal), yaitu kemampuan individu untuk
mengemukakakan identitas diri sendiri dan orang lain disekitarnya.
b) Orientasi waktu (temporal), yaitu kemampuan untuk mengetahui
tentang hubungan masa, waktu, hari, tanggal, bulan, musim, dan tahun
sekarang.
c) Orientasi tempat (spasial), yaitu kemampuan untuk mengetahui
tentang batasan ruang, atau lokasi yang ditempati dan hubungannya
dengan ruang lain atau lokasi lain.
d) Orientasi situasi, yaitu kemampuan individu untuk menafsirkan
apakah sebaiknya seseorang atau beberapa orang berada di suatu
tempat atau di situasi tertentu dan masing-masing kepentingan atau
tugasnya seseorang berada di situ.

8. Gangguan memori atau ingatan


Memori adalah daya kemampuan individu untuk memproduksi hal
tertentu yang telah terjadi dimasa lampau, jadi dalam memori atau daya
ingat terdapat tiga prose ;
a) Penerimaan dan pencatatan dari kesan mental
b) Penyimpangan dari kesan yang telah didapat
c) Penggalian kembali dari kesan tersebut.
Jika daya ingatan individu terganggu maka beberapa hal yang harus
dipertimbangkan ;’
a) Apakah terdapat suatu kemungkinan yang diakibatkan oleh sebab
organobiologik sehingga terjadi kerusakan pada substansia otak yang
sifatnya permanen misalnya pada demensia.
b) Apakah terdapat suatu kemunduran yang berarti kehilangan daya
ingatan yang penyebabnya lebih kompleks yang biasanya oleh
kombinasi sebab organobiologik dan psikososial. Kehilangan daya
ingatan disini sifatnya sementara misalnya pada amnesia.
c) Apakah terdapat suatu kemunduran daya ingatan (lupa) terhadap salah
satu atau beberapa peristiwa sajak. Hal ini pada umumnya karena
pengaruh emosi atau pengaruh psikologik yang kuat, yang diduga
terjadi di alam tak sadar. Seringkali didahului peristiwa yang
menakutkan atau memalukan.
Macam-macam gangguan memori (daya ingat) ;
a) Hipermensia, yaitu peringatan yang berlebih-lebihan dan abnormal.
Hipermensia kadang-kadang terlihat pada keadaan manik, paranoid
dan katatonik. Kemampuan mengingat menjadi berlebih-lebihan, dan
kebanyakan terbatas pada periode-periode khusus atau kejadian-
kejadian khusus yang dihubungkan dengan reasi emosional yang
sangat kuat.
b) Amnesia, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau
seluruh pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh
gangguan organik maupun sikogenik. Amnesia organik disebabkan
karena gangguan pada proses pencatatan dan penyimpanan.
Sedangkan amnesia psikogenik disebabkan karena pada proses
mengingat kembali (recall). Jenis-jenis amnesia ;
i. Amnesia anterograt ; yaitu kehilangan ingatan dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi sesudah kejadian yang menumbulkan
amnesia tersebut, sampai dengan periode waktu tertentu.
ii. Amnesia retrograt ; yaitu kehilangan ingatan dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi sebelum kejadian yang menimbulkan
amnesia tersebut dari periode waktu tertentu.
c) Paramnesia disebut juga peringatan salah, yaitu keadaan dimana
penderita benar-benar mengetahui apa yang dialami sekarang telah
dialaminya pula pada waktu dahulu tetapi hal itu tidak benar. Jenis-
jenis paramnesia yaitu ;
i. Konfabulasi ; yaitu, cerita tentang soal-soal dan kejadian yang
sebenarnya sama sekali tidak terjadi. Ada dua jenis konfabulasi
yaitu konfabulasi spontan dan konfabulasi untuk menutupi
kebodohan-kebodohan.
ii. De javu ; yaitu adanya perasaan bahwa yang dilihat sekarang ini
pernah dilihat dan dikenal sebelumnya. Padahal sebelumnya
belum pernah melihat atau mengenalnya.
iii. Jamais fu ; yaitu adanya perasaan yang salah atau palsu bahwa
penderita tidak mengenal situasi atau personal yang sebenarnya
hal ini pernah dialami atau dikenalnya pada waktu yang lampau.
Sering didapatkan pada skizofrenia, psikoneurosa, kerusakan pada
lobus temporalis, dan epilepsi
iv. Demensia ; yaitu gangguan atau degenerasi dari neuron-neuron
pada koteks serebri yang berlangsung lama yang berakibat
hilangnya efisiensi intelektual yang bersifat permanen dan
irrevesibel. Etiologi dari demensia yaitu ;
a) Perubahan atrofi otak dengan akibat senelis
b) Gangguan vaskuler otak termasuk demensia vasculer dan
hipertensi ensefalopati.
c) Gangguan radang otak terutama lues dan ensefalitis epidemika.
d) Penyakit degenerasi otak misalnya Alzaimer’s diseasea,
picks’s diseasea , dan hurtington’s chorea
e) Penyakit-penyakit defisiensi misanya; korsa koff’s psikosis,
wernicke’s encephalopati, pellagra, anemia perniciosa dan
defesiensi vitamin B-12.
f) Neoplasma
g) Trauma (fisik)

9. Gangguan intelegensia
Intelegensia sering disebut sebagai taraf kecerdasan individu suatu
faktor yang penting dalam intelegensia ialah kemampuan individu untuk
mengambil manfaat dari suatu masalah dan pengalaman terdahulu untuk
menghadapi masalah dikemudian hari. Proses mengambil manfaat dari
pengalaman ini, biasanya merupakan salah satu aspek penting dari proses
belajar manusia. Oleh karena itu maka taraf intelegensia merupakan suatu
indikasi dari kemampuan belajar manusia baik pada pengalaman praktik
maupun dari hasil pendidikan di sekolah.
Persoalan intelegensia merupakan masalah yang sangat komplek
dan masih belum diakui secara universal kepentingan serta kedudukannya
pada pemeriksaan psikiatri, yang penting ialah dugaan intelegensia
individu yaitu apakah bertaraf superior normal atau subnormal.
BAB III
PEMBAHASAN

Psikopatologi Gangguan Jiwa


Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistic atau dapat
dikatakan juga secara somatopsikososial. Dalam mencari penyebab gangguan
jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa
yang menonjol ialah gejala-gejala yang patolo gik dari unsur psikis. Hal ini
tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, umur dan seks, keadaan
badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan
kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian
orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan
sebagainya.
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin pada badan (somatogenik),
lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari
berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu timbulah gangguan jiwa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan jiwa diantaranya :
1. Faktor keturunan
Pada mongoloisme atau sindroma Down terdapat trisoma pada
pasangan Kromosoma No. 21. Sindroma Turner ternyata berhubungan
dengan jumlah kromosima sex yang abnormal. Gangguan yang
berhubungan dengan kromosoma sex dikatakan “terikat pada sex” (“sex
linked”), artinya bahwa efek genetik itu hanya terdapat pada kromosoma
sex. Kaum wanita ternyata lebih kurang peka terhadap gangguan yang
terikat pada sex, karena mereka mempunyai dua kromosoma X : bila satu
tidak baik, maka yang lain biasanya akan melakukan pekerjaannya. Akan
tetapi seorang pria hanya mempunyai satu kromosoma X dan satu
kromosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka akan terganggu.
Menurut Cloninger, gangguan jiwa terutama gangguan persepsi
sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan
faktor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar, atau anak hasil
adopsi. Individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan
orang yang tidak memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki
hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau
cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai
kembar identik dengan klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki
kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki
kecenderungan 14-17 %. Faktor genetik tersebut sangat ditunjang dengan
pola asuh yang diwariskan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh
anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.
2. Faktor Biologi
Orang yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-ciri biologis yang
khas terutama pada susunan dan struktur syaraf pusat, biasanya orang
tersebut mengalami pembesaran ventrikel ke III sebelah kirinya. Ciri
lainnya terutama adalah pada orang yang mengalami Schizofrenia
memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-rata orang yang normal.
Menurut Candel, pada orang yang mengalami gangguan jiwa dengan
gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah Amigdala
sedangkan pada klien Schizofrenia yang memiliki lesi pada area Wernick’s
dan area Brocha biasanya disertai dengan Aphasia serta disorganisasi
dalam proses berbicara (Word salad). Adanya Hiperaktivitas dopamin
pada klien dengan gangguan jiwa seringkali menimbulkan gejala-gejala
Schizofrenia. Menurut hasil penelitian, neurotransmitter tertentu seperti
Norepinephrine pada pasien gangguan jiwa memegang peranan dalam
proses learning, memory reiforcement, Siklus tidur dan bangun,
kecemasan, pengaturan aliran darah dan metabolisme. Neurotransmitter
lain berfungsi sebagai penghambat aktivasi dopamin pada proses
pergerakan yaitu GABA.(Gamma Amino Butiric Acid).
Menurut Singgih gangguan mental dan emosi juga bisa disebabkan
oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aplasia). Kadang-
kadang seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry yang
kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang rudimenter (Rudimentary
Brain). Contoh gangguan tersebut terlihat pada Microcephaly yang
ditandai oleh kecilnya tempurung otak. Adanya trauma pada waktu
kelahiran, tumor, Infeksi otak seperti Enchepahlitis Letargica, gangguan
kelenjar endokrin seperti thyroid, keracunan CO (carbon Monoxide) serta
perubahan-perubahan karena degenerasi yang mempengaruhi sistem
persyarafan pusat.
Kerusakan pada bagian-bagian otak tertentu ternyata memegang
peranan pada timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa, misalnya:
a. Kerusakan pada lobus frontalis: menyebabkan kesulitan dalam proses
pemecahan masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan, berfikir
abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan psikomotorik.
b. Kerusakan pada Basal Gangglia dapat menyebabkan distonia dan
tremor
c. Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan
kewaspadaan, distractibility, gangguan memori (Short time).
3. Faktor sosio kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan
penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas
menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui
aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut :
a. Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter , hubungan
orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah
dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka
bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan. Deprivasi
maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan
ibu atau di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal.
Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat, ternyata
berhubungan dengan retardasi mental. Kekurangan protein dalam
makanan, terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak breumur 4
tahun, dapat mengakibatkan retardasi mental.
Deprivasi atau frustrasi dini dapat menimbulkan “tempat-tempat
yang lemah” pada jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan yang salah
ataupun perkembangan yang berhenti. Untuk perkembangan psikologik
rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam masa ini rangsangan dan
pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta pemuasan
berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan
intelektual, emosional dan sosial yang normal.

b. Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang
satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering
menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral
yang diajarkan dirumah / sekolah dengan yang dipraktekkan di
masyarakat sehari-hari.
c. Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan diradio, televisi. Surat kabar, film dan lain-lain
menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang
kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup sehari-hari.
Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya
dengan khayalan atau melakukan yang merugikan masyarakat.
d. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern kebutuhan makin meningkat dan
persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan
ekonomi hasil-hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja
lebih keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja
lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat,
demikian pula urbanisasi meningkat, mengakibatkan upah menjadi
rendah. Faktor-faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu
istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya
merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang
abnormal.
Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di
zaman modern, di negara-negara dengan “super-industrialisasi”, ialah
kecepatan perubahan dan pergantian yang makin cepat dalam hal
“kesementaraan” (“transience”), “kebaruan” (“novelty”) dan
“keanekaragaman” (“diversity”). Dengan demikian individu menerima
rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadinya
kekacuan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkiannya
dalam masa depan, maka dinamakannya “shok masa depan” (“future
shock”). Telah diketahui bahwa seseorang yang mendadak berada di
tengah-tengah kebudayaan asing dapat mengalami gangguan jiwa
karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan asing baginya.
Hal ini dinamakan “shock kebudayaan” (“culture shock”). Seperti
seorang inidvidu, suatu masyarakat secara keseluruhan dapat juga
berkembang ke arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
lingkungan fisik ataupun oleh keadaan sosial masyarakat itu sendiri
Hal-hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh masyarakat
(kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik sehingga
para anggotanya secara perorangan dapat menjurus ke gangguan
mental. Faktor-faktor sosiokultural membentuk, baik macam sikap
individu dan jenis reaksi yang dikembangkannya, maupun jenis stres
yang dihadapinya.
e. Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan). Hal ini
cukup mengganggu.
f. Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari
lingkungan dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya
akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan
akan yang merugikan orang banyak.
4. Perkembangan Psikologik yang salah
a. Ketidak matangan atau fiksasi, yaitu inidvidual gagal berkembang lebih
lanjut ke fase berikutnya;
b. “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang
traumatik sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau
c. Disorsi, yaitu bila inidvidu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang
tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal.
5. Pola keluarga yang patogenik
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting
dalam pembentukan kepriabadian. Hubungan orangtua-anak yang salah
atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber
gangguan penyesuaian diri. Kadang-kadang orangtua berbuat terlalu
banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu berkembang
sendiri. Ada kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang
anak itu atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.
Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial
secara keseluruhan dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi
secara berlainan terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah
tetapi kerusakan dini sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di
kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan orangtua-anak sering
terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu, umpamanya
penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan
perfeksionistik, standar moral yang kaku dan tidak realistik, disiplin yang
salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang
salah, ketidak-sesuaikan perkawinan dan rumah tangganya yang
berantakan, tuntutan yang bertentangan.
6. Masa Perkembangan
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap,mkebiasaan dan sifatnya dikemudian hari.
Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan
tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa, yaitu :
a. Masa bayi
b. Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
c. Masa Anak sekolah
d. Masa Remaja
Masa remaja dikenal sebagai masa gawat dalam perkembangan
kepribadian, sebagai masa “badai dan stres”. Dalam masa ini inidvidu
dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat, perubahan-perubahan badaniah
dan pematangan seksual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga
mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung kepada
orangtuanya atau orang lain, sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan
bertanggung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah
pernikahan, pekerjaan dan status sosial umum. Kebebasan yang lebih besar
membawa tanggung jawab yang lebih besar pula. Perubahan-perubahan ini
mengakibatkan bawha ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri.
e. Masa Dewasa muda
f. Masa Dewasa Tua
g. Masa Tua
7. Cacat Kongenital
Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak, terlebih yang berat, seperti retardasi mental yang
berat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini pada timbulnya
gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia
menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau
berubah itu. Kromosom dan “genes” yang defektif serta banyak faktor
lingkungan sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat mengakibatkan
gangguan badaniah. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi
biologik atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya
tahan terhadap stres.
8. Penyalahgunaan obat-obatan dan zat psikotropika
Koping yang maladaptif yang digunakan individu untuk
menghadapi strsessor melalui obat-obatan atau zat yang memiliki sifat
adiksi (efek ketergantungan) seperti Cocaine, amphetamine menyebabkan
gangguan persepsi, gangguan proses berfikir, gangguan motorik.
BAB III
KESIMPULAN

1. Gangguan jiwa adalah gangguan fungsi luhur otak (kognitif, afektif dan
psikomotor) yang mengakibatkan distress atau rasa tidak nyaman bagi
dirinya sendiri atau orang lain serta menimbulkan disabilitas atau hendaya
fungsi sosial dan peran
2. Gangguan jiwa dapat dilihat dari berbagai sudut pandang ; Pandangan dari
sudut psikopatologi, pandanan dari sudut kebudayaan, pandangan dari
sudut keseimbangan linkungan, pandangan dari sudut kaidah keagamaan
3. Psikopatologi adalah ilmu yang mempelajari kelainan atau gangguan dari
berbagai aspek kepribadian yang meliputi : aspek kesadaran, aspek tingkah
laku atau perbuatan, kehidupan afektif dan proses pikir.
4. Klasifikasi psikopatologi meliputi :
a) Gangguan kepribadian
b) Gangguan aspek motorik atau tingkah laku motorik
c) Gangguan persepsi
d) Gangguan pikiran
e) Gangguan afek
f) Gangguan kesadaran
g) Gangguan orientasi
h) Gangguan memori atau ingatan
i) Gangguan intelegensia
5. Gangguan jiwa dapat terjadi akibat dari
a. Keturunan
b. Biologi
c. Sosiokultural
d. Perkembangan psikologik yang salah
e. Pola keluarga yang patogenik
f. Masa perkembangan
g. Cacat congenital
h. Penyalahgunaan obat-obatan dan zat psikotropik
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.F.2009.Penyebab umum gangguan jiwa. Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa Edisi II.Airlangga University Press.Surabaya.

Sadock, B.J.,A.Virginia.2010. Teori Kepribadian dan Psikopatologi.Sinopsis

Psikiatri.Ilmu Pengetahuan perilaku Psikiatri Klinis.Jilid I.Binarupa Aksara

Publisher.Jakarta.

Setyonegoro, Kusumanto. 2005. Kesehatan Jiwa di Kehidupan Modern. Cermin

Dunia Kedokteran. Jakarta: Kalbe Farma. 5.

Tim Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa. Psikiatri II Symptomatology

.Semarang: Fakulatas Kedokteran Universitas Dipenogoro Semarang.

Anda mungkin juga menyukai