Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego
seseorang individu.(Mahon,1994).
Nyeri aedalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.
(McCaffery.1980)
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a) Reseptor A delta
b) Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena
struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-
organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul
pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat
sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang
kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu itu dapat bereaksi.
Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada
formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan
afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel
yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap
suatu nyeri.
Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera
menghasilkan emosi. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke
talamus dan otak tengah. Dari thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi, lobus frontalis
dan sistem limbik (paice,1991). Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini
mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan
mempersepsikan sensasi nyeri.
RESEPSI
Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan
juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau
berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri,
diantaranya sebagai berikut:
· Trauma
· Obat-obatan
· Pertumbuhan tumor
REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superficial
menimbulkan reaksi “flight atau fight” , yang merupakan syndrome adaptasi umum.
Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat atau dalam dan secara
tipikal melibatkan organ-organ visceral (seperti nyeri pada infark miokard, kolik
akibat kandung empedu atau batu ginjal), system saraf parasimpatis menghasilkan
suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu.
Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatic yang berat, yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda
fisik kembali normal. Dengan demikian, klien yang mengalami nyeri tidak akan
selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik.
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem
saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Kultur
4) Makna nyeri
5) Perhatian
6) Ansietas
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Intensitas Nyeri