Anda di halaman 1dari 7

KASUS SFAS NO.2, KASUS SFAS NO.

33 dan KASUS STANDAR PENGUKURAN


INSTRUMEN KEUANGAN

I. KASUS SFAS NO. 2

Pada kasus research and development SFAS No 2 diterapkan rigit uniformity. Akan lebih
representational faithfulness bila biaya research and development (succesful effort) sebagai finite
uniformity, misalnya di dalam akuntansi minyak dan gas.

Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi berbeda dengan industri lainnya.
Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik dari industri minyak dan gas bumi, maka terdapat
beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut yang berbeda dengan industri
lainnya, seperti:

1. Adanya sifat untung-untungan (gambling) dari usaha explorasi menimbulkan beberapa


alternatif dalam penggunaan metode pengakuan biaya atas cadangan yang tidak berisi
minyak atau gas (dry hole).
2. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan biaya harus dikaitkan dengan aktivitas
sampai diketemukannya cadangan minyak atau gas di suatu negara, sehingga semua biaya
yang terjadi ditangguhkan dan akan dikapitalisasi sebagai bagian dari cadangan minyak
yang ditemukan di negara tersebut.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa biaya yang terjadi untuk pencarian minyak dan gas harus
dikaitkan dengan hasil dari aktivitas pencarian suatu cadangan. Biaya tersebut akan
dikapitalisasi bila cadangan tersebut dalam kenyataan berisi minyak atau gas dan
sebaliknya akan dinyatakan sebagai beban kalau cadangan tersebut tidak berisi minyak atau
gas.

Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya perbedaan pandangan dalam


perlakuan biaya yang dikapitalisasikan, beban yang diakui serta perhitungan amortisasinya.
Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya memperkenalkan konsep pencatatan biaya dengan
dasar Full Cost Method (FC) dan Successful Effort Method (SE) yang pada akhirnya
mengakibatkan perbedaan pada laporan keuangan yang dihasilkan.
Metode successful effort hanya akan mengakui biaya-biaya penelitian (exploration dan
survey) atas sumur yang sukses mendapatkan cadangan terbukti saja yang akan dikapitalisasikan.
Biaya-biaya atas sumur-sumur yang tidak berhasil dinyatakan tidak memiliki manfaat di masa
mendatang dan karena itulah harus dibebankan pada periode terjadinya. Sebaliknya, karena tidak
ada cara untuk menghindarkan biaya-biaya unsuccessful (tidak berhasil) dalam pencarian
cadangan minyak dan gas bumi, maka full cost method menganggap baik biaya-biaya yang terjadi
pada sumur sukses menemukan cadangan minyak dan gas bumi maupun tidak, tetap diakui sebagai
bagian biaya penemuan cadangan minyak dan gas bumi. Hubungan langsung antara biaya-biaya
yang terjadi dengan penemuan cadangan minyak dan gas bumi tidaklah penting dalam metode full
cost. Dengan demikian, bila digunakan metode full cost baik biaya yang sukses maupun tidak,
akan dikapitalisasikan walaupun biaya yang terjadi pada sumur yang tidak sukses tidak memiliki
manfaat sama sekali bagi perusahaan dimasa mendatang.

II. KASUS SFAS NO. 33

Tahun 1970, FASB menerbitkan sebuah draft eksposur yang akan mewajibkan perusahaan
untuk melaporkan informasi harga-tingkat disesuaikan dalam laporan tambahan. Masalah khusus
timbul dalam penerapan persyaratan biaya saat pernyataan ini untuk jenis aset tertentu, terutama
sumber daya alam dan menghasilkan pendapatan properti real estate. Dewan akan
mempertimbangkan masalah lebih lanjut dan alamat mereka dalam Exposure Draft dengan
maksud untuk menerbitkan Statement pada tahun 1979.

Selanjutnya, pada tahun 1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan (Statement of Financial Accounting Standards-SAFS ) No. 33 berjudul “Pelaporan
Keuangan dan Perubahan Harga”, yang mana pernyataan ini mengharuskan perusahaan-
perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap (sebelum dikurangi dengan depresiasi)
yang bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1 Miliar (setelah dikurangi dengan
akumulasi depresiasi) untuk selama lima tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli
konstan dan biaya beli konstan biaya kini.

Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.
33 menemukan bahwa :
1) Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
2) Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
3) Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan
data biaya kini.

FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar laporan
keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan harga seharusnya
disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan. Didukung dengan pendekatan dolar
yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan
perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan
pendekatan pengukuran yang berbeda. Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan
pengungkapan atas :

1. informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar berbasis
kos historis atau dolar konstan.
2. keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak tahunan.

Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah:

1. informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak tahunan


berdasarkan basis biaya sekarang.
2. jumlah dari biaya sekarang dari persediaan properti, tanah dan perlengkapan di akhir
peredaran pajak tahunan.
3. peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga sekarang
sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada saat inflasi.

Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari
inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan
tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif.

III. KASUS STANDAR PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN


Definisi Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan
entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan diukur
pada pengakuan awal sebesar nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi kecuali untuk instrumen
yang diukur dengan menggunakan nilai wajar. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai
amortisasi, premium dan diskon dimartisasi dengan menggunakan effective interest rate.

Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement,
dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial asset tersebut akan
dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula ditambah keuntungan. Pada
kasus tersebut walaupun terjadi transfer financial asset dan juga arus kas ata aset yang ditransfer,
perusahaaan masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak membeli
financial asset tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial asset yang telah ditransfer
tersebut masih tetap dicatat di Balance sheet.

Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas
darifinancial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan jika dia
memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau
pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi syarat sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK
No. 55 (revisi 2006) paragraf 16. Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh
IAS diistilahkan sebagai “pass trough arrengement”. Transaksi ini biasanya ditemui pada
sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE). Contoh: kasus Transfer of financial asset yang
tidak memenuhi derecognitionPT A menjual instrumen utang yang diterbitkan oleh PT B dengan
harga Rp 5.000.000 dan memberikan jaminan atas default asses atas instrumen utang yang dijual
tersebut. Hakikatnya PT A tetap menahan hampir seluruh resiko dan manfaat dari instrumen
tersebut sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai pelepasan asset. Di sisi lain perusahaan akan
mengakui kewajiban.

 Pengukuran (Measurement)
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
telah banyak mengadopsi IAS 39 dibandingkan PSAK No. 55 (1999). Ada perbedaan yang
mendasar pada pengukuran awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55
(revisi 2006). Sebelumnya, semua instrumen keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar
historical cost, namun menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen
keuangan berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut ditambah
dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun penerbitan instrumen
keuangan tersebut.
Selain contoh tersebut, pembahasan cukup hangat dalam diskusi rapat EEG adalah terkait
dengan standar akuntansi untuk aktivita sekstraksi (extractive activities). Saat ini IFRS hanya
memiliki IFRS 6 Exploration for and evaluation of Mineral Resources yang sebenarnya hanya
merupakan standar akuntansi sementara. Dalam hal akuntansi untuk minyak dan gas bumi, US
GAAP (termasuk peraturan SEC) memang memiliki lebih banyak standar yang mendetail
misalnya dalam SFAS 19 Financial Accounting and Reporting by Oil and Gas Producing
Companies yang sudah terbit sejak December 1977. Delegasi dari Afrika Selatan memaparkan
makalah mengenai hal ini dan memimpin diskusi di rapat EEG lalu. Anggota EEG ditanya
mengenai ruang lingkup kegiatan riset IASB yang akan dilakukan di masa depan. Karena industri
perminyakan adalah bisnis global, maka banyak perusahaan multinasional yang membutuhkan
standar internasional. Para anggota EEG meyuarakan dukungannya bahwa IASB perlu untuk
melakukan riset mengenai akuntansi untuk ekstraksi industry.
Pada tahun 2010, IASB sudah mengeluarkan sebuah Discussion Paper yang menanyakan
apakah project spesifik untuk industri ekstraksi memang dibutuhkan. Atau diskusi mengenai
akuntansi ini digabung saja dengan project aset tak berwujud. Salah satu permasalahan yang cukup
pelik untuk industri ekstraksi adalah mengukur besarnya cadangan mineral (cadangan minyak
misalnya). Dan mengingat industri ekstraksi ini berisiko tinggi, maka pengukuran cadangan ini
menjadi penting bagi relavansi laporan keuangan perusahaan minyak, tambang dan gas. Namun
pengukuran cadangan minyak ini bisa disetarakan dengan aktivitas research and development
industri lain yang juga tidak kalah besar risikonya, seperti misalnya aktivitas riset obat di
perusahaan farmasi. Oleh sebab itu menjadi pertanyaan apakah tidak sebaiknya pembahasan
mengenai cadangan mineral juga digabung dengan pembahasan kegiatan riset industri lainnya
dalam kerangka standar akuntansi aset takberwujud.
Anggota EEG terbelah dalam diskusi mengenai industri ini. China misalnya malah
mengusulkan standar akuntansi yang lebih spesifik untuk minyak dan gas, bukan hanya standar
akuntansi ekstraksi yang lebih umum. Malaysia mendukung standar akuntansi khusus untuk
ekstraksi yg terpisah dari industri lain dengan argumen industri ekstraksi memiliki kekhususan
tersendiri. Sedangkan Saudi Arabia cenderung menginginkan pembahasan akuntansi ekstraksi bisa
sejalan dengan industri lain yang juga berisiko tinggi. Indonesia memilih jalan tengah, bahwa
kalaupun IASB memutuskan memiliki standar akuntansi khusus ekstraksi, itu hanya mengatur hal
yang sangat unik yang tidak diatur dalam standar-standar lainnya. Delegasi Indonesia berpikiran
bahwa sifat IASB yang principle-based harus tetap dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=134313&val=5637

https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2014/11/07/akuntansi-instrumen-keuangan-psak-50-55-
60/

http://etw-accountant.com/tag/iasb/

http://digilib.unila.ac.id/72/5/BAB%20I.pdf

http://fidiyaku.blogspot.co.id/2015/05/resume-materi-akuntansi-internasional.html

Anda mungkin juga menyukai