Pada kasus research and development SFAS No 2 diterapkan rigit uniformity. Akan lebih
representational faithfulness bila biaya research and development (succesful effort) sebagai finite
uniformity, misalnya di dalam akuntansi minyak dan gas.
Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi berbeda dengan industri lainnya.
Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik dari industri minyak dan gas bumi, maka terdapat
beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut yang berbeda dengan industri
lainnya, seperti:
Tahun 1970, FASB menerbitkan sebuah draft eksposur yang akan mewajibkan perusahaan
untuk melaporkan informasi harga-tingkat disesuaikan dalam laporan tambahan. Masalah khusus
timbul dalam penerapan persyaratan biaya saat pernyataan ini untuk jenis aset tertentu, terutama
sumber daya alam dan menghasilkan pendapatan properti real estate. Dewan akan
mempertimbangkan masalah lebih lanjut dan alamat mereka dalam Exposure Draft dengan
maksud untuk menerbitkan Statement pada tahun 1979.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.
33 menemukan bahwa :
1) Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
2) Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
3) Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan
data biaya kini.
FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar laporan
keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan harga seharusnya
disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan. Didukung dengan pendekatan dolar
yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan
perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan
pendekatan pengukuran yang berbeda. Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan
pengungkapan atas :
1. informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar berbasis
kos historis atau dolar konstan.
2. keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak tahunan.
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari
inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan
tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif.
Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement,
dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial asset tersebut akan
dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula ditambah keuntungan. Pada
kasus tersebut walaupun terjadi transfer financial asset dan juga arus kas ata aset yang ditransfer,
perusahaaan masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak membeli
financial asset tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial asset yang telah ditransfer
tersebut masih tetap dicatat di Balance sheet.
Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas
darifinancial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan jika dia
memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau
pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi syarat sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK
No. 55 (revisi 2006) paragraf 16. Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh
IAS diistilahkan sebagai “pass trough arrengement”. Transaksi ini biasanya ditemui pada
sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE). Contoh: kasus Transfer of financial asset yang
tidak memenuhi derecognitionPT A menjual instrumen utang yang diterbitkan oleh PT B dengan
harga Rp 5.000.000 dan memberikan jaminan atas default asses atas instrumen utang yang dijual
tersebut. Hakikatnya PT A tetap menahan hampir seluruh resiko dan manfaat dari instrumen
tersebut sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai pelepasan asset. Di sisi lain perusahaan akan
mengakui kewajiban.
Pengukuran (Measurement)
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
telah banyak mengadopsi IAS 39 dibandingkan PSAK No. 55 (1999). Ada perbedaan yang
mendasar pada pengukuran awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55
(revisi 2006). Sebelumnya, semua instrumen keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar
historical cost, namun menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen
keuangan berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut ditambah
dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun penerbitan instrumen
keuangan tersebut.
Selain contoh tersebut, pembahasan cukup hangat dalam diskusi rapat EEG adalah terkait
dengan standar akuntansi untuk aktivita sekstraksi (extractive activities). Saat ini IFRS hanya
memiliki IFRS 6 Exploration for and evaluation of Mineral Resources yang sebenarnya hanya
merupakan standar akuntansi sementara. Dalam hal akuntansi untuk minyak dan gas bumi, US
GAAP (termasuk peraturan SEC) memang memiliki lebih banyak standar yang mendetail
misalnya dalam SFAS 19 Financial Accounting and Reporting by Oil and Gas Producing
Companies yang sudah terbit sejak December 1977. Delegasi dari Afrika Selatan memaparkan
makalah mengenai hal ini dan memimpin diskusi di rapat EEG lalu. Anggota EEG ditanya
mengenai ruang lingkup kegiatan riset IASB yang akan dilakukan di masa depan. Karena industri
perminyakan adalah bisnis global, maka banyak perusahaan multinasional yang membutuhkan
standar internasional. Para anggota EEG meyuarakan dukungannya bahwa IASB perlu untuk
melakukan riset mengenai akuntansi untuk ekstraksi industry.
Pada tahun 2010, IASB sudah mengeluarkan sebuah Discussion Paper yang menanyakan
apakah project spesifik untuk industri ekstraksi memang dibutuhkan. Atau diskusi mengenai
akuntansi ini digabung saja dengan project aset tak berwujud. Salah satu permasalahan yang cukup
pelik untuk industri ekstraksi adalah mengukur besarnya cadangan mineral (cadangan minyak
misalnya). Dan mengingat industri ekstraksi ini berisiko tinggi, maka pengukuran cadangan ini
menjadi penting bagi relavansi laporan keuangan perusahaan minyak, tambang dan gas. Namun
pengukuran cadangan minyak ini bisa disetarakan dengan aktivitas research and development
industri lain yang juga tidak kalah besar risikonya, seperti misalnya aktivitas riset obat di
perusahaan farmasi. Oleh sebab itu menjadi pertanyaan apakah tidak sebaiknya pembahasan
mengenai cadangan mineral juga digabung dengan pembahasan kegiatan riset industri lainnya
dalam kerangka standar akuntansi aset takberwujud.
Anggota EEG terbelah dalam diskusi mengenai industri ini. China misalnya malah
mengusulkan standar akuntansi yang lebih spesifik untuk minyak dan gas, bukan hanya standar
akuntansi ekstraksi yang lebih umum. Malaysia mendukung standar akuntansi khusus untuk
ekstraksi yg terpisah dari industri lain dengan argumen industri ekstraksi memiliki kekhususan
tersendiri. Sedangkan Saudi Arabia cenderung menginginkan pembahasan akuntansi ekstraksi bisa
sejalan dengan industri lain yang juga berisiko tinggi. Indonesia memilih jalan tengah, bahwa
kalaupun IASB memutuskan memiliki standar akuntansi khusus ekstraksi, itu hanya mengatur hal
yang sangat unik yang tidak diatur dalam standar-standar lainnya. Delegasi Indonesia berpikiran
bahwa sifat IASB yang principle-based harus tetap dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=134313&val=5637
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2014/11/07/akuntansi-instrumen-keuangan-psak-50-55-
60/
http://etw-accountant.com/tag/iasb/
http://digilib.unila.ac.id/72/5/BAB%20I.pdf
http://fidiyaku.blogspot.co.id/2015/05/resume-materi-akuntansi-internasional.html