Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH dr. ARIF ZAINUDIN
SURAKARTA

Disusun oleh:
MUH KHAIRIL WARDI
071182024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.Isolasi sosial adalah suatu keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam . (Keliat, 2009)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.
Isolasi sosial adalah upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang
lain.Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social.Isolasi sosial merupakan upaya
menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup
berbagi pengalaman. (Yoseph, 2007)
2. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)
1. Gejala sujektif :
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau di tolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman dengan orang lain
c. Respon verbal kurang dan sangat singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i. Klien merasa di tolak
2. Gejala objektif :
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam diri di kamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f. Kontak mata kurang
g. Kurang spontan
h. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
i. Ekspresi wajah kurang berseri
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
m. Masukan makanan dan minuman terganggu
n. Retensi urin dan feses
o. Aktifitas menurun
p. Kurang energy
q. Rendah diri
r. Postur tubuh kurang misalnya sikap fetus/ janin (khususnya pada posisi tidur)
(Yosep, 2007)
3. Penyebab
Terjadinya Isolasi Sosialdipengaruhi olehfaktor :
1) Faktor Predisposisi:
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa
lanjut Untuk mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap
tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses. System keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon social yang maladaftif.
b. Faktor Biologis :Faktor genetic dapat berperan dalam respon sosial maladaftif.
c. Faktor Sosio-kultural
Isolasi sosial merupakan factor utama dalam gangguan berhubungan atau
interaksi dengan orang lain, hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain. Tidak mempunyai anggota
masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan
penderitaan penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
d. Faktor dalam Keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang kedalam
gangguan sosialisasi, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang
negative maka anak akan mempunyai harga diri yang rendah.
2) Faktor Presipitasi
a. Stres Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga
(perceraian) dan berpisah dari orang yang berarti.
b. Stres Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan dapat terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan, ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat
tinggi.
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri,
tidak percaya dengan orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, keadaan
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain. Adapun
gejala klinis sebagai berikut :
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri.
3) Gangguan hubungan social.
4) Percaya diri kurang.
5) Menciderai diri. (Yosep,2007)
4. Rentang respon
Menurut Stuart Sundeen dalam Yosep, 2007 tentang respon klien di tinjau dari
interaksinya dengan lingkungan social merupakan suatu kontinue yang terbentang
antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut :
a. Respon adaptif :
Respon yang masih di terima oleh norma-norma social dan kebudayaan secara
umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah :
1. Menyendiri : respon yang di butuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
terjadi
di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran,
perasaan, dalam hubungan social.
3. Bekerjasama : kemampuan individu yang membutuhkan satu sama lain
4. Interdependan : saling ketergantungan antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptive :
Repon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social ,yang
termasuk respon maladaptive adalah:
1) Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan : seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi : seseorang yang menggangu orang lain sebagai objek ondividu
sehingga tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.
4) Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
c. Psikopatologi
d. Diagnosis keperawatan
e. Intervensi Keperawatan
5. Psikopatologi
a. Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial
Pattern of parenting Ineffective coping Lack of development Stressor internal and
(pola asuh keluarga) (koping individu tidak task ( gangguan tugas external (stress
efektif) perkembangan) internal dan eksternal)

Misalnya : pada anak Misalnya : saat Misal : kegagalan Misal : stress terjadi
yang kelahirannya individu menjalin hubungan akibat ansietas yang
tidak menghadapi intim berkepanjangan dan
di kehendaki kegagalan, dengan sesama jenis terjadi bersamaan
(unwanted menyalahkan orang atau dengan
child) akibat lain, lawan jenis, tidak keterbatasan
kegagalan ketidaberdayaan, mampu kemampuan
KB, hamil di luar menyangkal tidak mandiri dan individu untuk
nikah, mampu menyelesaikan tugas, mengatasinya, ansietas
jenis kelamin menghadapi kenyataan bergaul, terjadi akibat berpisah
yangtidak dan menarik diri dari bekerja,sekolah, dengan orang terdekat,
diinginkan, bentuk lingkungan, terlalu menyebabkan hilangnya pekerjaan,
fisik tingginya self ideal ketergantungan pada atau
kurang menawan dan orang tua, rendahnya orang yang di cintai.
menyebabkan tidak mampu ketahanan terhadap
keluarga menerima berbagai kegagalan.
mengeluarkan realitas dengan rasa
komentar syukur.
negative,
merendahkan
dan menyalahkan anak

Harga Diri Rendah Kronis

6. Diagnosis Keperawatan Isolasi Sosial


Isolasi Sosial : Menarik diri
7. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
2. Tujuan Keperawatan :
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
3. Rencana Keperawatan :
1) Membina Hubungan Saling Percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya,
adalah :
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2) Membantupasienmengenalpenyebabisolasisosial
Langkah-langkahuntukmelaksanakantindakaniniadalahsebagaiberikut :
a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
3) Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c. Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan di hadapan perawat.
d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota
keluarga.
e. Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang, dan seterusnya.
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
klien.
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
4) Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.
5) Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan.
6) Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif.
7) Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.
8) Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan
keluarga terdekat.
9) Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap peningnya
sosialisasi dengan lingkunggan sekitar. (Yosep, 2007)
Strategi Pelaksanaan Klien Dengan Gangguan Isolasi Sosial

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab


isolasi sosial , membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.

Orientasi :
“ Selamat pagi ! Saya suster Mifta . Saya senang dipanggil Wardi. Saya perawat diruang
mawar ini. “. “ Siapa nama anda? Senang dipanggil apa?”. Apa keluhan S hari ini?”.
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S ? Mau dimana
kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang tamu ? mau berapa lama S? Bagaimana
kalau 15 menit?”
Kerja :
( jika pasien baru)
“ Siapa saja yang tinggal dirumah S? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
( Jika pasien sudah lama dirawat)
“ Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendiri? Siapa saja yang S kenal
diruang ini?”.
“ Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal ?”
“ Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“ Menurut S, apa saja manfaatnya kalau kitamemiliki teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi? ( sampai pasien dapat menyebutkan beberapa ) Nah , apa
kerugian kalau S tidak memiliki teman? Ya, apalagi? ( Sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul
dengan orang lain?”
“ Bagus! Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“ Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama
panggilan yang kita suka dan hobi kita. Contohnya : Nama saya RN< senang dipanggil R,
asal saya dari kota X, hobi membaca.”
“ Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya! Ya,
bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali!.
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal
yang menyenangkan S bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaaan dan sebagainya.”
Terminasi
“ Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
“ S tadi sudah mempraktikan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat
mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi, selama saya tidak ada sehingga S lebih siap
untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikan ke orang lain? Bagaimana kalau
mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana S mau kan?”
“ Baiklah, sampai jumpa!”

SP 2 pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang


pertama { perawat} ).

Orientasi :
“ Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini ?’
“ Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan suster!”
“Bagus sekali, S masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“ Ayo, kita temui perawat N disana!”
Kerja :
( Bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)
“ Selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S bisa berkenalan
dengan perawat N seperti yang kita praktikkan kemarin. “ ( Pasien mendemonstrasikan cara
berkenalan dengan perawat N : Memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama
perawat, dan seterusnya. )
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang keluarga
perawat N!”
“ Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan , S dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu S,
bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti!”
“ Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali
keruangan S. Selamat pagi!” ( Bersamapasien, perawat R meninggalkan perawat N untuk
melakukan terminasi dengan S ditempat lain).
Terminasi
“ Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N?”
“ S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
“ Pertahankan terus apa yang S sudah lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik
lain supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi dan
sebagainya. Bagaimana mau coba dengan perawat lain? Mari kita masukkan kedalam
jadwal . Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok
kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?. Sampai besok

SP 3 pasien : Melatih pasien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang kedua)

Orientasi
“ Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“ Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang ( Jika jawaban pasien ya,
perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain)”
“Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi.”
“Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi denga teman seruangan S yang lain, yaitu
O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia diruang makan.”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)
“ Selamat pagi, ini ada pasien saya ingin berkenalan.”
“ Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
sebelumnya.” ( pasien mendemonstrasikan cara berkenalan : memberi salam,
meneyebutkan nama, nama panggilan, asal,hobi dan menanyakan hal yang sama.)
“ Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan , S
bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi , misalnya bertemu lagi jam 4
sore nanti ( S membuat jan ji untuk bertemu kembali dengan O).”
“ Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi ( bersama pasien meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S
ditempat lain).
Terminasi
Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“ Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan denga O.
Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O
jam 4 sore nanti.”
“ Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalanndan bercakap-cakap dengan orang lain
kita tambahkan lagi dijadwal hari. Jadi, satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang
lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dangan
N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan
orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setujukan?”
“ Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama
dan ditempat yang sama ya.”
“ Sampai besok!”
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) 2015- 2017.
USA: Elsevier

Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa cet 1. Jakarta :
CV Trans Media
Herdman,T.H & Kamitsuru,S. 2015. NANDA International Diagnosa Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Kusuma, Farina. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Moorhead,Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) 2015-2017. USA:
Elsevier

Yosep, Iyus. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dan Advance Mental Health Nursing. Bandung:
PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai