PENDAHULUAN
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau
fag digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain
yang tidak berinti sel).
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat
menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu
terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV),
hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).
Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang
menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut memiliki
bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang ilmuwan Jerman, menemukan bahwa
penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot
dengan getah tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah tanaman
tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil
dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop.
Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa getah daun tembakau
yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih dapat menimbulkan penyakit
mosaik.Ivanowsky lalu menyimpulkan dua kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab penyakit
tersebut berbentuk sangat kecil sehingga masih dapat melewati saringan, atau bakteri tersebut
mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan. Kemungkinan kedua ini dibuang pada tahun
1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda menemukan bahwa agen infeksi di dalam getah
yang sudah disaring tersebut dapat bereproduksi karena kemampuannya menimbulkan penyakit
tidak berkurang setelah beberapa kali ditransfer antartanaman.Patogen mosaik tembakau
disimpulkan sebagai bukan bakteri, melainkan merupakan contagium vivum fluidum, yaitu sejenis
cairan hidup pembawa penyakit.
Setelah itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit
mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat dilewati bakteri.Namun demikian,
mereka menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.
Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley dari
Amerika Serikat berhasil mengkristalkan partikel penyebab penyakit mosaik yang kini dikenal
sebagai virus mosaik tembakau. Virus ini juga merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan
dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman G.A. Kausche, E. Pfankuch,
dan H. Ruska.
2
1.3 Tujuan Makalah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan organisasi genomnya retrovirus dibagi menjadi dua kategori besar yaitu
retrovirus simpel dan kompleks. Semua retrovirus mengandung tiga domain utama yang
mengkode protein virion : gag, yang mengarahkan sintesis protein internal yang akan membentuk
kapsid, matriks dan nukleoprotein; pol, mengandung informasi untuk enzim reverse transkriptase
dan integrase; dan env, yang mengandung komponen permukaan dan transmembran dari protein
envelop virus. Domain tambahan yang biasanya terdapat pada semua retrovirus adalah pro, yang
mengkode protease virion. Retrovirus simpel pada umumnya hanya mengandung elemen ini,
sementara retrovirus kompleks mempunyai protein regulator nonvirion tambahan. Selanjutnya
4
retrovirus dibagi menjadi enam genus. Lima dari genus ini menunjukkan potensi sebagai onkogen
(onkovirus) dan dua grup lagi adalah lentivirus dan spumavirus. Semua virus onkogen, kecuali
human T-cell leukemia virus-bovine leukemia virus (HTLV-BLV) merupakan retrovirus simpel.
HTLV-BLV, lentivirus dan spumavirus merupakan retrovirus kompleks.
5
2.3 Golongan Retrovirus
Ada tiga golongan retrovirus yang ditemukan pada primata yaitu oncornaviruses, lentiviruses, dan
spumaviruses.Meskipun jumlahnya sangat sedikit, ketiga golongan virus tersebut beresiko menular pada
manusia baik melalui gigitan, urin maupun feses (kotoran). Berikut virus-virus tersebut :
1.Oncornaviruses
Ada empat jenis ornocavirus yang terdapat pada non human primata(ordo) (NHP) yaitu Simian T-
lymphotropic virus (STLV), Gibbon ape leukemia virus (GaLV), Simian sarcoma virus, dan Simian
retrovirus Type D (SRV). Simian T-lymphotropic virus (STLV) sangat mirip dengan Human T-cell
leukemia virus (HTLV) yang banyak sekali terdapat di Asia, Afrika maupun Amerika.Meskipun kasus
kejadiannya tidak banyak, HTLV dapat menyebabkan leukemia pada sel T dewasa atau lymphoma pada
manusia yang terinfeksi.Selain itu, strain virus HTLV I juga berkaitan dengan tropical spastic paraparesis
yaitu suatu gangguan syaraf yang langka.Hal yang amat mengkhawatirkan, saat ini telah diketahui bahwa
HTLV ternyata berasal dari STLV purba yang menular antar spesies yang berbeda. Bahkan sebuah survei
yang dilakukan oleh Verschoor et al. (1998) terhadap 143 orangutan di Kalimantan Tengah menunjukkan
adanya dua ekor orangutan yang terinfeksi oleh virus HTLV I. Dengan demikian, peluang virus golongan
ini untuk menginfeksi manusia semakin besar. Gibbon ape leukemia virus (GaLV) juga dapat
mengakibatkan leukemia meskipun hewan yang dijangkiti masih tampak sehat. Virus ini dapat berpindah
antar spesies.Simian sarcoma virus, yang kemungkinan merupakan mutan dari GaLV diketahui
menginfeksi monyet wooly yang serumah dengan gibbon.Simian retrovirus Type D (SRV) terdiri dari
beberapa jenis virus.Virus ini biasanya menyerang monyet dan menyebabkan penurunan sistem kekebalan
tubuh.Namun, monyet yang terserang virus ini tetap terlihat sehat.Antibodi terhadap retrovirus tipe D telah
dilaporkan pada 2 dari 247 orang yang sehari-hari berhubungan dengan primata non manusia.
2. Lentivirus
Salah satu golongan lentivirus yang amat berbahaya adalah Simian immunodeficiency virus
(SIV).Virus ini berkerabat erat dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus).Virus HIV 1 berasal dari
strain SIV simpanse.Sedangkan virus HIV 2 berasal dari SIV sooty mangabeys.Ada sejumlah besar monyet
Afrika baik yang liar maupun tangkapan yang terinfeksi oleh SIV.Jenis strainnya berbeda-beda, sesuai
dengan jenis spesiesnya.Sebagian besar hewan yang terinfeksi oleh virus ini, tetap terlihat sehat.Primata
Asia bukanlah induk semang alami dari SIV. Dengan demikian, apabila terkena SIV, primata Asia
6
(termasuk orangutan) akan sangat mudah mengalami penurunan kekebalan tubuh. Saat ini ada 0.06% (2
dari 3123) manusia yang biasa bekerja dengan primata yang terinfeksi oleh virus ini.Satu di antara kedua
orang tersebut selanjutnya menunjukkan hasil uji serologi yang negatif, namun yang lainnya tetap
positif.Namun mereka berdua tidak menunjukkan gejala penyakit.
3. Spumaviruses
Spuma virus yang terdapat pada primata adalah Simian Foamy Virus (SFV).Virus ini banyak
ditemukan pada primata dunia baru maupun lama. Ada 3,7% atau 11 dari 296 orang yang biasa berhubungan
dengan primata telah terinfeksi oleh virus ini.
7
Siklus relikasi retrovirus dimulai dari periode setelah adsorpsi virus ke dalam sel inang sampai
terbentuknya partikel virus baru yang infeksius. Berikut ini adalah tahap-tahap yang terjadi pada
siklus replikasi retrovirus:
1. Penempelan
Interaksi virus-inang terjadi karena ada reseptor spesifik pada permukaan sel inang untuk
virus tersebut. Adanya reseptor spesifik ini dapat menjelaskan mengapa suatu virus hanya
menyerang ke suatu sel tertentu. Pada HIV, gp120 pada virus akan mengenali CD4 pada sel
limfosit atau makrofag.
8
Untuk virus yang berenvelop seperti HIV, protein envelop akan terinkorporasi ke dalam membran
sel, sementara RNA dan prekursor protein lainnya akan diassembly di dekat membran sel tersebut.
Selanjutnya akan terjadi proses budding (pelepasan virus-virus baru) dan dilanjutkan denganproses
maturasi dengan bantuan protease.
BAB III
9
PEMBAHASAN
Untuk memahami aspek klinis infeksi HIV diperlukan gambaran infektivitas virus ini, serta
patogenesisnya. Aspek klinik infeksi HIV ini tidak lain adalah pengetahuan mengenai spectrum
infeksi HIV di dalam klinik, yaitu gambaran serentetan kejadian dalam rentang perjalanan
alamiahnya. HIV mempunyai kemampuan untuk menginfeksi secara selektif sistem kekebalan dan
kemudian membuat tidak berdayanya sistem tersebut yang sebenarnya berfungsi untuk melindungi
badan terhadap kaum penyerang. Supresi sistem imunitas yang diakibatkan oleh infeksi HIV ini
menghasilkan defek pertahanan yang membuat badan menjadi amat rentan terhadap infeksi
oportunistik dan neoplasma. Defek imunitas ini agaknya progresif dan irreversibel mengakibatkan
angka kematian yang tinggi yang dapat mencapai 100% setelah beberapa tahun. Keistimewaan
infeksi HIV ini ialah adanya tropisme virus terhadap sel-sel dari sistem imun dan susunan saraf
pusat (SSP) yang hasilnya ialah supresi imunitas dan kelainan neuro-psikiatri.
10
1. HIV adalah sejenis retrovirus-RNA, semula dikenal sebagai human T lymphotropic virus
(HTLV III), juga sebagai lymphadenopathy associated virus (LAV) atau AIDS associated
retrovirus (ARV). Virus ini mempunyai persamaan dengan sejumlah keluarga
retrovirus lainnya, terutama dalam hal morfologi, biologi dan sifat molekuler misalnya
dengan simian T lymphotropic virus, (STLV) yang tidak patogenik untuk kera hijau Afrika
dan bahkan dapat diisolasi dari orang Afrika yang sehat.
HIV lazim juga disebut HIV I, untuk membedakannya dari HIV II yang telah ditemukan
sebagai hasil mutasi dari HIV ini. HIV II atau LAV II ini mempunyai reaktivitas serologic
yang sama dengan SLTV III, dan dapat diisolasi dari para penderita di Afrika yang
mempunyai sindrom klinis yang sulit dibedakan dari AIDS yang disebabkan oleh HIV.
2. Genom HIV
Dengan mikroskop electron, HIV terlihat mempunyai core berbentuk silindris,
mempunyai unsur-unsur struktural yang disebut gag-gene, yang memuat 2 buah molekul dari
genom virus. Core sentral ini dikelilingi oleh sebuah sampul, yang diperoleh waktu virion
menonjol dari permukaan sel yang terinfeksi. Dalam virus terdapat enzim-enzim yang
diperlukan untuk replikasi secara efisien, misalnya reverse transcryptase dan integrase.
3. Genom Provirus
Genom provirus sepanjang 10 kb, merupakan pembatas di ujung-ujung segmen yang
disebut (Long) terminal repeat sequences, yang memuat segmen-segmen berturut-turut untuk
replikasi HIV, gag, pol, env, masing-masing merupakan kode coreprotein, reverse
transcriptase, protease, endocnuclease, dan envelop glycoprotein dalam dan luar, dan beberapa
gen tambahan yang mempunyai fungsi mengatur seperti tat gene , berperan dalam
meningkatkan replikasi virus, trs/art gene juga mengatur sintesis HIV
11
Dasar utama imunopatogenesis infeksi HIV ialah kurangnya jenis limfosit T
helper/inducer yang mengandung marker CD4 (sel T4). Kelainan imunologis yang menyertai infeksi
HIV telah diketahui, tetapi hanya beberapa saja yang dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan
selektif pada T4. Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi imunologik, sehingga
kelainan-kelainan fungsional pada T4 akan menimbulkan tanda-tanda induktif ke bermacam-
macam jalur respons imunologik. Hal ini dapat menerangkan suatu paradox bahwa kelainan
selektif pada satu jenis sel saja dapat menyebabkan kelainan imunitas yang luas.
Human lmmunodeficiency virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang
asli merupakan partikal yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit karenanya mempunyai reseptor untuk virus HIV
yang disebut CD-4. Didalam sel lymfosit virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain
dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat di tularkan selama
hidup penderita tersebut. Padahal, genetika orang yang terinfeksi memainkan peran penting.
Sejumlah orang kebal terhadap beberapa galur HIV. Contohnya adalah orang dengan mutasi
CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada gen
penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi selT).
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4.
HIV mempunyai tropisme selektif terhadap sel T4, karena molekul CD4 yang terdapat pada
dindingnya adalah reseptor dengan afinitas yang tinggi untuk virus ini. Pada proses pathogenesis,
HIV menempel pada infosit sel induk melalui gp 120, sehingga akan terjadi fusi membrane HIV
dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Dalam sel induk, HIV
12
akan membentuk DNA HIV dari HIV melalui enzim integrasi kemudian akan membantu DNA
HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk. Setelah HIV mengikatkan diri pada molekul CD4,
virus masuk dan sampulnya lepas. Oleh enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar
dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang
bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur
hidup.
DNA virus yang diangap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA
dengan fasilitas sel induk, sedangkan MRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease
menjadi partikel HIV partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk
dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme pada sistem imun (imunosupersi) ini akan
menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.
Mekanisme masuknya HIV ke dalam sel target secara tepat belum diketahui. Diperkirakan
bahwa suatu endositosis dengan perantaraan reseptor berperan dalam proses ini. Baru-baru ini
didemonstrasikan bahwa untuk masuknya HIV diperlukan suatu fusi yang tidak tergantung pada
Ph (Ph independent) dari bagian gp41 sampul virus dengan membran sel. Diperkirakan bahwa
protein-protein lainnya dalam sel T4 mungkin juga diperlukan untuk internalizationdari virus.
Sekali masuk, RNA genom ditranskripsikan menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA
proviral yang dapat berbentuk linear atau sirkular terintegrasi ke dalam DNA kromosomal dari
tuan rumah dalam suatu proses yang bergantung pada suatu endonuclease yang dinyatakan oleh
gene pol dari HIV.
Hal yang tidak biasa dari infeksi HIV dibandingkan dengan kebanyakan retrovirus lainnya,
ialah akumulasi dari sejumlah besar DNA dalam virus yang tidak terintegrasi di dalam sel yang
terinfeksi. Pada sistem retroviral yang lain, fenomena ini biasanya disertai dengna suatu efek
sitopatik yang jelas. Hal ini diperkirakan merupakan faktor penting dalam peran sitopatik dari HIV.
Setelah integrasi dari provirus, infeksi dapat berupa suatu fase laten dengan pembatasan siklus
sampai sel yang terinfeksi tersebut teraktivasi. Sekali terjadi aktivasi sel, DNA proviral tersebut
mengtranskripsi RNA genom dari virus dan messenger RNA (m-RNA).
Sintesis protein dan pembentukan virus terjadi dengan cara budding dari virion yang telah matang
dan keluar dari permukaan sel.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya
tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
13
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak
sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV
tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi)
adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada
orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan
daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena
penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel
syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.
3. 5 Defisiensi Limfosit T4
14
Kelainan imunologis yang amat menyolok sebagai akibat infeksi HIV adalah defisiensi
limfosit T4 secara kuantitatif. Ditemukan bahwa hanya sejumlah kecil sel saja dalam darah perifer
penderita HIV mengandung virus pada suatu saat tertentu. Perlu dijelaskan bahwa kemungkinan
besar jumlah sel yang terinfeksi secara laten adalah jauh lebih banyak.
Kemungkinan bahwa ada mekanisme lain yang juga menyebabkan kekurangan sel T4,
misalnya HIV dapat menginfeksi stem cell T4 dan precursor sel T4. Hal ini akan menyebabkan
kekurangan produksi sel-sel yang matang. Mekanisme lainnya lagi dalam penurunan sel T4 adalah
ekskresi faktor-faktor yang toksis bagi limfosit T4 oleh sel-sel yang terinfeksi oleh HIV.
3. 7 Kelainan Sel B
Penderita infeksi HIV juga menunjukkan kelainan fungsi sel B nya. Hal ini terlihat dari
adanaya a.l: hipergamaglobulinemia, circulating immune complex, dan beberapa auto-antibodi.
Kelainan lain ialah ketidak-mampuan sel B untuk menunjukkan respons immunoglobulin (IgM)
terhadap tantangan antigenik.
3. 9 Monosit
Bukti-bukti semakin banyak bahwa monosit dan makrofag berperan besar
dalam penyebaran dan pathogenesis infeksi HIV. Sel-sel fagosit ini mampu “menggulung” virus.
Monosit tertentu mempunyai antigen CD4 pada permukaannya, sehingga dapat mengikatkan diri
15
pada sampul HIV. Monosit terbukti dapat juga terinfeksi oleh HIV, dan virus dapat diisolasi dari
monosit darah maupun jaringan-jaringan yang terinfeksi seperti dalam otak dan paru-paru.
Berdasarkan itu, maka monosit juga dianggap sebagai reservoir HIV. Monosit ternyata lebih
refrakter terhadap efek sitopatik dari HIV daripada sel T4, sehingga virus tidak saja dapat hidup
dalam sel ini, tapi dapat juga diangkut keberbagai organ tubuh seperti paru-paru dan otak. Fungsi
monosit yang terganggu adalah chemotaxis dan gangguan pembasmian organisme tertentu.
16
infeksi di sini lebih menunjukkan pola organisme penyeebab yang secara endemic ada di benua
itu, misalnya: TBC, cryptococcosis dan cryptosporodiosis.
Agaknya spektrum klinik senantiasa meluas, makin lama perjalanan AIDS, makin banyak
terdapat perbedaan gambaran klinik dibandingkan dengan yang berada pada tahap ini. Fenomena
klinik yang tergolong baru ialah tumor-tumor lain dan kelainan neurologis. Kondisi lainnya, yang
dianggap sebagai bagian dari tahap akhir (endstage) adalah penumonitis limfoid interstitial,
hepatitis granulomatis dan enteropatia
Median Survival
Rata-rata waktu bertahan penderita setelah diagnosis inisial agaknya ditentukan oleh gejala yang
timbul dan ditentukan juga jumlahnya. Median survival
di USA dibandingkan dengan di Inggris adalah:
-Sarcoma Kaposi : USA 31 bulan, UK 21,2 bulan
- Pneumonia Pneumocytis carinii: USA 9 bulan, UK 12,5 bulan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Virus menyerang sel inang dan mengubahnya menjadi mesin virus-pembuat. Biasanya, sel
inang terbunuh dalam proses ini. Retrovirus tidak membunuh sel inang pada awalnya karena
17
mereka dapat memasukkan genom mereka ke dalam genom inang. Proses ini disebut transkripsi
balik dan dilakukan oleh protein virus reverse transcriptase. Dalam kasus HIV, protein virus
integrase kemudian memasukkan DNA HIV ke dalam DNA inang. Protein host membuat salinan
DNA virus. Namun, ada banyak protein HIV terkait bersama-sama. Ini adalah masalah karena
protein ini tidak fungsional sampai mereka dipotong terpisah oleh protease. Reverse transcriptase,
integrase, dan protease yang dikemas dengan RNA genom HIV menjadi virion. Protein HIV lain
membuat sisa virion. Pintu keluar virion HIV host menurut tunas. Proses ini membutuhkan sedikit
membran inang dengannya tetapi tuan rumah bertahan hidup untuk membuat HIV baru.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah nama untuk virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia virus ini terus bertambah banyak hingga
menyebabkan sistem kekebalan tubuh tidak sanggup lagi melawan virus yang masuk.
18
KELEBIHAN DARI MAKALAH INI :
19
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2009. Pusat Promosi Kesehatan (Sehat dan Positif Untuk ODHA) .
Jakarta
ghie.wordpress.com/2007/02/01/asal-usul-hivaids
20