Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN B3

PENGOLAHAN LIMBAH B3

Dosen Pembimbing :

Fitri Rokhmalia, SST., M.KL

Disusun Oleh :
1. Lutfi Yasinta Y P27833116007
2. Riska Safitri P27833116012
3. Firly Oktaviani P27833116013
4. Silvi Maharani P27833116015
5. Wahyu Lailatul F P27833116021
6. Atiyatus Eka P P27833116023
7. Lailul Fitriani P27833116027
8. Lovina Cahyaningtyas P27833116028
9. Faikoh Kurratun F P27833116038
10. Lisa Afida R P27833116046
11. Ayu Ika N F P27833116048

PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

SEMESTER IV

2018

Page | i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-Nya,
sehingga makalah mengenai Pengolahan Limbah B3 ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih
kami sampaikan kepada Ibu Fitri Rokhmalia, SST., M.KL selaku dosen mata kuliah Pengelolaan
B3 yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa kami juga
berterimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini kami susun dengan dasar tugas Pengelolaan B3 untuk membuat makalah dan
mempresentasikan materi mengenai Pengolahan Limbah B3. Dengan makalah ini diharapkan
mahasiswa dapat mengenali dan memanfatkan pengetahuan sesuai dengan kekhasannya masing-
masing.

Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, namun tetap
besar harapan kami materi yang akan kami berikan dapat bermanfaat, dan memberi wawasan serta
pengetahuan baru bagi pembacakhususnya para mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Surabaya. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 25 Maret 2018

Penyusun

Page | ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2

1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limbah B3 ....................................................................................... 3

2.2 Teknologi Pengolahan Limbah B3 .................................................................... 4

2.3 Tata Cara Perizinan Pengolahan Limbah B3 ..................................................... 8

2.4 Tata Cara Rencana Uji Pengolahan Limbah B3 ................................................ 10

2.5 Standar Pelaksanaan Pengolahan Limbah B3 .................................................... 15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 17

3.2 Saran .................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... iv

Page | iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa pembangunan sebagai
upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan
batin. Adanya kegiatan pembangunan yang semakin meningkat sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan hidup selalu mengandung resiko pencemaran dan perusakkan lingkungan hidup,
sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Oleh
karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi
lingkungan hidup.
Menurut PPRI No. 12 Tahun 1995 tentang Pengelolaan B3 yang dimaksud dengan limbah
B3 disini adalah “setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan /atau beracun yang karena
sifat dan /atau konsentrasinya dan /atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak dan /atau mencemarkan lingkungan hidup dan /atau membahayakan.”. Dampak yang
ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan sangat besar dan dapat bersifat
akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan
jaring-jaring rantai makanan. Mengingat besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah
berusaha untuk mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
Lingkungan yang telah tercemar dan rusak, akan menimbulkan dan meningkatkan biaya
eksternalitas yang harus ditanggung oleh masyarakat. Kondisi demikian rawan sekali terhadap
resiko timbulnya konflik sosial, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian dari industri itu
sendiri (Setiyono, 2001)
Untuk menghindari terjadinya kerusakkan lingkungan tersebut perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan
nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini
dan generasi masa depan. Salah satu komponen penting agar pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan dasar-dasar kebijaksanaan dan berwawasan lingkungan adalah dengan diberlakukannya
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai landasan dalam pelaksanaan operasional
di lapangan (Setiyono, 2001)

Page | 1
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah proses pengolahan Limbah B3?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran serangkaian proses pengolahan limbah B3 yang dihasilkan


oleh penghasil limbah.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pengolahan limbah B3.

2. Untuk mengetahui proses/cara pengolahan limbah B3.

3. Untuk mengetahui tata cara perizinan pengolahan limbah B3.

4. Untuk mengetahui tata cara rencana uji pengolahan limbah B3.

5. Untuk mengetahui standar pelaksaan pengolahan limbah B3.

1.4 Manfaat

Sebagai bahan informasi untuk menambah ilmu pengetahuan utamanya dibidang


Kesehatan Lingkungan khususnya pada pengolahan limbah B3 serta dapat menjadi bacaan
atau perbandingan bagi penulisan selanjutnya.

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Limbah B3

Menurut PP No.101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Bahan berbahaya beracun (B3) adalah Zat, energi,dan atau komponen lain yang karena sifat
,konsentrasi dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan
hidup,kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,


pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan atau penimbunan. Sedangkan
pengolahan limbah B3 sendiri yaitu suatu proses yang bertujuan untuk mengurangi, memisahkan,
mengisolasi dan/atau menghancurkan sifat/kontaminan yang berbahaya.

Sumber limbah B3 menurut PP No.101 tahun 2014 berasal dari:

a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik


b. Limbah B3 dari B3 kadaluarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi
produk yang akan di buang, dan bekas kemasan B3
c. Lmbah B3 dari sumber spesifik meliputi
1. Limbah B3 dari sumber spesifik Umum
2. Limbah B3 dari sumber spsifik Khusus

Page | 3
2.2 Teknologi Pengolahan Limbah B3

Menurut PPRI No. 101 Tahun 2014 yang dimaksud Pengolahan Limbah B3 adalah proses
untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. Proses pengolahan
limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara
kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi. Sedangkan pengolahan
secara biologi umumnya dilakukan dengan Bioremediasi.

1. Pembakaran (Inceneration)
Dapat diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun saat melakukan
pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak
mencemari udara. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis
sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya dimana pathogen dan
racun kimia bisa hancur dengan temperature tinggi (Nezla, 2016)

Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat
karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke
bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk
panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan dimana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil (Nezla, 2016).

Menurut Nezla Anisa (2016), abu yang dihasilkan dari proses pembakaran bisa
digunakan untuk bahan bangunan, dibuat bahan campuran kompos, atau dibuang ke
landfill. Proses ini berlngsung melalui 3 tahap, yaitu:
a. Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah
menjadi kering yang akan siap terbakar.
b. Selanjutnya, terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna , dimana
temperatur belum terlalu tinggi.
c. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.

Page | 4
Terdapat 3 parameter utama dalam operasi incinerator yang harus diperhatikan,
yaitu:

a. Temperature (suhu) : temperature yang ideal untuk limbah B3 tidak kurang dari
800oC
b. Time (waktu) : biasanya sekitar 2 detik pada fase gas, sehingga terjadi
pembakaran sempurna
c. Turbulensi : limbah harus kontak sempurna dengan oksigen. Incinerator besar
diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat bergerak, sedang incinerator
kecil (modular) tungkunya adalah statis.

Aspek penting dalam insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis incinerator
tersebut, rotary kiln memiliki kelebihan. Karena alat tersebut dapat mengolah limbah
padat, cair, dan gas secara simultan (Nezla, 2016).

2. Pendinginan Secara Kimia (Chemical Conditioning)


Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama
dari chemical conditioning ialah:
a. menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
b. mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
c. mendestruksi organisme patogen
d. memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki
nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digesti
e. mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan

Page | 5
Menurut Latar Muhammad Arief (2013), Chemical conditioning terdiri dari beberapa
tahapan sebagai berikut:

a. Peningkatan Konsentrasi (Concentration thickening)


Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara
meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah
gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan
awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya.
Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan
limbah menggunakan proses flotasi pada tahapan awal ini.

b. Perawatan, Stabilisasi, dan Pendinginan (Treatment, stabilization, and


conditioning)
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan
patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia,
fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses
pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara
fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara
pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses
destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada
tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.

c. Penyiraman dan Pengeringan (De-watering and drying)


Proses De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan
ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed,
filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

Page | 6
d. Pemusnahan (Disposal)
Ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum
limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, we air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan
akhir limbah B3 umunya adalah sanitary landfill, crop land, atau injection well.

3. Solidifikasi/Stabilisasi (Solidification/Stabilization)

Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat


diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai
proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap
mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat
dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus


dalam matriks struktur yang besar.
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorption, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbtion, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain
yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan


bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ
mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

Page | 7
4. Biodegradasi pencemar

Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi /


mengurai limbah B3. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan
tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak
kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Dan
vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-
bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran
oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan dengan metode Kimia
atau Fisik. Kekurangannya kedua proses tersebut merupakan proses alami sehingga
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala
besar (Ninin, 2012).

2.3 Tata Cara Perizinan Pengolahan Limbah B3


Seperti yang tercantum dalam Permen LH No. 18 Tahun 2009 bahwa setiap orang yang
menghasilkan Limbah B3 untuk memperoleh izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3 harus mengajukan permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3 secara tertulis kepada Menteri. Permohonan izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 harus dilengkapi dengan persyaratan yang
meliputi:
1. Salinan Izin Lingkungan;
2. Salinan persetujuan pelaksanaan uji coba Pengolahan Limbah B3;
3. Identitas pemohon;
4. Akta pendirian badan hukum;
5. Dokumen pelaksanaan hasil uji coba Pengolahan Limbah B3;
6. Dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan
diolah;
7. Dokumen mengenai tempat Penyimpanan Limbah
8. Dokumen mengenai pengemasan Limbah

Page | 8
9. Dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
Pengolahan Limbah B3;
10. Dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan penolong berupa
Limbah B3 untuk campuran Pengolahan Limbah B3;
11. Prosedur Pengolahan Limbah B3;
12. Bukti kepemilikan atas dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup dan dana penjaminan Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup; dan
13. Dokumen lain sesuai peraturan perundang undangan.

Menteri setelah menerima permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan


Pengolahan Limbah B3 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi
permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. Setelah permohonan
dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja.
Dalam hal hasil menunjukkan:
1. Permohonan izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak hasil verifikasi diketahui; atau
2. Permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 disertai dengan alasan
penolakan.

Penerbitan izin diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 1 (satu)
hari kerja sejak izin diterbitkan. Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah
B3 berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dan permohonan perpanjangan izin
pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan pengolahan limbah B3 diajukan secara tertulis kepada
Menteri paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin berakhir. Adapun
Permohonan perpanjangan izin dilengkapi dengan:
1. Laporan pelaksanaan Pengolahan Limbah B3;
2. Salinan Izin Lingkungan;
3. Salinan persetujuan pelaksanaan uji coba Pengolahan Limbah B3;

Page | 9
4. Identitas pemohon;
5. Akta pendirian badan hukum; f. Dokumen pelaksanaan hasil uji coba Pengolahan
Limbah B3;
6. Dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan
diolah;
7. Dokumen mengenai tempat Penyimpanan Limbah;
8. Dokumen mengenai pengemasan Limbah B3
9. Dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
Pengolahan Limbah B3
10. Dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan penolong berupa
Limbah B3 untuk campuran Pengolahan Limbah B3;
11. Prosedur Pengolahan Limbah B3; dan
12. Bukti kepemilikan atas dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup dan dana penjaminan Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup.

2.4 Tata Cara Rencana Uji Pengolahan Limbah B3


A. Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar
penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan
disyaratkan :
1. Merupakan daerah bebas banjir, dan
2. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50meter.

Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah :


1. Merupakan daerah bebas banjir
2. Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk
jalan lainnya;
3. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah
sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan
dan pendidikan;

Page | 10
4. Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang
surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk;
5. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan
lindung dan lain-lainnya) (Tyo, 2017).

B. Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3


Dalam pengoperasian limbah B3 harus menerapkan sistem operasi yang meliputi:
a. Fasilitas Sistem Keamanan
Dalam PP No. 101 Tahun 2014, sistem keamanan yang diterapkan dalam
pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus :
1. Memiliki sistem penjagaan 24 jam yang memantau, mengawasi dan mencegah
orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi;
2. Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai dan suatu
sistem untuk mengawasi keluar masuk orang dan kendaraan melalui pintu
gerbang maupun jalan masuk lain;
3. Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10 meter dengan tulisan
“Berbahaya” yang dipasang pada unit/bangunan pengolahan dan penyimpanan,
serta tanda “Yang Tidak Berkepentinan Dilarang Masuk” yang ditempatkan di
setiap pintu masuk ke dalam fasilitas dan pada setiap jarak 100 meter di
sekeliling lokasi;
4. Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar lokasi.

b. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran


Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak terduga di fasilitas
pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus:
1. Memasang sistem arde (Electrikal Spark Grounding).
2. Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10 meter, dengan
tulisan: “Awas Berbahaya”, “Limbah B3 (mudah terbakar, …, dan lain-
lain). Dilarang Keras Menyalakan Api Atau Merokok !”.
3. Memasang peralatan pedeteksi bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis
selama 24 jam terus menerus, berupa :

Page | 11
(a) Alat deteksi peka asam (smoke sensing alarm), dan
(b) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm).
4. Tersediannya sistem pemadam kebakaran yang berupa :
(a) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan bahan pemadam air,
busa, gas atau bahan kimia kering, dengan jumlah mutu sesuai kebutuhan;
(b) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas minimum 10 kg untuk setiap
100 m2 dalam ruangan.
5. Menata jarak atau lorong antara kontainer – kontainer yang berisi limbah B3
minimum 60 cm sehingga tidak mengganggu gerakan orang, peralatan
pemadam kebakaran, peralatan pengendali/pencegah tumpahan limbah, dan
peralatan untuk menghilangkan kontaminasi ke semua arah di dalam lokasi.
6. Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai sehingga mobil
pemadam kebakaran mempunyai akses menuju lokasi kebakaran (Tyo, 2017).

c. Sistem pencegahan Tumpahan Limbah


1. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana, dokumen dan
petunjuk teknis operasi pencegahan tumpahan limbah B3 yang meliputi :
(a) Pemeriksaan Mingguan terhadap fasilitas pengolahan, dan
(b) Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja selama 24 jam dan yang
akan memberi tanda bahaya sebelum terjadi tumpahan/luapan limbah (level
control).
2. Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang terjadi, seperti
malfungsi, kerusakan, kelalaian operator, kebocoran atau tumpahan yang dapat
menyebabkan terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan.
Program ini juga harus menyangkut terlepasnya limbah dari fasilitas
pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut mekanisme
tanggap darurat.
3. Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik tumpahan limbah B3 (PP No. 101, 2014).

Page | 12
d. Sistem Penangulangan Keadaan Darurat
Menurut PP No. 18 Tahun 1999, fasilitas pengolahan limbah B3 harus
mempunyai sistem untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi.
Persyaratan minimum untuk sistem tanggap darurat antara lain:
1. Ada koordinator penanggulangan keadaan darurat, yang bertanggungjawab
melaksanakan tindakan-tindakan yang harus diakukan sesuai dengan prosedur
penanganan kondisi darurat yang terjadi;
2. Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada :
(a) Tim penangulangan keadaan darurat
(b) Dinas pemadam kebakaran
(c) Pihak kepolisian
(d) Ambulan dan pelayanan kesehatan
(e) Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat
(f) Aparat pemerintah terkait setempat;
3. Memiliki prosedur evakuasi bagi seluruh pekerja fasilitas pengolahan limbah
B3.
4. Mempunyai peralatan penanggulangan keadaan darurat;
5. Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh stafpenanggulangan
keadaan darurat di lokasi, dan sesuai dengan jenis limbah B3 yang ditangani di
lokasi tersebut;
6. Memiliki prosedur tindakan darurat pengangkutan;
7. Menetapkan prosedur untuk penutupan sementara fasilitas pengolahan;
8. Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam penanggulangan keadaan darurat
yang dilakukan minimal dua kali dalam setahun.

e. Sistem Pengujian Peralatan


1. Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan perlengkapan
pendukung operasi harus diuji minimum sekali dalam setahun;
2. Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang memuat hasil uji
coba penanganan sistem keadaan darurat. Informasi tersebut harus selalu
tersedia di lokasi fasilitas pengolahan limbah B3 (Tyo, 2017).

Page | 13
f. Pelatihan Karyawan
Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala kepad karyawan yang
meliputi :
1) Pelatihan dasar, diantaranya:
a. Pengenalan limbah; meliputi jenis limbah, sifat dan karakteristik serta
bahayannya terhadap lingkungan dan manusia, serta tindakan
pencegahannya;
b. Peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan penggunaannya;
c. Pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran, ledakan, tumpahan,
matinya listrik, evakuasi, dan sebagainnya;
d. Prosedur inspeksi;
e. Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
f. Peralatan keselamatan kerja (K3);
g. Peraturan perundangan-undangan tentang pengolahan limbah B3.

2) Pelatihan khusus
a. Pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan penunjangnya;
b. Pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penujangnya;
c. Laboratorium;
d. Dokumentasi dan pelaporan;
e. Prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan.

g. Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah


Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa
kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan
prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut. Setelah
kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung
dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah
menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas
dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan (PPRI No. 101,
2014)

Page | 14
2.5 Standar Pelaksanaan Pengolahan

Dalam PPRI No. 101 Tahun 2014 telah dijelaskan bahwa Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah
B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses
pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi,
dan insenerasi.

Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3
dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya.
Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah watak fisik dan
kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3
ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Sedangkan
proses pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung
di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.

Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasari atas evaluasi
kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan, operasi dari teknologi yang
digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah
atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.

Page | 15
Hal tersebut tentunya didasari oleh beberapa peraturan yang bertujuan untuk memenuhi kriteria
maupun persyaratan pengolahan limbah B3. Satandar-standar yang digunakan dalam hal mengatur
pelaksanaan pengolahan B3, antara lain:

a. PP PP 101/2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3


b. Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1693 K/34/Mem/2001
Tanggal 22 Juni 2001 Tentang Pelaksanaan Pabrikasi Pelumas Dan Pengolahan Pelumas
Bekas Serta Penetapan Mutu Pelumas Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineralpasal 7
c. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1995 Tentang : Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi Dan Tanah Terkontaminasi Oleh
Minyak Bumi Secara Biologis

Page | 16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,


pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan atau penimbunan.
2. Teknologi pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi
3. Teknologi pengolahan limbah B3 secara fisik dapat melalui: insinerasi (pembakaran) dan
concentration thickening
4. Teknologi pengolahan limbah B3 secara kimia dapat melalui: chemical Conditioning dan
solidification/Stabilization
5. Pengolahan limbah b3 secara biologis adalah composting, land treatment, biodegradasi
pencemar, anaerobik dan aerobik
6. Kegiatan Pengolahan Limbah B3 harus mengajukan permohonan izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 secara tertulis kepada Menteri
7. Penolahan limbha memiliki tata cara tersendiri agar pengolahan tersebut aman bagi
lingkungan maupun bagi makhluk hidup disekitarnya
8. Satandar pengolahan limbah B3 telah diatur dalam perundang-undangan yang mengatur
tentang pengolahan limbah B3

3.2 Saran

Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui pentingnya pengolahan limbah B3, oleh
sebab itu perlu adanya penanganan limbah B3 yang baik dan serius sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Serta perlu adanya sanksi bagi penghasil limbah B3 yang
membuang limbahnya tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu, dimana kegiatan tersebut
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan berdampak buruk bagi kesehatan.

Page | 17
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Nezla. 2016. Insinerasi Sebagai Alat Alternative dalam Teknologi Pengolahan Limbah.
Universitas Malahayati Bandar Lampung.
Arief, Latar Muhammad. 2013. Pengolahan Limbah B3. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Esa Unggul.
Gusdini, Ninin. 2012. Pengelolaan Limbah B3. Fakultas Teknik Universitas Sahid Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03/Bapelda/09/1995 Tentang


Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 04/Bapelda/09/1995 Tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Setiyono. 2001. Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 2
(No.1) : 72-77.
Tyo. 2017. Pengolahan Limbah B3: Pengertian, Contoh dan Cara Pengolahannya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

Page | iv

Anda mungkin juga menyukai