Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN PENDIDIKAN UPAYA

PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Makalah dan Presentasi


Mata Kuliah Profesi Kependidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Yang Diampu oleh Bapak Drs. Carnoto, M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 9:

1. LINA HERLINAWATI 842020112047


2. NIA NURFAUZIAH 842020112054

SEMESTER/KELAS : IV/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA INDRAMAYU
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke Hadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan
hidayahNya makalah yang berjudul “Perubahan Pendidikan Upaya Peningkatan Sumber
Daya Manusia” dapat diselesaikan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., dan semoga kita dapat syafa’atnya di
yaumul qiyamah. Aamiin.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing serta dosen mata
kuliah Profesi Kependidikan yakni bapak Drs. Carnoto, M.Pd., yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan makala ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak
lain seperti rekan-rekan mahasiswa kelas IV/B yang membantu kami secara langsung
maupun tidak langsung.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pembuatan makalah dan presentasi
dalam mata kuliah Profesi Kependidikan dengan pokok bahasan perubahan pendidikan
upaya peningkatan sumber daya manusia.
Kami sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kritik dan sarannya yang membangun sangat kami harapkan agar dapat berbuat
lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Dengan penyusunan makalah ini semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Indramayu, April 2014


Penyusun,

Kelompok 9 (IV/B)
Pendidikan Matematika
DAFTAR ISI

1. COVER .................................................................................................................. i
2. KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
3. DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3
1.4. Ruang Lingkup .............................................................................................. 3
1.5. Sistematika Penulisan ................................................................................... 3

BAB II METODE PENULISAN ........................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................... 6


1. Pendidikan sebagai Proses Pembebasan ........................................................ 6
2. Pendidikan sebagai Proses Pencerdasan ........................................................ 8
3. Pendidikan Menjunjung Tinggi Hak-hak Anak ............................................. 8
4. Pendidikan menghasilkan Tindak Perdamaian .............................................. 9
5. Pendidikan Anak Berwawasan Intregatif ....................................................... 9
6. Pendidikan Membangun Watak Persatuan .................................................... 9
7. Pendidikan Menghasilkan Manusia Demokratis ............................................ 10
8. Pendidikan Menghasilkan Manusia yang Peduli Lingkungan ....................... 10
9. Sekolah Bukan Satu-satunya Instrumen Pendidikan ...................................... 10

BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 12


4.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 12
4.2. Saran ............................................................................................................... 12

4. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan.
Secara makro, faktor-faktor masukan pembangunan, seperti sumber daya alam, material dan
finansial tidak akan memberi manfaat secara optimal untuk perbaikan kesejahteraan rakyat bila
tidak didukung oleh memadainya ketersediaan faktor SDM, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai negara maju adalah, bahwa kemajuan yang dicapai oleh
bangsa-bangsa di negara-negara tersebut didukung oleh SDM yang berkualitas. Jepang, misalnya,
sebagai negara pendatang baru (late comer) dalam kemajuan industri dan ekonomi memulai upaya
mengejar ketertinggalannya dari negara-negara yang telah lebih dahulu mencapai kemajuan
ekonomi dan industri (fore runners) seperti Jerman, perancis dan Amerika dengan cara memacu
pengembangan SDM (Ohkawa dan Kohama 1989).
Pengembangan SDM pada intinya diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitasnya, yang
pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas. Hasil berbagai studi menunjukkan, bahwa
kualitas SDM merupakan faktor penentu produktivitas, baik secara makro maupun mikro. Sumber
Daya Manusia (SDM) secara makro adalah warga negara suatu bangsa khususnya yang telah
memasuki usia angkatan kerja yg memiliki potensi untuk berperilaku produktif (dengan atau tanpa
pendidikan formal) yg mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan keluarganya yang
berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat di lingkungan bangsa atau negaranya.
Kualitas SDM Makro sangat dipengaruhi oleh kualitas kesehatan (fisik dan psikis), kualitas
pendidikan informal dan formal (yang berhubungan dengan keterampilan atau keahlian kerja),
kepribadian terutama moral/agama, tingkat kesejahteraan hidup dan ketersediaan lapangan kerja
yang relevan.
Dalam konteks mikro, Sumber Daya Manusia adalah manusia/orang yang bekerja di
lingkungan sebuah organisasi yang disebut pegawai, karyawan, personil, pimpinan/manajer,
pekerja, tenaga kerja, majikan buruh, dll. Di lingkungan organisasi bidang pendidikan adalah
semua pegawai administratif, pendidik/guru, dosen serta tenaga kependidikan lainnya.
Dalam kenyataannya manusia (SDM) dengan organisasi sebagai wadah untuk mewujudkan
hakikat kemanusiaan dan untuk memenuhi kebutuhan (need) manusia memiliki hubungan yang
sangat/kuat. Hubungan tersebut sebagai berikut :
a. Manusia membutuhkan Organisasi membutuhkan
organisasi manusia.
b. Manusia penggerak Tanpa manusia organisasi
organisasi tidak akan berfungsi
c. Manusia berorgani- Semua kebutuhan manusia
sasi utk memenuhi merupakan obyek
kebutuhannya organisasi
Oleh karena itu SDM diperlukan oleh setiap institusi kemasyarakatan dan organisasi.
Berbagai institusi kemasyarakatan, seperti institusi keluarga, institusi ekonomi, dan institusi
keagamaan, SDM merupakan unsur penting dalam pembinaan dan pengembangannya. Demikian
pula dalam organisasi, SDM berperan sangat penting dalam pengembangannya, terutama bila
diinginkan pencapaian tujuan yang optimal. Bila tujuan akhir setiap kegiatan pembangunan, baik
dalam konteks makro maupun mikro, adalah peningkatan taraf hidup, maka optimalisasi
pencapaian tujuan itu adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia secara optimal. Berdasarkan
konsep di atas, dukungan SDM yang berkualitas sangat menentukan keoptimalan keberhasilan
pencapaian tujuan itu.
Kualitas SDM ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, di antaranya kesehatan
dan kemampuan. Faktor kemampuan sebagai salah satu faktor penentu kualitas SDM bisa
dikembangkan di antaranya melalui pendidikan. Jadi, pendidikan merupakan suatu upaya dalam
proses pengembangan SDM (Maginson, Joy Mattews, dan Banfield, 1993).

1.2. RUMUSAN MASALAH


Setelah melihat dan membaca latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan
masalahnya yaitu tentang bagaimana upaya perubahan pendidikan yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sumber daya manusia (SDM).

1.3. TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana
upaya perubahan pendidikan yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sumber daya
manusia (SDM).

1.4. RUANG LINGKUP


Makalah ini akan membahasan mengenai perubahan pendidikan upaya peningkatan sumber
daya manusia (SDM), diantaranya sebagai berikut:
10. Pendidikan sebagai Proses Pembebasan
11. Pendidikan sebagai Proses Pencerdasan
12. Pendidikan Menjunjung Tinggi Hak-hak Anak
13. Pendidikan menghasilkan Tindak Perdamaian
14. Pendidikan Anak Berwawasan Intregatif
15. Pendidikan Membangun Watak Persatuan
16. Pendidikan Menghasilkan Manusia Demokratis
17. Pendidikan Menghasilkan Manusia yang Peduli Lingkungan
18. Sekolah Bukan Satu-satunya Instrumen Pendidikan

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN


Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup,
dan sistematika penulisan makalah. Meliputi:
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Sistematika Penulisan

BAB II METODE PENULISAN


Bab ini berisikan metode penulisan dalam membuat makalah ini. Metode penulisan tersebut
meliputi metode pustaka dan diskusi.

BAB III PEMBAHASAN


Bab ini membahas mengenai bagaimana upaya perubahan pendidikan yang dapat dilakukan
dalam rangka peningkatan sumber daya manusia (SDM). Meliputi:
1. Pendidikan sebagai Proses Pembebasan
2. Pendidikan sebagai Proses Pencerdasan
3. Pendidikan Menjunjung Tinggi Hak-hak Anak
4. Pendidikan menghasilkan Tindak Perdamaian
5. Pendidikan Anak Berwawasan Intregatif
6. Pendidikan Membangun Watak Persatuan
7. Pendidikan Menghasilkan Manusia Demokratis
8. Pendidikan Menghasilkan Manusia yang Peduli Lingkungan
9. Sekolah Bukan Satu-satunya Instrumen Pendidikan

BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan hasil pembahasan dan saran atas pembahasan mengenai perubahan
pendidikan upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM). Meliputi:
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB II
METODE PENULISAN

Metode penulisan adalah metode atau cara yang digunakan atau dipakai dalam
pengambilan suatu obyek penelitian yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan berbentuk
makalah atau karya tulis atau karya ilmiah. Metode penulisan yang dipakai dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Metode Pustaka,
yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan alat yang berupa buku dan informasi dari internet.
2. Diskusi,
yaitu suatu pertemuan guna mendapatkan data dengan cara bertukar pikiran dengan teman.
BAB III
PEMBAHASAN

Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) kita dan
jati diri bangsa dalam mengembangkan demokrasi dan memupuk persatuan bangsa atau sebuah
pertanyaan yang sering terlontarkan, terkesan bernada klise, tetapi memiliki jangkauan yang dalam.
Untuk membahas masalah ini, kita perlu menawarkan beberapa perubahan pendidikan
untuk menigkatkan SDM, di antaranya: (1) pendidikan sebagai proses pembelengguan atau proses
pembebasan, (2) pendidikan sebagai proses pembodohan atau proses pencerdasan (3) pendidikan
sebagai proses perampasan hak anak-anak atau justru menjunjung tinggi hak anak-anak, (4)
pendidikan menghasilkan tindak kekerasan atau menghasilkan tindak perdamaian, (5) pendidikan
anak berwawasan integratif, (6) pendidikan membangun watak persatuan, (7) pendidikan
menghasilkan manusia demokratis, (8) pendidikan menghasilkan manusia apatis terhadap
lingkungan atau responsive dan peduli terhadap lingkungan, serta (9) pendidikan hanya terjadi di
sekolah atau bisa terjadi dimana-mana.

1. Pendidikan sebagai Proses Pembebasan


Manusia bukan terlahir langsung dalam kepribadian modern, bodoh adalah bawaan asli
manusia tercipta, bahkan Nabi Muhammad SAW., yang menjadi utusan Allah SWT., sendiri
sebelum menerima wahyu adalah ummi (buta huruf). Namun dalam prosesnya, manusia dituntut
untuk mengetahui. Hanya dengan pengetahuanlah manusia bisa menjalankan fungsi
kemanusiaanya, maka tidak salah kalau utusan Allah SWT., Nabi Muhammad mewajibkan
umatnya berproses dan menceburkan diri dalam kapasitas pendidikan ketika mulai menyatu dalam
kandungan sang ibu hingga kuburan mau digali. Indikasi ini mengisyaratkan bahwasanya manusia
sendiri tak ada batas dalam berproses dan tak akan menemukan titik penghujung sentral pendidikan
selain kematian hingga menggugurkan kewajibannya dalam pendidikan. Disamping itu, manusia
juga tidak terbelenggu oleh jarak dalam berproses, baik di negara kelahiran atau pergi keluar manca
negera, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah dalam haditsnya, “carilah ilmu sampai ke
negeri Cina”.
Manusia sendiri pada dasarnya adalah makhluk yang bebas, ia terlahir ke dunia dalam
keadaan telanjang, tanpa ada satu ikatanpun yang memasungya. Dengan ketelanjangannya itu
menandakan bahwa manusia adalah makhluk yang merdeka dan bebas menentukan pilihanya, yang
pada akhirnya menuntun manusia itu menjadi diri sendiri, sendiri pada subyektifitas bukan
obyektifitas yang hanya memasungnya.
Manusia dibekali kemampuan untuk merefleksikan dirinya sebagai ”ego” dan
merefleksikan apa yang ada dihadapannya sebagai “bukan ego”. Dengan potensi panca indera dan
kelengkapan fisiknya manusia sanggup bergaul dengan dunianya, hingga menghasilkan hubungan
dengan sesamanya sebagai subyek dan dunia sebagai obyek.
Bagi sebagian besar manusia (mahasiswa), pendidikan dimaknai dengan ijazah, perstise,
dan kerja, padahal dari itu semua ada yang lebih penting bahwa pendidikan adalah alat perlawanan,
karena pada hakekatnya pendidikan adalah “membebaskan”. Membebaskan dari penindasan
kebodohan, baik yang ada pada diri manusia atau kebodohan orang lain. Pendidikan tidak menahan
mahasiswa untuk mencari ijazah, tapi ijazah sering memaksa mahasiswa untuk bertahan dibangku
kuliah, meskipun bangku kuliah tidak jarang memberatkan mahasiswa.
Sebagai mana yang dikatakan Paulo Freire dalam salah satu bukunya tentang pendidikan
yaitu, ”Pada dasarnya manusia terbagi dua golongan, tertindas dan golongan penindas. Sebagai
golongan penindas harus dilakukakan perubahan mendasar, karena kaum penindas sudah barang
tentu dan mustahil memberikan pembebasan, dan mereka selalu menyiapkan pembenaran–
pembenaran atas status quo (keadaan tetap pada suatu saat tertentu). Kaum penindas paling jauh
hanya akan memperlunaknya dengan konsensi-konsesi kebebasan sedikit dan karitatif. Karenanya,
kaum tertindas harus mengubah diri dari manusia yang berada bagi keuntungan si penindas
(being for others) menjadi subjek-subjek yang bereksistensi bagi diri sendiri (being for
themselves)”.
Sedangkan menurut Ali Maksum & Luluk Yunan Ruhendi, pendidikan yang membebaskan
adalah upaya untuk memperoleh pengetahuan dan menjadi proses transformasi yang diuji dalam
kehidupan nyata (Paradigma Pendidikan universal di era modern dan post modern, hlm. 178)
Oleh karenanya, pendidikan bagi kaum tertindas haruslah dirancang sebagai perlawanan
yang membebaskan mereka. Metodologi mengenai hal ini dimaksudkan untuk mengelola
bagaimana penindasan dapat berpartisipasi langsung dalam pendidikan seperti ini. Metode
pendidikannya bersifat aktif dan bersifat pasif dan secara tidak langsung merefleksikan apa yang
terjadi dalam dunia nyata. Ini dikarenakan, manusia adalah makhluk eksistensial yang ada dalam
dan bersama dunia. Interaksi dengan dunia adalah wadah atau tempat perenungan manusia. ini lah
yang oleh Paolo Freire sebagai proses pembebasan. Lalu yang jadi pertanyaan sudahkah
pendidikan kita menjadi alat pembebas?

2. Pendidikan sebagai Proses Pencerdasan


Banyak pihak yang mengecam pendidikan kita dirasakan sebagai sebuah proses
pembodohan. Hal ini tidak hanya terbatas di sekolah saja, tetapi juga terasa sekali dalam praktek
kehidupan masyarakat. Yang menjadi masalah adalah mereka yang menjadi penyebab kebodohan
ini tidak merasakan bahwa ia telah melakukan pembodohan kepada masyarakat. Pemutarbalikan
fakta yang dilegitimasi melaui lembaga-lembaga formal adalah contoh yang paling riil.
Pembodohan di sekolah terjadi dari praktik instruksional yang sama, yakni dari interaksi verbal
vertical.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa langgam belajar di antara siswa, baik pada
urusan matematika, ilmu pengetahuan alam, bahasa, maupun sosial ternyata tidak berbeda. Padahal
seharusnya dengan latar belakang jurusan tersebut di antara mereka memiliki langgam yang
berbeda.

3. Pendidikan Menjunjung Tinggi Hak-hak Anak


Di negara kita hak-hak anak terkesan dirampas. Hal ini disebabkan karena masyarakat
menjadikan sekolah sebagai panggung pentas, bukan sebagai tempat latihan maupun laboraturium
belajar. Pembelajar di sekolah diharapkan oleh orang tuanya memperoleh rangking atas sehingga
anak dikursuskan di luar sekolah. Anak diharuskan mendapat nilai yang baik. Mereka harus naik
ke panggung pentas dengan nilai terbaik, tetapi tidak dengan cara belajar dengan baik. Hal ini
tentunya akan berpengaruh pada kreatifitas dan kecerdasan anak. Anak hanya akan terfokus pada
nilai, nilai dan nilai bukan pada proses belajar yang mengasah kreatifitas dan kecerdasan mereka.
Oleh sebab itu, sistem rangking di sekolah memacu masyarakat untuk memperoleh persepsi yang
salah tentang pendidikan di sekolah.
Maka dari itu, pendidikan seharusnya meluruskan persepsi yang salah ini kepada para
orangtua agar hak-hak anak tidak terampas dan bisa dengan leluasa mengembangkan potensi yang
ada di diri mereka dengan optimal.

4. Pendidikan Menghasilkan Tindak Perdamaian


Banyaknya pelajar yang terlibat tawuran, kasus kekerasan antara guru dan murid, bisa
menjadi bukti nyata bahwa pendidikan telah menghasilkan tindak kekerasan.
Hal ini muncul karena banyak faktor, diantaranya karena lingkungan keluarga yang menyelesaikan
persoalan dengan kekerasan, kemasan hiburan (sinetron, film, permainan) yang menonjolkan
kekerasan.
Pendidikan sebagai alat pemberdayaan, seharusnya bisa mengatasi hal-hal seperti ini. Hal
ini bisa dilakukan bila di sekolah diajarkan dan diterapkan bagaimana menyelesaikan permasalahan
dengan damai dan kreatif, sehingga anak bias mengaplikasikannya di masyarakat.

5. Pendidikan Anak Berwawasan Intregatif


Secara realita mata pelajaran masih terkesan terkotak-kotak, kurikulum masih belum
mampu menjadikan anak memiliki wawasan integratif, yaitu menjadi manusia terdidik yang
berilmu dan berpengetahuan, yang sekaligus sebagai manusia beriman.
Integrasi dari keseluruhan itu seharusnya menjadikan pembelajaran sebagai manusia yang
utuh. Di mana pun, kapan pun, ia dapat menampilkan diri sebagai sosok yang menampilkan satuan
psikofisik, bukan sebagian-sebagian. Di mana pun, kapan pun, ia membawa kesatuan dari manusia
terdidik, sebagai manusia berilmu dan berpengetahuan, serta sebagai manusia beragama. Ia tidak
hanya anti terhadap orang lain yang bertindak kejahatan, tetapi walaupun ia memiliki kesempatan
untuk itu, ia tidak akan berbuat kejahatan tersebut.

6. Pendidikan Membangun Watak Persatuan


Pendidikan dirasakan belum cukup memberi pengalaman kepada para siswa tentang
menghargai perbedaan dan cara mengatasinya. Hal ini dikarenakan di sekolah siswa kurang
diajarkan cara menghargai, belajar masih didominasi oleh pengajaran kontekstual yang tidak
mampu membangun kesadaran diri maupun sikap.
Belajar kelompok adalah salah satu cara untuk memberi pengalaman kepada siswa tentang
bagaimana memaknai perbedaan. Ada beberapa mata pelajaran yang bisa memunculkan rasa
persatuan yaitu sejarah dan geografi.
Dengan sejarah, siswa akan melihat bagaimana karakteristik bangsanya dan betapa
sungguh beragamnya sikap dan budayanya, hal ini tentunya bisa tercapai bila sejarah bukan
sekedar pelajaran yang menjadi beban hapalan. Begitu juga dengan geografi, siswa akan lebih
mencintai tanah airnya karena di sini ia belajar karakteristik tanah airnya yang sangat mempesona
ini.

7. Pendidikan Menghasilkan Manusia Demokratis


Saat ini pendidikan masih sangat otoriter, baik manajemen, interaksi atau transaksi, proses,
kedudukan maupun substansinya. Tentu saja ini tidak akan menghasilkan manusia yang
demokratis.
Pengalaman demokratis tidak pernah diperoleh pembelajar dalam hidup sehari-hari.
Mereka hanya memahaminya secara tekstual. Dalam praktek, kedudukan substansi dan proses
pembelajaran kita masih berorientasi vertikal, yakni dari atas ke bawah. Penegetahuan (tekstual)
masih berpola pada guru-siswa, yang seharusnya guru dan pembelajar bersama-sama menghadapi
persoalan pengetahuan yang konseptual bukan tekstual. Proses pembelajaran masih didasarkan atas
kerapian administrasi pendidikan dari pada fingsionalnya dalam praktik. Padahal fungsionalnya
proses pembelajaran (instruksional) ini yang akan menghasilkan perolehan tujuan instruksional.
Bagaimana cara yang dilakukan pembelajar dalam mencapai konsep keilmuan itulah selanjutnya
yang akan mewarnai perolehan pendidikan.

8. Pendidikan Menghasilkan Manusia yang Peduli Lingkungan


Untuk bisa menghasilkan manusia yang peduli lingkungan, maka pembelajaran harusnya
tidak berdasarkan pada tekstual semata, tetapi bisa dengan menggunakan pengalaman siswa
sebagai sumber belajar, hal ini tentu akan lebih mendekatkan siswa dengan lingkungan dan
mencintainya.
9. Sekolah Bukan Satu-satunya Instrumen Pendidikan
Menurut Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pemerintah memang mengatur pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, tetapi
ini tidak menjadi alasan untuk menumpukan muatan pendidikan pada sekolah saja.
Ada instrumen pendidikan lain selain sekolah, yang tentunya tidak kalah pentingnya, yaitu
pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan keluarga mengambil peran sangat penting dalam pendidikan seorang anak,
karena seorang anak akan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah daripada di sekolah,
sehingga peran orang tua disini sangat diperlukan. Orang tua hendaknya bisa menjadi contoh dan
teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Selain itu, lingkungan juga sangat penting, hendaknya anak ditempatkan pada lingkungan
bermain yang baik dan mendukung sekolahnya.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui
pendidikan maka sistem pendidikan harus ada perubahan. Seharusnya pendidikan tidak bersifat
membelenggu karena membuat manusia tidak mandiri, mejadi beban sosial dan bahkan tidak
memiliki jati diri. Pendidikan juga masih dirasakan sebagai proses pembodohan, terjadi dari praktik
instruksional yang sama, yakni dengan interaksi verbal vertical. Peserta didik juga mendapatkan
hak-haknya sebagai seorang siswa karena pendidikan bersifat otoriter. Peserta didik juga tidak bisa
berkembang dikarenakan terjadinya sikap otoriter yang hanya mengarah pada satu arah yaitu arah
vertikal dan jarang sekali mengarah pada arah horizontal. Bahan pembelajaran juga seperti
pembelajaran sejarah dan geografi seharusnya mampu memberi kesadaran dan pendekatan terhadap
pembelajar sebagai warga negara.

4.2. SARAN
Setelah mengetahui dan memahami upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam perubahan
pendidikan guna peningkatan sumber daya manusia (SDM) ini, ada beberapa pembahasan di
dalamnya yang merupakan sebuah masalah yang terjadi pada siswa dalam lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakat. Ada beberapa saran yang dapat kami sebagai penulis ungkapkan,
antara lain sebagai berikut:
1. Harus tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi tentang apa yang telah diupayakan
dalam perubahan pendidikan sebagai wujud peningkatan sumber daya manusia (SDM).
2. Peran dari pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) juga harus
dibarengi dengan kekompakkan pembelajar sebagai warga negara dan masyarakat umum
dalam bertindak guna mewujudkannya, sehingga saat itu semua terwujud, semua pihak
yang terlibat akan merasa senang dan tidak ada yang merasa dikecewakan apalagi
dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA

http://ichal-pendidikan.blogspot.com/2011/06/pengembangan-sdm-pendidikan.html

(Diakses pada hari Sabtu, 05 April 2014 pukul 17.37 WIB)

http://srimarlina77.blogspot.com/2013/05/sepuluh-perubahan-pendidikan-untuk.html

(Diakses pada hari Sabtu, 05 April 2014 pukul 17.40 WIB)

http://www.alvi.blogspot.com/2010/01/cara-meningkatkan-sdm-yg-berada-di.html

(Diakses pada hari Sabtu, 05 April 2014 pukul 17.43 WIB)

Anda mungkin juga menyukai