Anda di halaman 1dari 31

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Segmentasi Citra

1
Gambaran Umum

• Segmentasi membagi citra menjadi region-region atau objek-


objek. Level sampai sejauh mana pembagian bisa dilakukan
tergantung pada permasalahan yang diselesaikan.

2
Gambaran Umum

• Secara umum algoritma-algoritma segmentasi


didasarkan pada satu di antara dua buah
karakteristik intensitas, yaitu diskontinuitas dan
similaritas. Pada kategori pertama, pendekatan
yang dilakukan adalah mempartisi citra
berdasarkan pada perubahan intensitas yang
cukup cepat, seperti tepian citra. Kategori kedua
didasarkan pada kemiripan area citra menurut
kriteria yang sudah ditentukan. Thresholding,
region growing, dan region splitting/merging
adalah contoh-contoh metode pada kategori dua.

3
Deteksi Diskontinyuitas
• Ada beberapa teknik untuk mendeteksi tiga macam
diskontinyuitas tingkat keabuan dalam citra, yaitu : titik, garis
dan tepi.
• Cara yang paling umum digunakan untuk mencari
diskontinyuitas adalah dengan menjalankan suatu filter/mask
pada seluruh area citra.

4
Deteksi Diskontinyuitas

• Respon dari mask pada sembarang titik dihitung dengan:


R = w1 z1 + w2 z 2 + ... + w9 z 9
9
=  wi z i
i =1

zi adalah tingkat keabuan dari piksel yang diasosiasikan


dengan koefisien mask wi.
• Respons mask didefinisikan di lokasi titik pusat mask.

5
Deteksi Titik

• Suatu titik dinyatakan ada di pusat mask jika |R|T,


dengan T adalah threshold nonnegatif.
• Idenya adalah, bahwa suatu titik terisolasi ( titik
dengan tingkat keabuan yang sangat berbeda
dengan background dan berlokasi di area yang
homogen atau hampir homogen) akan sangat
berbeda dengan sekitarnya, sehingga akan mudah
dideteksi menggunakan tipe mask seperti pada
gambar 10.2.a.
• Koefisien mask jika dijumlahkan adalah nol. Hal ini
menunjukkan bahwa respon mask adalah nol pada
area dengan tingkat keabuan konstan.

6
Deteksi Titik

7
Deteksi Garis

• Jika mask sebelah kiri dipindahkan pada seluruh citra, maka


responnya akan lebih kuat pada garis dengan ketebalan satu
piksel dan berorientasi horisontal.
• Koefisien mask jika dijumlahkan adalah nol. Hal ini
menunjukkan bahwa respon mask adalah nol pada area dengan
tingkat keabuan konstan.

8
Deteksi Garis

• Misalkan R1, R2, R3, dan R4, menyatakan respons


dari mask. Anggaplah bahwa setiap mask dijalankan
sendiri-sendiri pada suatu citra. Jika, pada satu titik
citra, |Ri|>|Rj|, untuk semua ji, titik tersebut
dikatakan lebih berasosiasi dengan garis dengan
arah mask i.
• Jika kita ingin mendeteksi garis dengan arah yang
sudah ditentukan, kita bisa menggunakan mask
yang sesuai dengan arah tersebut dan melakukan
thresholding terhadap outputnya.

9
Deteksi Garis

10
Deteksi Tepi
• Tepi (edge) adalah himpunan piksel terhubung yang terletak pada
boundary di antara dua region.
• Tepi ideal seperti diilustrasikan pada gambar 10.5.a adalah
himpunan piksel terhubung (dalam arah vertikal), masing-masing
terletak pada transisi step orthogonal dari tingkat keabuan.
• Pada prakteknya, ketidaksempurnaan optik, sampling, dan proses
pengambilan data citra, akan menghasilkan tepi-tepi yang kabur,
dengan derajat kekaburan ditentukan oleh faktor-faktor seperti
kualitas peralatan yang digunakan untuk mengambil data citra, rata-
rata sampling, dan kondisi pencahayaan. Akibatnya, tepi lebih banyak
dimodelkan seperti “ramp” (lihat gambar fig 10.5.b). Ketebalan tepi
ditentukan oleh panjang ramp. Panjang ramp ditentukan oleh
kemiringan (slope), dan slope ditentukan oleh derajat kekaburan.
Tepian yang kabur cenderung lebih tebal, dan tepian yang tajam
cenderung lebih tipis.

11
Deteksi Tepi

12
Deteksi Tepi

13
Deteksi Tepi

• Magnitude dari turunan pertama bisa digunakan untuk


mendeteksi keberadaan edge pada suatu titik dalam
citra (misalnya, menentukan apakah suatu titik berada
pada ramp atau tidak).
• Tanda dari turunan kedua bisa digunakan untuk
menentukan apakah suatu piksel edge terletak pada sisi
gelap atau sisi terang dari edge.
• Property zero-crossing (garis lurus imajiner yang
menghubungkan nilai ekstrim positif dan negatif dari
turunan kedua akan melintasi nol di pertengahan edge)
cukup berguna untuk menentukan pusat dari edge yang
tebal.

14
Deteksi Tepi

15
Deteksi Tepi

• Agar dapat diklasifikasikan sebagai titik tepi, transisi tingkat keabuan


pada titik tersebut harus cukup kuat dibandingkan background di
sekitarnya.
• Untuk menentukan apakah suatu nilai “cukup signifikan” atau tidak, bisa
digunakan threshold.
• Jadi, suatu titik di dalam citra merupakan bagian dari edge, jika turunan
pertama 2-D nya lebih besar dari threshold.
• Himpunan titik-titik yang terhubung menurut kriteria keterhubungan
tertentu didefinisikan sebagai edge.
• Istilah segmen edge digunakan jika ukuran edge relatif pendek dibanding
ukuran citra.
• Permasalahan dalam segmentasi adalah bagaimana cara merangkai
segmen-segmen edge ini menjadi edge yang lebih panjang.
• Edge juga bisa ditentukan menggunakan property zero crossings dari
turunan kedua.

16
Operator Gradient

• Turunan pertama citra digital bisa menggunakan berbagai aproksimasi dari


gradien 2-D. Gradien suatu citra f(x,y) pada lokasi (x,y) didefinisikan sebagai
vektor :  f 
G x   
f =   =  fx 
G y   
 y 

mag (f ) = G x + G y 
• Magnitude vektor adalah 1
: 2 2 2

• Arah gradien pada (x,y) adalah : −1  G y 


 ( x, y) = tan  

 Gx 

17
Operator Gradient

• Perhitungan gradien citra dilakukan dengan menghitung


turunan parsial pada setiap lokasi piksel.
• Misalkan area 3x3 pada gambar 10.8.a menyatakan tingkat
keabuan neighborhood suatu citra. Cara paling sederhana
untuk mengimplementasikan turunan parsial order pertama
pada titik z5 adalah dengan menggunakan operators gradient
Roberts :
Gx=(z9-z5) dan Gy=(z8-z6)
• Mask berukuran 2x2 menyulitkan untuk diimplementasikan
karena tidak memiliki titik pusat. Pendekatan yang lebih
sering digunakan adalah menggunakan mask berukuran 3x3.

18
Operator Gradient

19
Operator Gradient

• Hasil penjumlahan semua koefisien dalam mask adalah nol,


yang menunjukkan bahwa mask akan memberikan respon 0
pada area dengan tingkat keabuan konstan.
• Pendekatan berikut sering digunakan untuk
mengaproksimasi magnitude dari gradient :
f|Gx|+|Gy|
• Mask memberikan hasil yang invariant hanya untuk edge
vertikal dan horisontal, tetapi tidak isotropic (invariant
terhadap rotasi)
• Dimungkinkan untuk memodifikasi mask berukuran 3x3
sehingga mask memiliki respon paling kuat pada arah
diagonal.

20
Operator Gradient

21
Operator Gradient

22
Operator Gradient

23
Operator Gradient

24
Laplacian

• Laplacian fungsi 2-D f(x,y) adalah turunan kedua yang


didefinisikan sebagai berikut :
2 f 2 f
2 f = +
x 2
y 2

• Mask Laplacian pada gambar 10.13 bersifat isotropic


untuk pertambahan rotasi 90 dan 45.
• Laplacian biasanya tidak digunakan dalam bentuk
aslinya untuk deteksi tepi karena :
• Sangat sensitif terhadap noise
• Magnitude dari Laplacian menghasil tepi ganda, hal ini
adalah efek yang tidak diinginkan karena menjadikan
proses segmentasi semakin kompleks
25
Laplacian

• Peranan Laplacian pada proses segmentasi adalah :


• Penggunaan “property zero crossing” untuk mendeteksi lokasi edge
• Untuk mengetahui apakah suatu piksel berada pada sisi gelap atau sisi
terang dari edge

26
Laplacian

• Pada kategori pertama, Laplacian dikombinasikan dengan proses


penghalusan untuk menemukan edge dengan menggunakan property
zero crossing. Fungsi Gaussianrberikut
2 :

h(r ) = −e 2 2

r2=x2+y2 dan  is deviasi standard. Mengkonvolusikan fungsi Gaussian


dengan citra akan mengaburkan citra, dengan derajat pengkaburan yang
ditentukan oleh nilai . Laplacian dari h (turunan kedua dari h berkaitan
dengan r) adalah : r2
 r −   2 2
2 2 −
 2 h( r ) = −  e
 
4

• Fungsi di atas disebut dengan “Laplacian of a Gaussian” (LoG).

27
Laplacian

28
Laplacian

• Karena turunan kedua adalah operasi linier, maka mengkonvolusikan


citra dengan 2h sama halnya dengan mengkonvolusikan citra
dengan fungsi penghalusan, diikuti dengan menghitung Laplacian dari
hasil penghalusan.

29
Laplacian

30
Referensi

• Bab 10, “Image Segmentation”, Digital Image Processing, edisi 2,


Rafael C. Gonzales dan Richard E. Woods, Prentice Hall, 2002

31

Anda mungkin juga menyukai