Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar


Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api,
uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidayat, 2005).

2.2 Patofisiologi Luka Bakar


Panas tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi memiliki banyak efek umum pada
tubuh. Perubahan ini khusus untuk luka bakar dan umumnya tidak mengalami pada luka yang
disebabkan oleh cedera lainnya (Vartak A, 2010).
Ada peningkatan dalam permeabilitas kapiler karena efek panas dan kerusakan. Hal
ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke interstitial. Hasil dari peningkatan
permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma berlanjut sampai 48 jam dan maksimum 8 jam
pertama. Dalam 48 jam baik permeabilitas kapiler kembali menjadi normal atau trombosis
dan tidak lebih bagian dari sirkulasi. Hilangnya plasma ini adalah penyebab syok
hipovolemik pada luka bakar.
Berikut ini adalah penyebab dari kehilangan darah pada luka bakar:
1. Sel darah merah yang hilang dalam pembuluh dasar kulit terbakar pada fase akut. Oleh
karena itu, lebih dalam luka bakar lebih banyak kehilangan darah. Darah akan
ditransfusikan setelah 48 jam kecuali dinyatakan seperti pada anemia yang sudah ada
atau kehilangan darah secara keseluruhan karena penyebab lainnya.
2. Masa hidup sirkulasi sel darah merah berkurang karena dengan efek langsung dari panas
dan mereka hemolyse diawal. Luka bakar yang luas juga menyebabkan sumsum tulang
depresi yang mengarah ke anemia.
3. Pada tahap kronis luka bakar, kehilangan darah dari granulasi luka dan infeksi
bertanggung jawab untuk anemia. Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar
biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga membunuh semua
mikroorganisme pada permukaan. Itu hanya setelah minggu pertama luka bakar yang
luka permukaan ini cenderung terinfeksi, sehingga membuat sepsis sebagai penyebab
utama kematian diluka bakar. Di luka lain misalnya, luka gigit, luka tusuk dan luka lecet
yang terkontaminasi pada saat diderita jarang penyebab sepsis sistemik.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan
perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik. Derajat luka
bakar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema,
nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata
hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.
2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau
terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase
penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.
3. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis,
tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak,
hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan
termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).

2.4 Fase Penyembuhan Luka Bakar


Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959)
menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):
- Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan nekrosis coagulative
lengkap.
- Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona ini tetapi
dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan luka yang tepat.
- Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah hasil dari
vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah trauma. Hal ini
akhirnya pulih sepenuhnya.
Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan spontan
adalah tujuan utama. Tingkat dua luka bakar ringan sembuh dari epitel folikel rambut sisa,
yang berada banyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam waktu 5-7 hari
dan bekas luka hampir kurang. Ditingkat dua dalam dan luka bakar tingkat tiga,
penyembuhan secara sekunder, yang melibatkan proses epithelisasi dan kontraksi (Gambar2),
Inflamasi (reaktif), proliferasi (reparatif) dan pematangan (renovasi) merupakan tiga fase
dalam penyembuhan luka. Proses ini sama untuk semua jenis luka, yang
membedakan adalah durasi dalam setiap tahap.

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Fase Inflamasi
Fase ini sama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon inflamasi tubuh
yang dimulai pembuluh darah dan komponen seluler (Werner S, 2003).
• Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan
ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas peningkatan
permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan ekstravasasi besar cairan plasma
dan membutuhkan pengganti.
• Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di lokasi
peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag.
Migrasi sel ini diinisiasi oleh faktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin
dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor
necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler membantu
dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta racun yang dikeluarkan
oleh jaringan luka bakar.

2.4.2 Fase Proliferasi


Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulaidalam bentuk migrasi
keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah cedera,
inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. Setelah reepithelisasi membentuk zona
membran antara dermis dan epidermis. Angiogenesis dan fibrogenesis membantu dalam
pemulihan dermis. Penyembuhan setelah luka bakar dieksisi dan grafting.

2.4.3 Fase Remodelling


Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft atau
bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan
protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos
sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks ekstraseluler ini
remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip myofibroblast yang
bertanggung jawab untuk kontraksi bekas luka.
Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk
penyembuhan sendiri dari fase resolusi ini adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun
dan bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi
pada luka bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif dari melanosit dan hipopigmentasi

Universitas Sumatera Utara


terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit dari pelengkap kulit.
Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah
kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit
gelap dan hipopigmentasi pada individu berkulit putih.

2.5. Infeksi pada Luka Bakar


Luka yang disebabkan oleh energi panas merupakan lokus minoris resistentiae, yang
efektif pada pengembangan agen kemoterapi topikal antimikroba pada pertengahan 1960-an
merupakan lokasi yang paling umum infeksi penyebab morbiditas dan meningkatkan angka
kematian hampir secara universal pada pasien luka bakar. Insiden sepsis luka bakar
sebanding dengan luasnya luka bakar dan dipengaruhi oleh kedalaman luka bakar dan usia
pasien. Infeksi luka bakar jarang terjadi pada cedera parsial, mereka terjadi dengan frekuensi
terbesar pada anak-anak selanjutnya orang tua dan dengan frekuensi terendah pada dewasa
muda (15 - 40 tahun). Infeksi luka bakar merupakan efek gabungan dari adanya gumpalan
protein dan nutrisi mikroba lainnya dalam luka dan tidak adanya vaskularisasi, yang
mencegah pengiriman sel imunologis aktif, faktor humoral dan antibiotik.
Flora luka bakar juga mempengaruhi risiko infeksi dan potensi invasif infeksi yang
terjadi. Populasi mikroba luka segera setelah luka bakar jarang (bakteri dalam kulit pelengkap
biasanya bertahan luka) dan dominan gram positif. Dengan berjalannya waktu organisme
gram negatif menjadi escar dan pada akhir minggu pertama setelah trauma kuman menjadi
dominan pada luka bakar. Sebelum penemuan antibiotik, streptokokus grup A beta hemolytic
adalah penyebab paling sering mengancam jiwa luka bakar dan infeksi sistemik, tetapi terapi
penisilin telah menghilangkan angka kematian tersebut. Penggunaan penisilin menyebabkan
munculnya Staphylococcus aureus yang paling umum gram positif dari luka bakar.
Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-
25%), anaerob dan virus (5-10%). Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas
dasarorganisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan (Capoor et al,
2010).Adanya infeksi jamur pada luka bakar banyak dilaporkan oleh Becker WK et al. dalam
penelitian mereka di1991 dan Candida albicans ditemukan menjadi organisme penyebab
utama. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2012 olehSarabahi et al.,
pada perubahan pola jamur pada infeksi luka bakar, C. albicans telah diganti dengan Candida
nonalbicans terutama C. krusei dan C. glabrata serta Aspergillus. Pada studi infeksi jamur
yang sama juga ditemukan berkaitan dengan kematian sangat tinggi, lebih dari 40% dan tahan

Universitas Sumatera Utara


terhadap azol konvensional. Organismenya hanya sensitif terhadap echinocandins dan
Amphoteracin B.
Penyebab utama dari invasif sepsis luka bakar adalah imunosupresi mendalam. Luka
bakar mempengaruhi baik komponen nonspesifik dan spesifik dari sistem kekebalan tubuh.
Pertahanan nonspesifik terdiri dari sel beredar dan sel fagosit tetap dan jumlah protein plasma
yang memediasi respon inflamasi. Pada pasien luka bakar yang ekstensif, fagosit
polimorfonuklear menjadi tidak efektif dalam chemotactic, fagositosis dan tindakan
mengeliminasi didalam seluler. Demikian pula mononuklear sistem fagositosis juga tidak
mampu menjalankan fungsinya sebagai fagositosis dan sitokinin rilis (Zembola, 1984).
Komponen sistem kekebalan tubuh sel dimediasi oleh respon imunosupresi sebagai bukti
dengan berkepanjangan kelangsungan hidup pada pasien homograft luka bakar.Respon
imunhumoral juga tertekan seperti yang jelas terlihat dengan penurunan yang signifikan
dalam konsentrasi serum dari semua kelas imunoglobulin pada pasien luka bakar parah
(Daniels JC, 1974).
Tidak hanya menurunnya tingkat kuantitatif immunoglobulin pada pasien luka bakar,
secara kualitatif sisa imunoglobulin yang beredar juga tidak efisien. Produksi antibodi T-cell-
dependent ditekan untuk waktu yang lama pada pasien luka bakar luas karena kekurangan
pengaturan sekresi interleukin-2 dan penekanan pada sekresi sel T-helper yang menurunkan
faktor yang diperlukan untuk diferensiasi sel-B menjadi sel antibodi (Teodorczyk JA, 1989).
Insiden tertinggi septikemia pada luka bakar terjadi pada 10 hari pertama ketika titer serum
immunoglobulin sangat tinggi.

2.5.1 Pseudomonas aeruginosa


Kelompok Pseudomonas adalah batang gram negatif, bergerak, aerob; ukuran 0,6x2
μm, beberapa diantaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Pseudomonas
ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan, dan hewan. Dalam jumlah kecil P. aeruginosa
sering terdapat dalam flora usus normal dan pada kulit manusia dan merupakan patogen
utama dari kelompoknya. Spesies Pseudomonas lain jarang menyebabkan penyakit.
Klasifikasi pseudomonas didasarkan pada homologi rRNA/DNA dan ciri khas biakan lazim
(Brooks et al, 2010).

Biakan
P. aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis
biakan, kadang-kadang menghasilkan bau yang manis atau menyerupai anggur. Beberapa

Universitas Sumatera Utara


strain menghemolisis darah P. aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna
fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasikan piosianin, pigmen kebiru-biruan yang
tak berflouresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Spesies Pseudomonas lain tidak
menghasilkan piosianin. Banyak strain P. aeruginosa juga menghasilkan pigmen piorubin
yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang hitam (Brooks et al, 2010).
P. aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni, sehingga
memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. P. aeruginosa yang jenis
koloninya berbeda dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola
kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering
menghasilkan P. aeruginosa sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat, suatu
aksopolisakarida (Brooks et al, 2010).

Ciri-ciri Pertumbuhan
P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C; pertumbuhannya pada suhu
42°C membantu membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas lain. Bakteri ini oksidase
positif dan tidak meragikan karbohidrat. Tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa.
Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase positif, adanya pigmen
yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C. Untuk membedakan P. aeruginosa dari
pseudomonas yang lain berdasarkan aktivitas biokimiawi, dibutuhkan pengujian dengan
berbagai subsrat (Brooks et al, 2010).

Patogenesis
P. aeruginosa hanya bersifat patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya
abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit “robek” karena kerusakan jaringan
langsung; pada pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih atau kateter air kemih atau
bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Kuman melekat dan mengkoloni
selaput mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik.
Proses ini dibantu oleh pili, enzimdan toksin yang diuraikan di atas. Lipopolisakarida
berperan langsung dalam menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis dan leukopenia,
disseminated intravascular coagulation dan respiratory distress syndrome pada orang
dewasa (Brooks et al, 2010).
P.aeruginosa (dan spesies lain, misalnya Pseudomonas cepacia, Psedomonas
putida) resisten terhadap banyak obat antimikroba sehingga akan berkembangbiak bila
bakteri flora normal yang peka ditekan (Brooks et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.6 Skin Graft
Skin graft (cangkok kulit) adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh
tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru tersebut dan
dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit
yang dipindahkan tersebut. Pembagian skin graft menurut ketebalannya terdiri dari split
thickness skin graft (STSG) dan full thickness skin graft (FTSG).

Universitas Sumatera Utara


2.6.1 Split Thickness Skin Graft
Split Thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan
dermis). Cangkok ditempatkan di atas luka terbuka untuk menyediakan cakupan dan proses
penyembuhan. Letak donor STSG pada dasarnya adalah luka bakar tingkat dua karena hanya
bagian dari dermis termasuk dalam cangkok. Letak donor akan sembuh dengan sendirinya
karena beberapa elemen dermal tetap. STSG dikategorikan lebih tipis (0,005-0,012 in),
sedang (0,012-0,018 in), atau tebal (0,018-0,030 in), berdasarkan ketebalan harvested graft.
Pilihan antara FTSG (Full Thickness Skin Grafting) dan STSG tergantung pada
kondisi luka, lokasi, ketebalan, ukuran, dan estetika. STSG digunakan untuk melapisi luka
yang besar, rongga baris, muncul kembali defisit mukosa, letak donor tutup dekat, dan
muncul kembali flaps otot. Hal ini juga diindikasikan untuk luka yang relatif besar (>5-6 cm
diameter) yang akan memerlukan beberapa minggu untuk menyembuhkan sekunder.
Namun, STSG memiliki kelemahan yang signifikan yang harus diperhatikan. STSG
lebih rentan, terutama ketika ditempatkan di daerah dengan sedikit dukungan jaringan lunak,
dan biasanya tidak tahan terapi radiasi berikutnya. Lokasi STSG dapat berkontraksi secara
signifikan selama penyembuhan. Kulit cenderung hipo atau hiperpigmentasi, terutama pada
individu berkulit gelap. Ketipisan STSG, pigmentasi abnormal, dan sering kekurangan tekstur
halus dan pertumbuhan rambut membuat STSG lebih fungsional dari kosmetik. Ketika
digunakan untuk melapisi luka bakar besar wajah, STSG dapat menghasilkan penampilan
yang tidak diinginkan. Meskipun kedua FTSG dan letak donor STSG meninggalkan luka
kedua, reepitelisasi letak donor STSG sering menyebabkan ketidaknyamanan yang
signifikan dan memiliki kebutuhan perawatan luka berlangsung sampai sembuh. Namun,
letak ini dapat tumbuh setelah penyembuhan selesai.
Cangkok kulit memberikan cakupan yang lebih stabil untuk luka besar daripada bekas
luka yang dihasilkan dari penutupan sekunder. Luka dengan luas yang besar juga lebih cepat
sembuh dengan cangkok kulit dibandingkan dengan penyembuhan sendiri. Luka harus bersih.
Semua jaringan nekrotik harus dilepaskan sebelum pencangkokan kulit, dan tidak boleh ada
tanda-tanda infeksi pada jaringan sekitarnya. Graft take pada hari ke 14 karena epitelisasi
sudah terbentuk.
Split Thickness Skin Graft (STSG) dapat diambil dari setiap permukaan tubuh. Lokasi
umum meliputi anterior atas dan paha lateral. Bokong dapat digunakan sebagai lokasi donor,
tetapi pasien mungkin mengalami nyeri pasca operasi yang signifikan dan akan memerlukan
bantuan dalam merawat luka.

Universitas Sumatera Utara


Pencangkokan kulit mungkin tidak berhasil untuk berbagai alasan.Alasan paling
umum untuk kegagalan skin graft adalah hematoma di bawah graft. Demikian pula,
pembentukan seroma dapat mencegah graft take ke dasar luka yang mendasarinya, mencegah
nutrisi yang diperlukan, seperti yang dijelaskan di atas. Gerakan pada lokasi graft
menyebabkan kegagalan. Hal ini sering terjadi ketika graft ditempatkan di atas sebuah fleksor
atau ekstensor permukaan atau di atas selubung tendon mobile. Sumber lain yang umum dari
kegagalan adalah lokasi penerima yang buruk. Luka mungkin memiliki vaskularisasi yang
buruk, atau kontaminasi permukaan mungkin terlalu besar untuk memungkinkan
kelangsungan hidup graft. Bakteri dan respon inflamasi terhadap bakteri merangsang
pelepasan enzim dan zat berbahaya lainnya yang mengganggu fibrin graft. Kesalahan teknis
juga dapat menghasilkan kegagalan graft.

2.6.2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)


Digunakan untuk menutup defek pada wajah, leher, ketiak, volar manus atau menutup
daerah yang diinginkan secara estetik tidak terlalu jelek.
Keuntungan dari FTSG :
• Kecenderungan untuk terjadi kontraksi lebih kecil
• Kecenderungan untuk berubah warna lebih kecil
• Kecenderungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil
• Secara estetika lebih baik dari split thickness skin graft

Kerugian:
• Kemungkinan take lebih kecil dibandingkan split thickness skin graft
• Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
• Donor harus dijahit atau ditutup oleh split thickness skin graft bila luka donor agak luas
sehingga tidak dapat ditutup primer
• Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu seperti inguinal, supraklavikular,
retroaurikular

Indikasi:
• Kehilangan jaringan yang tidak begitu luas

Universitas Sumatera Utara


Kontraindikasi:
• Tidak terdapatnya suplai darah

2.6.3. Sebab-Sebab Kegagalan Tindakan Skin Graft


Penyebab kegagalan skin graft yaitu:
1. Hematoma dibawah skin graft
Hematoma atau perdarahan merupakan penyebab kegagalan skin graft yang paling
penting. Bekuan darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses
revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus dilakukan sebelum
penempelan skin graft
2. Pergeseran skin graft
Pergeseran akan menghalangi/merusak jalinan hubungan (revaskularisasi) dengan
resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari geseran dengan cara
fiksasi dan imobilisasi yang baik
3. Daerah resipien yang kurang vital
Suplai darah yang kurang baik pada daerah resipien, misalnya daerah bekas crush
injury, akan mengurangi kemungkinan take, kecuali telah dilakukan debridement
yang adekuat. Penempelan skin graft pada daerah yang avaskulaer seperti tulang,
tendon, syaraf, membuat tindakan skin graft gagal
4. Infeksi
Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi luka ditentukan
oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah mikroorganisme. Bila jumlah
mikroorganisme lebih dari 104/gram jaringan kemungkinan terjadinya infeksi yaitu
89%, sedangkan bila jumlah mikroorganisma dibawah 104/gram jaringan
kemungkinan terjadi infeksi yaitu 6%. Pada luka-luka dengan jumlah mikroorganisma
lebih dari 105/gram hampir dipastikan akan selalu gagal.
5. Teknik yang salah
a. Menempelkan skin graft pada daerah berepitel (sel basal epidermis)
dipermukaannya
b. Penempelan skin graft terbalik
c. Skin graft teralu tebal

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kerangka Teori

Luka Bakar

Infeksi Pseudomonas aeruginosa

Skin Graft

Persentase take skin graft

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai