Anda di halaman 1dari 14

KARYA ILMIAH BAHASA INDONESIA

PENGARUH LAPORAN LABA RUGI DAN ARUS KAS


TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN
PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

NOVIA ASRIYANTI TAHIR

20150420170

KELAS D

DOSEN : FITRI WAHYUNI, SE


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada zaman sekarang ini, para pelaku bisnis terus berhati-hati dalam setiap
transaksi yang dilakukannya. Kehati-hatian ini dikarenakan, adanya suatu
ketidakpastian yang ditimbulkan oleh dunia bisnis. Ketidakpastian inipun
menyebabkan para investor meminimalkan investasi yang akan diberikan atau
dikeluarkannya kepada perusahaan. Oleh karena itu, sebuah perusahaan
memerlukan laporan keuangan untuk mengetahui besaran keuangan yang
dihasilkan atau dikeluarkan nantinya. Perusahaan yang berhasil tentu akan
menghasilkan laba. Laba ini selanjutkan akan digunakan kembali untuk
kelangsungan keuangan perusahaan seperti direinvestasikan dalam aktiva operasi,
melunasi utang atau dibagikan kepada pemegang saham. Dari laporan keuangan
ini para investor melihat hasil balik yang akan diterimanya nanti.
Bagi seorang calon investor yang rasional, perhatiannya akan diarahkan
pada tingkat pengembalian (return) investasi dan investasi yang dipilih adalah
yang menjanjikan return tertinggi dengan risiko tertentu. Jadi, seorang investor
dalam menginvestasikan dananya di pasar modal bertujuan untuk bisa
memperoleh dividen . Dividen pada prinsipnya adalah keuntungan perusahaan
yang dibagikan kepada para investor.
Tingkat pengembalian investasi dapat diprediksi dari laporan keuangan
perusahaan. Harrison,Jr (2012) menyatakan bahwa laporan keuangan (financial
statement) merupakan dokumen bisnis yang digunakan perusahaan untuk
melaporkan hasil aktivitas bisnisnya kepada para pemakainya, yang dapat
meliputi manajer, investor, kreditor, dan agen regulator. Pada umumnya, laporan
keuangan berisi laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (neraca), laporan arus
kas dan laporan perubahan ekuitas. Siswantini menyatakan bahwa Informasi dari
laporan keuangan tersebut akan memberikan gambaran mengenai kondisi, prospek
ekonomi, rencana investasi, serta ramalan laba dan dividen sehingga para investor
dapat membuat keputusan bisnis yang nantinya menguntungkan mereka dan
perusahaan. Pengembalian investasi misalnya yang akan diterima pemegang
saham atau yang biasa disebut dividen tentunya memiliki ketidakpastian, baik itu
dari perusahaan atau para investor. Dimana perusahaan harus memberikan
kesejahteraan yang lebih besar kepada pemegang sahamnya dan para investor
mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannyadengan
mengharapkan pembagian dividen yang besar sesuai dengan yang
diinvestasikannya. Kebijakan dividen inipun menjadi masalah di antara kedua
pihak yakni perusahaan dan investor.
Rasyid (2001) menyatakan bahwa dari segi laba ditahan, perusahaan
menginginkan laba ditahan ini mampu meningkatkan pertumbuhan perusahaan
nantinya dengan mengurangi dividen yang diberikan kepada investor, akan tetapi
investor menginginkan dividen besar. Brigham dan Houston,( 1992) menyatakan
bahwa laba ditahan (retained earnigs) merupakan salah satu dari sumber dana
yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen
merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham
Indiyah dalam (Suadi, 1998) menyimpulkan bahwa pembayaran dividen
memiliki hubungan dengan arus kas yang diterbitkan setelah terjadi arus kas uang
dalam satu tahun tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa laporan arus
kas menjadi hal yang bermanfaat tetapi juga sarat dengan pertimbangan.
Perusahaan memperoleh laba namun jika uang kas tidak mencukupi maka ada
kemungkinan perusahaan memilih menahan laba tersebut untuk diinvestasikan
kembali bukan diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Hermi,
2004 dalam Manurung dan Siregar (2009) menyatakan bahwa pembayaran
dividen dengan pertumbuhan perusahaan saling berlomba untuk mengetahui hasil
laba perusahaan, karena dari laporan tersebut diketahui berapa yang akan
dibayarakan sebagai dividen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh laba bersih terhadap kebijakan dividen ?
2. Bagaimana pengaruh arus kas terhadap kebijakan dividen ?
3. Bagaimana pengaruh antara laba bersih dan kas terhadap kebijakan
dividen?
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini ialah teruntuk untuk memenuhi
tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya ialah
untuk mengatahui berapa besar pengaruh laba bersih dan kas operasi terhadap
kebijakan dividen pada suatu perusahaan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Dividen


Darmaji dan Fakhruddin (2001) menyatakan bahwa dividen adalah bagian
laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham . Dividen biasanya
diberikan perusahaan kepada pemegang saham saat perusahaan menghasilkan laba
besar yang dirasa cukup untuk dibagikan dividen dan tentunya menurut keputusan
para dewan direksi untuk mengumumkan dividen. Dividen merupakan
keuntungan yang didapatkan oleh pemegang saham untuk kesejahteraan mereka.
Menurut Baridwan (1996: 237-238) jenis-jenis dividen dapat
dikelompokkan kedalam empat bagian yaitu:
1. Dividen berbentuk uang tunai yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk
uang tunai yang besarnya dihitung berdasarkan tariff per lembar saham
dikalikan dengan jumlah lembar saham yang dimiliki oleh pemegang
saham.
2. Dividen likuidasi yaitu dividen yang dibagikan merupakan pengembalian
modal. Dividen likuidasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan yang
akan menghentikan aktivitasnya.
3. Dividen berbentuk aktiva yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk
aktiva selain kas.
4. Dividen saham (stock Dividend) yaitu dividen yang dibagikan dalam
bentuk lembar saham yang berarti menambah jumlah lembar saham tanpa
ada mengeluarkan saham baru, sehingga lembarsahamnya bertambah
tetapi harga perolehannya tetap.

2.2 Kebijakan Dividen


Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan tentang
perolehan laba yang diterima oleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan di
perusahaan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang
akan datang. Pada umumnya sebagian laba bersih tersebut terlebih dahulu
dibagikan dalam bentuk dividen, sisanya diinvestasikan kembali dalam bentuk
laba ditahan. Laba ditahan (retained earnings) merupakan salah satu sumber
dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden
merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham. Keputusan
manajemen untuk menentukan berapa besarnya laba bersih yang dibagikan
sebagai dividen disebut dengan kebijakan dividen (dividend policy)
Kebijakan dividen penting bagi perusahaan dengan 2 alasan yaitu sebagai
berikut;
a. Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi nilai perusahaan
yang tercermin dari harga saham perusahaan tersebut.
b. Laba ditahan biasanya merupakan sumber dana internal yang terbesar
dan terpenting bagi pertumbuhan peerusahaan.
Kebijakan dividen merupakan salah satu sumber konflik antara
manajemen dan principal karena dividen dapat merupakan suatu sinyal yang
diberikan perusahaan kepada investor. Dividen yang dibayarkan secara tunai
maupun konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.
2.3 Teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa pendapat atau teori tentang pengambilan keputusan atau
kebijakan deviden, antara lain sebagai berikut :
2.3.1 Pendapat tentang ketidakrelevanan deviden (irrelevant theory)
Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller, bahwa
pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relevan dengan
peningkatan kemakmuran atau kekayaan pemegang saham. Dimana
nilai perusahaan tidak ditentukan oleh dividend payut ratio karena
deviden pay out ratio hanya merupakan bagian kecil dari keputusan
pendanaan perusahaan, tetapi nilai perusahaan ditentukan tersendiri
oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba atau
kebijakan investasi. Dengan kata lain, nilai perusahaan tergantung
hanya pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada
bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang
ditahan.
Pendapat MM ini dikemukakan berdasarkan asumsi-asumsi di
bawah ini:
1. Pasar modal yang sempurna
2. Semua peserta pasar bersifat price-taker.
3. Timbulnya ketidakpastian dalam arus pendapatan masa datang dan
para investor mempunyai informasi yang sama.
4. Tidak ada pajak penghasilan

2.3.2 Pendapat tentang relevansi deviden (relevant theory)


Deviden bisa menjadi relevan untuk kondisi yang tidak
pasti,sehingga investor dipengaruhi oleh kebijakan deviden.
2.3.3 Teori Bird in The Hand
Teori ini dianut oleh Myron Bordon dan John Lintner. Dalam teori
ini dijelaskan bahwa kebanyakan pemilik saham lebih memilih
pembayaran dividen diterima saat ini dibanding menundanya untuk
direalisir dalam bentuk “capital gain” di masa mendatang. Meskipun
tarif pajak untuk “capital gain” lebih rendah daripada dividen, tetap
saja para pemilik saham memilih menerima dividen saat ini, karena
dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut
sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa
yang diharapkan meleset.

2.3.4 Tax preference theory


Suatu teori yang dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy
bahwa para investor lebih menyukai capital gains karena dapat
menunda pembayaran pajak dengan alasan :
a) Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah
daripada untuk pembagian dividen, karena itu investor yang kaya
mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan
kembali laba di dalam perusahaan.
b) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual,
karena adanya nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan
di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah
daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini.
c) Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal,
sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli
waris dapat terhindar dari pajak keuntungan modal.

2.3.5 Signaling Theory


Menurut teori ini, dividen mempunyai kandungan informasi
mengenai prospek perusahaan di masa mendatang. Dimana jika ada
kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham.
Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga
saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para
investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Menurut MM
dalam Brigham dan Houston (1998) mengatakan bahwa suatu
kenaikan dividen lebih besar dari yang sebelumnya merupakan suatu
sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan
suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. Sebaliknya,
penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan normal
diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi
masa sulit dimasa yang akan datang.
2.3.6 The Clientele Effect
Teori ini diungkapkan oleh Black and Scholes yang menyatakan
bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda-beda akan
memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen
perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan p
ada saat ini lebih menyukai suatu presentase laba yang
dibayarkan atau DPR (Dividend Payout Ratio) yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu me
mbutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan s
ebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi
individu misalnya orang yang lanjut usia pajak lebih ringan, maka
kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menukai
capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini
lebih senang jika perusahaan membayar dividen kecil, sebaliknya
kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relative rendah justru
menyukai dividen yang tinggi.

2.3.7 Agency Teory


Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan
sebagai hubungan hubungan antara pemberi kerja (principal) dan
penerima amanah (agen/manajemen) untuk melaksanakan pekerjaan.
Kedua belah pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan
kewajibanya masing-masing. Prinsipal menyediakan fasilitas dan dana
untuk menjalankan perusahaan, sedangkan manajemen mempunyai
kewajiban untuk mengelola apa yang diamanahkan prinsipal
kepadanya. Atas kepemilikannya kepada perusahaan, prinsipal akan
memperoleh hasil berupa pembagian laba dalam bentuk dividen,
sedangkan agen akan memperoleh kompensasi dalam bentuk gaji,
bonus, insentif, dan kompensasi lainya. Namun dibalik semua itu,
tentu akan ada problem-problem yang muncul antara pemilik dan
pengelola dalam pembuatan keputusan, maka dari itu untuk
mengatasinya yaitu dengan meningkat DPR

2.3.8 Smoothing Theory


Teori ini dikembangkan oleh Lintner. Teori ini mengatakan bahwa
jumlah dividen bergantung akan keuntungan perusahaan sekarang dan
dividen tahun sebelumnya.
2.3.9 Residual Theory Of Dividens
Menurut teori dividen residual, dividen ditentukan dengan cara:
a) mempertimbangkan kesempatan investasi perusahaan,
b) mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk
menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk
investasi,
c) memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan
modal sendiri tersebut semaksimal mungkin dan,
d) membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Kebijakan dividen residual dengan demikian membayarkan dividen
hanya jika ada sisa kas setelah perusahaan mendanai semua usulan
investasi yang mempunyai NPV (Net Present Value) positif.
2.4 Bentuk-bentuk Kebijakan Dividen
Banyak faktor lain yang ikut berperan dalam penetapan besarnya
pembayaran dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah
mengenai bentuk-bentuk kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu
perusahaan. Menurut Awat (1998: 171) terdapat empat macam bentuk-bentuk
kebijakan dividen, yaitu:
2.4.1 Kebijakan dividen yang stabil (stable dividend-per-share policy),
Yakni jumlah pembayaran dividen itu sama besarnya dari tahun ke
tahun. Salah satu alasan mengapa suatu perusahaan itu menjalankan
kebijakan dividen yang stabil adalah untuk memelihara kesan para
investor terhadap perusahaan tersebut, sebab apabila suatu perusahaan
menerapkan kebijakan dividen yang stabil berarti perusahaan tersebut
yakin bahwa pendapatan bersihnya juga stabil dari tahun ke tahun.
Meskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang
dibayar misalnya Rp. 1.500 per saham, maka jumlah ini tetap dibayar
kepada pemegang saham. Investor akan aman dengan jumlah yang
tetap diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.
2.4.2 Kebijakan dividend payout ratio yang tetap (constant dividend payout
ratio policy). Dalam hal ini, jumlah dividen akan berubah-ubah sesuai
dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio antara dividen dan laba ditahan
adalah tetap. Deviden yang dibayar berfluktuasi tergantung besarnya
keuntungan bagi pemegang saham.
2.4.3 Kebijakan kompromi (compromise policy),
Yakni suatu kebijakan dividen yang terletak antara kebijakan per
saham yang stabil dan kebijakan dividend payout ratio yang konstan
ditambah dengan persentasi tertentu pada tahun-tahun yang mampu
menghasilkan laba bersiih yang tinggi.
2.4.4 Kebijakan dividen residual (residual-dividend policy).
Apabila suatu perusahaan menghadapi suatu kesempatan investasi
yang tidak stabil maka manajemen menghendaki agar dividen hanya
dibayar ketika laba bersih itu bersih.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen


2.5.1 Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil
kemampuan untuk membayar deviden. Penghasilan perusahaan akan
digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dananya
(semua proyek investasi yang menguntungkan) baru sisanya untuk
pembayaran deviden.
2.5.2 Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama
dalam kebijakan deviden. Karena deviden merupakan arus kas keluar,
maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas
perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk
membayar deviden. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas
dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai
fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan
membayar deviden dalam jumlah yang besar.
2.5.3 Kemampuan untuk meminjam
Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mendapatkan pinjaman, hal ini juga merupakan fleksibilitas keuangan
yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga
tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang,
manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas
terhadap likuiditas perusahaan.
2.5.4 Pembatasan dalam perjanjian hutang
Pembatasan digunakan oleh para kreditur untuk menjaga
kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya.
2.5.5 Pengendalian Perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar deviden yang sangat besar,
maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan
datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan
investasi yang menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah saham
yang beredar, ada kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu
tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang
mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh jumlah saham yang
beredar.
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam kebijakan dividen adalah:
i) Undang-Undang (UU)
Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari
laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada dalam
pos “laba ditahan” dalam neraca.
ii) Posisi likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari yahun-tahun
lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan, persediaan, dan aktiva
lainnya; laba tersebut tidak di simpan dalam bentuk kas.
iii) Kebutuhan untuk melunasi hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi
atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut
menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar hutang itu pada
soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga
yang lain.
iv) Tingkat laba
Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan akan
menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk
dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di perusahaan
tersebut.
2.6 Laba Bersih
Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk
suatu periode tertentu setelah dikuarangi pajak penghasilan yang disajikan
dalam bentuk laporan laba rugi. Menurut Kasmir (2011) laba bersih (net
profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang merupakan
beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak. Hendriksen
& Breda (1992 : 338) dalam Rasyid (2001 : 56) berpendapat Laba bersih
merupakan net income to shareholders (laba bersih bagi pemegang saham)
yang akan dibagikan dalam bentuk dividen. Sedangkan Chariri dan Ghozali
(2001: 213) mengungkapkan laba adalah laba akuntansi yang merupakan
selisih pengukuran pendapatan dan biaya.

2.7 Arus Kas


Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002;2.2) adalah : ”Arus kas adalah
arus masuk dan arus keluar kas setara kas ”. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat diketahui bahwa arus kas merupakan jumlah kas yang mengalir masuk
dan keluar dari suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dengan kata
lain, arus kas adalah perubahan yang terjadi dalam jumlah kas perusahaan
selama suatu periode tertentu.
Laporan arus kas melaporkan penerimaan dan pengeluaran kas entitas
selama periode tertentu dari mana kas datang dan bagaimana dibelajakannya.
Arus kas mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan.
Schroeder dkk, 1995 dalam Rasyid, 2001) mengungkapkan bahwa Arus kas
operasi adalah pengaruh kas dari transaksi yang dimana termasuk dalam
penentuan net income selain aktivitas investasi dan keuangan. Dalam
Brigham dan Houston (2001 : 46) Arus Kas Operasi adalah perbedaan antara
laba penjualan dan beban operasi

2.8 Penelitian Terdahulu


Penelitian tentang dividen telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Suadi (1998) menyimpulkan, bahwa laporan arus kas
mempunyai hubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam
satu tahun setelah terbitnya laporan arus uang. Dengan demikian dapat
dikatakan, bahwa laporan arus kas bermanfaat bagi pemegang saham.
Sedangkan Manurung dan Siregar (2009) meneliti tentang Pengaruh Laba
Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Kebijakan Dividen (pada perusahaan
manufaktur yang 11 terdaftar di Bursa Efek Indonesia), didapatkan bahwa
secara parsial laba bersih tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan
dividen. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa informasi laba bersih tidak
menjadi hal utama dan tolak ukur bagi manajemen dalam menentukan
besarnya dividen. Secara parsial arus kas operasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan dividen, sehingga dapat disimpulkan bahwa
arus kas menjadi tolak ukur dalam menentukan besarnya dividen perusahaan.
Sedangkan secara simultan, laba bersih dan arus kas operasi memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dividen.

2.9 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini ialah untuk menguji apakah laba bersih dan arus
kas mempengaruhi kebijakan dividen;
H1 : Laba bersih mempengaruhi kebijakan dividen
H2 : Arus kas mempengaruhi kebijakan dividen
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sampel

3.1.1 Populasi dan Sampel


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini memusatkan
pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
2002-2014. Pemilihan perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dikarenakan penelitian ini tidak terlalu pada perusahaan public.
sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang membagikan devidennya berturut-turut tahun
2009- 2010, yaitu sebanyak 21 (dua puluh satu) perusahaan yang memenuhi
kriteria dengan rincian selalu terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan
mempublikasikan data laporan rugi laba dan laporan arus kas serta
mempublikasikan data dividen payout.

3.1.2 Data Penelitian


Data yang dipakai adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahunan
yang dikeluarkan oleh perusahaan yang go public yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Data diperoleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)

3.1.3 Teknik Pengambilan sampel


Penelitian ini dipilih dengan, menggunakan teknik purposive sampling
dengan metode judgment sampling merupakan tipe pemilihan sampel secara
tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan
tertentu.

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

3.2.1 Laba bersih (X1)


Laba bersih disini bersifat independen, adalah laba bersih perusahaan
setelah pajak atau EAT, yaitu pendapatan kotor dikurangi pajak yang harus
dibayarkan pada periode t.
3.2.2 Arus Kas Operasi (X2)
Dalam penelitian ini arus kas bersifat independen. Arus kas operasi adalah
arus kas yang berasal dari operasi normal, yaitu selisih antara hasil penjualan
dan beban tunai dan arus kas dari transaksi yang masuk dalam penentuan laba
bersih (net income) perusahaan pada periode t.
3.2.3 Kebijakan Dividen (Y)
Dalam penelitian ini kebijakan dividen merupakan variabel dependen.
Kebijakan dividen terikat atau dipengaruhi oleh besarnya laba yang
dihasilkan perusahaan.

3.3 Model Penelitian


Berdasarkan judul penelitian yakni pengaruhi laba bersih dan arus kas
terhadap kebijakan dividen pada perusahaan public yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, dapat digambarkan model penelitian berdasarkan hipotesis
yang diteliti
(X1)
Laba Bersih (Y)
(X2) Kebijakan Dividen
Arus Kas

Model persamaan yang digunakan untuk penelitian ini ialah


Ŷ = b + b1X1 + b2X2 ( Indriantoro dan Soepomo, 1999 : 230).
Dimana :
Ŷ = Kebijakan deviden
b = Konstanta regresi (sampel)
b1 , b2 = Koefisien regresi parameter (sampel)
X1 = Laba Bersih
X2 = Arus Kas Operasi

Anda mungkin juga menyukai