Anda di halaman 1dari 2

GELORA PERS DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2019

Menjelang pemilihan presiden yang diadakan pada tanggal 17 April 2019 silam,
berbagai berita hoax dan sisi negatif tentang dua pasangan capres-cawapres yakni
paslon nomor satu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan paslon nomor dua Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno telah tersebar di berbagai media. Padahal pada dasarnya,
media dituntut untuk bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya. Tak dapat
dipungkiri bahwasanya pemberitaan di media mempunyai pengaruh yang besar dalam
mempengaruhi persepsi publik. Dengan kata lain, media menjadi kekuatan yang sangat
besar dalam menentukan persepsi atau cara pandang yang ada di masyarakat. Media
mempunyai tanggung jawab moral yang luar biasa jika pemberitaan yang ada di dalam
bersifat tidak objektif. Ketidakobjektifan itu pada akhirnya akan memicu konflik
diantara masyarakat secara horizontal.

Senada dengan pernyataan di atas, wakil ketua Dewan Pers yakni Ahmad
Jauhar mengatakan bahwa media harus bertindak independen, objektif dan tidak
partisan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Independen disini
maksudnya adalah dalam memproduksi isi berita di media tidak berada di bawah
tekanan dari pihak lain. Lalu mengapa harus bersikap objektif? Karena menurut beliau,
informasi yang ditampilkan di media massa haruslah akurat dan teruji kebenarannya.
Dengan begitu, masyarakat yang mengonsumsi berita mendapatkan informasi yang
tidak menyesatkan.

Media mempunyai kekuatan untuk mengkonstruksi realitas dalam masyarakat


sehingga hal ini menjadikan media harus berimbang dalam melaporkan fakta, dalam
artian menyampaikan realitas secara apa adanya. Selain itu, media juga harus ikut
dalam mencegah terjadinya perpecahan serta mendorong terciptanya perdamaian yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Media seharusnya menjadi solusi dalam
meredam isu yang dapat memicu perpecahan dan bukan malah “memanas-manasi”
serta memperburuk keadaan.
Media selalu mengungkapkan bahwa mereka bekerja secara profesional,
objektif dan independen. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) merupakan rambu-rambu pers
dalam bekerja, kemudian ada pakem dalam menyusun struktur berita yang dimulai dari
hal terpenting yang disebut sebagai lead berita, serta menyusun tubuh berita mulai
dari yang penting hingga yang dianggap kurang penting. Dalam menyusun lead dan
tubuh berita tersebut, berorientasi pada kelengkapan unsur berita 5W+1H (what,
who, when, where, why, dan how).

Namun pada kenyataannya, terjadi keberpihakan pers dalam pemilihan


presiden 2019 ini. Keberpihakan media pada salah satu kandidat tidak terlepas dari
pertumbuhan industri media yang lebih mengarah ke kepentingan ekonomi politik elit
penguasa dan oleh karenanya kepentingan serta kebutuhan masyarakat untuk
mendapatkan ruang diskusi publik masih terabaikan. Media sangat terikat dan
dipengaruhi ideologi pemiliknya sehingga media sangat rentan dijadikan sebagai alat
kekuasaan dalam sebuah sistem politik. Fenomena ini disebut dengan Pers Partisan.

Fenomena pers partisan berupa kecenderungan pers untuk memihak kelompok,


golongan atau partai tertentu dalam pemberitannya. Isi beritanya cenderung
mengabaikan aspek jurnalistik Bagi pers partisan, kelompok, golongan atau partai
tertentu di pihaknya harus selalu mendapatkan pemberitaan yang positif, sementara di
pihak lain dicitrakan sebaliknya. Ketika kelompoknya melakukan kesalahan maka akan
ditutup-tutupi. Namun, jika mereka menemukan kesalahan pada kelompok yang tidak
sepaham maka akan diberitakan dengan heboh.

Media tampak terbelah menjadi dua kutub, mengikuti persaingan dua pasangan
capres-cawapres. Demikian pula masyarakat, ikut terpolarisasi. Para pendukung kedua
kubu saat itu terus menggalang massa dan opini.

Anda mungkin juga menyukai