Anda di halaman 1dari 27

Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada

baiknya mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS


(reticular activating system) adalah merupakan suatu sistem yang mengatur
beberapa fungsi penting seperti, tidur dan bangun, perhatian/fokus, kelakuan
seseorang, pernapasan dan detak jantung. Sistem ini berada pada batang otak,
dibagia menjadi ascending (yang menerima impuls/rangsangan) dan descending
(yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan). Area yang
mengatur ARAS (ascending) adalah formation reticularis, mesencephalon,
thalamic intralaminar nucleus, dorsal hipotalamus, dan tegmentum. Pada DRAS
(descending), impuls diteruskan ke saraf-saraf perifer yang berakhir pada motor
end plate dan cerebellum. Neurotransmitter yang berperan dalam jalur RAS
adalah kolinergik dan adrenergik, kadang GABA juga berperan dalam rangsangan
nyeri yang diberikan untuk menilai kesadaran seseorang.

SKENARIO IV

“It’s Show Time “

A nurse in hurry report that the patient on the bangsal, 56 years old, female, has been
hospitalized 2 days, suddenly loss her consciousness, cold sweat, rapid of pulse
increased, weak and oliguric. The patient look confusion and agitation. Blood
pressure 80/50 mm Hg, pulse 120 x/minutes, respiratory rate 28 x/minutes,
temperature 360C. The patients had story of uncontrolled hypertension for 5 years.
ECG results as showed below.

1
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1.1. Agitasi adalah bentuk gangguan yang memungkinkan


aktifitas motorik berlebih dan tak bertujuan/ kelelahan. Di
hubungkan dengan tegang,asites kecemasan berlebih sifat
subjektif. (Dorland, 2013)

1.2. Konfusi adalah keadaan ketika individu mengalami


(beresiko mengalami gangguan kognisi, perhtian, memori dan

2
orientasi dengan sumber dan awitan yang tidak diketahui.
(Carpenilo, 2009)

1.3. Pingsan / Sinkop adalah hilangnya kesadaran untuk


sementara yang disebabkan oleh perfusi yang inadekuat
dikarenakan penurunan sementara aliran darah ke otak. Dapat
disebabkan oleh aritmia jantung, berdiri terlalu lama pada
lingkungan panas, faktor psikogenik, stimulasi vagal.
(Ginsberg, 2005)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Bagaimana mekanisme terjadinya penurunan kesadaran?


2.2 Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ?
2.3 Bagaimana intepretasimekanisme terjadinya konfusi dan agitasi?
2.4 Apakah hubungan antara riwayat penyakit dahulu pasien dengan
keluhan sekarang?

3
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 Mekanisme penurunan kesadaran
a. Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung. Syok adalah kondisi
media tubuh yang mengancam jiwa karena kegagalan sistem
sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai
sehingga berkurangnya suplai oksigen ke karingan tubuh akan
menyebabkan fungsi organ penting mengalami kegagalan dan
akhirnya mengalami kematian.

4
Syok juga bisa disebabkan karena diare berat, muntah, luka
bakar yang luas akan menyebabkam hilangnya cairan tubuh
sehingga cairan yang diedarkan berkurang.
b. Ensefalitis
c. Metabolik
Misalnya hipoglikemi, hiperglikemi, hipoksia, uremia, koma
hepatikum. Gejala yang timbul akibat hipoglikemi terdiri atas 2
fase, yang pertama gejala timbul akibat aktivasi pusat autonom
dihipotalamus sehingga dilepaskannya hormon epinefrin, gejala
timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50%. Fase kedua
timbul akibat dari adanya gangguan fungsi otot muncul jika kadar
glukosa darah turun mendekati 20%.
d. Elektrolit
Misalnya saat diare dan muntah yang berlebihan. Jika
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik berupa asidosis metabolic. Jika kehilangan
bikarbonat (HCO3) maka Ph akan turun maka pusat pernapasan
akan terangsang sehingga frekuensi pernapasan dalam dan
meningkat sehingga menyebabkan denyut nadi cepat lebih dari 120
kali / menit, tekanan darah menurun, pasien gelisah, pucat, akral
dingin, sianosis dan gagal ginjal akut.

e. Neoplasma
Bisa terjadi karena tumor otak baik primer maupun metastasis.
f. Intoksikasi
Gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada
gangguan metabolik, gangguan ARAS di batang otak terhadap
formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon.
g. Trauma
Trauma contohnya terjadi pada dada dapat mengurangi oksigen
dan ventilasi.
h. Epilepsi
Saat pasca serangan atau status epileptikus. (Plum, 2007)

1. Penyebab oliguria
a. Prarenal

5
Hipotonia, hipovolemia (setelah muntah), syok akibat
berbagai sebab, gagal jantung.
b. Renal
Glomerulonefritis akut, nefritis interstitial akut,
pielonefritis akut, sumbatan arteri renalis, trombosis vena
renalis, vaskulitis purpura trombositopenia trombolitik,
pembentukan intravaskuler disminata, mieloma renalis,
nekrosis tubular akut.
c. Postrenal
Batu penyakit prostat, kandung kemih, keganasan pelvis
dan retroperitoneum, perdarahan traktus urinarius, nekrosis
papilaris, fibrosis retroperitoneal. (Andi Setiawan, 2000)

3.2 Interpretasi data dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa suhu badan pasien
adalah 36 derajat celcius yang masih termasuk dalam kategori normal.
Kemudian ditemukan peningkatan heart rate dan juga peningkatan
pada denyut nadi. Hal ini disebabkan karena pada saat tekanan darah
dalam tubuh melemah, jantung kemudian melakukan kerja lebih cepat
sebagai kompensasi dari keadaan yang telah terjadi. Tujuannya, untuk
meningkatkan tekanan darah sehingga denyut nadi akhirnya juga ikut
meningkat.
Takipnea dapat disebabkan karena hipoksia dan penurunan gas
darah arteri ataupun karena disfungsi dari mokard itu sendiri. Saat
terjadi disfungsi miokard, secara otomatis akan terjadi penurunan
kontraktilitas dari miokard yang menyebabkan penurunan curah
jantung. Kemudian, akan terjadi peningkatan volume dan juga tekanan
akhir diastole dari ventrikel kiri. Akhirnya akan terjadi kongesti paru
dan edema yang akan berakhir dengan takipnea.
Selanjutnya, diketahui bahwa tekanan darah pasien mengalami
penurunan. Hipotensi ini erat kaitannya denan hasil pemeriksaan
penunjang pasien yaitu infark miokard. Selain kehilangan masif
jaringan otot ventrikel kiri, juga ditemukan daerah-daerah nekrosis
fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga terjadi akibat
ketidakseimbangan terus menerus antara kebutuhan dan suplai

6
oksigen miokardium. Pembuluh darah koroner yang terserang juga
tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai akibat
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung yang
berkaitan dengan respon kompensatorik seperti rangsangan simpatis.
Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan
kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja
sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah
siklus yang terus berulang. Siklus dimulai dengan infark miokardium
yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi
miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung
dan hipotensi arteri.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik dan menurunnya perfusi
koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan
menyebabkan terjadinya aritmia. Infark miokardium juga dapat
menyebabkan syok kardiogenik. Syok kardiogenik ditandai oleh
gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan hambatan oksigen ke jaringan. Ciri khas
pada syok kardiogenik akibat infark miokardium akut adalah hilangnya
40% atau lebih miokardium ventrikel kiri.Selain kehilangan masif
jaringan otot ventrikel kiri, juga ditemukan daerah-daerah nekrosis
fokal diseluruh ventrikel (Price, 2006).
b. Pemeriksaan penunjang
Dari hasil EKG adalah antero septal myocardialinfarction, fase
akut dapat dilihat dari :
 Pada fase akut masih terlihat ST elevasi yang menandakan adanya
infark
 Q wave yang memanjang menandakan adanya iskemik
 Kelainan pada EKG V1, V2, V3 dan V4 menandakan jantung
bagian anterior, septal
 Kelainan pada EKG V5 dan V6 menandakan jantung bagian lateral
– anterior
 Menandakan adanya nekrosis pada jantung bagian kiri, dan
biasanya disebabkan oelh penyumbatan arteri descendens anterior
kiri.

7
Elevasi ST menandakan jejas myocardium. Elevasi segmen ST
merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa benar – benar telah
komplit bahwa akan terjadi kemudian. Sekalipun ada atau pada
keadaan infark sejati, segmen ST biasanya kembali ke garis isoelektrik
dalam beberapa jam kemudian. Elevasi segmen ST yang menetap
sering menunjukan pembentukan aneurisma ventrikel, pelemahan dan
pengembangan dinding ventrikel. (Ahmad mutaqin Alim, 2009)

3.3 Mekanisme terjadinya konfusi dan agitasi


a. Konfusi
Adalah gangguan proses berpikir, bisa dikarenakan adanya
hipotensi
Etiologi
- Infeksi
- Penyalahgunaan alkohol
-Metabolik ( hipo dan hiperglikemia, uremia,
hiperkalsemia)
-Obat obatan
-Hipotensi
-Ketulian
-Demensia
Keadaan patologis yang terjadi pada pasien agitasi adalah:
 Aliran darah normal dalam cerebral : 50 / 60 mL/100 gr
jaringan otak per menit
 Hipertensi > 60 ml/gr à Meningkatnya aliran darah à
Perdarahan intra cerebral meningkat à Tekanan intra kranial
meningkat à otak terdorong à rasa pusing dan sakit kepala à
autoregulasi aliran darah dengan mengubah diameter pembuluh
darah dalam respon pembuluh serebral
 Hipotensi < 60 ml/gr à menurunnya aliran darah à
normalnya autoregulasi à MAP ( Mean Arterial Pressure ) >
160 mmHg à dilatasi pembuluh darah à normal, bila MAP <
50 mmHg à kompensasi tidak bekerja, kematian pada otak

8
 Pada kompensasi tidak adekuat pada MAP < 50 mmHg maka
otak kekurangan aliran darah dan dapat mengalami iskemia
sampai kematian pada otak, hal ini menyebabkan adanya gejala
defisit neurologis ( gangguan persyarafan )
 Konfusi merupakan salah satu bentuk dari adanya defisit
neurologis seperti rasa gembira tiba tiba dan kadang halusinasi.
(Smeltzer, 2002)

Patofisiologi konfusi :
Akibat hipoperfusi jaringan, akan memperburuk hantaran O2,
nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme jaringan sehingga
terjadi hipoksia jaringan. Hal ini akan menggeser metabolisme
anaerob (oksidatif) menjadi anaerob yang membentuk asa
laktat. Produksi ini akan memperburuk atau merusak sel dan
multisistem organ yang progresif. Karena menurunnya perfusi
ke otak menyebabkan penurunan koordinasi motorik juga
menyebabkan penurunan kemampuan berfikir pada hemisfer
mayor sinistra yang menyebabkan Konfusi.
b. Agitasi
Agitasi merupakan psikopatologi yang mempunyai manifestasi
klinis :
- Kegelisahan motorik
- Respon meningkat terhadap stimulus
- Tindakan violent dan destruktif
(Hudak, 2010)
Patofisiologi dari agitasi :

Tekanan darah menurun



Curah jantung menurun

Hipoksia

MAP tidak adekuat

Neurotransmiter keluar sebagai respon saraf simpatis
Setiap neurotransmitter yang keluar akan memberikan efek
agitasi yang berbeda beda

Depresi Serotonergic/GABAergic

9
Agitasi

Mania ↑ dopamine

Panic ↑ norepinefrin ↓ GABA


disoreder

Dementia ↓ GABA ↑ noreponefrin

Delinium ↓ GABA

Agression ↑ Dopamin, norpinefrin,


serotonin dan ↓ GABA

Macam agitasi
a. Perilaku fisik non agresif
- Kegelisahan umum
-Menyembunyikan barang
-Berpakaian tidak sesuai
-Menangani segala sesuatu tidak sesuai
b. Perilaku fisik agresif
-Memukul
-Mendorong
-Berebut barang
-Berperilaku kejam
-Mendorong
-Menggigit
c. Perilaku verbal non agresif
- Tidak suka apapun
- Mengeluh
- Berkata-kata seperti orag berkuasa
- Minta perhatian

d. Perilaku verbal agresif


-Menjerit
-Mengutuk
-Membuat suara aneh (Price ,2006)

3.4 Hubungan riwayat penyakit dahulu dengan sekarang


Hipertensi tidak terkontrol dapat meningkatkan kejadian dari
pembentukan trombus akibat adanya kenaikan kecepatan dan tekanna
darah, juga disertai dislipidemi. Naiknya tekanan darah menjadi faktor
predisposisi dari perlukaan endotel ataupun ruptur jaringan ikat fibrosa

10
yang menutup ateroma, menimbulkan ulkus pada endotel dan
merangsang pembentukan pembukan darah yang akan menjadi trombus.
 Komplikasi dari hipertensi yang tidak terkontrol
a. Heart attact or stroke
Blood pressure yang tinggi dapat membuat pembuluh darah
menebal dan mengeras akibat arterosklerosis yang dapat berubah
menjadi serangan jantung, stroke ataupun komplikasi lain.
b. Aneurisma
Tekanan darah tinggi dapat membuat pembuluh darah menjadi
melemah da mengembang, membentuk aneurisma. Jika aneurisma
pecah, dapat membahayakan pasien.
c. Gagal jantung
Untuk memompa darah dengan tekanan yang tinggi di dalam
pembuluh darah, oto jantung menkompensasi dengan penebalan
otot (untuk melawan resistensi perifer). Namun, otot oto yang
menebal dapat membuat pemompaan darah ke tubuh menjadi lebih
sulit, sehingga terjadi gagal jantung.
d. Mengecilkan dan melemahkan pembuluh darah renal.
e. Sindrome metabolic
(Harington, dkk. 2013)

BAB IV

SISTEMATIKA MASALAH

Perempuan 56 tahun
RPD : hipertensi
tidak terkontrol

Hospitalized 2 days

Oligouric Berkeringat dingin Tampak bingung dan


gelisah

Vital sign :
Pemeriksaan Penunjang :
 TD : 80/50mmHg
 EKGRR: :St28elevasi
X/menitpada lead
11
V1Nadi
– V6120
(Gambaran
X/menit Infark
Miocard)
T : 36ᵒC
Komplikasi klinis
Komplikasi/manifestasi
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

5.1 Mahasiswa mampu menjelaskan syok mulai dari definisi hingga


penatalaksanaan.

BAB VI

BELAJAR MANDIRI

12
BAB VII
BERBAGI INFORMASI

1. Syok
a. Definisi syok
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu
sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai
manifestasi hemodinamik. Tetapi , petunjuk yang umum adalah tidak
memadainya perfusi jaringan. Keadan hipoperfusi ini memburuk hantaran
oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolik pada tingkat
jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidtif ke
jalur anaerob, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan
metabolisme yang progresif menyebabkan syok berlarut-larut yang pada
puncaknya dapat menyebabkan kemunduran sel dan keruskan multi sistem.
(Price, 2006).

13
b. Tahapan syok
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu
sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai
manifestasi hemodinamik. Tetapi , petunjuk yang umum adalah tidak
memadainya perfusi jaringan. Keadan hipoperfusi ini memburuk hantaran
oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolik pada tingkat
jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidtif ke
jalur anaerob, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat.
Kekacauan metabolisme yang progresif menyebabkan syok berlarut-larut
yang pada puncaknya dapat menyebabkan kemunduran sel dan keruskan multi
sistem. Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat
(Price, 2006):

1. Tahap 1 syok terkompensasi (non progresif), yaitu tahap terjadinya respon


kompensatorik.
Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk
mengembalikan kepada kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio
kimia. Asidosis yang terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan
hiperventilasi dengan tujuan untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh,
karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam keseimbangan asam basa
dengan cara mengasamkan ata menurunkan pH dalam darah. Dengan
demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat menaikkan pH
darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis yang terjadi.
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas
tertentu dideteksi oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan
menghasilkan norepinefrin dan epnefrin. Norepinefrin berperan dalam
vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada
peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara
dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek

14
keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain
dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga
teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti
diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan
mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output.

2. Tahap 2, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi


dan kemunduran fungsi organ.
Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan
mengalami tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai
kegagalan. Pada stadium ini, Asidosis metabolik semakin prah, otot polos
pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga terjadi penimbunan
darah dalam pembuluh darah. Ha ini mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya histamin yang mengakibatkan
bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi
dan viscositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dala
aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian banyak jaringan. Jika
organ pencernaan juga mengalami nekrosis, dapat menyebabkan masuknya
bakteri kedalam aliran darah.

3. Tahap 3, tahap refrakter (irreversible ) yaitu tahap kerusakan sel yang hebat
tidak dapat lagi dihindari, dan pada akhirnya menuju pada kematian.
Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock
menjadi ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok
menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin
ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah
keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di
transformasi menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap
ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang
dapat difosforilasi menjadi ATP.

c. Derajat syok
Berat dan ringannya syok menurut Tambunan Karmel, dkk, (1990, hal 2).

15
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan
yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolic tidak ada atau
ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal, dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi
hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa
terjadi dan asidosis metabolic. Akan tetapi kesadaran relative masih
baik.

3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oligouria dan asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia
jantung (EKG Abnormal, curah jantung menurun).

d. Klasifikasi syok
Klasifikasi syok menurut Weil dan Shubin :
1) Syok Kardiogenik
a) Definisi
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari
tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh),
dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
b) Etiologi
a. Iskemia Ventrikel: IMA, Cardiopulmonary arrest,
operasi jantung
b. Masalah struktur: ruptur septum, ruptur otot papilari,
ruptur dinding jantung, aneurisme ventrikel,
Kardiomiopati, tumor jantung, trombus atrium,
pulmonary embolisme, disfungsi katub, miokarditis,
tamponade jantung
c. Disritmia: bradidisritmia, takidisritmia

16
c) Manifestasi Klinis
• Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg
dibawah batas bawah sebelumnya
• Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-
organ utama :
• Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai
penurunan kadar natrium dalam urin
• Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin
dan lembab
• Gangguan fungsi mental
• Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
• Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji
kapiler paru (PCWP) 18-21 mmHg.
d) Patofisiologi

e) Diagnosis
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah
berdasarkan:
 Keluhan Utama Syok Kardiogenik
-Oliguri (urin < 20 mL/jam).
-Mungkin ada hubungan dengan IMA
-Nyeri substernal seperti IMA.
 Tanda Penting Syok Kardiogenik
-Tensi turun < 80-90 mmHg.
-Takipneu dan dalam.
-Takikardi.
-Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.

17
-Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua
basal paru.
-Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering
terdengar.
-Sianosis.
-Diaforesis (mandi keringat).
-Ekstremitas dingin.
-Perubahan mental. (Price,2005)
F) Penatalaksanaan
 Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar
sebaiknya dilakukan intubasi.
 Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan
masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
 Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok
yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
 Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan
asam basa yang terjadi.
 Bila mungkin pasang CVP.
 Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti
hemodinamik.
 Meningkatkan suplai O2 ke Miokard
o Suplemen O2 dan ventilator mekanik
o Narkotik analgesik à mengurangi nyeri dan beban
miokard
o Reperfusi dengan trombolitik
 Memaksimalkan CO
o Agen anti aritmia
o Pacu jantung
o Volume loading
o Simpatomimetik (dopamin, epinefrin, norepinefrin)

 Mengurangi beban kerja ventrikel kiri


o Vasodilator: nitropruside, nitrogliserin, hidralazine,
captopril, enalapril
o
Medikamentosa
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
b. Anti ansietas, bila cemas.
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

18
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila
perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15
mikrogram/kg/m.
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga
diberikan amrinon IV.
g. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
h. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan
oksigenasi jaringan.
i. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi
supraventrikel.
(Sudoyo,2007)

2) Syok Hipovolemik
Terjadi akibat penurunan volume cairan dalam tubuh
(darah, plasma, elektrolit).
Penyebabnya adalah perdarahan mukosa saluran cerna
dan trauma berat.
Ditandai oleh :
 Penurunan volume cairan intra vaskuler
 Penurunan tekanan vena sentral
 Hipotensi arterial
 Peningkatan tahanan vaskular sistemik
 Respon jantung berupa : takikardia

3) Syok Distributif
Merupakan gangguan distribusi aliran darah.
Tahapannya :
 Stadium dini dari bakteriemia, cardiac output ↑
terdapat tanda penurunan ekstraksi oksigen. Pada

19
tahap ini terdapat Low Resistance Defect (tahap
hiperdinamik/warm shock).Pada keadaan ini
kecepatan aliran darah ↑ sehingga waktu sirkulasi
↓.
 Tahap lanjut, setelah pelepasan endotoksin terjadi
tahap High Resistance Defect (tahap
hipodinamik/cold shock). Pada keadaan ini cardiac
output ↓, tahanan arterial perifer ↑, sehingga
kecepatan aliran darah ↓ dan waktu sirkulasi ↑.
àPemberian cairan dalam jumlah banyak biasanya
gagal, karena pengembangan dari system
kapasitansi dan sekuestrasi cairan.

(Lily Ismudiati , 2003)


4) Syok Obstruktif
Adanya gangguan berupa hambatan aliran darah.
Penyebabnya adalah :
 Kompresi vena cava
 Tamponade
 Ball – valve trombus
 Emboli paru

20
(Lily Ismudiati , 2003)
5) Syok lainnya
Yang termasuk pada jenis syok ini :
1. Syok Anafilaktik
2. Syok Septik
3. Syok Neurogenik

1. Syok Anafilaktik

21
2. Syok septik
Infeksi Mengeluarkan
pada Tubuh merespon mediator
darah inflamasi

Relaksasi vaskular
Meningkattnya permeabilitas
endotel
Menurunnya kontraktilitas
jantung

3. Syok Neurogenik
Penyebabnya syok ini yaitu trauma medulla spinalis.
Terjadi karena kegagalan pusat vasomotor sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah.

22
e. Penatalaksanaan syok
Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut
Alexander R H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)

1. Posisi Tubuh

a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara


umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang,


penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai,
kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau
untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.

c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka,


atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi
tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari
rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh
muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah
meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.

d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang


datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.

e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya


penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.

f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita


telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah
balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat.

23
Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

2. Pertahankan Respirasi

a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi


atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu
jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
3. Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

PENUTUP

Kesimpulan

24
Shock adalah suatu sindroma klinis dari adanya perfusi jaringan yang tidak
adekuat. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.

Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi


gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.

Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.

Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal


jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel
kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.

Saran

25
Dalam tutorial diharapkan agar tutor mampu membimbing mahasiswa agar
mencapai semua learning object maupun tujuan pembelajaran yang harus dicapai
dalam suatu pokok bahasan. Diharapkan tutor sudah berkoordinasi apa saja yang
harus dicapai sehingga pada tiap-tiap kelompok tutorial mencapai hasil yang sama
atau mendapat materi yang sama minimal seperti apa yang harusnya dipelajari
oleh mahasiswa sehingga, saat ujian seperti MCQ terutama SOCA mahasiswa
dapat menjawab setiap soal yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. ., 1993, Shock , Dalam buku: Advanced Trauma Life


Support Course for Physicians. USA,

Carpenilo, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik


Klinis. Jakarta: EGC
Greenberg.Micahael I dkk. 2007. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid I.
Penerbit Erlangga : Jakarta.

26
Hudak CM & Gallo BM, 2010, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik,
Edisi 6, EGC, Jakarta.
Lily Ismudiati Rilantono,dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta FKUI2003

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis
of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York.

Sudoyo, Aru W.(2007).Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,


Marcellus

Setiawan, Andi. 2000. Anuria / oliguria. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29.
Jakarta : EGC.

Smeltzer SC & Bare BG, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 3, EGC, Jakarta.
Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat
Darurat., FKUI, Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai