2.1 PEMBAHASAN
1. Struktur Novel Manusia Langit Karya J.A. Sonjaya
Terbentuknya karya sastra novel tidak lepas dari struktur pembangunnya.
Struktur karya sastra juga menyaran pada hubungan antar unsur (intrinsik) yang
bersifat timbal balik, saling mempengaruhi secara bersama membentuk satu kesatuan
yang utuh. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan
yang menekankan pada kajian antar pembangun yang bersangkutan (Nurgiyantoro,
1994: 36). Analisis struktural merupakan prioritas pertama sebelum menerapkan
analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna intrinsik dalam suatu
karya sastra tidak dapat ditangkap. Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (1994: 23)
meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan,
dan bahasa atau gaya bahasa. Unsur intrinsiknya terdiri dari tema, tokoh dan
penokohan, alur atau plot, latar.
a) Tema
Tema adalah gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut
persamaan–persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto, dalam
Nurgiyantoro, 1994: 68). Tema merupakan suatu gagasan sentral, suatu yang hendak
di perjuangkan dalam tulisan atau karya fiksi. Jadi tema tidak lain dari suatu gagasan
sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran
dari karangan tersebut.
NO STRUKTUR ISI KUTIPAN
a. TEMA Perjuangan hidup “Setelah tidak mendapat jawaban,
demi meraih Cita- akhirnya aku membiarkan tubuhku
cita dan Cinta tergeletak dipasir. Mataku
menerawang ke angkasa. Pikiranku
menerawang ke masa lalu. Aku
berusaha menimbang dan mencari alas
an untuk tetap hidup.” (Hal.63)
- Yasmin
- Kuat/Tegar - “Karena aku tidak mau jadi
pedagang seperti leluhurku, aku
tidak mau kuliah di
ekonomi.”(Hal.46)
- “Mas, aq skrg lg ngandung anak
qt. aq tdk mau ganggu hidup mas
yang sdh bgt mapan. Jd, utk yang 1
ini biar aq yg nanngung sendiri.
Tlg jgn cari aq.”(Hal.62)
- Ama Budi
- Baik - “Lalu disiarkanlah kabar jika
keluarga Ama Budi Hia hendak
menyelenggarakan pesta
pengukuhan anak Angkatnya,
Mahendra Hia”(Hal.126)
- “Ama Budi, meski tidak
mengenyam bangku pendidikan,
sangat memhami bahwa ia
memperlakukan aku sebagai pihak
yang memiliki gerak untuk menjadi
diriku sendiri karena sesungguhnya
aku tidak bias benar-benar menjadi
orang Nias.” (Hal.128)
- Bijaksana - “Di balik rasa kecewa, ada rasa
kagum dalam diriku terhadap sikap
Ama Budi yang tampak Njawani”
(Hal.127)
- “Ama Budi, meski tidak
mengenyam bangku pendidikan,
sangat memhami bahwa ia
memperlakukan aku sebagai pihak
yang memiliki gerak untuk menjadi
diriku sendiri…..,” (Hal.128)
- Saita
- Tekun/Giat - “Saita, meski usianya sudah
terlambat, atas anjuranku akhirnya
mau mendaftar menjadi siswi kelas
satu SMP”. (Hal.133)
- “Terakhir mataku tertuju kepada
Saita. Ia selalu masuk terakhir
untuk menghindari tertabrak
teman-temannya.” (Hal.136)
- “Sepulang sekolah, Saita
membantu keluarga Ama Budi di
rumah dan di lading. Berangkat ke
lading siang puylang sore, lalu
malam mencuci perabot keluarga
Ama Budi.” (Hal.136)
1. Wujud konflik sosial antara Individu dengan individu dalam novel Manusia
Langit karya J. A. Sonjaya
menurut Soekanto (1986: 94), perbedaan orang-perorangan merupakan perbedaan
pendirian dan perasaan yang secara mungkin dapat menyebabkan bentrokan antara orang-
perorangan. Konflik sosial akibat adanya perbedaan orang-perorangan akan dibagi menjadi
beberapa pembagian yang mencakup perbedaan antara individu dengan individu, perbedaan
antara individu dengan kelompok, dan perbedaan antara kelompok dengan kelompok.
NO STRUKTUR ISI KUTIPAN
1. Konflik Sosial - Individu-individu -
- Bersitegang - “salah satu bapak itu berbicara
kepaa Sayani dalam bahasa Nias
dengan penuh emosi“. (hal.4)
- “Ini semua gara-gara kamu, Bang!”
teriak Sayani histeris.”Aku
mendengar semua percakapanmu
dengan Ama tadi malam!”.
- “selalu saja minta maaf! APa-apa
minta maaf! Apakah Ina akan
kembali dengan mafmu!” Suara
Sayani sangat keras sehingga
perhatian seisi rumah tertuju
kepadanya.”kamu hanya membawa
masalah saka di keluarga ini.”
(Hal.113)