Anda di halaman 1dari 13

Nama : Sarjan bin ali

Jurusan : Alwalu syakhsiyah (Hukum keluarga)


Mata kuliah : Hukum agraria

SISTEM PUBLIKASI DAN PENDAFTARAN TANAH

1SistemPublikasi
Dalam beberapa kepustakaan Hukum Tanah (Hukum Agraria) ditemukan beberapa sistem pendaftaran tanah.
Yang dimaksud sistem pendaftaran di sini adalah sistem publikasinya. Hal ini berhubungan erat dengan alat
bukti dan kemungkinan gugatan dari pihak lain.
Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah meliputi
1. Sistem Positif
Sistem ini misalnya dianut oleh Jerman dan Swiss. Menurut sistem positif sertifikat merupakan tanda
bukti hak atas tanah yang mutlak dan merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah.
Sistem positif menjamin dengan sempurna nama yang terdaftar dalam buku tanah, ia tidak dapat
dibantah, kendati bukan pemilik yang berhak. Sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku
tanah. Pejabat-pejabat pendaftaran tanah (balik nama) memainkan peranan aktif.

Kebaikan Sistem Positif


a. Kepastian dari buku tanah.
b. Peranan aktif dari Pejabat Pendaftaran Tanah dan Hak-hak atas tanah.
c. Mekanisme kerja dalam penerbitan sertifikat tanah mudah dimengerti oleh orang awam.

Kelemahannya:
a. Peranan aktif dari Pejabat Pendaftaran Tanah dan hak-hak atas tanah (balik nama) memerlukan waktu
yang lama.
b. Pemilik tanah yang sebenarnya berhak akan kehilangan haknya karena kepastian dari buku tanah.
c. Wewenang Pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif.2[2]

2. Sistem Negatif
Segala apa yang tercantum dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang
sebaliknya (tidak benar) di muka Hakim persidangan. Asas Memo Plus Yuris yaitu melindungi pemegang hak
atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan hak tanpa diketahui oleh pemegang hak
yang sebenarnya
Ciri pokok dari sistem publikasi Negatif adalah pendaftaran tanah dan pendaftaran hak atas tanah tidaklah
menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah jika nama yang terdaftar
bukan pemilik sebenarnya
Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, peralihan hak tersebut
merupakan mata rantai perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah.
Ciri pokok lainnya adalah bahwa Pejabat Pendaftaran Tanah dan Pejabat Balik Nama berperan pasif artinya
tidak berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran dari Surat Tanah yang diserahkan padanya. Kebaikannya:
adanya perlindungan bagi pemegang hak yang sebenarnya
Kelemahannya:
a. Peran pasif Pejabat Pendaftaran Tanah dan Pejabat Balik Nama sehingga menyebabkan tumpang
tindihnya sertifikat.
b. Mekanisme kerja (proses) penerbitan seringkali kurang dimengerti orang awam.

1[1] Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaanya,


Bandung, Alumni, 1983, hlm, 30 – 31.

2[2]Ibid
3. Sistem Torrens3[3]
Di samping dibicarakan dalam sistem publikasi, sistem Torrens juga dibicarakan dalam sistem (cara)
pendaftaran tanah.4[4]
Sistem ini sebagaimana namanya pertama kali diperkenalkan oleh Sir Robert Torrens, seorang Pejabat di
Australia Selatan. Sistem ini mulai berlaku 1 Juli 1858 dengan nama "The Real Property Act" atau "Torrens
Act". Sistem ini dipakai di Kepulauan Fiji, Canada, Negara Bagian Iowa Amerika Serikat, Jamaika, Trinidad,
Brazil, Aljazair, Tunisia, Congo, Spanyol, Denmark, Norwegia, dan Malaysia, tentunya setelah dilakukan
penyesuaian dengan sistem hukumnya.
Menurut penciptanya, sistem ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan Sistem Negatif, yakni:
a) Lebih menjamin kepastian hukum.
b) Lebih menghemat waktu dan biaya.
c) Lebih singkat dan jelas.
d) Lebih sederhana sehingga setiap orang dapat mengurus sendiri.
e) Menghalangi usaha penipuan.
f) Hak-hak milik atas tanah dapat meningkat harganya karena ada kepastian hukum.
g) Sejumlah prosedur sudah dikurangi.

Menurut sistem Torrens sertifikat merupakan alat bukti hak atas tanah yang paling lengkap dan tidak dapat
diganggu gugat. Ganti rugi terhadap pemilik sejati melalui dana asuransi. Perubahan buku tanah tidak mungkin
dilakukan, kecuali jika cara perolehannya dengan pemalsuan dokumen atau dengan penipuan.
Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c
adalah Sistem Negatif terlihat dari kata-kata "... berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. Demikian pula
dalam Penjelasan Umum PP Nomor 10 Tahun 1961, yang menyebutkan bahwa:
"Pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan, bahwa
orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya, orang tersebut masih dapat menggugat
hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi cara pendaftaran hak yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif'.5[5]
Demikian pula halnya dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 secara prinsipil tidak ada perubahan dalam hal sistem
publikasi pendaftaran tanah dengan tetap mempertahankan sistem negatif dengan penambahan unsur-unsur
positif

Pengertian Pendaftaran Tanah

Pengertian Pendaftaran Tanah UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan,
peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan terselenggaranya pengelolaan
dan pemanfaatan tanah untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan
tersebut adalah mengenai kepastian hak atas tanah yang menjadi dasar utama dalam rangka kepastian hukum
kepemilikan tanah.
Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, dalam Pasal 19 UUPA
telahdiaturketentuandasarpendaftarantanahsebagaiberikut :
1) Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia, menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2) Pendaftaran tanah tersebut pada ayat (1) meliputi :
a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3[3]Ibid

4[4]Lihatdibagianbawahnanti

5[5]Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, pada huruf C. angka 7 sub b.
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.6[6]

Dengan adanya pendaftaran tanah seseorang dapat secara mudah memperoleh keterangan - keterangan
berkenaan dengan sebidang tanah seperti hak yang dimiliki, luas tanah, letak tanah, apakah telah dibebani
dengan hak tanggungan atau tidak. Dengan demikian penyelenggaraan pendaftaran tanah atau pendaftaran hak
atas tanah yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 telah menggunakan
asas publisitas dan asas spesialitas. Asas publisitas tercermin dengan adanya pendaftaran tanah yang
menyebutkan subyek haknya, jenis haknya, peralihan dan pembebanannya. Sedangkan asas spesialitas
tercermin dengan adanya data-data fisik tentang hak atas tanah tersebut seperti luas tanah, letak tanah, dan
batas-batas tanah. Asas publisitas dan asas spesialitas ini dimuat dalam suatu daftar guna dapat diketahui secara
mudah oleh siapa saja yang ingin mengetahuinya, sehingga siapa saja yang ingin mengetahui data-data atas
tanah itu tidak perlu lagi mengadakan penyelidikan langsung kelokasi tanah yang bersangkutan karena segala
data-data tersebut dengan mudah dapat diperoleh di Kantor Pertanahan. Oleh karenanya setiap peralihan hak
atas tanah tersebut dapat berjalan lancar dan tertib serta tidak memakan waktu yang lama.

SistemPendaftaran Tanah
Di samping sistem publikasi pendaftaran tanah, dalam kepustakaan dikenal pula sistem pendaftaran tanah,
dalam arti cara pendaftarannya, yang dibedakan dalam pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap haknya
(registration of titles) dan pendaftaran terhadap akta (registration of deeds).
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah. Dalam sistem
akta Pejabat Pendaftaran Tanah bersifat pasif, ia tidak menguji kebenaran akta. Tiap kali terjadi perubahan
wajib dibuatkan akta, sebagai bukti haknya. Dalam sistem ini data yuridis harus dicari dalam akta-akta yang
bersangkutan, pencarian akta (title search) yang memakan waktu dan keahlian khusus.
Untuk ini Robert Richard Torrens menciptakan cara baru yang lebih sederhana dan memungkinkan orang
memperoleh keterangan dengan cara yang mudah. Sistem ini menggunakan pendaftaran terhadap hak
(registration of titles).

AsasPendafataran Tanah
Asas-asas pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah:
1. Asas Sederhana : dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedurnya dengan mudah
dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama oleh para pemegang hak atas tanah.
2. Asas Aman : dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah
itu sendiri.
2. Asas Terjangkau: keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyeleng-
garaan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
3. Asas Mutakhir: dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam
pemeliharaan datanya. Dua hal ini harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas mutakhir
menuntut data yang tersedia di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
4. Asas Terbuka: mengandung arti bahwa data yang ada pada Kantor Pertanahan harus dapat diperoleh secara
terbuka oleh masyarakat.

Obyek Pendaftaran Tanah


Obyek pendaftaran tanah menurut Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997 meliputi :
a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai;
b. tanah hak pengelolaan;
c. tanah wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun;

6[6] Indonesia (a), PeraturanDasarPokok-pokokAgraria, UU No. 5, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No.
2043, ps. 19
e. hak tanggungan;
f. tanah negara.
Berbeda dengan obyek-obyek pendaftaran tanah yang lain, tanah negara pendaftarannya dilakukan dengan
cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. Untuk tanah negara tidak disediakan
buku tanah dan karenanya juga tidak diterbitkan sertifikat. Sedangkan obyek pendaftaran tanah yang lain
didaftar dengan membukukannya dalam peta pendaftaran dan buku tanah serta menerbitkan sertipikat sebagai
surat tanda bukti haknya.

Tujuan dan Fungsi Pendaftaran Tanah


Dalam PP Nomor 10 Tahun 1961, tujuan pendaftaran tanah tidak dinyatakan dengan tegas. Pendaftaran
tanah yang dinyatakan dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 bertujuan untuk :
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Adapun fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya
perbuatan hukum mengenai tanah. Akan tetapi untuk perbuatan hukum tertentu, pendaftaran tanah mempunyai
fungsi lain, yaitu untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Artinya tanpa dilakukan pendaftaran, perbuatan
hukum itu tidak terjadi dengan sah menurut hukum. Inimisalnya berlaku bagi pendaftaran hipotik / hak
tanggungan. Sebelum didaftar di Kantor Pertanahan, hipotik / hak tanggungan itu belum mengikat secara
hukum. Pendaftaran jual beli atau hibah atau tukar menukar bukan berfungsi untuk sahnya perbuatan itu, tetapi
sekedar memperoleh alat bukti mengenai sahnya perbuatan itu. Alat bukti itu adalah sertifikat yang didalamnya
disebut adanya perbuatan hukum itu dan bahwa pemiliknya sekarang adalah pembeli atau yang menerima hibah
atau yang memperoleh penukaran.7[7]
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah akan
membawa akibat diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sertipikat tanah kepada pihak
yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap hak atas tanah yang dipegangnya
itu. Disinilah letak hubungan antara maksud dan tujuan pendaftaran tanah dengan maksud dan tujuan pembuat
UUPA yaitu menuju cita cita adanya kepastian hukum berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang umumnya
dipegang oleh sebagianbesar rakyat Indonesia.
SISTEM PENDAFTARAN DAN SISTEM PUBLIKASI YANG DIGUNAKAN

Ada dua macam sistem pendaftaran tanah, yaitu sistem pendaftaran akta dan sistem pendaftaran hak.
Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian data
yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya.

Sistem pendaftaran yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of titles), hal tersebut
tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun
dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Pembukuan dalam buku
tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut merupakan bukti, bahwa hak yang bersangkutan beserta
pemegang haknya dan bidang tanahnya yang di uraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut
PP 24/1997. Demikian dinyatakan dalam Pasal 29, PP 24/1997.

Sistem publikasi yang digunakan yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif, karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti dinyatakan
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Bukansistem
publikasi negatif yang murni. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran

7[7]Effendi Perangin-angin (a), HukumAgraria di Indonesia SuatuTelaahdariSudut Pandang


PraktisiHukum, Cet. 4, (Jakarta: RajaGrafindoPersada, Juni 1994), hlm. 96
hak. Juga tidak aka nada pernyataan seperti dalam pasal-pasal UUPA diatas, yang menegaskan bahwa sertifikat
merupakan alat bukti yang kuat.

KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT

Dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 dijelaskan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan. Ini berarti, bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, dat fisik dan data yuridis yang
tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-
hari maupun dalam berperkara dipengadilan.

PENYELENGGARA DAN PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH

Sesuai dengan ketentuan pasal 19 UUPA pendaftaran tanah diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal
ini Badan Pertanahan Nasional/BPN.

Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dan dalam melaksanakan
tugas tersebut Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain
yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP 24/1997 ini dan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)

Dalam Pasal 1 angka 24, PP 24/1997 disebut PPAT sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun,
dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan.

Dalam Pasal 7, PP 24/1997 ditetapkan bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN.

Dalam penjelasan umum dikemukakan, bahwa akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam
rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah.

PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar untuk pertama kalinya sebidang tanah yang
semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan

Kegiatan dan pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :

1. Pengumpulan dan pengelolaan data fisik.


2. Pengumpulan dan pengolahan data yuridis.
3. Penerbitan sertifikat.
4. Penyajian data fisik dan data yuridis, dan
5. Penyimpanan daftar umum.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik
dilaksanakan atas prakarsa Badan Pertanahan Nasional yang didasarkan atas suatu rencana kerja jangka panjang
dan rencana tahunan yang bersinambungan. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan
pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan.

Yang akan diutamakan adalah pendaftaran tanah secara sistematik, tetapi pendaftaran tanah secara
sporadik juga akan ditingkatkan.

PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH


Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data
yuridis objek pendaftaran tanah yang telah didaftar.

Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftrakan perubahan yang bersangkutan kepada kantor
pertanahan.(pasal 36 PP 24/1997).

Pemeliharaan data pendaftaran tanah terdiri dari :

1. Pemeliharaan data karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang


2. Pemeliharaan data karena pemindahan hak melalui lelang
3. Pemeliharaan data disebabkan peralihan hak karena pewarisan
4. Pemeliharaan data disebabkan peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi
5. Pemeliharaan data karena pembebanan hak
6. Pemeliharaan data karena perpanjangan jangka waktu hak atas tanah
7. Pemeliharaan data karena pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah
8. Pemeliharaan data karena pembagian hak bersama
9. Pemeliharaan data karena hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan, dan hak milik atas satuan rumah
susun
10. Pemeliharaan data karena perubahan nama
11. Pemeliharaan data berdasarkan putusan atau penetapan ketua pengadilan
12. Pemeliharaan data sehubungan dengan perubahan hak atas tanah

Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah dengan Status Hak Milik karena Jual Beli di
Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes

Peralihan hak milik atas tanah yang dikarenakan jual beli tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang
sengaja dilakukan oleh sastu pihak dengan maksud untuk memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang
lain. Di mana berpindahnya hak milik atas tanah tersebut diinginkan oleh kedua belah pihak melalui jual beli.
Hak milik, demikian pula setiap peralihan haknya, hapusnya hak, yang dikarenakan jual beli, harus didaftarkan
pada Kantor Pertanahan setempat khususnya Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang merupakan pelaksana dari pasal 19 Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pendaftaran peralihan hak milik atas tanah adalah kegiatan pencatatan mengenai
peralihan hak atas tanah. Pencatatan peralihan hak atas tanah adalah suatu kegiatan pencatatan administrasi /
yuridis bahkan kadang teknis atas beralihnya / berpindahnya kepemilikan suatu bidang tanah dari satu pihak ke
pihak lain. Di mana dalam menyelenggarakan pendaftaran peralihan hak atas tanah ini, pencatatan
administrasinya dibukukan ke dalam daftar isian. Daftar isian yang dimaksud di sini adalah daftar-daftar yang
dipergunakan untuk melakukan pencatatan administrasi mengenai pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana pelaksanaan pendaftaran peralihan hak
atas tanah dengan status hak milik karena jual beli di Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes ? (2) Hambatan-
hambatan apa yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan status hak milik
karena jual beli di Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes?. Penelitian ini bertujuan : (1) Untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan status hak milik karena jual beli di Kantor
Pertanahan Kabupaten Brebes. (2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan
pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan status hak milik karena jual beli di Kantor Pertanahan Kabupaten
Brebes. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, metode
observasi, metode kepustakaan,. Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah model
analisis kualitatif, karena penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Model analisis data tersebut sesuai untuk
menggambarkan tentang pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan status hak milik karena jual
beli. Hasil penelitian menunjukan bahwa setiap peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli, setelah
dilakukan peralihan haknya oleh PPAT setempat yang dibuktikan dengan akta jual beli, selanjutnya PPAT yang
besangkutan dalam waktu 7 hari kerja sejak penandatanganan akta yang bersangkutan, wajib mendaftarkan
peralihan hak atas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan setempat khususnya Kantor Pertanahan Kabupaten
Brebes dengan membawa berkas-berkas pemohon yang diperlukan. Dalam memberikan pelayanannya melalu
sistem loket yang telah disediakan dan pencatatan atau pembukuannya dicatat dalam daftar isian. Berdasarkan
hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan
status hak milik karena jual beli di Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes cukup baik. Hal ini dikarenakan dalam
pelaksanaannya sesuai dengan tata laksana dan ketentuan yang sudah ditentukan, yang dilaksanakan oleh Sub
Seksi Peralihan Hak, Pembebanan dan PPAT, serta adanya hubungan kerja sama yang baik antara pihak PPAT
dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes, dalam hal ini Sub Seksi Peralihan Hak, pembebanan dan PPAT.
Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yang mengakibatkan pelaksanaan pendaftaran
peralihan hak atas tanah berkesan lambat atau kurang lancar, yakni dari faktor intern (dalam hal ini Kantor
Pertanahan Kabupaten Brebes), dan dari faktor ekstern (dalam hal ini masyarakat Kabupaten Brebes sendiri).
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya meningkatkan jumlah pegawai/tenaga ahli yang menangani
pendaftaran peralihan hak atas tanah. Hal ini dilakukan agar kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes
berkesan sangat baik dan lancar dan juga untuk masyarakat Kabupaten Brebes hendaknya ketika akan
melakukan peralihan hak atas tanahnya melalui jual beli, harus dilakukan dihadapan PPAT setempat sekaligus
dilakukan pendaftaran peralihan haknya pada Kantor Pertanahan Kabupaten Brebes. Hal ini dilakukan agar
peralihan hak tersebut mendapat jaminan kepastian hukum dan kekuatan hukum.

Sistem pendaftaran tanah

Kegiatan Pendaftaran Tanah di Indonesia sejak penjajahan Belanda telah ada khususnya untuk mengelola hak-
hak barat dan pada zaman awal kemerdekaan pendaftaran tanah di Indonesia berada di Departemen Kehakiman
yang bertujuan untuk menyempurnakan kedudukan dan kepastian hak atas tanah yang meliputi :

1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia
2. Pembukuan hak atas tanah serta pencatatan pemindahan hak atas tanah tersebut.

Melihat bentuk kegiatan pendaftaran tanah seperti diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa sistem pendaftran
tanah pada saat itu adalah sistem pendaftaran akte (regristration of deeds) dimana Jawatan Pendaftaran Tanah
pada saat itu hanya bertugas dan berkewenangan membukukan hak-hak tanah dan mencatat akte peralihan /
pemindahan hak, tidak menerbitkan surat tanda bukti hak yang berupa sertifikat tanah. Alat bukti kepemilikan
tanah pada saat itu berupa akte (akte eigendom dll).

Dengan lahirnya UUPA pada tanggal 24 september 1960 maka sistem pendaftaran tanah berubah menjadi
sistem pendaftaran hak (registration of title) dimana hal tersebut ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA yang antara
lain berbunyi:
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Pendaftaran tanah meliputi:

1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah


2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Perbedaan kewenangan dalam sistem pendaftaran tanah seperti diuraikan di atas jelas tertuang dalam ketentuan
angka 2 b dan c dimana pendaftaran tanah melakukan pendaftaran hak termasuk peralihan dan pembebanannya
serta pemberian surat-surat tanda bukti termasuk sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat.

Dalam sistem ini setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan
kemudian juga harus dibuktikan dengan suatu akta (pendaftaran terus-menerus). Tetapi dalam penyelenggaraan
pendaftarannya, bukan akta tersebut yang didaftar melainkan haknya tersebutlah yang didaftarkan, sementara
akta hanya merupakan bukti dan sumber datanya. Selain itu juga terdapat buku tanah sebagai dokumen yang
memuat data fisik dan data yuridis yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat
tanda bukti hak yang didaftar.
H. Sistem publikasi pendaftaran tanah

Pada garis besarnya dikenal dua sistem publikasi yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif.
Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak, maka harus ada buku tanah sebagai bentuk
penyimpanan dan penyajian data yuridis, selain itu juga ada sertififkat hak sebagai surat tanda bukti hak.

Sistem publikasi negatif bukan pendaftarannya yang diperhatikan, tetapi sahnya perbuatan hukum yang
dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli, dimana pendaftaran tidak membuat orang yang
memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang haknya yang baru.

Sistem publikasi yang digunakan dalam PP 24/1997 adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur
positif. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan PP 24/ 1997 Pasal 32 ayat (1) dan Penjelasannya. Dalam Pasal 32
ayat (1) disebutkan mengenai sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat yang berarti merupakan sistem
publikasi positif karena melihat pada pendaftaran sebagai bukti hak.

Sementara dalam Penjelasan Pasal 32 disebutkan sertifikat tersebut sebagai tanda bukti yang kuat dalam arti
bila tidak dapat dibuktikan sebaliknya, sehingga hak dari sertifikat tersebut menjadi tidak mutlak, bila dapat
dibuktikan bahwa sertifikat tersebut didapatkan dengan melakukan perbuatan hukum yang tidak sah dalam
jangka waktu 5 tahun. Disinilah unsur sistem publikasi negatif tersebut ada.

PROSES PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH

A. Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah

Ada 4 organ yang berperan dalam urusan sebagai penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah ini yakni
sebagai berikut:

1. Badan Pertanahan Nasional

Sesuai ketentuan Pasal 19 UUPA dan Pasal 5 PP 24/1997 yakni bertindak sebagai
penyelenggara pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut

2. Kepala Kantor Pertanahan

Sesuai ketentuan Pasal 6 PP 24/1997 Dalam hal ini bertindak sebagai pelaksana Pendaftaran Tanah kecuali
mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain, yaitu kegiatan-kegiatan yang
pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan.

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pengertian PPAT diatur dalam ketentuan Pasal 1 Angka 24 PP 24/1997. Kegiatan PPAT adalah membantu
Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan dibidang pendaftaran tanah, khususnya dalam kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran

4. Panitia Ajudikasi

Tugas dari Panitia Ajudikasi adalah melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik untuk membantu tugas
Kepala Kantor Pertanahan seperti diatur dalam Pasal 8 PP 24/1997. Pengertian dari Ajudikasi ini sendiri diatur
dalam Pasal 1 Angka 8 PP 24/1997.
B. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data
pendaftaran tanah.

1. Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

Dalam pasal 13 PP 24/1997 ditentukan :

(1) Pendafataran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadic.

(2) Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-
wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.

(3) Dalam suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2), pendaftaranya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadic.

(4) Pendaftaran tanah secara sporadic dilaksanakan atas permintaaan pihak yang berkepentingan.

Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek
pendaftaran tanah yang belum didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah :

1. pengumpulan dan pengolahan data fisik, yang meliputi pengukuran dan pemetaaan; pembuatan peta
dasar pendaftaran; penetapan batas bidang-bidang tanah; pengukuran dan pemetaan bidang-bidang
tanah dan pembuatan peta pendaftaran; pembuatan daftar tanah, dan pembuatan surat ukur.
2. pembuktian hak dan pembukuannya, yang meliputi pembuktian hak baru; pembuktian hak lama;
pembukuan hak.
3. penerbitan sertifikat
4. penyajian data fisik dan yuridis
5. penyimpanan daftar umum dan dokumen

2. Kegiatan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah

Dalam pasal 36 PP 24/2007 ditentukan bahwa:

(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis
obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar

(2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kantor Pertanahan

Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah ini dilakukan terhadap tanah-tanah yang sebelumnya sudah
terdaftar. Pendaftaran ini harus dilakukan ketika pihak yang memiliki tanah tesebut ingin memindahkan haknya
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang yang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Kegiatan
pemeliharaan data pendafataran tanah meliputi :

a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak

b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya


Dalam penjelasan UUPA dikatakan bahwa pendaftaran tanah akan diselenggarakan secara sederhana dan
mudah dimengerti serta dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. Ketentuan ini perlu mendapat perhatian
Pemerintah untuk melaksanakan pembenahan dan perbaikan di bidang pendaftaran tanah terutama hal-hal yang
berkaitan dengan pelayanan tanah-tanah adat dimana pendaftaran tanah masih menggunakan alat bukti
pembayaran pajak masa lalu seperti girik dan petuk sebagai alas hak sedangkan administrasi girik dan petuk
tersebut secara prinsip sudah tidak ada.

Dalam penjelasan UUPA angka IV dikatakan bahwa usaha yang menuju ke arah kepastian hak atas tanah
ternyata dari ketentuan pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah yaitu: Pasal 23, 32 dan 38 yang ditujukan
kepada para pemegang hak yang bersangkutan dengan maksud agar mereka memperoleh kepatian tentang
haknya.

Pasal 23 (32 HGU dan 38 HGB ) berbunyi :

1. Hak milik demikian pula setiap peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan Hak lain harus
didaftarkan sesuai pasal 19 UUPA

2. Pendafataran dimaksud merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta syahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 19 UUPA ditujukan kepada Pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah
yang bersifat rechts kadaster, artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum. Di dalam penjelasan UUPA
disebutkan pula bahwa pendaftaran tanah didahulukan penyelenggaraannya di kota-kota untuk lambat laun
meningkat pada kadaster yang meliputi seluruh wilayah Negara (Indonesia) tentunya yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini termasuk daerah hutan maupun laut (marine kadaster.)

C. Tahap Proses Permohonan

Tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah berlangsung dalam tahap sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan hak yang
dimohon memberikan hak yang dimohon, melalui Kantor Sub Direktorat Agraria setempat. Formulir
surat permohonan telah disediakan oleh Kantor Sub Direktorat Agraria. (kantor agraria tingkat
Kabupaten/Kotamadya).
2. Kantor Sub Direktorat Agraria memeriksa dan minta dipersiapkan surat-surat yang diperlukan, antara
lain:
a. surat keterangan pendaftaran tanah
b. gambar situasi/surat ukur
c. fatwa tata-guna tanah
d. risalah pemeriksaan tanah oleh panitia ”A”

1. Berkas permohonan yang lengkap oleh Kantor Sub Direktorat Agraria dikirim kepada Gubernur/Kepala
Daerah setempat melalui Kantor Agraria Provinsi setempat.
2. Kalau wewenang pemberian hak yang dimohon ada di tangan Gubernur/Kepala Daerah, maka Kepala
Direktorat Agraria atas nama Gubenur mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH).

Jika wewenang dimaksud ada di tangan Menteri Dalam Negeri, maka berkas permohonan yang lengkap disertai
pertimbangan setuju atau tidak oleh Kepala Direktorat Agraria dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Direktur Jenderal Agraria. Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri kemudian
mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak.

1. Surat Keputusan Pemberian Hak Diserahkan kepada pemohon.


2. Pemohon memenuhi semua persyaratan yang dicantumkan dalam Surat Keputusan Pemberian Hak.
3. Hak atas tanah itu didaftarkan oleh pemohon di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat.
4. Kantor Sub Direktorat Agraria mengeluarkan sertifikat hak atas tanah dan menyerahkannya kepada
pemegang hak

Sistem Pendaftaran tanah, Sistem Publikasi dan Kekuatan Pembuktian Sertifikat.


Beberapa sistem pendaftaran tanah yang ada antara lain , yaitu sebagai berikut :

1) Sistem Torres

Sistem ini berasal dari Australia Selatan, adapun sertifikat tanah menurut sistem torrens ini merupakan alat
bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa untuk diganggu gugat. Ganti rugi terhadap
pemilik sejati adalah melalui dana asuransi. Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin terkecuali jika
memperoleh sertifikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan atau diperolehnya dengan cara penipuan.
Adapun beberapa keunggulan dari sistem Torrens antara lain:

a) Menetapkan biaya-biaya yang tidak dapat diduga sebelumnya:


b) Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang;
c) Meniadakan kebanyakan rekaman;
d) Secara tegas menyatakan dasar haknya;
e) Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat;
f) Meniadakan pemalsuan. (A.P. Parlindungan, 1999:25).
2) Sistem Positif

Menurut sistem ini, sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang
mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah. Sehingga pendaftaran tanah adalah menjamin
dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah adalah tidak dapat dibantah, kendatipun
ternyata ia ternyata ia bukanlah pemilik yang berhak atas tanah tersebut.

Sistem ini meberikan kepercayaan yang mutlak kepada buku tanah. Pejabat-pejabat balik nama tanah dalam
sistem ini memainkan peranan yang sangat aktif. Mereka menyelidiki apakah hak atas tanah yang dipindahkan
itu dapat didaftar atau tidak (Bachtiar Effendy, 1993:32).

3) Sistem negatif

Menurut sistem ini bahwa segala apa yang tercantum dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai tidak dapat
dibuktikan suatu keadaan sebaliknya di muka sidang pengadilan.adapun asas peralihan hak atas tanah menurut
sistem ini adalah Asas Memo Plus Yuris yakni melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari
tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya.

Kelemahan sistem publikasi negatif adalah bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam
buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain dan merasa mempunyai tanah
itu.

Dengan diberlakukannya UUPA maka negara kita menganut sistem ini, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat 2
huruf c UUPA dapat diketahui bahwa dengan didaftarkannya hak atas tanah maka akan diberikan sertifikat
tanah sebagai tanda bukti pemegangan hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kata kuat
dalam pengertian Pasal 19 ayat 2 huruf c berarti sertifikat tanah yang diberikan itu adalah tidak mutlak. Jika
dihubungkan antara Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA dengan sistem-sistem dari pendaftaran tanahyang telah
disampaikan tadi, maka akibat hukum dari ketentuan Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA tersebut adalah
sebagaimana yang tersebut dalam sistem negatif (Bachtiar Effendy,1993:36).
Sistem pendaftaran lain yang kita kenal adalah sistem pendaftaran akta atau ”registration of deeds” dan sistem
pendaftaran hak atau ”registration of titles”. Baik sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, tiap
pemberian atau menciptakan hak baru serta pemindahan dan pembebanannya dengan hak lain kemudian, harus
dibuktikan dengan suatu akta. Sedangkan menurut Budi Harsono sistem pendaftaran yang digunakan di
Indonesia adalah sistem pendaftaran hak, sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Hal tersebut nampak dengan
adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta
diterbitkan sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.

Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan
membukukannya dalam buku tanah, yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan
dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.pembukuan dalam buku tanah serta
pencatatannya pada surat ukur tersebut merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan serta pemegang haknya
dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut PP 24/1997 tentang
pendaftaran tanah.

Dalam penyelenggaraan suatu legal cadastre kepada para pemegang hak atas tanah diberikan surat tanda bukti
hak. Dengan surat tanda bukti hak maka dengan mudah dapat membuktikan bahwa ia adalah yang berhak atas
tanah yang bersangkutan. Data yang telah ada di Kantor Pertanahan mempunyai sifat terbuka bagi umum yang
memerlukan. Dalam hal ini untuk dapat mempercayai akan kebenaran data yang disajikan maka dikenal sistem
publikasi. Pada garis besarnya Sistem publikasi yang dikenal ada dua sistem yaitu :

1) Sistem publikasi positif.

Sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran hak, maka harus ada register atau buku tanah sebagai bentuk
penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertifikat hak sebagai surat tanda bukti hak. Pendaftaran atau
pencatatan nama seseorang dalam register sebagai pemegang haklah yang membuat seseorang menjadi
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
2) Sistem publikasi negatif.
Dalam sistem publikasi negatif bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan
berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari pihak yang
tidak berhak, menjadi pemegang haknya yang baru.

Sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif, karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA.
Sehingga yang digunakan bukan sistem publikasi negatif yang murni, sistem publikasi murni tidak akan
menggunakan sistem pendaftaran hak.

Sehubungan dengan apa yang telah dikemukakan dalam uraian di atas dalam rangka memberikan kepastian
hukum terhadap pemegang hak-hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dalam Pasal 32 ayat (1)
UUPA diberikan penjelasan resmi mengenai arti dan persyaratan pengertian berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat. Dijelaskan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data-data tersebut sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Dengan demikian bahwa selama
tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis tersebut harus diterima sebagai data yang benar,
baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan.

Ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUPA tersebut bukan hanya berlaku bagi sertifikat yang diterbitkan berdasarkan
PP No.24/1997 tetapi juga berlaku bagi hal-hal yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan
ketentuan PP No.10/1961. Sebagai kelanjutan dari pemberian perlindungan hukum kepada para pemegang
sertifikat hak tersebut, dinyatakan dalam Pasal 32 ayat (2) UUPA, yang menjelaskan bahwa sertifikat
merupakan alat bukti yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan praktisnya,
walaupun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem publikasi negatif. Ketentuan tersebut tidak
mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang, baik pada pihak yang mempunyai tanah maupun
pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik.

Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak (sertifikat) yang diterbitkan berlaku
sebagai alat bukti yang kuat dan sesuai dengan sistem negatif yang dianut negara kita. Sehingga sertifikat
tersebut bukanlah alat bukti yang mutlak dan bukan satu-satunya surat bukti pemegangan hak atas tanah dan
oleh karena itu masih ada lagi bukti-bukti lain tentang pemegangan hak atas tanah antara lain zegel tanah atau
surat bukti jual beli tanah adat atau surat keterangan hak milik adat. Senada dengan sistem negatif, Mahkamah
Agung Republik Indonesia dalam putusannya tanggal 18 September 1975 Nomor 459 K/Sip/1975 menegaskan
bahwa :

”Mengingat stelsel negatif tentang register/pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya
nama seseorang di dalam register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila
ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain (seperti halnya dalam perkara
ini.”

Ditambah dengan yurisprudensi Mahkamah Agung ini, dengan demikian sertifikat tanah bukanlah alat bukti
satu-satunya dan karenanya harus dinilai tidak mempunyai kekuatn pembuktian yang mutlak dan hakim dalam
memutuskan suatu perkara terhadap kasus tertentu akakn mencari alat bukti yang lain yang menjadi dasar/ alas
hak penerbitan sertifikat tanahsesuai dengan ketentuan tentang upaya pembuktian aesuatu soal menurut Hukum
Acara Perdata.

De ganteng jar ompu ake doho e, Cou ruanan ngara na opu


akeke????????????????????????????????????????????????

Anda mungkin juga menyukai