UTS Kedokteran 5
UTS Kedokteran 5
sumber: https://www.alodokter.com/hipertiroidisme
Terakhir diperbarui: 17 September 2019
Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy
Penyakit hipertiroidisme atau hipertiroid adalah penyakit akibat kadar hormon tiroid
terlalu tinggi di dalam tubuh. Kondisi kelebihan hormon tiroid ini dapat menimbulkan gejala
jantung berdebar, tangan gemetar, dan berat badan turun drastis.
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil hormon
tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme, seperti mengubah
makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur denyut jantung.
Kerja dari kelenjar tiroid juga dipengaruhi oleh kelenjar di otak yang dinamakan kelenjar
pituitari atau kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang dinamakan
TSH dalam mengatur kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Ketika kadar hormon tiroid dalam tubuh terlalu tinggi, maka proses metabolisme akan
berlangsung semakin cepat dan memicu berbagai gejala. Penanganan perlu segera dilakukan
untuk mencegah memburuknya gejala hyperthyroidism atau hipertiroid yang muncul.
1. jantung berdebar;
2. tremor atau gemetar di bagian tangan
3. mudah merasa gerah dan berkeringat
4. gelisah
5. mudah marah
6. berat badan turun drastis
7. sulit tidur
8. konsentrasi menurun
9. diare
10. penglihatan kabur
11. rambut rontok; dan
12. gangguan menstruasi pada wanita.
Selain gejala yang dapat dirasakan oleh penderita, ada beberapa tanda-tanda fisik yang
dapat ditemukan pada penderita hipertiroidisme. Tanda tersebut meliputi:
Selain itu, terdapat jenis hipertirodisme yang tidak menimbulkan gejala. Gangguan ini
disebut hipertiroid subklinis. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya TSH tanpa disertai
dengan hormon tiroid. Setengah penderitanya akan kembali normal tanpa pengobatan khusus.
Penyebab Hipertiroidisme
Penyakit graves akibat autoimun atau kekebalan tubuh sendiri yang menyerang sel
normal;
Peradangan kelenjar tiroid atau tiroiditis;
Benjolan atau tumor jinak di kelenjar tiroid atau kelenjar pituitari (hipofisis);
Kanker tiroid;
Tumor di testis atau ovarium;
Konsumsi obat dengan kandungan iodium tinggi, misalnya amiodarone;
Penggunaan cairan kontras dengan kandungan iodium dalam tes pemindaian; dan
Terlalu banyak konsumsi makanan yang mengandung iodium tinggi, seperti makanan
laut, produk susu, dan telur.
Selain beberapa penyebab di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena hipertiroidisme. Faktor risiko tersebut meliputi:
Hyperthyroidism atau hipertiroidisme juga dapat terjadi selama masa kehamilan. Selama
masa kehamilan, tubuh menghasilkan hormon alami yang dikenal dengan HCG (human
chorionic gonadotropin). Kadar hormon ini akan semakin meningkat, terutama pada usia
kehamilan 12 minggu.
Tingginya hormon HCG dalam tubuh dapat merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan lebih banyak hormon tiroid, sehingga memicu munculnya gejala hipertiroidisme.
Hipertiroidisme juga rentan terjadi pada kehamilan kembar dan pada kasus hamil anggur.
Diagnosis Hipertiroidisme
Dalam mendiagnosis hipertiroid, dokter akan menanyakan gejala yang dialami penderita
dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda hipertiroidisme, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Jika dokter telah melihat tanda hipertiroidisme, tes darah akan dilakukan untuk mengukur
kadar hormon pemicu tiroid (TSH) dan hormon tiroid dalam darah. Tes darah juga dilakukan
untuk mengukur tingginya kadar kolesterol dan gula dalam darah, yang dapat menjadi tanda
gangguan metabolisme akibat hipertiroidisme.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi penyebab
hipertiroidisme. Beberapa jenis pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah:
USG tiroid, untuk memeriksa kondisi kelenjar tiroid dan mendeteksi adanya benjolan
atau tumor di kelenjar tersebut;
thyroid scan (nuklir tiroid), untuk memindai kondisi kelenjar tiroid dengan kamera
khusus dengan sebelumnya menyuntikan zat radioaktif ke dalam pembuluh darah; dan
tes yodium radioaktif, sama seperti thyroid scan yaitu untuk memindai kelenjar tiroid
dengan sebelumnya pasien diminta menelan zat radioaktif mengandung iodium dosis
rendah.
Pengobatan Hipertirodisme
Operasi
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi dilakukan pada beberapa
kondisi sebagai berikut.
Pemberian obat dan terapi iodium radioaktif tidak efektif untuk mengatasi
hipertiroidisme;
Pembengkakan yang terjadi pada kelenjar tiroid cukup parah;
Kondisi penderita tidak memungkinkan untuk menjalani pengobatan dengan obat-
obatan atau terapi iodium radioaktif, misalnya sedang hamil atau menyusui; dan
Penderita mengalami gangguan penglihatan yang cukup parah.
Prosedur tiroidektomi dapat bersifat total atau sebagian, tergantung kondisi penderita.
Namun, sebagian besar tiroidektomi dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar tiroid untuk
mencegah risiko hipertiroidisme kambuh atau muncul kembali.
Penderita yang menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid total dan terapi radioaktif
iodium dapat mengalami hipotiroidisme. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengonsumsi obat
berisi hormon tiroid. Akan tetapi, konsumsi obat ini mungkin perlu dilakukan seumur hidup.
Komplikasi Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera dilakukan.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
krisis tiroid atau thyroid storm;
osteoporosis; dan
gangguan irama jantung (atrial fibrilasi).
Preeklamsia;
Kelahiran prematur;
Keguguran; dan
Bayi dengan berat badan lahir rendah.
Pencegahan Hipertiroidisme
Cara terbaik untuk mencegah hipertiroidisme adalah dengan menghindari kondisi yang
dapat meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini. Sebagai contoh bila Anda menderita
penyakit diabetes tipe 1 yang berisiko menimbulkan hipertiroid, Anda perlu untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Selain mencegah hipertiroidisme muncul, pencegahan agar gejala yang timbul menjadi
tidak lebih buruk juga tidak kalah penting. Ada beberapa pola hidup sehat yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan gejala dari hipertiroidisme, yaitu:
mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang;
berolahraga secara teratur;
mengelola stres dengan baik; dan
tidak merokok.