Anda di halaman 1dari 6

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diare merupakan tanda gejala adanya infeksi pada saluran

pencernaan yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit (WHO,

2013). Menurut Arifianto (2012), diare adalah kondisi dimana BAB dengan

konsistensi yang lebih cair daripada biasanya dan frekuensi yang lebih

sering. Menurut definisi diatas, diare merupakan keadaan dimana BAB

berbentuk cair yang disebabkan adanya infeksi pada saluran pencernaan.

Diare menjadi penyebab kematian nomor 2 didunia (WHO, 2013).

Sekitar 7,1 milyar kasus diare terjadi per tahun. Secara global, lebih dari 1

milyar kejadian diare terjadi setiap tahunnya yang dapat menyebabkan

kematian sekitar 2,5 juta (El-Din et al, 2015). Di negara-negara berkembang

terutama di Indonesia, diare menjadi perhatian khusus karena angka

kematian dan kesakitannya tinggi. Berdasarkan data Kemenkes RI (2018)

kasus diare di Indonesia sebanyak 7.077.299 jiwa, kasus diare yang

tertangani 4.274.790 jiwa yaitu sebanyak 60,4 %. Di jawa timur, kasus diare

sebanyak 1.060.910 jiwa yaitu sebanyak 57%. Di kota Malang kejadian diare

pada tahun 2017 sebesar 13.770 kasus atau 59,55% dari kasus yang telah

diperkirakan (Dinkes Kota Malang, 2017).

Kasus diare dapat disebabkan dari beberapa faktor yaitu salah

satunya adalah infeksi bakteri, virus, maupun parasit pada saluran

pencernaan (WHO, 2013). Diare juga dapat disebabkan oleh faktor dari
3

makanan yang beracun, makanan yang basi dan juga bisa karena alergi

terhadap suatu makanan. Selain itu diare dapat disebabkan karena

kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku yang

berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang yang mempertahankan dan

meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2003). Adapun indikator Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan institusi pendidikan yaitu

kebersihan perorangan, penggunaan air bersih, penggunaan jamban, bak

penampungan air bebas jentik, kebersihan lingkungan sekolah, kegiatan

kader UKS, gaya hidup tidak merokok, peserta jaminan pelayanan kesehatan

masyarakat atau asuransi kesehatan lainnya.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan hidup sehat dasar yang

telah terbukti dapat mencegah penyebaran kuman peyakit menular seperti

diare, ISPA dan flu burung. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) ini

juga diperkenalkan sebagai sebuah intervensi yang dapat dengan mudah

dilakukan oleh semua kalangan masyarakat Indonesia. Adapun dampak

apabila tidak melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yaitu terjadinya

diare, infeksi saluran pernapasan, pneumonia, infeksi cacing, infeksi mata

dan penyakit kulit. ( Riskesdas, 2013).

Di negara lain seperti di Gaza dan Ghana perilaku cuci tangan dengan

benar masih jarang ditemukan. Terutama pada anak laki-laki 80,4%, mereka

cenderung mencuci tangan hanya menggunakan air saja. Dengan

memberikan arahan serta pembelajaran yang baik kepada anak usia pra

remaja mengenai perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) maka dapat

meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). (Batanoa, 2008). Di


4

indonesia perilaku sanitasi pada umumnya diperkenalkan melalui program

pemerintah pada tahun 1970 dimana masyarakat diajarkan untuk

menggunakan kamar mandi dan mandi dua kali sehari (Riskesdas, 2013).

Dari prevalensi cara mencuci tangan pakai sabun tahun 2007 di

Indonesia didapatkan prevalensi mencuci tangan yang benar yaitu sebesar

23,3% sedangkan pada tahun 2013 terdapat peningkatan yaitu sebesar

47,0%. Di jawa timur didapatkan data yaitu 26,3% sudah melakukan cuci

tangan yang benar pada tahun 2007 dan pada tahun 2013 prevalensinya

meningkat menjadi 48,3%. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat

peningkatan prevalensi cuci tangan pakai sabun yang baik dan benar dari

tahun 2007 ke tahun 2013. (Riskesdas, 2013)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Megaria, Josef dan Tati tahun

2013 mengenai perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan terjadinya

diare pada anak usia sekolah yang didukung juga oleh pernyataan dari

betanoa seperti di atas hasil menyebutkan bahwa cuci tangan pakai air saja

tidak cukup melindungi dari kuman penyakit dan harus dibiasakan sejak kecil.

Hasil dari penelitiannya diperoleh hail 13,6% anak mempunyai perilaku yang

baik dalam mencuci tangan dan hanya sekitar 5,1% yang memiliki perilaku

kurang baik dalam mencuci tangan. Dari penelitian yang dilakukan Arry

Marsudi Utomo, Dera alfiyanti, Nurahman (2013) yang berjudul Hubungan

Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan kejadian diare anak usia

sekolah di SDN 02 Pelemsengir didapatkan hasil penelitian yaitu terdapat 37

responden perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) kurang, terdiri dari 7

responden (18,9%) tidak diare dan 30 responden (81,1%) diare. Sedangkan

21 responden menunjukkan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan


5

kategori sedang. Terdiri dari 8 responden (38,1%) tidak diare dan 13

responden (61,9%) mengalami diare. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

kategori baik 14 orang responden terdiri dari 9 responden (64,3%) tidak diare

dan 5 responden (35,7%) mengalami diare.

Remaja (Adolescence) adalah kata yang berasal dari bahasa latin

yang berarti “tumbuh untuk mencapai kematangan”. Masa remaja merupakan

masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada

masa remaja adalah waktu untuk kematangan secara fisik, kognitif,

emosional, dan sosial yang cepat yang terjadi pada laki-laki maupun

perempuan untuk menjadi individu dewasa. (Wong, 2008).

Dari hasil studi pendahuluan tanggal 1 november 2018 yang dilakukan

di SMP Negeri 22 Malang melalui literatur Data pokok pendidikan dasar

menunjukkan data sanitasi yaitu sekolah tidak memproses air sendiri, tidak

tersedia air di lingkungan sekolah, sudah terdapat wastafel untuk mencuci

tangan tapi belum terdapat sabun pada wastafel.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti menganggap

penting untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Siswa tentang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan

kejadian diare di SMP Negeri 22 Malang“.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan kejadian diare di SMP Negeri 22

Malang?
6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan kejadian diare di SMP Negeri 22

Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa di SMP Negeri 22

Malang.

2. Mengidentifikasi perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) siswa

di SMP Negeri 22 Malang.

3. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan kejadian diare di SMP Negeri

22 Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pemikiran mengenai hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan kejadian diare di SMP Negeri 22

Malang.
7

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang

berguna bagi penyelenggara kegiatan belajar mengajar pada

khususnya di SMP Negeri 22 Malang mengenai cara melakukan Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada siswa dan untuk meminimalkan

kejadian diare pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai