Profil Kesehatan 2018 PDF
Profil Kesehatan 2018 PDF
TIM PENYUSUN
Pengarah
dr. Widoyono, MPH
Kepala Dinas Kesehatan
Ketua
dr. Noegroho Edy Rijanto, M.Kes
Kepala Bidang SDK
Redaktur
Hanif Pandu Suhito, SKM, M.Kom, M.Si
Editor
Hanif Pandu Suhito, SKM, M.Kom, M.Si
Desain Grafis
Hanif Pandu Suhito, SKM, M.Kom, M.Si
Kesekretariatan
Triatmi Nugraheni, A.Md
Kontributor
Bidang Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Bidang Kesehatan Masyarakat
Bidang Pelayanan Kesehatan
Bidang Sumber Daya Kesehatan
Sekretariat
Badan Pusat Statistik Kota Semarang
Dispendukcapil Kota Semarang
Rumah Sakit se – Kota Semarang
Email: dkksemarang@gmail.com
Profil kesehatan ini dapat diunduh di www.dinkes.semarangkota.go.id
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas
segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, akhirnya penyusunan Buku “Profil Kesehatan
Kota Semarang Tahun 2018“ ini dapat kami selesaikan. Dan kami menyambut gembira
dengan terbitnya buku profil ini untuk merespon tingginya kebutuhan akan data dan
informasi, ditengah banyaknya tantangan yang dihadapi terkait pemenuhan data dan
informasi sebagai landasan pengambilan keputusan yang evidence-based.
Profil Kesehatan Kota Semarang merupakan salah satu media yang dapat berperan
dalam pemantauan dan evaluasi pencapaian hasil pembangunan kesehatan. Penyediaan
data dan informasi dilaksanakan melalui serangkaian proses panjang mulai dari hulu sampai
hilir. Proses pengelolaan data ini bersumber dari berbagai unit kerja baik di dalam maupun di
luar sektor kesehatan. Agar data yang diperoleh relevan dan akurat, maka terhadap data
yang berasal dari unit pelaksana teknis (Puskesmas, Instalasi Farmasi) maupun dari Rumah
Sakit yang bersumber dari Sistem Pelaporan Rumah Sakit, telah dilakukan uji silang data
dengan para pemegang program melalui mekanisme pemutakhiran data di tingkat Kota dan
tingkat Provinsi termasuk melibatkan pula lintas sektoral yaitu Badan Pusat Statistik, dan
lain-lain.
Profil Kesehatan Kota Semarang ini disajikan dalam bentuk cetakan, dan softcopy
serta juga dapat diunduh di website www.dinkes.semarangkota.go.id sehingga
memudahkan para pengguna (masyarakat) untuk mendapatkan publikasi ini.
Kami menyadari bukan hal yang mudah untuk dapat menyajikan data yang
berkualitas, sesuai kebutuhan dan tepat waktu. Untuk meningkatkan mutu Profil Kesehatan
Kota Semarang berikutnya diharapkan saran dan kritik yang membangun, serta partisipasi
dari semua pihak. Kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaganya
dalam penyusunan Profil Kesehatan Kota Semarang, kami mengucapkan terima kasih.
TTD
DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Dasar ............................................................................ 1
C. Visi dan Misi ................................................................. 3
D. Tujuan, dan Sasaran yang akan dicapai ........................ 4
E. Tujuan Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2017 ……. 7
F. Sistematika Penulisan .................................................. 8
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB
I
A. Latar Belakang
Visi Kota Semarang yang ditetapkan adalah “Semarang Kota Perdagangan dan Jasa
Yang Hebat Menuju Masyarakat Semakin Sejahtera”. Visi tersebut bermakna bahwa
Semarang sebagai kota metropolitan berwawasan lingkungan akan menjadi kota yang
handal dan maju dalam perdagangan dan jasa, dengan dukungan infrastruktur yang
memadai serta tetap menjadi daerah yang kondusif untuk meningkatkan kesejahteraan
warganya dengan dukungan pengembangan bidang politik,keamanan,sosial,ekonomi dan
budaya. Dari definisi HEBAT dikandung pemahaman bahwa Visi tersebut ingin mewujudkan
kondisi masyarakat yang semakin sejahtera dalam rangka mencapai keunggulan dan
kemuliaan,serta kondisi perkotaan yang semakin kondusif dan modern dengan tetap
memperhatikan lingkungan berkelanjutan demi kemajuan perdagangan dan jasa, dan hal ini
tidak lepas dari masyarakat yang sehat.
B. Dasar
Dasar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenaran dan aturan pokok yang
menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan. Dasar-dasar berikut ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi dan
strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan:
1. Perikemanusiaan
Setiap kegiatan proyek, program kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan
yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat dapat menolong
dirinya sendiri.
Dengan dasar ini, setiap individu, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan, proyek,
program kesehatan difasilitasi agar mampu mengambil keputusan yang tepat ketika
membutuhkan pelayanan kesehatan. Warga masyarakat harus mau bahu membahu
menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan agar dapat menjangkau fasilitas
kesehatan yang sesuai kebutuhan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Di lain pihak,
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada perlu terus diberdayakan agar mampu
memberikan pertolongan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, sesuai dengan norma
sosial budaya setempat serta tepat waktu.
2. Misi
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi
kesehatan di seluruh wilayah Kota Semarang, yang bertanggung jawab secara teknis
terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kota Semarang. Untuk
mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas
kesehatan di masing-masing jenjang administarsi pemerintahan, yaitu :
1. Meningkatkan Upaya Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan;
2. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Yang Profesional, Handal dan Berprestasi;
3. Mengembangkan Kemitraan dan Menggerakkan Masyarakat untuk Hidup Sehat;
4. Mengembangkan Keunggulan Teknologi Informasi;
Misi 1.
Meningkatkan Upaya Pencegahan Penyakit & Promosi Kesehatan
Tujuan :
1. Meningkatkan cakupan pelayanan imunisasi dasar
2. Meningkatkan penemuan kasus TB & HIV
3. Meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat
4. Meningkatkan media promosi kesehatan
5. Pendekatan keluarga sehat
6. Meningkatkan paradigma sehat dengan gerakan masyakrat hidup sehat (Germas)
Sasaran :
1. Tercapainya cakupan UCI Kelurahan 100%
2. Meningkatnya penemuan kasus TB
3. Meningkatnya penemuan kasus HIV/AIDS
4. Meningkatnya frekuensi penyuluhan kesehatan masyarakat
5. Meningkatnya media promosi kesehatan
6. Terinterfensi kesehatan berbasis resiko dan bina keluarga
7. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan
kualitas hidup.
Misi 2.
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Kesehatan yang
professional, handal & berprestasi.
Tujuan :
1. Meningkatkan sumber daya manusia kesehatan yang kompeten dan berkualitas.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang terstandar.
Sasaran :
1. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia kesehatan melalui diklat/kursus.
2. Meningkatnya kuantitas sumber daya manusia kesehatan melalui rekrutmen.
3. Meningkatnya sarana di fasilitas kesehatan.
4. Meningkatnya prasarana di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Instalasi Farmasi, dan
Laboratorium Kesehatan).
5. Terpenuhinya anggaran kesehatan
6. Terakreditasinya seluruh Puskesmas
7. Terpenuhinya ketersediaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan dengan
manajemen pengelolaan obat yang baik dan IF sesuai standar
8. Terpenuhinya pelayanan laboratorium kesehatan
9. Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
10. Terpenuhinya kapitasi berbasis komitmen pelayanan
11. Monitoring mutu dan pengendalian biaya JKN
12. Meningkatnya status gizi masyarakat
13. Terbentuknya Puskesmas sebagai Gizi Center
14. Meningkatkatnya pelayanan rumah gizi
15. Meningkatnya derajat kesehatan ibu
16. Meningkatnya derajat kesehatan anak
17. Terpenuhinya pelayanan kegawatdaruratan kesehatan
Misi 3.
Mengembangkan Kemitraan & Menggerakkan Masyarakat untuk Hidup Sehat
Tujuan :
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam gerakan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.
2. Menciptakan lingkungan sehat.
3. Meningkatkan partisipasi pihak ketiga dan masyarakat dalam mendukung
pelayanan kesehatan
Sasaran :
1. Meningkatnya pemetaan PHBS dari tingkat tatanan keluarga, tempat-tempat umum
dan institusi.
2. Terwujudnya strata PHBS pada tatanan keluarga, tempat-tempat umum dan
institusi.
3. Terwujudnya kota sehat swasti saba wistara
4. Terwujudnya kecamatan STMB dengan ODF / Stop BABS
5. Terwujudnya kualitas sarana sanitasi pada masyarakat
6. Meningkatnya peran serta pihak ketiga dalam pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan
7. Terwujudnya pelayanan kesehatan lansia di Poksila
Misi 4.
Mengembangkan keunggulan teknologi Informasi
Tujuan :
1. Menyediakan data dan informasi kesehatan yang berkualitas
2. Mewujudkan integrasi data kesehatan antara institusi pelayanan kesehatan dan
lintas sector terkait
3. Mewujudkan system informasi kesehatan yang unggul dan berdaya guna
Sasaran :
1. Tersedianya data dan informasi kesehatan yang berkualitas
2. Meningkatnya akses terhadap data dan informasi kesehatan
3. Terwujudnya integrasi data kesehatan di sarana pelayanan kesehatan
4. Terwujudnya aplikasi system informasi kesehatan yang berdaya guna dan
berkesinambungan.
5. Meningkatnya kualitas sarana & prasarana pendukung system informasi kesehatan.
2. Khusus
Secara khusus tujuan penyusunan Profil Kesehatan adalah :
a. Diperolehnya data / informasi umum dan lingkungan yang meliputi lingkungan fisik dan
biologi, perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, data
kependudukan dan sosial ekonomi;
b. Diperolehnya data / informasi tentang status kesehatan masyarakat yang meliputi angka
kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat;
c. Diperolehnya data / informasi tentang upaya kesehatan, yang meliputi cakupan kegiatan
dan sumber daya kesehatan.
d. Diperolehnya data / informasi untuk bahan penyusunan perencanaan kegiatan program
kesehatan;
e. Tersedianya alat untuk pemantauan dan evaluasi tahunan program – program kesehatan;
f. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai sistem
pencatatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas, Rumah Sakit maupun Unit-Unit
Kesehatan lainnya;
g. Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem pencatatan dan pelaporan
kesehatan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih menggambarkan situasi derajat kesehatan, peningkatan upaya
kesehatan dan sumber daya kesehatan di Kota Semarang pada Tahun 2018, maka
diterbitkanlah Buku Profil Kesehatan Kota Semarang yang disusun dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN UMUM & PERILAKU PENDUDUK KOTA SEMARANG
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN DAERAH
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
BAB VI KESIMPULAN
LAMPIRAN
BAB
II
A. KEADAAN GEOGRAFIS
1. Letak
Kota Semarang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan garis 109º35’ -
110º50’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur
dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara
dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian Kota
Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai.
B. KEPENDUDUKAN
1. Pertumbuhan Penduduk, Persebaran dan Kepadatan Penduduk, Komposisi Penduduk,
Kelahiran, Kematian dan Perpindahan
a. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Semarang sampai dengan akhir Desember tahun 2018 sebesar : 1.668.578 jiwa,
terdiri dari 825.964 jiwa penduduk laki-laki dan 842.615 jiwa penduduk perempuan.
Pedurungan 192798
Tembalang 178830
Semarang Barat 159018
Banyumanik 139927
Ngalian 138618
Semarang Utara 125795
Genuk 114252
Gunungpati 93866
Candisari 80490
Gayamsari 73954
Semarang Timur 73491
Mijen 73479
Semarang Selatan 69375
Semarang Tengah 61073
Gajah Mungkur 60146
Tugu 33466
0 50000 100000 150000 200000 250000
JML. PENDUDUK
Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan belum terlalu
padat. Pada tahun 2018 kepadatan penduduknya sebesar 4.465 jiwa per km2 sedikit
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2017. Bila dilihat menurut
Kecamatan terdapat 6 kecamatan yang mempunyai kepadatan di bawah angka rata-rata
Semarang, sebagai berikut: Kecamatan Genuk (4171 jiwa/km2), Kecamatan Tembalang
(4045 jiwa/km2), Kecamatan Ngaliyan ( 3648 jiwa/km2) Kecamatan Gunungpati (1.734
jiwa/ km2), Kecamatan Mijen (1.276 jiwa/ km2), dan Kecamatan Tugu sebesar 1053 jiwa
per km2. Dari keenam Kecamatan tersebut, dua diantaranya merupakan masih daerah
pertanian dan perkebunan, sedangkan satu kecamatan lainnya merupakan daerah
pengembangan industri.
Namun sebaliknya untuk Kecamatan-kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana
luas wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah penduduknya sangat banyak,
kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi kepadatan penduduknya
adalah Kecamatan Candisari 12.307 jiwa/km2, Kecamatan Gayamsari 11.972 jiwa/km2,
Semarang Selatan 11.703 jiwa/km2, dan. Secara umum ciri masyarakat Kota Semarang
terbagi dua yaitu masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan
karakteristik pedesaan. Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga,
maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4 (empat)
anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada.
c. Komposisi Penduduk
Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara khusus dapat
dilihat dari komposisinya, salah satunya adalah penduduk menurut jenis kelamin.
Menurut data dari dispendukcapil Kota Semarang Jumlah penduduk tahun 2018 sejumlah
1.668.578 jiwa, terdiri dari 825.964 jiwa penduduk laki-laki dan 842.614 jiwa penduduk
perempuan. Indikator dari variabel jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin yang
merupakan angka perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan.
BAB
III
77,21
77,21
77,20
77,17 77,17
B. MORTALITAS / KEMATIAN
Mortalitas dapat dijelaskan sebagai kejadian kematian pada suatu masyarakat dari
waktu ke waktu dan tempat tertentu yang dapat menggambarkan status kesehatan
masyarakat secara kasar, kondisi/ tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik
dan biologik secara tidak langsung. Selain itu dapat pula digunakan sebagai indikator dalam
penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan.
40 35
33 32
35
30 (128,05)
(122,25) (121,5) 23
25
19
20
(88,3)
15
(75,77)
10
5
0
TH. 2014 TH.2015 TH.2016 TH.2017 TH. 2018
19
KASUS
Peta per wilayah kerja Puskesmas
Gambar 3.4 Grafik Penyebab & Waktu Kejadian Kematian Ibu Maternal tahun 2018
11%
Eklamsi
10% 37%
Perdarahan
Penyakit : CVA , Ca
16%
Sepsis
Lain2 : CKD , Typoid
26%
Ante Natal Care (ANC) ibu hamil sudah mandapatkan perawatan oleh dokter Spesialis
Obsgyn dan dokter Spesialis penyakit Dalam.
Sedangkan kondisi saat meninggal paling banyak masih terjadi pada masa nifas yaitu
sebanyak 79%, terdapat kenaikan dibandingkan dengan tahun 2016 (71,87%) dan 2017
(69.5%) di sebabkan karena semakin menurun nya kasus kematian ibu sebagai pembanding
jumlah kematian ibu masa nifas.
Terjadinya Kematian Ibu sebagian bersar di masa nifas hal ini menunjukan, bahwa
adanya penurunan kualitas dalam deteksi dini oleh tenaga kesehatan, hal ini didukung,
ditemukannya ibu dengan keadaan penyakit yang sudah kronis. Selain itu, belum adanya
pelayanan yang terintegrasi dalam pengelolaan penyakit oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit. Hal ini didukung dari hasil AMP, yaitu ditemukannya Rumah Sakit yang tidak
melakukan medical Conference saat menangani kasus maternal sehingga ibu tidak
mendapatkan pelayanan yang optimal.
Kematian ibu di kota semarang masih perlu mendapatkan perhatian mengingat Kota
Semarang sebagai Ibukota provinsi Jawa Tengah yang menjadi sorotan utama. Untuk itu,
Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Kesehatan Kota Semarang berupaya dalam
menurunkan Angka Kematian Ibu. Hal ini terwujud dengan adanya pembentukan puskesmas
PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar) dan RS PONEK (Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Esensial Komprehensif) di tahun 2013 serta upaya memaksimalkan fungsi dan
tugas Puskesmas PONED dan RS PONEK secara nyata dan bertahap. Selain itu juga dilakukan
peningkatan jejaring rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar ke pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi dengan Ambulan Hebat. Upaya lain yang telah dilakukan adalah
terbentuknya kerja sama / MOU antara RS PONEK dengan Dinas Kesehatan dalam wadah IC
PONEK, dimana RS PONEK selain sebagai tempat rujukan juga melakukan pembinaan ke
Puskesmas PONED. Rumah Sakit PONEK dibina oleh RSUP dr. Kariadi. Mengadakan
komitmen dengan organisasi profesi seperti POGI, IDI, IDAI, IBI dan juga melakukan
pembinaan rumah sakit dan BPM . Selain itu di sektor hulu juga ada peran stakeholder yang
lain misalnya dari TP PKK, GOW, IIDI dan perguruan tinggi melakukan pendampingan ibu
hamil risiko tinggi dan nifas. Dari segi regulasi telah ada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2015 tentang Keselamatan Ibu dan Anak
Di samping upaya-upaya tersebut juga sudah terbentuk Pokja KIA, Peraturan Daerah
Kota Semarang No. 2 Tahun 2015 tentang Keselamatan Ibu dan Anak, kerja sama dengan
perguruan tinggi dalam pendampingan ibu hamil resiko tinggi. Awal tahun 2015 Dinas
Kesehatan Kota Semarang juga sudah merekrut tenaga kesehatan yang di kontrak selama
setahun untuk pendataan dan pendampingan ibu hamil, yaitu Petugas Surveilans Kesehatan
dimana petugasnya berlatar belakang pendididkan kesehatan. Sedangkan pada tahun 2016-
2018 Dinas Kesehatan Kota Semarang merekrut tenaga surveilans kesehatan lagi namun
lebih khusus, dimana tenaga yang direkrut harus berlatar belakang minimal D3 Kebidanan
yang dikenal dengan sebutan GASURKES KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).
250
200
Axis Title
150
100
50
0
2014 2015 2016 2017 2018
Perinatal 0-6 hr 130 127 118 112 90
Neonatal 7-28 hr 44 46 33 38 34
Bayi 29 hr-11bl 79 56 50 47 36
Total bayi 0-11 bl 253 229 201 197 160
160
KASUS
350
300
250
200
150
100
50
0
Bayi 0-11 bln Balita 1-5 th Total 0-5 th
2014 253 53 306
2015 229 54 283
2016 201 31 232
2017 197 31 228
2018 160 27 187
anak (92,7%) dari balita yang ditimbang dan Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 741 anak
(0,83%).
Gambar 3.8 Grafik Cakupan D/S Kota Semarang 2014 – 2018
85
84
83
82
PERSENTASE
81
80
79
78
2014 2015 2016 2017 2018
TARGET 82 84 81 81 81.50
CAPAIAN 80.46 81.95 81.14 82.59 83.77
Gambar 3.9 Grafik Status Gizi Balita menurut BB/U Kota Semarang Tahun 2017 dan 2018
Balita Gizi
balita gizi Baik (BB/U
baik (BB/U -2 s/d 2
≥ -2 s/d ≤ 2 SD) :
SD), 94.75% 94,44%
2017
2018
2018
Gambar 3.10 Grafik Trend Kasus Gizi Buruk Kota Semarang 2014 - 2018
39
33 32
21 23
Dari gambar 3.10 dapat diketahui bahwa pada tahun 2018 kasus gizi buruk
ditemukan sebanyak 23 kasus. Jumlah tersebut semua mendapat perawatan (100%) yang
meliputi pemeriksaan gizi buruk secara komprehensif. Sejak tahun 2014, Kota Semarang
telah mempunyai “Rumah Gizi” yang difungsikan antara lain untuk penanganan balita gizi
buruk secara komprehensif dengan rawat jalan. Perawatan gizi buruk secara komprehensif
meliputi pengukuran antropometri dan penentuan status gizi, pemeriksaan laboratorium
dan rontgen, pemeriksaan dokter, deteksi tumbuh kembang balita, pelayanan fisioterapi,
pelayanan konseling gizi, pemberian PMT dan paket F100 selama minimal 6 bulan, pemerian
vitamin, penyuluhan, serta pendampingan oleh tenaga kesehatan dan kader. Program ini
merupakan upaya perbaikan status gizi pada balita gizi buruk yang telah di pusatkan di
Rumah Gizi Jl. Nusa Indah No.12 Banyumanik Semarang. Pada penanganan gizi buruk
dilakukan bersama dengan lintas sektoral, lintas program, organisasi profesi dan LSM (Dinas
Kelautan dan Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan, BAPPEDA, Bidang P2P DKK, BKPM, RSDK,
IDAI, IFI, Laboratorium Prodia, Tim Penggerak PKK Kota Semarang, Rumah Zakat, PKPU,
Aisyiah, dan WKRI).
23
kasus
D. MORBIDITAS
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insidensi maupun angka
prevalensi dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu
populasi dan pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian
terhadap derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah.
1. Pola 10 Besar Penyakit Puskesmas
Tabel 3.1 Sepuluh Besar Penyakit Puskesmas Tahun 2018
3. Penyakit Menular
a. Tuberkulosis Paru
Kasus Penderita
Case detection rate (CDR) adalah prosentase jumlah pasien baru TBC semua tipe
yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru TBC semua tipe yang diperkirakan
ada dalam wilayah tersebut. Case detection rate (CDR) menggambarkan cakupan penemuan
pasien TBC baru pada suatu wilayah.
Cakupan CDR Kota Semarang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terus mengalami
peningkatan cakupan. Bahkan di tahun 2017 dan tahun 2018 cakupan CDR diatas 100 %
dengan peningkatan target cakupan sebesar 104.5 % di tahun 2018 dan 107.3 di tahun 2018.
Dengan demikian CDR kasus TBC di tahun 2018 adalah 7.3 % diatas target. Hal ini terjadi
karena peningkatan kinerja seluruh pengelola program P2TB yang didukung oleh semua
pihak terkait, sehingga di tahun-tahun mendatang hal ini perlu dipertahankan dan bahkan
ditingkatkan guna penemuan kasus secara maksimal sampai tahun 2020 sebagai amanat
nasional eleminasi TB di tahun 2030.
Gambar 3.12 Grafik Penemuan kasus (CDR) TB Paru BTA (+) Kota Semarang
tahun 2014 s.d 2018
104.5 107.3
73 76 76.6
75 75 75
70 70
Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara
100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu. Angka ini digunakan untuk mengetahui
upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu dengan memperhatikan
kecenderungan dari waktu ke waktu (triwulan atau tahunan). Penemuan suspek tahun 2018
sebanyak 940/100.000 penduduk. Jika dibandingkan dengan penemuan tahun sebelumnya
telah terjadi penurunan sebesar 3/100.000 penduduk.
Sedangkan penemuan kasus TB Anak di tahun 2018 sejumlah 884 kasus, jumlah
tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 916 kasus.
Gambar 3.13 Grafik Kasus TB Paru BTA (semua tipe) berdasarkan Jenis Kelamin &
Kelompok Usia Tahun 2018
Perempuan
, 1944, 46%
Laki-laki,
2308, 54%
Penderita TB BTA (semua tipe) pada tahun 2018 sejumlah 4.252 kasus, dengan
persentase TB Semua Tipe pada laki-laki sebanyak 2.308 kasus (54%) lebih besar dari pada
perempuan sebanyak 1.944 kasus (46%). Hal ini disebabkan karena (fakta kwalitatif) pada
laki-laki lebih intens kontak dengan faktor risiko dan kurang peduli terhadap aspek
pemeliharaan kesehatan individu dibandingkan dengan wanita. Penderita TB semua tipe
kelompok usia bayi dan anak sebanyak 884 kasus (20%), kelompok usia 15-34 sebanyak
1.191 kasus (28%), kelompok usia 55-64 sebanyak 582 kasus (14%) dan kelompok usia >65
tahun sebanyak 365 kasus (9%). Meskipun kasus TB semua tipe banyak terjadi pada
kelompok usia produktif, upaya serius dalam pencegahan dan pengobatan tetap harus
dilakukan karena dapat menularkan pada segala kelompok umur.
Gambar 3.14 Grafik Jumlah Kasus TB-MDR di Kota Semarang Tahun 2014 – 2018
80
71
70
60
50
40 36
30
21 21
20 16
10
0
2014 2015 2016 2017 2018
Gambar 3.15 Grafik Angka kesembuhan TB Paru BTA (+) Tahun 2013 – 2017
100 85 85 85 85 85
80 68 68 68.4
64 65
60
40
20
0
2013 2014 2015 2016 2017
Angka Konversi
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB Paru BTA (+) yang mengalami
perubahan menjadi BTA (-) setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah
pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka konversi secara
nasional adalah 80%.
Angka Konversi pasien TB Paru BTA (+) dalam 5 tahun terakhir masih berada di
bawah target nasional 80%. Secara gradual 5 tahun berjalan mengalami penurunan rata-rata
sebesar 13,5% dari target nasional. Penurunan yang paling tajam terjadi di tahun 2018 yaitu
sebesar 29,5% dari target nasional. Penyebab tidak konversinya pasien kemungkinan dapat
disebabkan oleh :
1. Kepatuhan minum obat yang kurang
2. Very delayed conversion
3. MoTT (Mycobacterium other Than Tuberculosis)
4. Multiple Drug Resistant
5. Dead Bacilli
6. Lesi Paru yang luas dengan Tuberculoma
7. Komorbid lain
Gambar 3.16 Grafik Angka konversi TB BTA (+) tahun 2014 – 2018
100
80 80 80 80 80
80
73 76
60 69
64
40 50.5
20
0
2014 2015 2016 2017 2018
92 90 90 90 90 90
90
88
86
86
84
84
82 83 83 83
80
78
2013 2014 2015 2016 2017
b. HIV / AIDS
HIV
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV
positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu
pada layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu
Biologis dan Perilaku (STBP).
Gambar 3.18 Grafik Tren Kumulatif Kasus HIV Kota Semarang 1995 – 2018
Kasus Kumulatif
5232
4592
4058
3570
3114
2661
2231
1711
1284
997
674
280 475 520 453 456 488
640
427 430 434
323 287
101 179 195 199
1995 - 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2005
Data diatas merupakan data kasus HIV yang ditemukan di Kota Semarang dari laporan klinik
VCT, sehingga bukan hanya warga Kota Semarang namun juga luar wilayah Kota Semarang.
Sedangkan data untuk kasus HIV tahun 2018 untuk Kota Semarang saja sebanyak 266 orang,
dengan kondisi 12 orang sudah pada stadium AIDS.
Gambar 3.19 Kasus HIV Berdasar Jenis Kelamin Kota Semarang
Kumulatif Kasus HIV Tahun 1995 - 2018
Kasus HIV Tahun 2018 di Kota Semarang
di Kota Semarang
Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Jenis Kelamin
42% 38%
62%
58%
500
400
300
200
100
0
<4 5 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 49 ≥50
2018 14 6 12 116 433 59
Berdasarkan gambar peta diatas dapat diketahui sebaran kasus HIV di Kota
Semarang tahun 2018, kecamatan tertinggi jumlah kasus HIV adalah Kecamatan Tembalang
sebanyak 107 kasus, sedangkan kecamatan dengan kasus terendah yaitu Kecamatan Tugu
sebanyak 17 kasus.
AIDS
Gambar 3.22 Kumulatif Kasus AIDS Kota Semarang Tahun 1998 – 2018
120 700
100 600
500
80
400
60
300
40
200
20 100
0 0
1998
- 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2003
Kumulatif 5 12 23 48 81 96 115 176 235 339 414 454 505 542 575 587
Kasus AIDS 5 7 11 25 33 15 19 61 59 104 75 40 51 37 33 12
Kematian 1 1 3 9 5 4 2 5 10 12 7 5 3 4 0 2
Gambar 3.23 Kasus AIDS Berdasar Jenis Kelamin & Kelompok Umur Kota Semarang
31% 42%
69%
58%
1
0 0 0
0
≤10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 > 60
Gambar 3.24 Kasus AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Penularan di Kota Semarang
Tidak
diketahui; 2;
17%
Homoseksual
; 1; 8%
Heteroseksual;
8; 67%
Penasun; 1;
8%
Gambar 3.25 Peta Kasus Penderita AIDS Per Kecamatan Kumulatif Tahun 2011-2018
Gambar 3.26 Perawatan HIV dan ART di Kota Semarang Tahun 2018
Gambar diatas menunjukkan data cascade Perawatan HIV dan ART di Kota
Semarang, dapat dilihat bahwa data LFU (lost follow up) masih tinggi yaitu sebanyak
1.008 kasus.
c. Pneumonia
Gambar 3.27 Kasus Pneumonia & Pneumonia Berat Menurut Kelompok Umur
Tahun 2014 – 2018
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2014 2015 2016 2017 2018
Pneumonia < 1 Th 1364 2150 1075 2688 2,173
Pneumonia1 - 4 Th 2880 5349 2963 6638 4,236
Pneumonia berat < 1 Th 12 43 67 68 33
Pneumonia berat 1 - 4 Th 39 217 68 192 35
Gambar 3.28 Grafik Kasus Pneumonia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2018
P
2,885 L
45% 3,592
55%
d. Kusta
Capaian kusta di Kota Semarang tahun 2018 sebagai daerah low endemik :
Prevalensi : 0,25 (target nasional : < 1 / 10.000 penduduk)
CDR : 1,26 (target nasional : < 5 / 100.000 penduduk)
Gambar 3.29 Grafik Penemuan Kusta Kota Semarang th 2014 – 2018
35 32
29 30
30 27
25
20 17
15
10 6
5 3 2
0 0
0
2014 2015 2016 2017 2018
PB MB
2.5
2.19
2.09
1.92
2
1.58
1.5 1.26
prev CDR
Berdasarkan jenis kelamin, kasus kusta tahun 2018 lebih didominasi oleh laki-laki, 12
dari total 19 kasus (74%).
100 92
90 86
80
80
70 66
60
50
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017
Sebagaimana grafik di atas RFT Rate Kusta Tipe MB mengalami peningkatan pada
tahun 2015, dan terus menurun sejak 2015 hingga 2017. Keteraturan pengobatan pasien
kusta dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah kemauan untuk sembuh dari
penderita itu sendiri, dukungan dari keluarga, lingkungan serta motivasi dari petugas
terutama dalam tatalaksana dan pemberian nasihat.
RFT Rate Kusta tipe PB tahun 2013 100%, 2014 dan 2015 tidak ada kasus, tahun 2016
mencapai 89 %, tahun 2017 dan 2018 ada
lah 100%. RFT Rate Kusta tipe PB mencapai 100% artinya seluruh kasus kusta tipe PB
sudah menyelesaikan 6 dosis pengobatannya dalam waktu 6 – 8 bulan.
Gambar 3.33 Grafik Prosentase Kasus Kusta Cacat Tingkat 2 Th 2014 – 2018
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2014 2015 2016 2017 2018
Kasus 41 27 31 33 19
Cacat Tk II 5 8 5 7 5
% 12 30 16 21 26
Kecacatan pada penderita kusta di Kota Semarang pada tahun 2018 adalah berikut :
Cacat Tk.2 : 26,3 % (5 kasus dari total 19 kasus). Pasien dengan cacat tingkat 2 tersebut
semua sudah dalam keadaan cacat pada saat berobat di Puskesmas. Kasus cacat yang datang
ke Puskesmas sebelumnya sudah pernah mendapatkan pengobatan di rumah sakit namun
tidak menggunakan paket MDT. Kecacatan sudah dialami pasien lebih dari 6 bulan, sehingga
kecacatan sudah bersifat permanen dan tidak memungkinkan dikoreksi dengan
menggunakan terapi Prednison, namun dimungkinkan masih bisa dilakukan tindakan
rehabilitasi.
e. Diare
Gambar 3.34 Grafik Penderita Diare Kota Semarang tahun 2014 – 2018
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
2014 2015 2016 2017 2018
Diare Balita 13235 10907 9153 13502 16826
Diare Total 38134 39893 32100 38776 50021
Penderita Diare dari tahun 2014 – 2016 cenderung mengalami penurunan namun
naik di tahun 2017 dan 2018. Total kasus diare tahun 2018 sebanyak 50.021 dengan jumlah
kasus terbanyak pada kelompok umur > 5 tahun sebanyak 33.195 kasus dan terendah pada
kelompok umur < 1 tahun sejumlah 5.093 kasus.
Gambar 3.35 Grafik Kasus Diare Kota Semarang Menurut Jenis Kelamin Th 2018
119
120
100 99 100 105 100 105 100 100 105 100
100
80
60 42
40 25 26 28
20 20 21
20
0
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Cakupan IR Tatalaksana
4. Penyakit PD3I
a. Tetanus
Kasus Tetanus Neonatorum (TN) di kota Semarang Tahun 2018 tidak ditemukan .
Gambar 3.38 Grafik Cakupan Imunisasi Bumil dan Persalinan Nakes Th 2016 – 2018
60
40
20
0
Persalinan
Terget Nakes Target NAS. Td Cak. Td Bumil
Nakes
2016 95 97.58 80 56.3
2017 100 99.98 85 52.1
2018 100 100 85 79
b. Difteri
Kasus difteri sejak 2013 hingga 2017 mengalami persamaan yaitu ditemukan
sebanyak 2 kasus tiap tahunnya. Namun terjadi peningkatan kasus pada 2018 (8 kasus) dan
kematian (3 kasus) sehingga dapat dikatakan terjadi KLB difteri pada 2018.
10
8
8
4 3
2 2 2 2
2
0 0 0 0
0
2014 2015 2016 2017 2018
Kasus Meninggal
c. Campak
Gambaran secara umum untuk kasus campak dari tahun 2012–2018 dari hasil
laporan mingguan (W2) puskesmas, SKDR dan rumah sakit mengalami penurunan. Pada
tahun 2018 kasus campak mengalami penurunan jika dibanding tahun 2017 yaitu 64 kasus.
Kasus Campak yang ditemukan merupakan kasus Campak klinis (belum dengan pemeriksaan
laboratorium). Cakupan imunisasi campak sudah diatas Target Nasional (95%), seperti
terlihat pada grafik berikut :
Gambar 3.40 Grafik Kasus Campak & Cakupan Imunisasi Campak 2014– 2018
250
200
150
Axis Title
100
50
0
2014 2015 2016 2017 2018
Cak Imun 101.3 103.9 101.13 96.5 101
Campak 219 224 104 143 64
d. Polio
Hasil surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) di Kota Semarang dari tahun 2014
sampai tahun 2018 selalu ditemukan kasus AFP. Hal ini disebabkan karena surveilans aktif
yang sudah berjalan cukup baik. Kasus AFP di tahun 2018 sebanyak 9 kasus.
Gambar 3.41 Grafik Kasus AFP Di Kota Semarang th 2014 – 2018
12 11
10 9 9
8
8
6
6
0
2014 2015 2016 2017 2018
Kasus AFP yang ditemukan di kota Semarang tahun 2018 sebanyak 9 kasus, yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 5 (56%) orang dan perempuan 4 (44%) orang.
40
33
30
20
12
10 10
10
0
2014 2015 2016 2017 2018
Gambar 3.44 Grafik Annual Paracite Incidence (API) Kota Semarang Tahun 2014-2018
0.03
0.02
60
50
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017 2018
KASUS 12 10 10 33 52
MENINGGAL 0 0 0 0 0
Dari Grafik di atas kasus malaria tidak terdapat kasus meninggal tahun 2014 – 2018,
sedangkan semua kasus berhasil disembuhkan.
Dari 52 kasus malaria import kota Semarang tahun 2018 menurut jenis plasmodium
setelah dilakukan pemeriksaan sediaan darah sebanyak 33 kasus (64%) plasmodium
falciparum, sebanyak 10 kasus (19%) plasmodium vivak dan 9 kasus (17%) mix (vivax dan
falciparum).
Gambar 3.46 Grafik kasus malaria menurut jenis plasmodium tahun 2018
Mix; 9; 17%
P.falciparum
P. vivax; 33; 64%
; 10; 19%
b. Demam Berdarah
Pada jumlah penderita DBD Tahun 2018 turun menjadi 103 kasus dari 299 kasus
pada tahun sebelumnya. Tahun 2018 merupakan tahun dengan jumlah kasus terendah sejak
tahun 1994. Incidence Rate juga terjadi penurunan yang signifikan dari yang sebelumnya
(tahun 2017) 18,14 menjadi 6,17 pada tahun 2018. CFR Tahun 2018 menurun, dari 2,7 pada
Tahun 2017 menjadi 0,97 (1 kematian) pada tahun 2018.
Gambar 3.47 Grafik Perkembangan IR-CFR DBD Th 1994 – 2018
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Penderita 1278 2015 2369 964 2294 1400 1428 986 607 1128 1621 2297 1845 2924 5249 3883 5556 1303 1250 2364 1628 1737 448 299 103
IR 107 165 190 76. 180 74. 110 74. 44. 81. 116 164 126 196 361 262 368 73. 70. 134 92. 98. 25.4 18. 6.17
Kematian 3 31 21 2 12 3 8 10 3 10 7 38 42 32 18 42 47 10 22 27 27 21 23 8 1
CFR % 0.2 1.5 0.8 0.2 0.5 0.2 0.5 1.0 0.4 0.8 0.4 1.6 2.2 1.0 0.3 1.0 0.8 0.7 1.7 1.1 1.6 1.2 5.13 2.68 0
Sejak Tahun 1994 sampai dengan 2018 jumlah kasus dan kematian tertinggi pada
Tahun 2010 yaitu 5.556 kasus dan 47 meninggal. IR tertinggi juga pada Tahun 2010 yaitu
368,7 per 100.000 dan CFR tertinggi pada Tahun 2016 yaitu 5,13%.
Jumlah penderita DBD laki-laki tahun 2018 adalah 57 kasus atau 55,34%, sisanya 46
kasus 44,66% adalah perempuan. Dilihat dari proporsi menurut jenis kelamin pada
penderita DBD tidak terlalu signifikan.
Gambar 3.48 Grafik Proporsi Penderita DBD Menurut Jenis Kelamin Tahun 2018
Perempuan,
44.66%
Laki - Laki,
55.34%
Kasus DBD berdasarkan golongan umur terbanyak pada golongan umur 5 – 9 tahun
dan 10-14 tahun yaitu masing-masing sebanyak 26 kasus atau 25% dan terendah pada
golongan umur 50-54 tahun, sebanyak 1 kasus atau 1%. Jika dilihat dari sudut lebih luas lagi
maka golongan usia balita dan usia sekolah (0-14 tahun) merupakan proporsi paling banyak
yaitu mencapai 69%. Proporsi seperti ini berlangsung hampir setiap tahun, sehingga perlu
penelitian lebih lanjut apa yang mendasari kelompok umur balita dan anak sekolah selalu
lebih dominan dari kelompok umur lain.
Gambar 3.49 Proporsi Penderita DBD di Kota Semarang Menurut Umur Th 2018
15-19 th, 9,
8% 5-9 th, 26,
25%
10-14th, 26,
25%
80
70
60 61
54
50
40
30
25 27
20 21
9 8
10 12 9 8
8 10 9 3 9
5 6 5 4 4 4
0
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGUST SEPT OKT NOP DES
Tahun 2017 pada Bulan Januari dengan 93 kasus. Jika dilihat dari data Bulanan tersebut di
atas, berdasarkan kriteria Kejadian Luar Biasa DBD yang digunakan dalam Perda Kota
Semarang Tahun 2010, terjadi KLB tingkat Kota pada Desember Tahun 2018. Jumlah kasus
terendah Tahun 2018 terjadi di Bulan September - Nopember 2018 dengan 4 kasus.
Sedangkan pada tahun 2017 kasus terendah terjadi di Bulan November dengan 3 kasus.
Rata-Rata jumlah penderita DBD Tahun 2018 sebanyak 9 kasus per bulan sedangkan tahun
2017 mencapai 25 kasus per bulan.
Tahun 2018 ada 57 kelurahan (32,2%) yang pernah terjangkit DBD dan 102
kelurahan (67,8%) yang tidak pernah terjadi kasus DBD di wilayahnya.
Angka Kematian
Kematian akibat penyakit DBD Kota Semarang mengalami penurunan yaitu
sebanyak 8 kematian (CFR 2,7%) pada tahun 2017 menjadi hanya 1 kematian (CFR 0,97%)
pada tahun 2018. Tahun 2018 merupakan tahun dengan jumlah kasus terendah sejak tahun
1994.
Gambar 3.53 Grafik Angka Bebas Jentik & Kasus DBD Tahun 2009 s.d 2018
6000 5556 94
91.12 90.99 91.7
5000
92
3883 90
4000
86.21 88
85.24 85.6
84.7 84.96 84.8 86
3000 2364 83.73
1628 1737 84
2000
1303 1250
82
1000 448 299 103 80
0 78
Th.2009 Th.2010 Th.2011 Th.2012 Th.2013 Th.2014 Th.2015 Th.2016 Th.2017 Th.2018
DBD ABJ
Dari gambaran grafik di atas terlihat secara umum bahwa ABJ yang meningkat dapat
menurunkan kasus DBD, akan tetapi analisis tersebut harus ditunjang oleh analisis statistik
yang mendalam. Tidak dapat dipastikan setiap ABJ yang kurang selalu berhubungan dengan
peningkatan kasus. Hubungan sebab akibat tersebut tidak dapat dihubungkan secara
langsung karena masih ada beberapa kondisi yang harus terjadi sebelum seseorang
dinyatakan menderita DBD. Setidaknya harus ada empat kondisi yang harus ada pada
penderita DBD, yaitu adanya nyamuk Aedes betina, Virus Dengue, gigitan dan daya tahan
tubuh yang lemah.
c. Rabies (GHPR)
Jumlah kasus GHPR tahun 2011 sampai dengan 2014 mengalami penurunan, mulai
tahun 2015 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan kasus sebagaimana dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
60 56
50 44
38 36 37
40
Axis Title
30 23
20 14 15
10
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah 38 36 44 23 14 15 37 56
Kasus GHPR Kota Semarang tahun 2018 menurut jenis kelamin laki-laki sebanyak
24 (43%), sedang perempuan sebanyak 32 (57%). Menurut golongan umur, kasus terbanyak
adalah pada golongan umur 20-45 tahun (42%) dan paling sedikit adalah pada golongan
umur < 5 tahun (4%) seperti dalam diagram berikut.
Gambar 3.55 Grafik GHPR Menurut Jenis Kelamin & Kelompok umur
GHPR Kota Semarang tahun 2018 total sebanyak 56; sebanyak 38 (67,85%) kasus
GHPR digigit oleh anjing, sebanyak 12 (21,42%) digigit oleh kucing, dan sebanyak 6 (10,71%)
kasus GHPR diakibatkan oleh gigitan kera. Berdasarkan anggota badan yang digigit pada
kasus GHPR di Kota Semarang tahun 2018, gigitan pada bagian kaki sebanyak 27 (48%), pada
bagian tangan 22 (39%), pada bagian muka 3 (6%), pada bagian pantat 3 (5%) dan pada
bagian alat kelmin 1 (2%).
d. Leptospirosis
Kasus Leptospirosis di Kota Semarang sembilan tahun terakhir (2010 – 2018)
mengalami penurunan, kasus tertinggi pada tahun 2009 sebanyak 235 kasus ,sedangkan
angka kematian mengalami kenaikan, tertinggi pada tahun 2011 (CFR 36%) hal ini
kemungkinan disebabkan karena ketidaktahuan penderita atau pengetahuan masyarakat
tentang penyakit Leptospirosis sehingga terjadi keterlambatan dalam membawa penderita
ke sarana kesehatan.
Gambar 3.57 Grafik Kasus Leptopsirosis Kota Semarang Th 2007 – 2018
200
150
100
50
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
P 8 178 235 71 70 81 70 73 56 42 55 56
M 1 8 9 6 25 14 11 13 8 8 14 14
CFR 13 4 5 8 36 17 16 18 14 19 25 25
Gambar 3.58 Sebaran Kasus Leptopsirosis Kota Semarang Berdasarkan Puskesmas Th 2018
Gambar 3.59 Grafik Kasus Leptopsirosis Kota Semarang Berdasar Jenis Kelamin &
Golongan Umur Tahun 2018
LAKI-LAKI, 41,
73%
28; 50%
16; 29%
Belum sekolah 1
Satpam 2
Jualan 2
Tukang ojek 1
Buruh cuci 1
Pelajar 1
Petani Tambak 1
Pemulung 1
Penyapu jalan 1
Bengkel 1
Petani 1
BTL /listrik 1
Pengambil sampah 1
Pramusaji 1
Tukang las 1
Ekspedisi 1
Service Komputer 1
Pedagang 1
Sopir 2
Pembuat Tempe 2
Wiraswasta 3
Tukang bersih 3
Swasta 5
Buruh Bangunan 6
Tidak bekerja 14
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Gambar 3.61 Grafik Kasus Leptopsirosis Kota Semarang Berdasar Faktor Risiko Tahun 2018
Mandi disungai/sendang 0
Renang 0
Mencangkul 1
Memancing 1
Kontak anjing 3
Bersihkan selokan 6
Kontak tikus 11 Jml
Banjir/lumpur 11
Ada Luka 28
Kontak air tergenang 45
Ada tikus dirumah 56
0 10 20 30 40 50 60
Gambar 3.62 Grafik Kasus Kematian Leptopsirosis Kota Semarang Berdasar Jenis
Kelamin Tahun 2018
Laki-laki Perempuan
61-70, 4, 29%
31-40, 3, 21%
Penyakit tidak menular antara lain penyakit jantung dan pembuluh darah yang
utama adalah penyakit hipertensi, stroke dan diabetes mellitus. Penyakit tidak menular
termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan mengendalikan faktor resikonya.
Gambar 3.64 Grafik Distribusi Kasus Penyakit Tidak Menular Kota Semarang
180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
IMA Dekom Hiperte Stroke DM Tgt DM PPOK Asma Osteop
kordis nsi Ins Non Ins Bronkhi orosis
ale
2014 1156 1956 37673 2942 1010 15464 989 5711 1559
2015 997 1456 33582 2460 970 12115 670 4300 170
2016 999 1435 48756 2860 972 15250 1010 7966 249
2017 4829 4640 8355 2527 6489 51329 57 176 176
2018 3326 4088 161283 3422 4183 47248 2107 6310 2765
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Angina IMA Dekom Hiperte Hiperte Stroke Stroke DM Tgt DM
pektoris kordis nsi ess nsi lain hem non Ins Non Ins
hem
2014 2183 1156 1956 34956 2717 801 2141 1010 15464
2015 1985 997 1456 32335 1247 670 1790 970 12115
2016 2092 999 1435 46670 2086 790 2070 972 15250
2017 1108 4829 4640 4583 3772 725 1802 6489 51329
2018 5532 2614 1208 18007 8617 1065 4473 2896 6153
tahun 2018 Kasus PTM di Rumah Sakit tertinggi pada penyakit Hipertensi Essential
sebanyak 18.007 kasus. Sedangkan kasus terendah pada penyakit Ca Hati sejumlah 108
kasus. Pada tahun 2014 sampai tahun 2018 terjadi peningkatan kasus pada penyakit Angina
Pectoris (5532 kasus). Sedangkan kasus yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
adalah penyakit Diabetes Tergantung Insulin (2896 kasus) dan Non Insulin sebanyak 6153
kasus.
Gambar 3.65 Grafik Kasus Penyakit Tidak Menular Berdasar Kelompok Umur
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
IMA Dekom Hiperte Stroke DM Tgt DM PPOK Asma Osteop
kordis nsi Ins Non Bronkh orosis
Ins iale
< 1 th 0 0 0 0 0 0 0 1 0
1 - 4 th 0 0 0 0 0 0 0 46 0
5 - 9 th 0 0 30 0 0 2 1 82 0
10 - 14 th 0 0 215 0 1 150 3 55 0
15 - 44 th 74 173 47397 137 374 6398 50 327 0
45 - 65 th 323 854 100100 859 2657 27691 89 454 10
> 65 th 215 751 13541 563 1151 13007 80 286 0
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Angina IMA Dekom Hiperte Hiperte Stroke Stroke DM Tgt DM
pektori kordis nsi ess nsi lain hem non Ins Non Ins
s hem
< 1 th 0 1 1 3 0 0 1 0 0
1 - 4 th 4 0 5 10 1 0 1 1 1
5 - 9 th 0 0 2 6 1 1 0 2 7
10 - 14 th 2 0 7 10 14 1 2 3 4
15 - 44 th 435 182 189 1608 751 101 282 293 545
45 - 65 th 3383 1661 589 10824 4973 688 2613 2081 4167
> 65 th 1708 770 415 5546 2877 274 1574 516 1429
Berdasarkan kelompok umur, kasus penyakit tidak menular dari Puskesmas dan
Rumah Sakit banyak terjadi pada penderita golongan umur 45 – 65 tahun. Hal ini
dikarenakan pada umur tersebut seseorang banyak melakukan aktivitas namun tidak
diimbangi oleh pola hidup sehat, seperti : mengkonsumsi makanan sehat, membiasakan
periksa kesehatan secara berkala, olah raga secara rutin dan teratur, menjauhi rokok dan
asap rokok.
BAB
IV
Secara umum upaya kesehatan terdiri dari atas dua unsur utama, yaitu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat
adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta,
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat mencakup
upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit
menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat adiktfi dalam makanan dan minuman,
pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.
Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya-upaya pencegahan penyakit,
pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan
yang ditujukan terhadap perorangan.
Berikut ini diuraikan upaya kesehatan yang dilakukan selama tahun 2018 :
antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan) yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil dan keberlangsungan
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil yang berkunjung
ke tempat pelayanan kesehatan atau antenatal care (ANC) meliputi penimbangan berat
badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan
kehamilannya, pemberian tablet besi, pemberian imunisasi TT, pemeriksaan Hb,
konsultasi, dan pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan ibu hamil.
Cakupan kunjungan ibu hamil K1 Kota Semarang pada tahun 2018 adalah 100 %
(26.131 kunjungan).
Gambar 4.1 Cakupan K1 Kota Semarang Tahun 2014-2018
106
103.85
104 102.16
102 100.68
100
100
98 K1
96 95 95 95
94
92
90
2014 2015 2016 2017
Cakupan Target
102
100 100
100
100
97.21 97.46 97.5 97.57
98
96 95 95 95
94
92
2014 2015 2016 2017 2018
Faktor pendukung dalam hal ini antara lain oleh karena meningkatnya kesadaran ibu
hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke sarana pelayanan kesehatan dan adanya
dukungan peningkatan kualitas pelayanan ANC oleh petugas kesehatan.
Cakupan Target
110
105
99.98 100
100 97.87
97.53 97.58
100 100
95
95
90
90 90
85
2014 2015 2016 2017 2018
105
100 100
100
95 95 95
95 99.54
90 KF3
90.04
85 88.23
86.07 86.91
80
75
2014 2015 2016 2017 2018
Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa cakupan KF3 mengalami kenaikan sejak tahun
2014 sampai dengan tahun 2018 namun masih di bawah target. Cakupan KF3 sejak tahun
2014 sampai dengan tahun 2018 cenderung mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pemeriksaan
pada masa nifas. Selain itu, adanya peningkatan cakupan KF dikarenakan adanya
kunjungan petugas Puskesmas dengan menggunakan dana BOK dan pendampingan ibu
hamil oleh Gasurkes dan kader kesehatan.
f. Kunjungan Neonatal
Neonatus adalah bayi usia 0 – 28 hari, dimana usia ini masuk dalam kategori usia
rawan, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara intensif, Cakupan Kunjungan
Neonatus dipantau dari cakupan Kunjungan Neonatus 1 (KN1: 6-48 jam), Kunjungan
Neonatus 2 (KN2: 3-7 hari) dan Kunjungan Neonatus 3 (KN3: 8-28 hari).
Cakupan KN 1 adalah cakupan neonatus yang telah memperoleh 1 kali pelayanan
Kunjungan Neonatal pada 6-48 jam, setelah lahir sesuai standar di satu wilayah kerja
pada satu tahun. Cakupan kunjungan neonatus (KN 1) tingkat Kota Semarang tahun 2018
adalah 25.073 (100%) dari 25.074 bayi lahir hidup. Cakupan tersebut sudah mencapai
target SPM sebesar 100%, sedangkan KN3 tahun 2018 adalah 24.695 (98,49%).
Gambar 4.5 Cakupan KN Kota Semarang Tahun 2014 – 2018
KN 1 KN 3
98.49
Hasil pelayanan kesehatan balita minimal 8 kali di peroleh cakupan tahun 2018
adalah sebanyak 96.303 balita atau 89,94% dari 107.071 balita yang ada. Angka ini
mengalami penurunan dari tahun 2017 (94,34%), namun demikian mengalami kenaikan
secara jumlah, dimana jumlah balita yang dilayani pada tahun 2017 adalah sebanyak
81.577. Adapun jumlah balita yang ditimbang bulan ini dikurangi dengan balita yang
ditimbang bulan ini tetapi tidak datang pada bulan sebelumnya (D’) adalah 81.073. Dari
angka tersebut sebanyak 75.121 (92,7%) balita dengan BB naik. Sedangkan yang
mengalami BGM adalah 741 (0,83%). Data secara terperinci dapat dilihat pada tabel 46
dan 47.
2. Pelayanan Imunisasi
Untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita
perlu dilaksanakan program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio
dan campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1
kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan campak 1 kali. Untuk menilai kelengkapan
imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan imunisasi DPT3 + HB, Polio 4 dan
MR 95%.
Dengan sasaran bayi sejumlah 26.520 anak, cakupan bayi yang diimunisasi DPT3-
HB3/ DPT-HB-Hib3 pada tahun 2018 sebesar 26.936 (102%) sedikit bertambah secara
jumlah jika dibanding tahun 2017 sebesar 26.865 (103%). Cakupan imunisasi MR tahun
2018 sebesar 102,42% (27.163 bayi), angka ini telah melampaui target nasional (95%).
Program imunisasi dapat berjalan secara efektif dan memberikan dampak
penurunan kejadian penyakit apabila kelengkapan imunisasi telah terlaksana dan mutu
pelayanan imunisasi diterapkan sesuai standar, terutama dalam penangan cool chain.
Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata dapat dilihat dari pencapaian
Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Tahun 2017 jumlah desa/kelurahan
yang sudah mencapai UCI dengan kriteria cakupan DPT 3, polio dan MR > 95%, sebanyak
177 kelurahan (100%) dari 177 kelurahan yang ada. Jumlah ini masih sama sejak tahun
2013.
Selain pada bayi, imunisasi juga dilakukan pada ibu yaitu imunisasi TT. Pemberian
imunisasi TT pada ibu hamil sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu (yang dimulai saat
dan atau sebelum kehamilan) yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Hasil imunisasi
TT 1 sampai TT 5 ibu hamil pada tahun 2014 sampai 2018 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel. 4.1 Hasil imunisasi TT1, TT2, TT3, TT4, dan TT5 tahun 2014 – 2018
TT 1 TT 2 TT 3 TT 4 TT 5
TAHUN
Abs % Abs % Abs % Abs % Abs %
2014 22935 56,2 17486 47,1 5178 14,4 2590 8,2 1606 5,1
2015 19304 37,5 15537 36,6 4548 13,4 2836 8,3 1976 6,0
2016 17466 53,4 14702 45 4879 14,9 3193 0,9 1943 0,6
2017 7964 27,7 7328 25,5 3566 12,4 2397 8,3 1464 5,1
2018 10400 36 10449 36,2 5518 19,1 4122 14,3 2948 10,2
120
100
80
Axis Title
60
40
20
0
2014 2015 2016 2017 2018
HB 0 88 94 93 97 108
BCG 102 100 101 101 102.4
DPT-HB 1 99.2 101.4 101.9 101.9 100.7
POLIO 1 100 100 105 102 102.6
Pencapaian hasil Imunisasi kontak lengkap di Kota Semarang tahun 2018 sudah mencapai
target minimal yaitu 95%.
98
96
94
92
90
2014 2015 2016 2017 2018
DPT-HB-HiB 3 100.3 101.4 101.3 102.9 101.5
POLIO 4 100.6 102 103.9 103.2 100
CAMPAK/MR 101.3 103.9 101.1 95.3 101
dilaporkan prosentase BOR yang digunakan oleh penderita Rawat Inap di Rumah
Sakit se- Kota Semarang pada tahun 2018 adalah 57,8 %. Adapun jumlah tempat
tidur yang tersedia di tahun 2018 sebanyak sebesar sebanyak 5.165 buah. Capaian
angka ini belum dapat mencapai standar yang ideal untuk Rumah Sakit. Hal ini
menunjukkan bahwa pemanfaatan tempat tidur pada Rumah Sakit di Kota Semarang
belum dimanfaatkan secara optimal dan masih terdapat Rumah Sakit yang belum
bisa mengirimkan datanya sampai dengan tanggal yang telah ditentukan.
b. Length Of Stay ( LOS) adalah rata-rata dalam 1 (satu) tempat tidur dihuni oleh 1
(satu) penderita rawat inap yang dihitung dalam hari dengan standar ideal antara 6 –
9 hari. Manfaat LOS adalah untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit, dan
untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Berdasarkan
data yang dilaporkan pencapaian LOS RS tahun 2018 adalah 5,1 hari. Cakupan
pencapaian tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan tempat tidur di RS di Kota
Semarang untuk tahun 2018 belum memenuhi standar ideal.
c. Turn of Interval (TOI) adalah rata-rata tempat tidur tidak ditempati dengan
standar ideal antara 1 – 3 hari. TOI untuk Kota Semarang pada tahun 2018 adalah
3,7. Angka ini dapat diartikan bahwa pemakaian tempat tidur di Rumah Sakit pada
tahun ini belum optimal.
d. Gross Death Rate (GDR), adalah angka kematian untuk tiap-tiap 1000 penderita
keluar maksimum adalah 45. Manfaat GDR (Gross Death Rate) untuk mengetahui
mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit. Angka ini bisa untuk menilai mutu
pelayanan jika angka kematian kurang dari 48 jam rendah. Berdasarkan data yang
dilaporkan GDR Kota Semarang pada tahun 2018 adalah 5,6 %.
e. Net Death Rate (NDR), manfaat NDR adalah untuk mengetahui mutu pelayanan
/ perawatan Rumah Sakit. Semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit, berarti bahwa
mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit makin baik. NDR yang masih dapat
ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 penderita keluar. Pencapaian NDR di Kota
Semarang pada tahun 2018 adalah 2,3 %. Namun demikian secara keseluruhan
pelayanan rumah sakit di Kota Semarang masih tergolong baik.
PROFIL KESEHATAN KOTA SEMARANG 2018
| 75
dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilaksanakan dengan prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati hatian, akuntabilitas, portabilitas, bersifat
wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan sebesar besarnya untuk kepentingan peserta.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 12 tahun 2013
dan PERPRES Nomor 111 tahun 2013 sebagai perubahan atas peraturan presiden nomor 12
tahun 2013 kepesertaan JKN dilaksanakan secara bertahap.
Fasilitas Kesehatan yang dapat memberikan Pelayanan Kesehatan untuk peserta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama baik milik
pemerintah maupun non pemerintah dan Fasilitas Kesehatan tingkat Lanjutan.
Gambar 4.9 Grafik FKTP yang bekerjasama dengan BPJS Kota Semarang Tahun 2018
2500 2304
2000
1500
1000
517
500
171
37 43 1 20 7
0
PUSKES PRAKTEK PRAKTEK KLINIK KLINIK RS RS RS
MAS DOKTER DOKTER PRATAM UTAMA PRATAM UMUM KHUSUS
GIGI A/SETAR A/SETAR
A A
JUMLAH 37 2304 517 171 43 1 20 7
KERJA SAMA BPJS 37 73 35 105 3 1 18 1
Kesehatan Nasional (JKN-KIS) BPJS Kesehatan sebesar 95%. Gambaran kepesertaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) Kota Semarang tahun 2018 dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 4.10 Cakupan Kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) Tahun 2018
Gambar 4.11 Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran Program JKN Kota Semarang
(cut off 1 Desember 2018)
Pelayanan Jamkesmaskot
Pada tahun 2018 Jamkesmaskot sudah berintegrasi ke Jaminan Kesehatan Nasional
sehingga anggaran Jamkesmaskot diperuntukkan pembayaran premi JKN PBI APBD II dan
Pendampingan Jamkesmaskot. Anggaran Pendampingan Jamkesmaskot diperuntukkan bagi
penduduk non register yaitu pasien Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang
membutuhkan pelayanan kesehatan di FKTL. Kriteria pasien PMKS melalui rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota Semarang. Dalam melaksanakan kegiatan Pendampingan
Jamkesmaskot ini Dinas Kesehatan Kota Semarang bekerjasama dengan RSUD Kota
Semarang. Sedangkan mekanisme pembayaran klaim berdasarkan Perda Tarif Pelayanan
Kesehatan RSUD Kota Semarang.
Gambar 4.12 Cakupan Fe30, Fe90 Ibu Hamil di Kota Semarang Tahun 2014 – 2018
110
108
106
104
PERSENTASE
102
100
98
96
94
92
90
2014 2015 2016 2017 2018
Fe 30 98.62 98.88 97.91 97 108.69
FE 90 97.23 97.05 97.65 98.59 100
Cakupan pemberian Fe30 pada ibu hamil di tahun 2018 sebesar 108,69% dari jumlah
total ibu hamil, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan pencapaian tahun 2017
sebesar 97%. angka cakupan melebihi 100% dikarenakan ibu hamil yang mendapat Fe30
tidak hanya penduduk Kota Semarang (luar wilayah). Cakupan pemberian Fe90 pada ibu
hamil di tahun 2018 sebesar 100% dari jumlah total ibu hamil sudah memenuhi target.
Sedangkan cakupan pemberian vitamin A yang diberikan 2 kali kepada anak balita (1-4
tahun) sebesar 99,99% atau 174.086 anak.
Namun demikian pencapaian dalam program ASI Ekslusif ini harus mendapatkan
perhatian khusus dan memerlukan pemikiran dalam mencari upaya-upaya terobosan serta
tindakan nyata yang harus dilakukan oleh provider di bidang kesehatan dan semua
komponen masyarakat dalam rangka penyampaian informasi maupun sosialisasi guna
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.
Gambar 4.14 Cakupan Pelayanan Kesehatan Pekerja Kota Semarang Tahun 2018
250000
200000
150000
100000
50000
0
2014 2015 2016 2017 2018
Pekerja Sakit dilayani 84491 137664 159105 205231 162110
Kasus penyakit umum 40583 80967 112948 168743 162110
Penyakit diduga PAK 3291 22333 15849 17093 28949
Kecelakaan akibat kerja
295 597 559 575 1066
(KAK)
Gambar 4.15 Grafik Pengguna Sarana Air Bersih Memenuhi syarat Menurut Jenis
Sarana Tahun 2018
sumur gali
terlindung sumur gali dg
10% pompa sumur bor dg
5% pompa
1%
terminal air
0%
mata air
terlindung
0%
penampungan air
hujan
perpipaan 0%
84%
Dari data yang ada, suplai air bersih rumah tangga terbesar di Kota Semarang
berasal dari jalur perpipaan 84%, diikuti oleh sumur gali terlindungi 10%.
Upaya peningkatan kualitas air bersih akan meningkat apabila diikuti upaya
perbaikan sanitasi (sarana pembuangan kotoran manusia, sampah, air limbah ). Selain
itu adanya peran serta dan kesadaran sektor swasta penyedia air bersih yang
meningkat berkenaan dengan kualitas air bersih.
c. Tempat – Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TTU dan TUPM)
Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi tempat
umum yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari
kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menjadi sarang vektor penyakit yang
dapat menimbulkan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang disediakan oleh
badan – badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh
masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap, memiliki fasilitas sanitasi (jamban,
tempat pembuangan sampah dan limbah) untuk kebersihan dan kesehatan di lingkungan.
Tempat-tempat umum yang sehat berpengaruh cukup besar di masyarakat karena
masyarakat menggunakan fasilitas umum tersebut untuk berbagai kepentingan.
Pengawasan sanitasi tempat umum meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan,
hotel, dan tempat umum lain dilakukan sejumlah 1.090 TTU (98%) dari 1.112 TTU yang ada.
Adapun yang memenuhi syarat kesehatan dapat digambarkan sebagai berikut;
Gambar 4.16 Grafik Cakupan TTU Yang Memenuhi Syarat Kesehatan Tahun 2018
97.6
96.5 96.2
restoran; 455;
depot air minum; 28%
461; 28%
70.00%
59.90%
60.00%
50.00%
40.00% 36.33%
30.00%
20.00%
10.00%
4.72%
0.64%
0.00%
SEHAT PRATAMA SEHAT MADYA SEHAT UTAMA SEHAT PARIPURNA
80.00%
97.04% 99.75% 92.11%
88.78% 98.07% 99.59% 92.47%
60.00%
40.00% 52.86%
20.00%
0.00%
PSN
AKTIFITAS FISIK
JAMBAN SEHAT
ASI EKSKLUSIF
AIR BERSIH
TIMBANG BALITA
CUCI TANGAN
JPK
PX KEHAMILAN
TIDAK MEROKOK
MIRAS / NARKOBA
GIZI SEIMBANG
GOSOK GIGI
SALIN NAKES
SAMPAH
KLP KIA DAN GIZI KLP KESLING KLP GAYA HIDUP KLP UKM
744
699 711
679
651
341
293 308
276 262
54 48 70
32
5
2014 2015 2016 2017 2018
Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyediaan
pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Pada bab ini, sumber daya kesehatan diulas dengan menyajikan
gambaran keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, perbekalan kesehatan dan
pembiayaan kesehatan.
A. SARANA KESEHATAN
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu
didukung oleh adanya sarana kesehatan yang memadai dan memiliki kualitas pelayanan
yang baik. Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada tahun 2018 terdiri dari :
Tabel 5.1 Sarana Kesehatan Dasar di Kota Semarang
URAIAN
2014 2015 2016 2017 2018
1. RUMAH SAKIT UMUM: 15 18 19 19 20
2. RUMAH SAKIT KHUSUS 8 8 7 7 7
3. RUMAH BERSALIN 6 0 0 0 0
4. PUSKESMAS 37 37 37 37 37
Terdiri dari :
a. PUSKESMAS PERAWATAN 12 12 11 11 11
b. PUSKESMAS NON PERAWATAN 25 25 26 26 26
5. PUSKESMAS PEMBANTU 35 35 35 37 37
6. LABORATORIUM KLINIK 30 28 26 26 29
7. KLINIK UTAMA 37 36 40 40 43
8. KLINIK PRATAMA 64 114 161 170 217
9. TOKO OBAT 20 23 20 39 11
10, INSTALASI FARMASI (IF) 1 1 1 1 1
11. SARANA REHABILITASI KORBAN
1 1 1 1 1
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
12. DOKTER UMUM PRAKTEK * 1.798 1.940 2.143 2.304 2.556
13. DOKTER SPESIALIS PRAKTEK* 745 828 897 1001 1.068
14. DOKTER GIGI PRAKTEK * 415 438 473 517 572
15. APOTEK 414 413 417 406 424
B. TENAGA KESEHATAN
Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) dibidang kesehatan
sangat diperlukan agar penyelenggaraan upaya kesehatan dapat berjalan dengan baik. Oleh
karena itu diperlukan, yang diharapkan mampu bekerja secara profesional dan selalu
berusaha untuk mengembangkan kemampuan secara keilmuan dan ketrampilannya dalam
rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga
serta pengelolaan kepegawaian. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir
disebabkan antara lain karena sifat data ketenagaan yang selalu berubah terus-menerus dan
melibatkan lintas organisasi sehingga sistem pencatatan dan pelaporan belum dapat
ditampilkan secara lengkap, akurat dan sistematis. Sebaran tenaga kesehatan di sarana
pelayanan kesehatan, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang berdasarkan
laporan yang masuk adalah sebagai berikut:
Gambar 5.1 : Grafik Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kota Semarang Tahun 2018
KETEKNISIAN MEDIS 67
KETERAPIAN FISIK 1
TENAGA GIZI 37
SANITARIAN 31
KESEHATAN MASYARAKAT 15
APOTEKER 10
TENAGA TEKNIS FARMASI 41
PERAWAT GIGI 46
PERAWAT 155
BIDAN 131
DR GIGI 36
DR SPESIALIS 0
DR UMUM 81
C. PERBEKALAN KESEHATAN
C. PERBEKALANA KESEHATAN
Ketersediaan Obat
Tingkat ketersediaan obat pada Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas Tahun
2018 adalah 101%. Angka tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara jumlah
PROFIL KESEHATAN KOTA SEMARANG 2018
| 92
persediaan obat dari seluruh sumber anggaran Tahun 2018 sebesar Rp. 26.135.932.650,-
dengan jumlah pemakaian obat selama Tahun 2018 sebesar Rp. 16.765.624.350,53
Perencanaan dan pengadaan obat di Kota Semarang tahun 2018 seluruh jenis obatnya
adalah obat esensial dan generik sesuai dengan Pedoman Pengadaan Obat dari
Kemenkes RI.
D. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Tren alokasi anggaran Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukan angka yang
fluktuatif dari tahun 2014 s/d 2018 sebagai berikut:
Gambar 5.2 Grafik Perkembangan Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan Kota Semarang & Rasio
terhadap APBD Kota Semarang Tahun 2014 s/d 2018
400,000,000,000 10
350,000,000,000
9
8
300,000,000,000
7
250,000,000,000
6
200,000,000,000 5
150,000,000,000
4
3
100,000,000,000
2
50,000,000,000
1
-
2014 2015 2016 2017 2018
0
Anggaran kesehatan 176,623,496,044 293,048,229,566 328,633,625,527 321,377,144,397 334,047,627,000
Rasio 5.6 4.3 8.1 9.07 9.51
Alokasi anggaran Dinas Kesehatan Kota Semarang pada tahun 2018 sebesar Rp
334.047.627.000,00 jika dibanding dengan anggaran tahun 2017 yang sebesar Rp.
321.377.144.397,00 hal ini menunjukan ada kenaikan Sumber APBD Kota Semarang sebesar
Rp 334.047.627.000,00 (100%); sumber APBN sebesar Rp. 36.545.252.531,00 (10,94%), DAK
Rp 31.720.045.000,00. Apabila dibandingkan dengan total APBD Kota Semarang yang
sebesar Rp. 3.513.753.947.218,00 terhadap total anggaran kesehatan bersumber APBD pada
Dinas Kesehatan adalah 9,51 %. Data secara lengkap dapat dilihat pada lampiran tabel 81.
BAB
KESIMPULAN VI
Berbagai upaya yang telah dilaksanakan dalam pembangunan kesehatan, antara lain
upaya peningkatan dan perbaikan terhadap derajat kesehatan masyarakat, upaya pelayanan
kesehatan, sarana kesehatan dan sumber daya kesehatan. Hasil-hasil kegiatan
pembangunan kesehatan di semua wilayah kerja Puskesmas yang tersebar di 16 kecamatan
di Kota Semarang selama periode 1 (satu) tahun tergambar dalam Profil Kesehatan Kota
Semarang tahun 2017.
Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pembangunan kesehatan
telah menunjukkan hasil yang cukup baik, namun masih ada beberapa program kesehatan
yang belum mencapai hasil yang optimal. Keberhasilan maupun kekurangan dalam
pencapaian upaya-upaya pembangunan kesehatan di Kota Semarang selama tahun 2017
adalah sebagai berikut :
1. Jumlah kematian Ibu maternal, berdasarkan laporan Puskesmas dan Rumah Sakit pada
tahun 2018 sebanyak 19 kasus dengan jumlah kelahiran hidup (KH) sebanyak 25.074
orang atau 75,77 per 100.000 KH.
2. Jumlah Kematian Bayi, berdasarkan hasil laporan berbagai sarana pelayan kesehatan
yang terjadi di Kota Semarang Tahun 2018 sebanyak 160 dari 25.074 kelahiran hidup,
sehingga didapatkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 6,38 per 1.000 KH.
3. Jumlah Kematian Balita di Kota Semarang Tahun 201 sebanyak 187 anak dari 25.074
kelahiran hidup sehingga Angka Kematian Balita (AKABA) Kota Semarang diperoleh
sebesar 7,46 per 1.000 KH.
4. Jumlah kasus bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) tahun 2018 sebesar 506
bayi (2,02%)
5. Jumlah Balita dengan status bawah garis merah (BGM) sebanyak 741 anak (0,83%) dari
89.698 balita yang datang dan ditimbang (D) di posyandu.
6. Jumlah kasus gizi buruk balita yang ditemukan tahun 2018 sejumlah 23 kasus.
7. Jumlah penderita TB Paru semua tipe yang ditemukan tahun 2018 sebesar 4252 orang,
kasus TB anak sejumlah 884 kasus. Angka kesembuhan tahun 2017 sebesar 65%.
8. Jumlah kasus HIV yang ditemukan tahun 2018 sebesar 640 orang, sedangkan jumlah
kasus AIDS pada tahun 2018 sebanyak 12 orang, dan tidak ada kasus yang meninggal.
9. Jumlah kasus pneumonia umur < 1 th tahun 2018 adalah 2.173 orang, umur 1 - 4 th
sebanyak 4.236. Sedangkan untuk kasus pneumonia berat umur < 1 th sebesar 33
orang, dan umur 1-4 tahun sebanyak 35 anak.
10. Jumlah penderita kusta yang ditemukan tahun 2018 adalah 19 kasus, dengan tipe kusta
PB ada 2 kasus (10,5%) dan tipe MB ada 17 kasus (9,5%).
11. Jumlah kasus diare, tahun 2018 sebanyak 50.021 kasus, untuk penderita umur <1 tahun
sebesar 5.093 kasus, umur 1-4 tahun sebesar 11.733 kasus, umur > 5 tahun sebesar
33.195 kasus.
12. Jumlah kasus tetanus neonatorum (TN), tidak ditemukan kasus pada tahun 2018.
Dengan cakupan TT bumil tahun 2018 sebanyak 79%.
13. Jumlah kasus difteri tahun 2018 sebanyak 8 kasus, dan 3 penderita yang meninggal.
14. Jumlah kasus campak yang ditemukan pada tahun 2018 sejumlah 64 kasus.
15. Jumlah kasus polio, dengan kasus AFP tahun 2018 sejumlah 9 kasus.
16. Jumlah kasus malaria, tahun 2018 sebesar 52 kasus, dengan API sebesar 0,03.
17. Jumlah kasus demam berdarah pada tahun 2018 sebanyak 103 kasus dengan jumlah
meninggal 1 orang. IR DBD adalah 6,17 %o dan CFR DBD adalah 0,97 %.
18. Jumlah kasus Rabies (GHPR) yang terjadi di tahun 2018 sebanyak 56 kasus.
19. Jumlah kasus leprospirosis yang terjadi pada tahun 2018 sebesar 56 kasus dengan
jumlah kematian 14 kasus, angka CFR adalah 25%.
20. Jumlah Kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas tertinggi Hipertensi sebesar 161.283
kasus, dan PTM di RS tertinggi juga Hipertensi sebesar 18.007 kasus.
21. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2018 adalah 26.131
(100%).
22. Jumlah persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kota Semarang pada tahun
2018 adalah 25.150 (100%) dari 25.150 ibu bersalin.
23. Jumlah pelayanan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan adalah pada tahun
2018 adalah 25.035 orang atau 100% dari total ibu nifas yang berjumlah 25.035 orang.
24. Jumlah pelayanan komplikasi maternal, pada tahun 2018 jumlah kasus komplikasi yang
ditangani sebesar 1.923 kasus.
25. Pelayanan Neonatal komplikasi yang dilayani/ditangani pada tahun 2018 sebesar 3.297
kasus atau 87,7 % dari total perkiraan 3.761 perkiraan neonatal risti.
26. Cakupan kunjungan neonatus (KN 1) tingkat Kota Semarang tahun 2018 adalah 25.073
atau (100%) dan KN 3 (KN Lengkap) sebanyak 24.695 (98,49%) dari 25.074 bayi lahir
hidup.
27. Cakupan kunjungan bayi di Kota Semarang pada tahun 2018 adalah 26.544 atau
100,09% dari 26.520 bayi yang ada.
28. Pelayanan kesehatan balita minimal 8 kali diperoleh cakupan tahun 2018 adalah 96.303
atau 89,94% dari 107.071 balita yang ada.
29. Pelayanan kesehatan pada siswa SD kelas 1 dan sederajat yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di tingkat puskesmas pada tahun 2018 diperoleh hasil sebanyak 26.294
murid SD atau 100% dari 26.294 murid SD yang dilaporkan.
30. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT3 + HB3 pada tahun 2018 sebesar 26.936 (103%),
dengan Cakupan imunisasi MR sebesar 27.163 (102,42%).
31. Cakupan kunjungan pelayanan kesehatan pada tahun 2018 total kunjungan tingkat Kota
Semarang pada unit rawat jalan Puskesmas & RS sebesar 4.157.218 kunjungan,
sedangkan untuk kunjungan rawat inap sebesar 246.968 kunjungan.
32. Pencapaian hasil kinerja Rumah Sakit di Kota Semarang meliputi : BOR (57,8%) ; LOS (5,1
hari) ;TOI (3,7 hari) ; GDR (5,6 %) ; NDR (2,3 %) dari data yang ada.
33. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di puskesmas pada tahun 2018
meliputi pelayanan tumpatan gigi tetap sejumlah 10.877 kasus, pencabutan gigi tetap
18.580 kasus, dengan rasio untuk tumpatan/pencabutan dibandingkan pencabutan gigi
sebesar 0,6.
34. Pelayanan UKGS di sekolah dasar, dilaksanakan pemeriksaan kesehatan gigi terhadap
26.249 siswa (100%) SD/MI. Dari jumlah tersebut terdapat 24.725 siswa perlu
perawatan. Berkaitan dengan kegiatan sikat gigi massal, diperoleh hasil sejumlah 599
SD/MI telah melakukan kegiatan tersebut dari total 599 SD/MI yang dilaporkan.
35. Jumlah kepesertaan JKN-KIS BPJS kesehatan sebesar 95% dari total penduduk Kota
Semarang.
36. Cakupan pemberian Fe30 bumil sebesar 108,69% , dan Fe 90 sebesar 100 % dari sasaran
bumil yang ada.
37. Cakupan pemberian vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan sebesar 110,8% dari 25.777
bayi yang ada. Sedangkan cakupan pemberian vitamin A yang diberikan 2 kali kepada
anak balita (1-4 tahun) 174.086 anak atau (99,99%). Bagi ibu nifas diperoleh data
cakupan pemberian vitamin A sebesar 110,8% atau sebanyak 27.874 ibu nifas.
38. Cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi umur 0-6 bulan sejumlah 10.733 bayi atau
68,22% .
39. Cakupan pelayanan kesehatan Usila di Kota Semarang pada tahun 2018 sejumlah
175.893 (99,83%) dari 176.187 usila yang ada.
40. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja baik sektor formal maupun informal yang
dilayani di Kota Semarang pada tahun 2018 sebanyak 162.110 orang.
41. Jumlah sarana kesehatan yang memiliki laboratorium kesehatan sebanyak 59 buah
(100%) dan yang memberikan pelayanan 4 spesialis dasar sebesar 15 buah (93,75%).
42. Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses oleh
masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2017 sebanyak 37 sarana kesehatan (100%).
43. Jumlah desa/kelurahan siaga yang ada di Kota Semarang Tahun 2017 sebanyak 177
Kelurahan.
44. Jumlah PHBS tatanan rumah tangga dengan sehat utama 59,90% dan sehat paripurna
36,33%.
45. Jumlah Posyandu tahun 2017 1.587 buah, dengan strata posyandu purnama 555
(34,73%), posyandu mandiri 711 (44,49%).
46. Tingkat ketersediaan obat sesuai dengan Pelayanan Kesehatan dasar di Puskesmas
tahun 2018 adalah 101%.
47. Alokasi anggaran Dinas Kesehatan Kota Semarang pada tahun 2018 sebesar
Rp.334.047.627.000,- dengan rasio terhadap APBD Kota Semarang sebesar 9,51%.
--@@ --