Anda di halaman 1dari 10

KRITIK HUKUM ISLAM TERHADAP PENDAPAT IMAM AL-SYÂFI‘Î

DAN IBNU HAZM TENTANG NAFKAH BAGI ISTRI NUSYUZ


YayYayan Sop
Ummi Mar’atus Sholihah
Peneliti INSERT Foundation Bandung Jawa Barat
E-mail: maratus_ummi@yahoo.com

Abstract
Nafkah is one of the important things in the household. Therefore, the rules relating
to nafkah is needed to be studied. However, there is a different opinion among the
jurists on the issue of the nafkah, such as a matter of nafkah for wives who nushuz.
Imams Al-Syâfi‘î, one of the leading jurists and one of the imams mazhab argued that
a wife who nushuz could abort a right to get nafkah, unless she returned from her
nushuz (disobedience). This perspective is different with the opinion of Ibn Hazm
which he stated that providing nafkah for wife who nushuz is allowed. He was due to
differences methodology and basic laws that are based on the determining of the
jurisdictions and laws through both their opinion about nafkah for nushuz’s wife.

Abstrak
Nafkah merupakan salah satu hal penting dalam rumah tangga. Oleh karenanya,
aturan yang berhubungan dengan nafkah sangat diperlukan untuk dikaji. Namun
demikian, terdapat beberapa perbedaan pendapat dikalangan para fuqaha mengenai
permasalahan nafkah ini, diantaranya adalah masalah nafkah bagi isteri yang nusyuz.
Imam Al-Syâfi‘î, yaitu salah satu fuqaha terkemuka dan merupakan salah satu imam
mazhab berpendapat, bahwa isteri yang nusyuz dapat menggugurkan hak men-
dapatkan nafkah, kecuali isteri telah kembali dari nusyuznya. Konsep ini berbeda
dengan pendapat Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa nafkah bagi isteri yang nusyuz
adalah boleh, hal ini disebabkan karena perbedaan metode dan dasar hukum yang
digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum suatu masalah oleh kedua
Imam tersebut tentang nafkah bagi isteri yang nusyuz.

Kata kunci:
Hukum Islam, Nafkah, Suami, Isteri, Nusyuz

A. Pendahuluan
       
Salah satu aspek kehidupan umat manu-
sia yang telah diatur oleh syarî‘at Islam ada-
        
lah pernikahan. Pernikahan merupakan ger-
bang untuk memasuki dan mengarungi kehi-
dupan keluarga yang bertujuan untuk mem-     
bentuk suatu ikatan keluarga yang harmonis. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ia-
Ketentraman dalam sebuah keluarga meru- lah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri da-
pakan dambaan bagi setiap keluarga dalam ri jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
membina rumah tangganya menuju cita-cita dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadi-
kehidupan keluarga yang bahagia dan sejah- kan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
tera yang diliputi rasa kasih sayang, keda- Sesungguhnya pada yang demikian itu be-
maian dan ketentraman, bebas dari ancaman
dan kekhawatiran serta rasa takut. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Rûm ayat 21:
16 | Asy-Syari‘ah Vol. 16 No. 1, April 2014

nar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum


       
yang berfikir.1
Perkawinan adalah suatu ikatan antara
       
seorang pria dengan seorang wanita. Jika se-
orang wanita dan laki-laki telah melangsung-
kan aqad, maka masing-masing dari kedua-        
nya disebut suami dan isteri. Oleh karena itu,
masing-masing darinya bertanggung jawab     
terhadap penderitaan dan cita-citanya. De-
ngan demikian, masing-masing suami-isteri       
mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dijaga baik-baik. Hak dan kewajiban itu berla-        
ku sama, kecuali yang memang secara fitrah
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
dikhususkan untuk laki-laki atau perempuan.
kaum wanita, oleh karena Allah telah mele-
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Bâqarah
bihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas se-
ayat 228:
bahagian yang lain (wanita), dan karena me-
        reka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu Maka wanita
     yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
Dan para wanita mempunyai hak yang seim- oleh karena Allah telah memelihara (mere-
bang dengan kewajibannya menurut cara ya- ka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
ng ma‘ruf. akan tetapi Para suami, mempu- nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pi-
nyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri- sahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
nya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijak- dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
sana.2 mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-
cari jalan untuk menyusahkannya. Sesung-
Kelebihan yang dimaksud dalam ayat ini, guhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
yaitu kelebihan mengurus dan bertanggung
jawab. Oleh karena itu, seorang suami mus- Dalam ayat ini, pada kenyataannya me-
lim tidak dibenarkan mengabaikan masalah nunjukkan bahwa hubungan suami isteri ti-
nafkah dan pakaian isteri, karena seorang su- dak selamanya dipelihara secara harmonis.
ami merupakan kepala keluarga yang ber- Munculnya perubahan pandangan hidup
tanggung jawab terhadap kebutuhan isteri- yang berbeda antara suami dan isteri, me-
nya, baik kebutuhan bathiniah atau kebutu- nimbulkan perselisihan dalam rumah tangga
han lahiriyah. Akad nikah yang telah dilaksa- yang merubah suasana harmonis menjadi
nakan oleh pasangan suami isteri menye- percekcokan, kasih sayang menjadi kebenci-
babkan isteri terikat oleh hak-hak suaminya an. Sehingga mengakibatkan pasangan sua-
dan haram untuk dinikahi orang lain. Dan ika- mi isteri tidak dapat melaksanakan hak dan
tan tersebut menyebabkan suami wajib kewajibannya masing-masing sesuai dengan
memberi nafkah kepada isterinya. perjanjian pernikahan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Salah satu perbuatan yang melanggar
surat Al-Nisâ ayat 34 yang berbunyi: pernikahan adalah perilaku isteri yang berbu-
at nusyuz, artinya ia (seorang istri) tidak me-
laksanakan hak dan kawajibannya terhadap
suami. Perbuatan isteri seperti ini berakibat
buruk terhadap keharmonisan hubungan
pernikahan dan aspek-aspek lain yang berhu-
1
Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: bungan dengan ikatan pernikahan.
Toha Putra. 1989), hlm. 644.
2
Ibid. hlm. 55.
Ummi Mar’atus Shalihah, Nafkah Bagi Isteri Nusyuz menurut Imam Al-Syâfi’î dan Ibnu Hazm | 17

Diantara aspek yang berhubungan deng- nusyuz, kaya atau fakir, mempunyai bapak
an pernikahan itu adalah kewajiban suami atau yatim, gadis atau janda, merdeka atau
untuk memberi nafkah kepada isterinya. Te- budak, semuanya disesuaikan oleh kemam-
tapi, apakah isteri masih berhak untuk men- puan suami.
dapatkan nafkah ketika ia berbuat nusyuz
(membangkang terhadap suaminya), atau Alasan Ibnu Hazm didasarkan pada sab-
memang hak isteri untuk mendapatkan naf- da Rasul SAW:
kah itu, menjadi gugur. )‫وهلن عليكم رزقهن وكسوهتن باملعروف (رواه مسلم‬
Para ulama berbeda pendapat menge-
Mereka berhak mendapat belanja dari kamu
nai nafkah bagi isteri yang nusyuz, diantara-
dan pakaian dengan cara yang ma‘rûf. (HR.
nya ialah Imam Al-Syâfi‘î dan Ibnu Hazm. Al-
Muslim) 4
Syâfi‘î mengatakan bahwa:
‫ولوىربت أوامتنعت أوكانت أمة فمنعها سيدىا فالنفقة هلا‬ Zhahir hadits di atas menghendaki pem-
‫واليربئو مما وجب هلا من نفقتها وإن كان حاضرا‬ berian nafkah bagi seluruh isteri, tanpa ada
suatu batasan, apabila ia (isteri) nusyuz atau
‫معهاإالإقرارىاأوبينة تقوم عليو‬ tidak, tetap berhak untuk mendapatkan naf-
Jika isterinya melarikan diri, atau enggan me- kah.
layani syahwat suaminya, atau jika isteri se-
orang hamba sahaya dan tuan isterinya me- B. Dasar Hukum Menurut Al-Syâfi‘î dan
larang untuk bersetubuh dengan suaminya, Ibnu Hazm
maka suaminya tidak berkewajiban menaf- 1. Dasar Hukum Menurut Al-Syâfi‘î
kahi isterinya.3 Seperti Imam Madzhab lainnya, Imam
Al-Syâfi‘î menentukan dasar hukum tersen-
Maksud dari isteri yang nusyuz itu sen- diri. Adapun langkah-langkahnya menurut Al-
diri adalah seorang isteri yang membang- Syâfi‘î adalah sebagai berikut: “Asal adalah
kang atau menolak perintah suami dimana Al-Quran dan al-Hadits, apabila tidak ada
isteri tidak dapat melaksanakan kewajiban- dalam Al-Quran dan al-Hadits, maka ia mela-
nya terhadap suami, salah satu perbuatan kukan qiyas terhadap keduanya. Apabila Ha-
nusyuz itu sendiri yaitu seorang isteri yang dits telah muttashil dan sanadnya shahih,
menolak untuk mencampuri oleh suaminya maka Hadits tersebut telah berkualitas (mun-
dan melarikan diri dari tanggung jawabnya, taha). Makna Hadits yang diutamakan adalah
seperti yang dikemukakan oleh Al-Syâfi‘î di makna zhahir, beliau menolak hadits mun-
atas bahwa jika isterinya melarikan diri dan qathi‘ kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn Mu-
enggan melayani suaminya maka suaminya sayyab, pokok (al-ashl) tidak boleh dianalo-
tidak berkewajiban menafkahi isterinya. gikan kepada pokok, bagi pokok tidak perlu
Sedangkan Ibnu Hazm menyatakan bah- dipertanyakan mengapa dan bagaimana ka-
wa: rena (mengapa dan bagaimana) dipertanya-
‫وينفق الرجل على امرأتو من حني يعقد نكاحهادعى إىل‬ kan hanya kepada cabang (far‘u).5
Menurut Al-Syâfi‘î, urutan sumber hu-
,‫البناءأومل يدع – ولوأهناىف املهد – فاشزاكانت أوغريفاشز‬ kum Islam adalah:
a. Al-Quran dan Al-Sunnah, sebagai sum-
,‫ بكراأوثيبا‬,‫ ذات أب كانت أويتيمة‬,‫غنيةكانت أوفقرية‬ ber hukum pokok;
.‫حرةكانت أوأمة – على قدرمالو‬ b. Bila tidak terdapat dalam Al-Quran dan
Suami berkewajiban menafkahi isterinya se- al-Sunnah, beliau berpindah kepada Ij-
jak terjalin akad nikah, baik suami mengajak- ma‘; dan
nya hidup serumah atau tidak, baik isteri
4
masih dalam buaian, isteri nusyuz atau tidak Ibn Hazm, Al-Muhalla (Beirut: Dâr al-Afaq al-
Jadîdiyyah. 1980), juz. XI, hlm. 321.
5
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam (Studi ten-
3
Abû ‘Abdullâh Al-Syâfi‘î, Al-Umm (Beirut: Dâr al- tang Qawl Qadim dan Qawl Jadid) (Jakarta: PT Raja Gra-
Kitâb al-‘Alamiyyah. t.th.), juz.VIII, hlm. 33. findo Persada. 2001), hlm. 31.
18 | Asy-Syari‘ah Vol. 16 No. 1, April 2014

c. Al-Qiyash. kan lewat fatwa-fatwa individual boleh diteri-


ma dan boleh tidak, dengan menganalisis
Al-Syâfi‘î beristinbath dengan menseja- dasar-dasar fatwanya.9
jarkan Al-Quran dan Al-Sunnah, hal ini dilaku- Sedangkan mengenai qiyash, Imam Al-
kan karena keduanya tercakup dalam pe- Syâfi‘î merupakan mujtahid pertama yang
ngertian wahyu. Namun, beliau mengakui menguraikan dasar qiyash. Al-Syâfi‘î mem-
bahwa Al-Sunnah tidak sekuat Al-Quran. Al- buat kaidah-kaidah yang harus dipegang
Sunnah tidak akan pernah bertentangan dalam menentukan mana ra’yu yang shahih
dengan Al-Quran. Bila ditemukan teks Al- dan yang tidak shahih. Ia membuat kriteria
Quran bertentangan dengan al-hadits, sesuai bagi istinbath yang salah. Beliau menentukan
dengan teorinya bahwa al-Hadits berfungsi batas-batas qiyash, martabat-martabatnya,
menjelaskan Al-Quran, maka Al-Quran harus dan kekuatan hukum yang ditetapkan
ditafsirkan dengan sudut pandang Al-Hadits. dengan qiyash. Juga diterangkan syarat-sya-
Dengan demikian yang dimaksud dengan Al- rat yang harus sempurna pada qiyas.10
Hadits di sini adalah Al-Hadits yang telah di-
buktikan meyakinkan berasal dari Nabi SAW 2. Dasar Hukum Menurut Ibnu Hazm
tidak lain kecuali Hadits shahih. Hanya saja, Dasar hukum menurut Ibnu Hazm, be-
ukuran bahwa sebuah riwayat itu shahih ada- liau mengutamakan Al-Quran dan Al-Hadits.
lah apabila sanadnya shahih.6 Apabila tidak terdapat dalam Al-Quran dan
Dilihat dari sudut lafazh, Imam Al-Syâfi‘î Al-Hadits Ibnu Hazm menggunakan Ijma‘
berhujjah dengan ‘amm. Ia tidak meninggal- sahabat sebagai sumber ketiga, dan apabila
kan umum selama belum ada mukhashish- tidak terdapat dalam Ijma‘ sahabat Ibnu
nya, hanya saja Al-Syâfi‘î mengkhususkan Hazm menggunakan dalîl. Langkah-langkah
umum dengan Hadits Ahad karena dalalah ijtihad Ibnu Hazm ini dikemukakan dalam
‘amm menurutnya adalah zhanniyah.7 penjelasannya yang dikutip oleh Jaih Mub-
Sumber syarî‘at sesudah Al-Quran dan arok dalam bukunya “Sejarah dan Perkem-
Al-Hadits menurut Al-Syâfi‘î adalah Ijma‘. bangan Hukum Islam”, yaitu:
Yang dimaksud dengan Ijma‘ di sini adalah ‫وىي نص‬,‫االصول الىت اليعرفو شىيءمن الشارع االمنهااربعة‬
kesepakatan seluruh ulama dalam kurun
waktu yang sama, dan tidak ada seorang pun ‫القران ونص كالم رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم الذي امنا‬
yang menyatakan perselisihan pendapatnya ‫ىوعن اهلل مماصح عنو عليو السالم ونقلو الثقات‬
dalam kasus yang dicari kesepakatannya.
Menurut beliau kesepakatan para sahabat .‫اوالتواتروامجع العلماءاالمثةودليل منهاالحيتمل االوجهاواحدا‬
adalah kesepakatan yang paling kuat.8 Dasar-dasar yang tidak diketahui dari syara
Imam Al-Syâfi‘î juga mengutip perkataan melainkan dari pada dasar itu ada empat, yai-
sahabat, dan harus didahulukan dari kajian tu nash Al-Quran, nash kalam Rasulullah
akal mujtahid, karena menurutnya pendapat yang sebenarnya datangnya dari Allah juga
mereka lebih baik dari pada hasil kajian muj- yang shahih kita terima dari padanya dan
tahid. Untuk itu beliau berargumentasi, para dinukilnya oleh orang-orang kepercayaan
sahabat itu lebih pintar, lebih taqwa dan atau yang Mutawatir dan yang Ijma‘ oleh se-
lebih wara‘. Oleh sebab itu, mereka lebih ber- mua umat dan suatu dalil dari padanya yang
kompeten untuk melakukan ijtihad dari pada tidak mungkin menerima, selain satu cara.11
para ulama sesudahnya. Produk ijtihad mere-
ka yang dinyatakan lewat ijma‘ harus diteri- Mengenai Al-Quran dan Al-Hadits, Ibnu
ma secara mutlak. Sedangkan yang dikeluar- Hazm satu pendapat dengan Al-Syâfi‘î, bah-

6
Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah
9
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996), hlm. 113. Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial
7
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996), hlm. 151.
10
Imam Madzhab (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 19- Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan.
97), hlm. 245. hlm. 256.
8 11
Muh. Zuhri, Hukum Islam. hlm. 116. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum. hlm. 153.
Ummi Mar’atus Shalihah, Nafkah Bagi Isteri Nusyuz menurut Imam Al-Syâfi’î dan Ibnu Hazm | 19

wa Al-Quran dan Al-Hadits merupakan sum- C. Kedudukan Hukum Nafkah bagi Isteri
ber hukum pokok. Beliau juga sependapat Nusyuz menurut Al-Syâfi‘î dan Ibnu
dalam mengutamakan makna zhahir dalam Hazm
Al-Quran dan Al-Hadits.12 1. Kedudukan Hukum Nafkah bagi Isteri
Sumber hukum yang terakhir adalah Nusyuz menurut Al-Syâfi‘î
dalîl, menurut Ibnu Hazm dalîl ada yang di- Kedudukan hukum nafkah bagi isteri ya-
ambil dari nash dan ijma‘, dalîl yang diambil ng nusyuz, menurut kesepakatan para imam
dari nash yaitu: madzhab, hukumnya adalah haram dan da-
a. Nash yang terdiri dari dua muqaddimah, pat menggugurkan hak nafkah. Masing-ma-
yaitu muqaddimah kubra dan muqaddi- sing suami isteri wajib berlaku yang baik ter-
mah shughra tanpa natijah, karena me- hadap pasangannya dan masing-masing wa-
ngeluarkan natijah dari dua muqaddimah jib memenuhi hak pasangannya dengan se-
tersebut termasuk al-Dalîl; nang hati dan tidak menunjukkan kebencian.
b. Penerapan segi keumuman makna; Oleh karena itu, isteri wajib taat kepada
c. Makna yang ditunjuk oleh suatu lafazh suaminya, tetap tinggal di rumah, dan suami
mengandung penolakan terhadap mak- berhak melarangnya keluar dari rumah. Sua-
na lain yang tidak mungkin bersesuaian mi pun wajib membayar mahar serta mem-
dengan makna yang dikandung oleh la- beri nafkah. Demikian menurut Ijma‘ para
fazh tersebut; imam madzhab.14
d. Apabila sesuatu tidak ada nash yang me- Alasan lain bagi jumhur ulama adalah
nentukan hukumnya, apabila wajib dila- bahwa nafkah yang diterima isteri merupa-
kukan atau haram, maka hukumnya ad- kan imbalan dari ketaatan yang diberikan
alah mubah; kepada suami. Oleh karena itu, Isteri nusyuz
e. Qadhaya Mudrajah, yaitu pemahaman (hilang ketaatannya) pada suami dalam sua-
bahwa derajat yang tertinggi itu dipasti- tu masa dalam pernikahan, ia tidak berhak
kan berada di atas derajat yang lain yang atas nafkah yang diberikan oleh suami sela-
berada di bawahnya; ma masa nusyuz dan kewajiban itu kembali
f. Aqsha al-qhadllaya, yaitu pemahaman dilakukan setelah nusyuz itu berhenti.15
yang menyatakan bahwa setiap kulliyât Madzhab Syâfi‘î dalam masalah ini me-
senantiasa berlawanan dengan juz’iyat- miliki dua pendapat, pendapat lama dan pen-
nya; dapat baru. Menurut pendapat lama, nafkah
g. Cakupan yang merupakan keharusan menjadi wajib sejak dilaksanakan akad nikah
yang menyertai makna dimaksud. dan menjadi berlaku terus dengan penyera-
han diri wanita untuk digauli. Seandainya ia
Adapun dalil-dalil yang diambil dari ijma‘, menolak dan tidak memberikan kesempatan
terbagi pada empat bagian, yaitu: kepada suaminya, maka nafkahnya menjadi
a. Istishab al-hâl, yaitu kekalnya hukum ashl hilang, karena yang menggugurkan haknya
yang telah tetap berdasarkan nash, adalah dirinya sendiri.
hingga ada dalil tertentu yang menunju- Adapun menurut pendapat baru yang
kkan adanya perubahan; dijadikan landasan bagi mereka dan ini dia-
b. ‘Aqallu mâ qilla, yaitu target minimal nut pula oleh madzhab Hambali, bahwa naf-
atau terendah dari suatu ukuran yang kah tidak wajib hanya dengan dilaksanakan
diperselisihkan; akad nikah, karena akad hanya mewajibkan
c. Ijma‘ ulama untuk meninggalkan suatu adanya mahar, tidak mewajibkan dua unsur
pendapat; yang diganti yang berbeda, yaitu mahar dan
d. Ijma‘ ulama tentang universalitas hu-
kum;13 14
Syekh Al-‘Allâmah Muhammad Ibn ‘Abdurrah-
mân Al-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab (Bandung:
Hasyimi Press. 2004), hlm. 361.
15
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di
12
Ibid. hlm. 153. Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 20-
13
Ibid. hlm. 154-160. 07), hlm. 173.
20 | Asy-Syari‘ah Vol. 16 No. 1, April 2014

nafkah. Ini disebabkan karena ketidakjelasan ‫ولوىربت أوامتنعت أوكانت أمة فمنعها سيدىا فال نفقة هلا‬
nominal pada nafkah. Sedangkan akad tidak
mengharuskan adanya harta yang tidak dike- ‫واليربئو مما وجب هلا من نفقتها وإن كان حاضرامعها إال‬
tahui. Rasulullah menikahi ‘Aisyah ketika ia ‫إقرارىا أوبينة تقوم عليو‬
masih berumur enam tahun. Dua tahun ke-
mudian Rasulullah baru menggaulinya. Tidak Jika isterinya melarikan diri, atau enggan me-
pernah diriwayatkan bahwa beliau membe- layani syahwat suaminya, atau jika isterinya
rikan nafkah kepadanya sebelum menggau- seorang hamba sahaya dan tuan isterinya
linya. Bila nafkah itu menjadi haknya, tentu- melarang untuk bersetubuh dengan suami-
nya Rasulullah tidak akan menahannya dan nya, maka suaminya tidak berkewajiban me-
seandainya pernah dilakukan oleh beliau, nafkahi isterinya.18
tentunya akan sampai pada kita.16
Al-Syâfi‘î dalam kitabnya Al-Umm me- Dalam qawl qadîm Al-Syâfi‘î berpenda-
ngatakan: pat bahwa sebab suami berkewajiban mem-
beri nafkah kepada isterinya adalah akad per-
‫ أوختلي‬,‫ والجتب النفقةإلمرأةحىت تدخل على زوجها‬:‫قال‬ kawinan, karena akad nikah menghalalkan
,‫ فيكون الزوج برتك ذلك‬,‫بينو وبني الدخول عليها‬ persetubuhan (istimta‘) dan istimta’ wajib di-
lakukan karena akad. Sedangkan dalam qaul
‫ ألهنا‬,‫فإذاكانت ىي املتنعة من الدخول عليو فال نفقة هلا‬ jadîd, Al-Syâfi‘î berpendapat bahwa sebab
‫ أومنعتو الدخول‬,‫ وكذالك أن ىربت منو‬.‫مانعة لو نفسها‬ suami berkewajiban memberi nafkah kepada
isterinya adalah jimak (persetubuhan), kare-
‫ مل يكن هلانفقة ماكانت ممتنعة‬,‫عليها بعد الدخول عليو‬ na apabila nafkah wajib karena akad maka
‫ وإذا نكحها مث خلت بينو وبني الدخول‬:‫ قال الشافعي‬.‫منو‬ suami yang menceraikan isterinya sebelum
dijimak diwajibkan membayar seluruh mahar
.‫ ألن احلبس من قبلو‬,‫عليهافلم يدخل فعليو نفقتها‬ yang telah ditentukan.19
Dan tiada wajib nafkah bagi isteri sehingga ia
masuk kepada suaminya atau ia membiarkan Selain itu dikatakan dalam sumber lain
dirinya diantara sumi dan masuk suami itu terdapat beberapa masalah yang berkaitan
kepadanya. Lalu suami itu membiarkan yang dengan persoalan nusyuz dan taat, diantara-
demikian. Maka apabila isteri itu tidak mau nya yaitu:
masuk kepada suami, niscaya tiada nafkah a. Apabila isteri murtad, menurut kesepa-
bagi isteri tersebut. Karena ia menjadi peng- katan seluruh madzhab, kewajiban naf-
halang untuk suaminya. Seperti demikian ju- kah menjadi gugur, tetapi nafkah tetap
ga, kalau isteri itu melarikan diri dari suami wajib bagi isteri ahli kitab seperti isteri
atau melarang suami bersetubuh kepadanya, muslimah, tanpa ada perbedaan sedikit-
sesudah masuk kepada suami. Maka tidak pun;
ada nafkah bagi isteri tersebut, selama ia b. Apabila isteri meninggalkan rumah tan-
mencegah dirinya dari suami. Syâfi‘î berkata: pa izin suami, atau menolak tinggal di
apabila seseorang mengawini seorang wa- rumah (suami) yang layak baginya, maka
nita, kemudian wanita tersebut menyerah- ia dianggap sebagai isteri nusyuz, menu-
kan dirinya untuk bersetubuh, lalu suami itu rut kesepakatan seluruh madzhab, dia
tidak bersetubuh. Maka atas suami itu naf- tidak berhak atas nafkah;
kahnya. Karena pemahaman itu dari pihak c. Kalau isteri bersedia digauli dan tinggal
suami.17 bersama suaminya kapan saja suaminya
ia menghendaki, tetapi kasar dalam ber-
bicara, kurang ajar dan acap kali mela-
wan dalam banyak hal seperti banyak
16
Muhammad Ya‘qub Thâlib Ubaydi, Nafkah Isteri hal yang dilakukan banyak wanita, apa-
(Hukum Menafkahi Iseteri dalam Perspektif Islam)
(Jakarta: Darus Sunnah. 2007), hlm. 60.
17 18
Abû ‘Abdullâh Al-Syâfi‘i, Al-Umm. Juz. V, hlm. Ibid. Juz. VIII, hlm. 337.
19
128. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum. hlm. 262.
Ummi Mar’atus Shalihah, Nafkah Bagi Isteri Nusyuz menurut Imam Al-Syâfi’î dan Ibnu Hazm | 21

bila perbuatan ini merupakan watak asli juan tersebut mereka juga terikat untuk me-
isterinya maka tidak menjadikan gugur- laksanakan hak dan kewajibannya dalam ru-
nya nafkah namun bila bukan merupa- mah tangga sesuai dengan perannya masing-
kan watak aslinya artinya dia bersikap masing sebagai suami isteri. Suami sebagai
baik terhadap orang lain tapi tidak ter- kepala keluarga memiliki kewajiban yang ha-
hadap suaminya, maka dia dianggap nu- rus dilaksanakannya, yang mana kewajiban
syuz dan tidak berhak atas nafkah; ini merupakan hak isteri diantaranya yaitu
d. Apabila isteri tidak mau menuruti sua- melindungi dan memberikan biaya rumah
minya kecuali sesudah dia memperoleh tangga (nafkah) kepada keluarganya. Dan
mahar kontannya, menurut para ulama seorang isteri mempunyai kewajiban untuk
madzhab, masalah mahar melakukan melayani suaminya dan mentaati perintah
pemisahan antara ketidakbersediaan is- suami selama perintah itu baik untuknya. Se-
teri sebelum digauli suami, dengan keti- bagai imbalan pelayanannya, maka ia berhak
dakbersediaannya sesudah digauli suami atas nafkah yang diberikan oleh suaminya.
secara sukarela sebelum menerima ma- Nafkah yang dimaksud dalam pembaha-
harnya. Dalam hal yang pertama, keti- san ini adalah nafkah bagi isteri yang berbuat
daksediaannya mempunyai yustifikasi nusyuz (durhaka) terhadap suaminya menu-
syara‘, sehingga dia tidak dipandang se- rut Ibnu Hazm. Ibnu Hazm sebagaimana
bagai isteri yang nusyuz. Sedangkan yang telah diketahui, bahwa beliau adalah
dalam hal yang kedua, ketidaksediaan- seorang tokoh fiqh yang menghidupkan fiqh
nya itu tidak memiliki yustifikasi syara’, zhahiri. Beliau memperlihatkan bahwa Al-
sehingga dia dianggap sebagai isteri Quran dan cakupannya dapat menampung
yang nusyuz; setiap peristiwa hukum di setiap tempat dan
e. Apabila isteri mengurung diri dari suami masa.21
dengan maksud agar suami memenuhi Menurut empat imam madzhab, kedur-
nafkah atau maharnya, namun bila sua- hakaan isteri haram hukumnya (menghasil-
mi memang tidak mampu memenuhi ke- kan dosa) dan menggugurkan nafkah. Se-
wajiban materilnya, maka kewajiban dangkan Ibnu Hazm berpendapat bahwa ke-
memberi nafkah gugur. Tetapi bila sua- durhakaan itu tidak menggugurkan nafkah
mi mampu tapi sengaja menunda, maka karena nafkah itu bukan diwajibkan lantaran
hak isteri atas nafkah tidak terputus; istimta’ hanya diwajibkan karena pernika-
f. Apabila seorang isteri diceraikan suami- han.22
nya ketika dalam keadaan nusyuz, maka Dalam kitabnya Muhalla Ibnu Hazm me-
isteri tidak berhak atas nafkah. Kalau dia ngatakan:
dalam keadaan ‘iddah dari thalaq raj‘i, ‫وينفق الرجل على امرأتو من حني يعقد نكاحها إىل البناء‬
lalu melakukan nusyuz saat menjalani
‘iddahnya, maka haknya atas nafkah me- ,‫أومل يدع – ولو أهنا ىف املهد – فا شزا كانت أوغري فاشز‬
njadi gugur. Kemudian bila dia kembali ,‫ بكرا أوثيبا‬,‫ ذات أب كانت أويتيمة‬,‫غنية كانت أوفقرية‬
taat, maka nafkahnya diberikan terhi-
tung dari waktu ketika diketahui dia .‫حرة كانت أو أمة – على قدر مالو‬
kembali taat.20 Bahwa suami berkewajiban menjafkahi iste-
rinya sejak terjalin akad nikah, baik suaminya
2. Kedudukan Hukum Nafkah bagi Isteri mengajak hidup serumah atau tidak, baik is-
Nusyuz menurut Ibnu Hazm teri masih dalam buaian, isteri nusyuz atau
Sudah dimaklumi bahwa rukun pokok tidak nusyuz, kaya atau fakir, mempunyai ba-
perkawinan adalah adanya ridha laki-laki dan pak atau yatim, gadis atau janda, merdeka
perempuan serta persetujuan mereka untuk
mengikat hidup berkeluarga. Dalam persetu- 21
Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam
(Jakarta: Bulan Bintang. 1952), hlm. 553.
20 22
Muhammad Jawâd Mughniyyah, Fiqh Lima Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh (Jakar-
Madzhab (Beirut: Dâr al-Jawad. 1996), hlm. 403-407. ta: Bulan Bintang. 1967), hlm. 283.
22 | Asy-Syari‘ah Vol. 16 No. 1, April 2014

atau budak semuanya disesuaikan oleh ke- ini hanya berasal dari Al-Nakha’i, Al-Sya‘bi,
mampuan suami.23 Hammad bin Sulaymân, Al-Hasan dan Al-
Zuhri, kami tidak tahu apa alasan mereka
Menurutnya bahwa seorang isteri yang selain semata-mata karena soal hubungan
telah melakukan akad nikah dengan suami- kelamin, kalau isteri tidak mau dicampuri,
nya, sejak pula ia berhak mendapatkan naf- maka ia tidak berhak menerima nafkah.25
kah karena perkawinan itu sendirilah yang Sebagaimana yang telah dikemukakan
menjadi salah satu penyebab adanya kewaji- di atas mengenai kedudukan nafkah bagi
ban nafkah bagi suami terhadap isterinya. isteri yang nusyuz menurut Ibnu Hazm, bah-
Baik suami serumah atau tidak dengan iste- wa nusyuznya isteri tidak menjadi pengha-
rinya, isteri belum dewasa atau dewasa, is- lang mendapatkan hak atas nafkah yang di-
teri nusyuz atau tidak, kaya atau miskin, dan berikan oleh suaminya. Menurut Ibnu Hazm
isteri yatim atau tidak semua itu disesuaikan nafkah itu merupakan kewajiban yang harus
dengan kemampuan suami. Untuk memper- diberikan oleh suami kepada isterinya sejak
kuat ucapannya itu ia berkata: akad nikah berlangsung meskipun isteri itu
‫برىان ذلك ماقد ذكرنا بإسناده قبل من قول رسواهلل صلى‬ nusyuz atau tidak.

‫اهلل عليو وسلم ىف النساء وهلن عليكم رزقهن وكسوهتن‬ D. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Al-
‫ وىذا يوجدد هلن النفقة من حني العقد وقال‬,‫باملعروف‬ Syâfi‘î dan Ibnu Hazm tentang Hukum
Nafkah bagi Isteri Nusyuz.
‫ ال نفقة املرأة إال تدع إىل البناء هبا وىذا قول يأيت بو‬:‫قوم‬ 1. Persamaan
Adapun persamaan pendapat dari ke-
.‫قرأن وال سنة وال قول صاحب وال قياس وال رأي لو وجو‬ dua Imam tersebut yaitu:
Dalil-dalil yang demikian itu: pendapat Ibnu a. Al-Syâfi‘î dan Ibnu Hazm sependapat da-
Hazm sebagaimana yang disebutkan diatas, lam memandang Al-Quran dan Al-Hadits,
yaitu mengambil sandaran dari Hadits Rasu- dua bagian yang satu sama lainnya sa-
lullah SAW tentang wanita-wanita “Dan bagi ling menyempurnakan, yang kedua-dua-
mereka (isteri-isteri) atas tanggungan rizki nya dinamakan nushush;
(nafkah) mereka dan pakaian mereka b. Sependapat bahwa nafkah merupakan
dengan cara yang ma‘rûf”. Dalil-dalil ini me- kewajiban yang harus diberikan oleh
nunjukkan kewajiban memberi nafkah bagi suami kepada isteri setelah adanya akad
mereka (isteri-isteri) mulai sejak adanya akad atau dalam perkawinan;
nikah). Sebagian golongan mereka berkata: c. Sependapat dalam mengutamakan zha-
“Tidak ada nafkah bagi isteri sekira-kira ia hir lafazh.
berniat mengajak untuk hidup berumah
tangga. Pendapat ini (menurut Ibnu Hazm) 2. Perbedaan
tidak beralasan, tidak ada pendapat sahabat, Perbedaan pendapat dari kedua Imam
qiyas dan tidak ada pula suatu pemikiran ke tersebut yaitu:
arah itu.24 a. Perbedaan pendapat dalam menetap-
kan hukum nafkah bagi isteri yang nu-
Selain itu, Ibnu Hazm berkata: Abû Sul- syuz Al-Syâfi‘î berpendapat bahwa isteri
ymân serta sahabat-sahabatnya dan Al- yang nusyuz terhadap suaminya dapat
Tsawri berkata, bahwa nafkah itu wajib diba- menggugurkan haknya atas nafkah
yarkan kepada isteri yang masih kecil sejak ia pemberian suami. Sedangkan Ibnu
dinikahi. Selanjutnya Ibnu Hazm berkata: sa- Hazm menyatakan bahwa selama terja-
ma sekali tidak ada keterangan dari para sa- linnya ikatan perkawinan atau setelah
habat tentang perempuan nusyuz kemudian terjadinya akan nikah suami wajib mem-
tidak berhak menerima nafkah, keterangan

23 25
Ibn Hazm, Al-Muhalla. hlm. 321. Al-Hamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka
24
Ibnu Hazm, Al-Muhalla. hlm. 321. Amani. 2002), hlm. 128.
Ummi Mar’atus Shalihah, Nafkah Bagi Isteri Nusyuz menurut Imam Al-Syâfi’î dan Ibnu Hazm | 23

beri nafkah kepada isterinya baik isteri yang telah melakukan akad nikah dan
tersebut nusyuz atau tidak; selama masih ada ikatan suami isteri
b. Berbeda dalam mengeluarkan dalil, Al- selama itu pula ada hak nafkah. Tidak
Syâfi‘î berargumen dengan bersumber terikat oleh keadaan dan sikap isteri
pada Al-Quran suran Al-Nisâ ayat 34 yang berhak atas nafkah tersebut;
yang menerangkan tentang kewajiban 3. Metode Istinbath al-Ahkâm (cara penga-
isteri untuk taat kepada suami karena mbilan hukum) yang digunakan Al-Syâfi‘î
telah memberikan nafkah kepadanya dalam menentukan berlakunya hak naf-
dan sanksi bagi isteri yang nusyuz. Se- kah bagi isteri nusyuz ini adalah berpe-
dangkan Ibnu Hazm berargumen de- gang pada Al-Quran surat Al-Nisâ ayat
ngan Hadits riwayat Muslim, pendapat 34 dengan makna yang zhahir. Sedang-
sahabat ‘Umar, dan riwayat dari Syu‘bah kan metode Istinbath al-Ahkâm yang
yang menerangkan secara umum bahwa digunakan Ibnu Hazm dalam menentu-
nafkah wajib bagi isteri sejak berlang- kan hukum nafkah bagi isteri nusyuz
sungnya akad, dikarenakan itu merupa- adalah berpegang Hadits Nabi SAW
kan kewajiban dan perintah yang harus yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ja-
dikerjakan; bir, pendapat sahabat Umar bin Khattab
c. Berbeda dalam metode istinbath hu- dan riwayat dari Syu’bah;
kum, Al-Syâfi‘î dalam beristinbath hu- 4. Persamaan Al-Syâfi‘î dan Ibnu Hazm
kum dengan menggunakan Al-Quran se- dalam mengeluarkan pendapat tentang
bagai sumber. Sedangkan Ibnu Hazm nafkah bagi isteri yang nusyuz adalah
menggunakan metode istinbath hukum bahwa Al-Syâfi‘î dan Ibnu Hazm sepen-
dengan mengambil zhahir lafazh pada dapat mengenai nafkah merupakan ke-
Hadits dengan lafazh yang bersifat um- wajiban yang harus diberikan suami ke-
um. pada isteri setelah berlangsungnya akad
dan selama perkawinan itu berlangsung.
E. Penutup Sedangkan perbedaan pendapat antara
Berdasarkan uraian di atas, nafkah bagi Al-Syâfi‘î terletak pada metode Istinbath
isteri yang nusyuz menurut Al-Syâfi‘î dan Ibnu al-Ahkâm yang digunakan serta berbeda
Hazm tersebut di atas, secara umum dapat di dalam menetapkan hukum tentang naf-
ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: kah bagi isteri nusyuz.
1. Al-Syâfi‘î berpendapat bahwa isteri yang
berbuat nusyuz terhadap suaminya ma-
ka hak atas nafkah menjadi gugur dan Daftar Pustaka
suami tidak wajib memberikan nafkah
sampai ia kembali dari nusyuznya. Se- Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1952. Hukum-hukum
dangkan Ibnu Hazm lain pula beliau Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
berpendapat bahwa nusyuz tidak meng- __________. 1967. Pengantar Ilmu Fiqh.
gugurkan nafkah; Jakarta: Bulan Bintang.
2. Landasan hukum yang dijadikan sanda- Dimasyqi. Muhammad Ibn ‘Abdurrahmân, al.
ran oleh Al-Syâfi‘î dalam menetapkan 2004. Fiqih Empat Madzhab. Bandung:
hukum nafkah bagi isteri yang nusyuz Hasyimi Press.
adalah berdasarkan kepada nash Al-Qu- Hamdani, al-. 2002. Risalah Nikah. Jakarta:
ran suran Al-Nisâ ayat 34. Sedangkan Pustaka Amani.
landasan hukum yang dijadikan sanda- Hazm, Ibn. 1980. Al-Muhalla. Beirut: Dâr al-
ran oleh Ibnu Hazm adalah Hadits Nabi Afaq al-Jadidiyah.
SAW yang diriwayatkan oleh Muslim Mubarok, Jaih. 2001. Modifikasi Hukum Islam
dari Jabir, pendapat sahabat Umar bin (Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl
Khattab dan riwayat dari Syu’bah. Me- Jadid). Jakarta: PT Raja Grafindo Per-
nurutnya dalil-dalil tersebut bersifat sada.
umum, yang berlaku bagi setiap isteri
24 | Asy-Syari‘ah Vol. 16 No. 1, April 2014

Mughniyah, Muhammad Jawâd. 1996. Fiqh Syarifuddin, Amir. 2007. Hukum Perkawinan
Lima Madzhab. Beyrut: Dâr al-Jawad. Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Rosyada, Dede. 1996. Hukum Islam dan Prenada Media Group.
Pranata Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Ubaidi, Muhammad Ya‘qub Thâlib. 2007.
Persada. Nafkah Isteri (Hukum Menafkahi Iseteri
__________. 1997. Pokok-pokok Pegangan dalam Perspektif Islam). Jakarta: Darus
Imam Madzhab. Semarang: PT Pustaka Sunnah.
Rizki Putra. Zuhri, Muh. 1996. Hukum Islam dalam Lin-
Soenarjo. 1989. Al-Quran dan Terjemahnya. tasan Sejarah. Jakarta: PT RajaGrafindo
Semarang: Toha Putra. Persada.
Syâfi‘î, Abi ‘Abdillâh, al-. t.th. Al-Umm. Beyrut:
Dâr al-Kitâb al-‘Alamiyah.

Anda mungkin juga menyukai