Anda di halaman 1dari 6

LEARNING OBJECTIVE

1. Pemeriksaan penunjang
2. Patofisiologi kasus
3. Tanda dan gejala kasus
4. Perbedaan PPOK dan asma
5. Diagnosis banding
6. Fisiologi respirasi
7. Komplikasi kasus
8. Proses rujukan
9. Asupan gizi pada anak dan dewasa
10. Pencegahan kasus
1. Pemeriksaan penunjang
Jawab : a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan
oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % - VEP1
merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator
dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


1. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE
kurang dari 20 %
2. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian
kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
3. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya
tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
4. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.
Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada
penderita PPOK di Indonesia.

2. Patofisiologi kasus
Jawab : Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Obstruksi
saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi
otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

3. Tanda dan gejala kasus


Jawab : Penderita PPOK mengalami penurunan faal paru, penurunan kapasitas fungsional dan
akhirnya terjadi penurunan kualitas hidup. Salah satu gangguan ekstrapulmonal adalah
gangguan otot-tulang rangka. Karateristik PPOK adalah peradangan kronis mulai dari
saluran nafas, parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal. Diberbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrophil.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Gejala utamanya adalah sesak nafas, batuk, wheezing dan peningkatan
produksi sputum. Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun sejak awal
merokok. Dimulai dengan sesak nafas ringan dan batuk sesekali. Sejalan dengan
progresifitas penyakit gejala semakin lama semakin berat.

4. Perbedaan PPOK dan asma


Jawab : Mcnurut Rabc," perbedaan asrna dan PPOK terutama terjadi pada fase
awal penyakit,
Faktor yang mengawali perubahan struktur dan menycbabkan hilangnya
fungsi saiuran napas jelas berbeda pada keduanya, akan tetapi pada fase
awal tcrjadi beberapa faktor yang saling tumpang tindih, misalnya
hiperreaktivitas bronkus dan penebalan membran basalis.
Kedua penyakit ini mcnjadi sulit dibedakan pada rase lanjut karena sudah
terjadi rcspons inflarnasi. kerusakan alveol i, hipersckresi mukus dan fibrosis
subepitel Pada kcadaan eksaserbasi terjadi influks netrofil pada asrua dan
intluks eosinofil pada PPOK.
Perbedaan PPOK dan asma adalah dalam segi.'"
1. Definisi
2. Penyebab
3. Sel inflamasi
4. Mediator intlamasi
5. Efek intlamasi
6. Enzim
7. Respons terhadap kortikosteroid
8. Prognosis
Asma adalah gangguan intlamasi kronik saluran napas yang ditandai
oleh berbagai sel intlamasi terutama sel mast, eosinofil, limfosit T dan
netrofil. Inflamasi menimbulkan episode mengi rekuren, sesak napas
pada subuh dan pagi hari.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai oleh limitasi saluran nap as yang tidak sepenuhnya reversibel. Limitasi
saluran napas umumnya progresif dan berhubungan dengan respons intlamasi.
Umumnya, limitasi saluran napas yang terjadi pada PPOK disebabkan
oleh campuran antara penyakit saluran napas kecil (obstructive bronchiolitis)
dan destruksi parenkim ( emfisema ).
Penderita PPOK sering menunjukkan gejala mirip asma seperti
reversibilitas bronkus dan hiperreaktivitas bronkus, sebaliknya
penyandang asma dapat menunjukkan penurunan fungsi saluran napas
yang khas untuk PPOK.
Patologi dan sel inflamasi PPOk sangat berbeda dengan asma. Pada
saluran nap as yang lebih besar terdapat lebih banyak inflamasi netrofil
daripada eosinofil. Sputum induksi memperlihatkan peningkatan netrofil
sedangkan hasil biopsi bronkus menunjukkan infiltrasi sel mononuklear, sel
limfosit T CD4 dan terutama sellimfosit T CD8.
Terdapat pcrbedaan bermakna pada pcmberian kortikosteroid pendcrita asma dan
PPOK. Kortikosteroid adalah terapi yang umum digunakan pada penyandang
asma.
Terapi lini pertama berupa kortikosteroid inhalasi tclah terbukti
bermanfaat dalam meredakan infalamasi pada asma.
Sebaliknya, kortikosteroid dinilai kurang bermanfaat pada penanganan
PPOK karena tidak terbukti menurunkan inflamasi netrofilik, tidak mengurangi
mediator inflamasi atau protease bahkan terdapat cfek berlawanan pada
pemakaiannya, yaitu mengurangi survival eosinofil namun
rnemperpanjang survival netrofil. Penggunaan kortikosteroid inhalasi
direkomendasikan pada PPOK derajat berat yang uji steroidnya positif.
5. Diagnosis banding
Jawab : SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.

6. Fisiologi respirasi
Jawab : Respirasi eksternal, yaitu topik bab ini, mencakup empat langkah):
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru sehingga udara
dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara
(alueolu) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernapas, atau
ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara
armosfer dan alveolus sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan peny€rapan O, dan
pengeluaran CO,.
2. Oksigen dan CO, dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler
paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O, dan CO, antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO, dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses difusi
menembus kapiler sistemik (jaringan).
Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi; sistem ini
hanya berperan dalam ventilasi dan pertukaran O, dan CO, antara paru dan darah
(langkah ,l: dan 2). Sistem sirkulasi melaksanakan tahap-tahap selanjutnya.

7. Komplikasi kasus
Jawab : Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas - Gagal napas kronik - Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan
pH normal, penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :


- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis - Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun

Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi
kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah.

Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan

8. Proses rujukan
Jawab : Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari pelayanan
kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum (termasuk juga
puskesmas)
PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialisai adalah :
- PPOK derajat klasifikasi berat
- Timbul pada usia muda
- Sering mengalami eksaserbasi
- Memerlukan terapi oksigen
- Memerlukan terapi bedah paru
- Sebagai persiapan terapi pembedahan
Rujukan dari puskesmas mempunyai kriteria yang agak lain karena faktor
sosiokultural di daerah perifer berbeda dengan di daerah lain perkotaan

9. Asupan gizi pada anak dan dewasa


Jawab : Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat. Diberikan dalam porsi
kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak.
Pemberian karbohidrat yang berlebihan menghasilkan Co2 yang berlebihan.
Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan,
dan menghindari kelelahan otot bantu napas
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) - Hasil
metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang
terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit
oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit
yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan
komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

10. Pencegahan kasus


Jawab : 1. Mencegah terjadinya PPOK
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang

Edukasi
Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti
keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, keterbatasan ekonomi dan
sarana kesehatan, edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya
penyakit dengan cara menggunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan
keterbatasan aktiviti serta mencegah eksaserbasi.

Vaksinasi
Dianjurkan memberikan vaksinasi untuk influenza dan pneumococcus setiap tahun
karena dapat mengurangi eksaerbasi dan meningkatkan kualiti hidup.

Anda mungkin juga menyukai