Lo Skenario 2 Blok 5

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

LEARNING OBJECTIVE

1. Nilai rujukan hasil laboratorium pada anak dan dewasa


2. Efek samping terapi
3. Indikasi transplantasi sum-sum tulang
4. Penatalaksanaan (manajement thalassemia pada anak)
5. Thalassemia herediter

Jawaban :
1. Nilai rujukan hasil laboratorium pada anak dan dewasa
Jawab : Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu
berkisar antara 13,6 - 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3
tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 - 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar
hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu
berkisar antara 11,5 - 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 -
16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12 - 14 g/dl. Pada wanita hamil terjadi
hemodilusi sehingga untuk batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
Nilai normal hematocrit pria : 40-48%, wanita 37-43%
Nilai normal trombosit 150.000-400.000 /ul
Jumlah leukosit normal : tergantung umur, aktifitas. Pada bayi baru lahir jumlah
leukosit tinggi, sekitar 10.000 - 30.000/µl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12
jam yaitu antara 13.000 - 38.000 /µl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap
dan Pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 - 11.000/µl. Pada keadaan
basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 - 10.000/µL. Jumlah
leukosit dapat meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang
lebih dari 11.000/µl.
Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium talasemia adalah nilai MCV
kurang dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg. Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL,
MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai talasemia, pemeriksaan Hb typing
dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis talasemia.
Sumber : Wijaya, F.C. 2011. Pemeriksaan Hematologi

2. Efek samping terapi


Jawab : Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya kelainan
pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor
imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah
tetapi tidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10
tahun setelah pemberian transfusi pertama kali.
Para penderita penyakit ini, baik akibat penyakitnya sendiri maupun komplikasi
transfusi, pemakaian kelator besi dan status gizi yang cenderung kurang baik, memiliki
risiko cukup besar untuk terjadinya defisiensi seng. Defisiensi seng yang berat pada
thalassemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, hambatan maturasi seksual,
hipogonadisme, alopesia, defisiensi imun, serta hambatan pada proses penyembuhan
luka.
Deferasirox atau ICL 670, efek samping utama adalah ruam kemerahan yang timbul
bila diberikan dosis melebihi 40 mg/kg/hari. Ruam ini dapat hilang meskipun tanpa
menghentikan pengobatan. Efek samping lain adalah peningkatan enzim transaminase,
nausea, diare, nyeri kepala, dan nyeri abdomen. Efek nefrotoksik pernah dilaporkan
terjadi pada penelitian terhadap tikus yang sebelumnya tidak mengalami kelebihan besi,
sehingga diduga efek ini terkait dengan deprivasi besi yang berat. Proteinuria ringan
sementara pernah terlihat pada pasien thalassemia yang mendapat deferasirox namun hal
ini lebih disebabkan oleh adanya kelainan ginjal sebelumnya.
Deferoksamin (DFO), efek samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan DFP
adalah agranulositosis (0,5%), neutropenia (8,0%), artropati (15,0%), keluhan
gastrointestinal (33,2%) dan peningkatan enzim transaminase hati. Agranulositosis dan
neutropenia lebih sering timbul pada pasien yang mengalami hipersplenisme dan
merupakan efek samping serius. Agranulositosis ini bersifat sementara dan bahkan dapat
membaik tanpa penghentian pengobatan. Artropati awalnya diduga terkait dengan kadar
feritin serum pasien, namun penelitian tidak dapat membuktikan adanya keterkaitan
tersebut. Keluhan gastrointestinal dan artropati akan makin menurun seiring dengan
makin lama penggunaan DFP.
Serangan pirai sekunder dapat timbul akibat cepatnya trun over sel dalam sumsum
tulang hemosiderosis akibat transfusi yang berulang-ulang dan atau salah pemberian
obat-obat yang mengandung besi. Hepatitis paska transfusi bisa dijumpai terutama bila
darah transfusi atau komponennya tidak diperiksa dahulu terhadap adanya keadaan
patogen seperti HbsAg dan anti HCV.
Pemberian transfusi yang berlebihan akan menyebabkan penimbunan besi dalam
berbagai organ tubuh dan hal ini dapat menimbulkan gangguan fungsi organ yang
bersangkutan (Hemokromatosisi).
Sumber : Rachmad, I.B. 2014. Hubungan Jumlah Darah Transfusi, Pemberian
Deferoksamin, Dan Status Gizi dengan Kadar Seng Plasma pada Penderita
Thalasemia Mayor Anak

3. Indikasi transplantasi sum-sum tulang


Jawab : Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti
keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi
sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas
dan biasanya hanya di gunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang
sehat (yang tidak terkena) yang histokompatibel.
Jenis terapi kuratif yang dapat dilakukan pada penderita thalassemia adalah transplantasi
sumsum tulang. Terapi ini merupakan tindakan yang dianggap dapat menyembuhkan
thalassemia. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan antara penderita thalassemia
dan saudara kandung yang dinyatakan sehat. Karakteristik pretransplantasi adalah
hepatomegaly lebih dari 2 cm dibawah garis tepi costal, fibrosis portal pada pemeriksaan
biopsy hati dan keefektifan terapi deferioksamin sebelum transplantasi.

Sumber : Yunanda, Y. 2010. Thalasemia


Rahayu, H. 2012. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Performa Sekolah
pada Anak dengan Thalasemia yang Menjalani Transfusi

4. Penatalaksanaan (manajement thalassemia pada anak)


Jawab : Penatalaksanaan thalasemia beta berbeda dengan thalasemia alpha di mana pada
thalasemia beta mayor memerlukan penanganan yang terus menerus sepanjang hidup
klien. Penatalaksanaan pada thalasemia beta mayor meliputi tiga penanganan umum
yaitu :
a. Transfusi darah
Tujuan dari transfusi darah yaitu untuk mempertahankan kadar Hb sebagai
dampak adanya anemia berat. Hb pasien dipertahankan antara 8g/dl sampai 9,5
dimana keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, darah
diberikan dalam bentuk PRC 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1g/dl. Transfusi
biasanya setiap dua sampai tiga minggu sekali tergantung dari kondisi anak.
b. Splenectomy
Transfusi yang terus menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk
dilakukannya tindakan splenectomy karena dapat mengurangi hemolisis. Adapun
indikasi dilakukannya tindakan splenectomy adalah limpa yang terlalu besar
sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra
abdomen dan bahaya terjadinya ruptur.
c. Kelasi besi
Kelasi besi harus segera diberikan ketika kadar feritin serum sudah mencapai
1000 mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50% atau sekitar setelah 10 sampai
dengan 20 kali pemberian transfusi darah. Kelasi besi yang sering digunakan yaitu
secara parenteral namun memiliki keterbatasan terutama dalam biaya dan
kenyamanan anak. Desferrioxamine harus diberikan secara subkutan melalui pompa
infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-50 mg/kg berat badan/ hari minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Abetz (2006) mengenai
pemakaian kelasi besi yaitu penilaian dampak terapi kelasi besi parenteral terhadap
kualitas hidup, dan kebutuhan akan terapi oral dengan tujuan mudahnya pemberian
terapi, efikasi dan toleransi baik.
Anak dengan kondisi kronik memerlukan manajemen yang efektif baik dari internal
ataupun eksternal, sehingga anak akan nyaman dalam menghadapi kondisinya dan pada
akhirnya kualitas hidup anak akan meningkat. Manajemen internal berupa koping dari
individu si anak dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya sedangkan
manajemen eksternal adalah intervensi yang diberikan oleh petugas kesehatan yang
profesional diantaranya oleh perawat. Petugas kesehatan profesional membantu anak
penderita thalasemia dengan cara meningkatkan kenyamanan anak melalui empathetic
presence, teacher expert, caring dan competent professional.
Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian
suplementasi zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL
maka dianggap anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia
defisiensi besi. Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan namun Hb tetap rendah
maka dilakukan pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis untuk diagnosis
talasemia. Bila pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif
maka dilakukan analisis DNA.
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia. Transfusi
darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh
tidak mau makan dan lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron
chelating agent, yaitu desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi
dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan tanda
hipersplenisme atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi
tidak banyak gunanya lagi,. Sesudah splenektomi, frekuensi transfusi darah biasanya
menjadi lebih jarang. Diberikan pula bermacam-macam vitamin, tetapi preparat yang
mengandung besi merupakan indikasi kontra.

Sumber : Mariani, D. 2011. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Anak
Thalasemia Beta Mayor

5. Thalassemia herediter
Jawab : Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita thalasemia,
hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). penghancuran terjadi karena adanya
gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin orang dewasa terdiri
dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2%
dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin
(95%). Pada penderita thalasemia kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai
globin yang salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita harus
menjalani tranfusi darah seumur hidup.
Kalau suatu gen abnormal diturunkan dari salah satu orang tua memerintahkan
pembentukan Hb abnormal yakni, kalau inividu tersebut heterozigot separuh dari Hb
sirkulasi nya abnormal dan separuh nya normal.kalau gen gen abnormal identik
diturunkan dari orang tuanya, individu tersebut homozigot dan semuanya Hb nya
abnormal. Secara teoritis ada kemungkinan diturunkan 2 Hb abnormal yang berbeda, satu
dari ayah dan satu dari ibu. Pada beberapa kasus penelitian tentang pewarisan dan
distribusi geografik Hb abnormal memungkinkan untuk memastikan asal dari gen mutan
tersebut dan perkiraan waktu terjadi mutasi. Secara umum mutasi yang berbahaya
cendrung musnah, tetapi gen mutan yang membawa ciri ciri kelangsungan hidup, akan
tetap bertahan dan menyebar dalam populasi.
Thalasemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß dan thalasemia
mayor terjadi apabila kedua orang tua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari
kedua orang tua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat
thalasemia dan 25% penderita thalasemia beta mayor. Sedangkan thalasemia minor
muncul apabila salah seorang dari orang tua pembawa sifat thalassemia.
Sumber : Rachmad, I.B. 2014. Hubungan Jumlah Darah Transfusi, Pemberian
Deferoksamin, Dan Status Gizi dengan Kadar Seng Plasma pada Penderita
Thalasemia Mayor Anak
LEARNING OBJECTIVE
SKENARIO 2

NAMA: EUNICHE KAMASE SINGKALI


STAMBUK: N 101 15 052
KELOMPOK: 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

Anda mungkin juga menyukai