PENDAHULUAN
menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara adekuat
dalam kehidupan masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan pendidikan adalah melalui
pendidikan yang dimulai dari Sekolah Dasar. Pendidikan memberi dan membentuk
pengetahuan baik secara kognitif, afektif, dan psikomotor yang didapatnya melalui
pembelajaran-pembelajaran yang diajarkan. Menurut Danim (dalam Ahmadi, 2014: 45)
tujuan utama pendidikan adalah transmisi pengetahuan atau proses membangun manusia
menjadi berpendidikan. Transfer pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah atau di
lembaga pelatihan ke dunia nyata adalah sesuatu yang terjadi secara alami sebagai
konsekuensi dari kepemilikan pengetahuan oleh siswa. Pengetahuan tersebut didapat melalui
pembelajaran yang diajarkan oleh guru.
Pembelajaran tematik pada dasarnya merupakan model dari kurikulum terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006: 5). Menurut Akbar (2015: 17)
pembelajaran tematik pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi
dari berbagai mata pelajaran ke dalam tema dengan proses pembelajaran yang bermakna
disesuaikan dengan perkembangan siswa. Pendekatan ini dimaksudkan agar siswa tidak
belajar secara parsial sehingga pembelajaran dapat memberikan makna yang utuh pada siswa
seperti yang tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Pembelajaran tematik, di Sekolah
Dasar menekankan pada proses pembelajaran yang tidak semata melakukan aktivitas, tetapi
bagaimana merancang pembelajaran yang juga mengaktifkan kreativitas dan berfikir kreatif
siswa. Menurut teori Piaget (dalam Majid, 2014: 7) proses belajar dapat berlangsung jika
terjadi proses pengolahan data yang aktif di pihak pembelajar.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menjadi faktor pendukung hasil belajar
siswa. Keaktifan adalah kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa. Keaktifan siswa
menurut Yamin (2007: 77) merupakan kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat
merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir kritis, dan dapat
memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika siswa aktif
selama kegiatan belajar berlangsung maka akan berbengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Hasil belajar menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut
Arikunto (dalam Widoyoko, 2016: 10) guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan
penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan khususnya dunia
pendidikan persekolahan, penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi
siswa, guru maupun sekolah.
Keaktifan siswa digunakan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi yang sudah disampaikan oleh guru. Sedangkan hasil belajar digunakan untuk melihat
hasil akhir berdasarkan pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran yang sudah
diajarkan. Berdasarkan hal tersebut, keaktifan belajar menjadi suatu hal yang penting dan
mampu menanamkan pemahaman siswa mengenai suatu pengetahuan sehingga memberi
dampak hasil belajar yang menjadi baik. Ketika siswa berperan aktif dalam proses
pembelajaran dengan bertanya dan menanggapi materi yang disampaikan oleh guru maka
pemahaman siswa menjadi tinggi yang berdampak pada hasil belajar siswa menjadi lebih baik
bahkan tinggi. Dalam hal ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara untuk
mengetahui tingkat keaktifan dan hasil belajar siswa yang terjadi di kelas. Berdasarkan hasil
observasi pada hari Rabu 30 Oktober 2019 terhadap siswa kelas III SD Negeri 2 Gedompol
pada saat pembelajaran tematik muatan pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika,
diperoleh data bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih rendah.
Rendahnya keaktifan siswa sangatlah menjadi masalah yang berdampak pada rendahnya hasil
belajar siswa. Rendahnya keaktifan dibuktikan dengan data dari 2 siswa tidak aktif dengan
kategori “sedang” dalam mengikuti pembelajaran dan dari jumlah siswa keseluruhan 6 siswa
memperoleh keaktifan 66,67 % dengan persentase 100 % . Tidak aktifnya siswa tampak
pada perilaku siswa seperti meletakkan kepala di atas meja, tidak menjawab pertanyaan dari
guru maupun menyampaikan pendapatnya, dan malu untuk bertanya. Hal ini membuktikan
bahwa siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Meskipun kelas III di SD
Negeri 2 Gedompol sudah menerapkan kurikulum 2013, namun pada kenyataannya
pelaksanaan pembelajaran di kelas masih menggunakan cara tradisional. Saat pembelajaran
berlangsung siswa hanya duduk, mendengar, mencatat, dan menghafal materi yang
disampaikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran yang kurang
mengaktifkan siswa. Model pembelajaran menurut Akbar & Sriwijaya (dalam Akbar, (2015:
27) adalah langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan.
Penerapan model pembelajaran yang kurang mengaktifkan siswa membuat para siswa enggan
untuk bertanya dan berperan aktif saat pembelajaran berlangsung sehingga pemahaman siswa
dalam pembelajaran tersebut rendah dan juga tujuan pembelajaran utama dalam
pembelajaran tematik tidak tercapai.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa kelas III pada
pembelajaran tematik masih rendah sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu,
peneliti memberikan solusi untuk menggunakan model Problem Based Learning agar dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik. Menurut Ibrahim
dan Nur (dalam Rusman, 2010: 241) Problem Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu hal konteks bagi siswa
untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Tahapan model
Problem Based Learning menurut Hamdayama, (2014: 212) terdiri dari lima tahapan dalam
perlakuan guru yaitu: (1) fase 1: orientasi siswa pada masalah; (2) fase 2: mengorganisasi
siswa untuk belajar; (3) fase 3: membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4)
fase 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) fase 5: menganalisis mengevaluasi
proses pemecahan masalah. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning ini
diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas III pada pembelajaran
tematik.