Manis Manjah1
820677779
manismanjah 779@yahoo.co.id
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan gambar
melalui metode pembelajaran examples non examples dan untuk meningkatkan
aktivitas serta hasil belajar siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar secara bertahap yaitu
pada siklus I nilai rata-rata siswa mencapai 68 dengan persentase ketuntasan 67%.
Sedangkan siklus II nilai rata-rata siswa mencapai 81 dengan persentase ketuntasa
92%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran
kooperatif model examples non examples dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan agar guru senantiasa
memperhatikan aktivitas siswa di setiap pelajaran dan lebih sering melatih siswa
dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, serta meningkatkan kualitas dan
kinerjanya.
Kata Kunci: metode, kooperatif model examples non examples, hasil belajar.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya globalisasi
menuntut sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan jaman. Pendidikan merupakan suatu upaya dalam
mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan
sesuai tuntutan pembangunan bangsa, dimana kualitas suatu bangsa sangat
dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut
menjadi tanggungjawab pendidikan, terutama dalam menyiapkan peserta didik
menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang
tangguh, kreatif, mandiri, dan professional pada bidang masing-masing. Maka upaya
peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai secara optimal, dengan
1
Mahasiswa Program S1 PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Penidikan, Universitas Terbuka.
NIM. 820677779, Email: anisatulkarimah779@yahoo.co.id
pengembangan dan perbaikan terhadap komponen pendidikan perlu dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidiakan nasional.
Proses pembelajaran di kelas saat ini masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian metode pembelajaran ceramah menjadi pilihan
utama dalam proses pembelajarannya, sehingga seringkali proses belajar dan prestasi
belajar yang diraih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka diperlukan sebuah
strategi belajar yang lebih memberdayakan potensi yang dimiliki siswa atau metode
pembelajaran yang melibatkan siswa aktif, sehingga dapat mengubah proses
pembelajaran yang bersifat berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat
pada siswa (student centered) yang memberikan dampak positif pada potensi dan
kompetensi siswa.
Hingga saat ini dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya mata pelajaran
IPS masih disampaikan dengan metode ceramah (metode pembelajaran konvensional)
sebagai metode yang lebih dominan diterapkan dari pada metode yang lain,
sedangkan siswa mendengarkan apa yang diucapkan oleh guru serta mencatat hal
yang dianggap penting oleh siswa tersebut dan kurang diberi kebebasan untuk
mengungkapan pendapatnya terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dapat
menghambat usaha siswa, khususnya siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan
Sukorejo Kabupaten Pasuruan dalam mengoptimalkan hasil belajar pada mata
pelajaran IPS, padahal perlu diketahui mata pelajaran IPS memiliki kontribusi dalam
pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Penerapan sistem
pembelajaran konvensional secara terus-menerus tanpa variasi tersebut dapat menjadi
kendala dalam pembentukan pengetahuan secara aktif khususnya dalam mata
pelajaran IPS. Maka diperlukan variasi dan kreatifitas dalam metode pembelajaran.
Salah satunya adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif. Metode
sosio drama dan bermain peran pada mata pelajaran IPS yang dalam penerapannya di
dalam kelas akan tercipta suasana belajar siswa aktif yang saling komunikasi, saling
mendengar, saling berbagi, saling memberi, dan menerima.
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja
sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih
baik dan meningkatkansikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie
(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar
pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran
kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu
siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif
antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186).
Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada
berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain
dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar
kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan
dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi
secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif
antara anggota kelompok.
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh
guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa
menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk
ujian tertentu pada akhir tugas.
Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan
teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sekitar.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah,
perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling
membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua
anggota maksimal.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas yang peneliti temukan pada saat peneliti melaksanakan pembelajaran pada
siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo – Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana
suatu teknik pembelajaran dan metode pembelajaran yang baru dan efektif untuk
diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai untuk mengatas
masalah yang timbul pada saat pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). dimana PTK
ini adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut
dilakukan.Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran
yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan
praktek pembelajaran secara berkesinambungan, dan berdaya guna dengan
menemukan metode–metode dan cara–cara baru yang bisa diterapkan dalam tiap
kompetensi dasar dalam pembelajaran.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah
perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-
masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.
Analisis Data
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa
setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari
atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:
P
Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
Siswa
Deskripsi Per Siklus
1. Siklus I
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 68,33
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 24
3 Persentase ketuntasan belajar 66,67
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,39
dan dari 36 siswa yang telah tuntas sebanyak 33 siswa dan 3 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 91,67% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II
ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok
dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.
2 7-9 Baik
3 4-6 Cukup
4 1-3 Kurang
Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(66,67%) dan siklus II (91,67%).
2. Penerapan pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa dalam belajar IPS, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang
menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran
kooperatif model Examples Non Examples sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
3. Pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples memiliki dampak
positif terhadap kerjasama antara siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung
jawab dalam kelompok dimana siswa yang lebih mampu mengajari temannya
yang kurang mampu.
Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses
belajar mengajar matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif model Examples Non
Examples memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus
mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan
dengan pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo – Kabupaten
Pasuruan.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.