Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF

MODEL EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK


MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS
KELAS IV SDN GUNTING I KECAMATAN SUKOREJO
KABUPATEN PASURUAN

Manis Manjah1
820677779
manismanjah 779@yahoo.co.id

Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan gambar
melalui metode pembelajaran examples non examples dan untuk meningkatkan
aktivitas serta hasil belajar siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar secara bertahap yaitu
pada siklus I nilai rata-rata siswa mencapai 68 dengan persentase ketuntasan 67%.
Sedangkan siklus II nilai rata-rata siswa mencapai 81 dengan persentase ketuntasa
92%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran
kooperatif model examples non examples dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan agar guru senantiasa
memperhatikan aktivitas siswa di setiap pelajaran dan lebih sering melatih siswa
dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, serta meningkatkan kualitas dan
kinerjanya.

Kata Kunci: metode, kooperatif model examples non examples, hasil belajar.

Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya globalisasi
menuntut sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan jaman. Pendidikan merupakan suatu upaya dalam
mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan
sesuai tuntutan pembangunan bangsa, dimana kualitas suatu bangsa sangat
dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut
menjadi tanggungjawab pendidikan, terutama dalam menyiapkan peserta didik
menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang
tangguh, kreatif, mandiri, dan professional pada bidang masing-masing. Maka upaya
peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai secara optimal, dengan

1
Mahasiswa Program S1 PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Penidikan, Universitas Terbuka.
NIM. 820677779, Email: anisatulkarimah779@yahoo.co.id
pengembangan dan perbaikan terhadap komponen pendidikan perlu dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidiakan nasional.
Proses pembelajaran di kelas saat ini masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian metode pembelajaran ceramah menjadi pilihan
utama dalam proses pembelajarannya, sehingga seringkali proses belajar dan prestasi
belajar yang diraih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka diperlukan sebuah
strategi belajar yang lebih memberdayakan potensi yang dimiliki siswa atau metode
pembelajaran yang melibatkan siswa aktif, sehingga dapat mengubah proses
pembelajaran yang bersifat berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat
pada siswa (student centered) yang memberikan dampak positif pada potensi dan
kompetensi siswa.
Hingga saat ini dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya mata pelajaran
IPS masih disampaikan dengan metode ceramah (metode pembelajaran konvensional)
sebagai metode yang lebih dominan diterapkan dari pada metode yang lain,
sedangkan siswa mendengarkan apa yang diucapkan oleh guru serta mencatat hal
yang dianggap penting oleh siswa tersebut dan kurang diberi kebebasan untuk
mengungkapan pendapatnya terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dapat
menghambat usaha siswa, khususnya siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan
Sukorejo Kabupaten Pasuruan dalam mengoptimalkan hasil belajar pada mata
pelajaran IPS, padahal perlu diketahui mata pelajaran IPS memiliki kontribusi dalam
pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Penerapan sistem
pembelajaran konvensional secara terus-menerus tanpa variasi tersebut dapat menjadi
kendala dalam pembentukan pengetahuan secara aktif khususnya dalam mata
pelajaran IPS. Maka diperlukan variasi dan kreatifitas dalam metode pembelajaran.
Salah satunya adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif. Metode
sosio drama dan bermain peran pada mata pelajaran IPS yang dalam penerapannya di
dalam kelas akan tercipta suasana belajar siswa aktif yang saling komunikasi, saling
mendengar, saling berbagi, saling memberi, dan menerima.

Kerangka Dasar Teori


Groos (Solihatin dan Raharjo, 2007: 14) menjelaskan tujuan pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik
dalam lingkungannya di masyarakat. Selanjutnya, Ilmu Pengetahuan Sosial pada
dasarnya untuk membekali dan mendidik siswa berupa kemampuan dasar untuk
mengembangkan minat, bakat, kemampuan dan lingkungannya untuk melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo, 2007: 15).
Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) salah satunya adalah mengenalkan konsep-konsep
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Tujuan yang
lain adalah untuk mengembangkan kemampuan dasar berfikir logis dan kritis; rasa
ingin tahu; inkuiri; memecahkan masalah; dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
Selain itu, tujuan lain diharapkan agar siswa memiliki komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dankemanusiaan; memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal,
nasional, dan global.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
diberikannya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa terhadap masalah-masalah sosial yang
berkaitan dengan masyarakat setempat. Tujuan tersebut diharapkan agar siswa
mampu memecahkan masalah-masalah sosial lainnya sebagai bentuk
pengembangan atas pengetahuan yang telah dipelajari, sehingga siswa mampu
menghadapi tantangan kehidupan dengan baik, baik di masa sekarang ataupun di
masa mendatang dengan peran yang semakin komplek.
Selain tujuan, IPS juga memiliki ruang lingkup tersendiri. Secara harfiah
ruang lingkup IPS di SD terbagi menjadi tiga bagian ilmu, yaitu Geografi,
Ekonomi, dan Kependudukan. Sedangkan menurut Arnie Fajar (2004: 111)
ruang lingkup IPS SD antara lain adalah sistem sosial dan budaya; manusia,
tempat, dan lingkungan; perilaku ekonomi dan kesejahteraan; waktu,
keberlanjutan, dan perubahan; sistem berbangsa dan bernegara.
Mengetahui banyak tentang IPS, tentunya kita akan semakin tahu apa yang
dimaksud dengan hasil belajar IPS. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan
(Purwanto, 2009: 54). Pengertian lain tentang hasil belajar adalah perubahan
perilaku pada diri pembelajar setelah mengalami proses belajar (Purwanto, 2009:
185). Berdasarkan pemenggalan katanya, “hasil” adalah sesuatu yang diusahakan,
diperoleh, dibuat, dijadikan, dan sebagainya oleh usaha, pikiran, dan akibat.
Sedangkan “belajar” adalah usaha yang dilakukan untuk memperoleh ilmu
pengetahuan; berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 tahun 2001).
Pendapat lain juga dijelaskan bahwa belajar merupakan sebuah proses
sehingga hasil belajar dapat didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh seseorang
dari proses belajar (Hamalik, 2007: 106). Menurut Dimyati dan Mujiono (2009:
3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Tindak mengajar adalah serangkaian aktivitas guru dalam mengajar
dengan diakhiri proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan tindak belajar
merupakan berakhirnya proses belajar. Dengan demikian, hasil belajar IPS
merupakan hasil optimal siswa baik dalam aspek kognitif, afektif, ataupun
psikomotorik yang diperoleh siswa setelah memperlajari IPS dengan jalan mencari
berbagai informasi yang dibutuhkan baik berupa perubahan tingkah laku,
pengetahuan, maupun keterampilan sehingga siswa tersebut mampu mencapai
hasil maksimal belajarnya sekaligus memecahkan masalah yang berkaitan
dengan masalah sosial dan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam
penelitian ini, hasil belajar IPS yang dimaksud adalah hasil optimal yang diperoleh
siswa dalam aspek kognitif.

Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja
sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih
baik dan meningkatkansikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie
(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar
pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran
kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu
siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif
antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186).
Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada
berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain
dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar
kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan
dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi
secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif
antara anggota kelompok.
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh
guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa
menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk
ujian tertentu pada akhir tugas.
Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan
teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sekitar.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah,
perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling
membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua
anggota maksimal.

Model Examples Non Examples


Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa disebut example
and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar
sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang
agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi
singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran
Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang
lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah
dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah
seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan
kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model Pembelajaran Example Non
Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling
sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari
jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep
yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui
definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat
digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk
mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari
example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa
untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang
sedang dibahas, sedangkan non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang
bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Model pembelajaran PAIKEM sudah menjadi harga mati bagi peningkatan
mutu pendidikan nasional, oleh karena itu Guru semakin dituntut untuk menggunakan
model pembelajaran yang dapat menarik minat dan motivasi siswa seperti Talking
stick dan metode Example non Example. Metode Example non Example adalah
metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran
yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh
gambar yang disajikan.
Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan
pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar
sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.
Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan
definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan
siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-
example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan
gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas,
sedangkan non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh
dari suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi
konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya
daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example
dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman
yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Metode Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas yang peneliti temukan pada saat peneliti melaksanakan pembelajaran pada
siswa kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo – Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana
suatu teknik pembelajaran dan metode pembelajaran yang baru dan efektif untuk
diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai untuk mengatas
masalah yang timbul pada saat pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). dimana PTK
ini adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut
dilakukan.Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran
yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan
praktek pembelajaran secara berkesinambungan, dan berdaya guna dengan
menemukan metode–metode dan cara–cara baru yang bisa diterapkan dalam tiap
kompetensi dasar dalam pembelajaran.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah
perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-
masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

Analisis Data
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa
setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X 
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari
atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:

P
 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa
Deskripsi Per Siklus
1. Siklus I
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 68,33
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 24
3 Persentase ketuntasan belajar 66,67

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran


kooperatif model Examples Non Examples diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 68,33 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 24 siswa dari
36 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan asing terhadap metode
baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
2. Siklus II
Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus III
1 Nilai rata-rata tes formatif 81,39
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 33
3 Persentase ketuntasan belajar 91,67

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,39
dan dari 36 siswa yang telah tuntas sebanyak 33 siswa dan 3 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 91,67% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II
ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok
dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.

Berikut ini adalah indikator pedoman penilaian proses yang diamati

Tabel 1: Indikator pedoman penilaian proses


Aspek Deskripsi Skor
Siswa tidak aktif saat pembelajaran 1
Keaktif Siswa kurang aktif saat pembelajaran 2
an Siswa aktif saat pembelajaran 3
Siswa sangat aktif saat pembelajaran 4
Kebera Siswa tidak berani bertanya dan berpendapat saat pembelajaran 1
nian Siswa kurang berani bertanya dan berpendapat saat pembelajaran 2
Siswa berani bertanya dan berpendapat saat pembelajaran 3
Siswa sangat berani bertanya dan berpendapat saat pembelajaran 4
Siswa tidak sungguh-sungguh dalam diskusi kelompok 1
Kesung Siswa kurang sungguh-sungguh dalam diskusi kelompok 2
guhan Siswa cukup sungguh-sungguh dalam diskusi kelompok 3
Siswa sungguh-sungguh dalam diskusi kelompok 4
SKOR MAKSIMAL 12

Tabel 2: Skor kriteria penilaian proses

No Rentang Nilai Kriteria

1 10-12 Sangat baik

2 7-9 Baik

3 4-6 Cukup

4 1-3 Kurang

Skor kriteria penilaian proses =

Skor penilaian Lembar Kerja Siswa

Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(66,67%) dan siklus II (91,67%).
2. Penerapan pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa dalam belajar IPS, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang
menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran
kooperatif model Examples Non Examples sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
3. Pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples memiliki dampak
positif terhadap kerjasama antara siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung
jawab dalam kelompok dimana siswa yang lebih mampu mengajari temannya
yang kurang mampu.
Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses
belajar mengajar matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif model Examples Non
Examples memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus
mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan
dengan pembelajaran kooperatif model Examples Non Examples dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan kelas IV SDN Gunting I Kecamatan Sukorejo – Kabupaten
Pasuruan.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.

Daftar Pustaka
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan


LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Anda mungkin juga menyukai