net/publication/265864745
CITATIONS READS
0 15,376
2 authors, including:
Bambang Trigunarsyah
RMIT University
160 PUBLICATIONS 698 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Quality Management System for Construction Companies in the Kingdom of Saudi Arabia: Development and Implementation View project
All content following this page was uploaded by Bambang Trigunarsyah on 22 September 2014.
ABSTRAK: Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, industri konstruksi nasional belum siap
menghadapi persaingan dalam globalisasi dan perdagangan bebas, perbaikan struktur industri,
kemampuan pengelolaan usaha konstruksi, kapasitas individuil pekerja dan profesional konstruksi,
efisiensi usaha dan pemerintahan perlu dilakukan dengan segera, karena kalau tidak maka industri
konstruksi nasional akan menghadapi ancaman yang serius dari para kompetitor asing. Diperlukan
usaha bersama dan sungguh-sungguh diantara pelaku jasa konstruksi nasional dengan koordinasi yang
baik dan diinisiasi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional yang sekaligus juga harus
berani mereformasi dirinya menjadi lembaga kerjasama dibidang industri konstruksi nasional
(lembaga kolaborasi) sehingga struktur industri ini dapat menjadi lebih efisien dan efektif mampu
membuat industri konstruksi nasional bergairah dan berdaya saing tinggi secara global. Pemahaman
mengenai aturan-aturan perdagangan bebas sangat diperlukan sehingga dapat dimanfaatkan
peluangnya, dikurangi ancamannya untuk meningkatkan kekuatannya dan mengurangi
kelemahannya. Bila dilakukan strategi yang tepat industri konstruksi nasional akan dapat menjadi
tulang punggung pembangunan nasional.
1. LATAR BELAKANG
Sebagai dampak keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian GATS (General Agreement on Trade of
Sevices) -WTO (World Trade Organization) hasil dari pertemuan Uruguay 1994 (Uruguay Round)
(Gallagher 2000) dan telah diratifikasi oleh parlemen, persaingan global tidak dapat dihindari lagi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Tim Pengembangan Industri Konstruksi Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) pada bulan Juni 2004 yang melibatkan para
pelaku industri, dilanjutkan dengan penelitian oleh Agung Budiwibowo (Budiwibowo 2005), pada
saat ini industri konstruksi nasional belum siap benar untuk menghadapi perdagangan bebas.
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas dan globalisasi harus disikapi dengan tepat
bagaimana memanfaatkan segi-segi positifnya dan meminimalkan dampak buruknya bagi
kepentingan Industri konstruksi nasional. Dengan pengalaman melaksanakan berbagai proyek di
tanah air industri konstruksi telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ekonomi nasional.
Sektor industri yang sehat dan efisien akan berdampak dua arah yakni mendukung daya saing industri
yang lain dan meningkatkan daya saing industri konstruksi itu sendiri. Akan tetapi kelemahannya
dalam kenyataannya Indonesia masih kekurangan tenaga terampil dan profesional dan sistem
pembinaan keahlian yang belum tertata rapi, struktur industri, efisiensi usaha dan pemerintahan,
pengelolaan usaha konstruksi memerlukan perbaikan yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak akan
menghambat pertumbuhan industri konstruksi.
1 Ketua Umum Ikatan Ahli Manajemen Proyek Inonesia, Ir , MT, PMP, Mahasiswa Pascasarjana Program S3 FT UI.
2 Kepala Jurusan Teknik Sipil Universitas Indonesia, Ir, PhD, PMP, Dosen Pascasarjana FT UI.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K
2. TUJUAN PEMAPARAN
Maksud pemaparan ini adalah untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi
konstruksi nasional saat ini, tantangan dan masalah yang dihadapi dan masa depannya.
3. KERANGKA PEMBAHASAN
Untuk membandingkan masa sekarang dan masa depan diperlukan ditetapkannya suatu kerangka
pembahasan, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah dapat dibandingkan antara apa yang
telah terjadi di masa sekarang, di masa lalu dan masa depan. Untuk itu dipilih kerangka pembahasan
sebagai berikut (Porter 1985; Porter 1990; Porter 1998):
Kemampuan perusahaan:
IT
Teknologi
Sumbe Daya Manusia
Keungan dan Pendanaan
Manajemen Proyek
Logistik dan Pengadaan
4. PERMASALAHAN
Kondisi Faktor
Pekerja dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi para pekerja kosntruksi dan
profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi keahlian yang belum terbakukan dan
belum tuntasnya kesepakatan saling pengakuan secara internasional sehingga tidak dapat menikmati
kesempatan kerja secara antar negara (crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled labour dengan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K
upah yang rendah. Pada saat ini asosiasi profesi sedang mencoba untuk membenahinya dengan
melakukan koordinasi yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, asosiasi profesi dan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu tinggi,
mengakibatkan biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan usaha secara umum
belum efisien. Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor prasarana, seperti telekomunikasi,
jalan, jembatan, pelabuhan udara serta pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan
karena dana yang masuk umumnya dari luar negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi
jasa konstruksi nasional, kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi dari negara
masing-masing, kalau diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu
mampu bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat terutama
pengalaman dan kekayaan perusahaan (networth). Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan
Lembaga Kerja sama, penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang, baik dari sektor
pemerintah maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan tinggi, pelaku usaha,
asosiasi dan Lembaga Pengembangan Konstruksi Nasional maupun daerah masih belum efektif.
Efisiensi Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih belum tinggi dan masih sangat perlu
ditingkatkan. Pendanaan, pendanaan konstruksi selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu modal
asing, ekspor kredit, project financing, kredit perbankan, modal dalam negeri dan anggaran
pemerintah. Pendanaan dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk
proyek-proyek infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar yang
diacu adalah standar ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan tetapi
belum semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan konstruksi disusun
oleh Badan Badan Terpisah yang sekarang dilebur menjadi Standardisasi Industri Indonesia (SII).
Kondisi Demand
Tuntutan pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan belum seragam.
Besar pasar, pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi krisis pada tahun 1998 dan
mulai merambat naik sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan tersebut akan mampu menggairahkan
kembali kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang
tertunda semasa krisis, pembangunan apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak, proyek-
proyek baru kebanyakan bangunan komersial. Sementara proyek-proyek energi juga masih berjalan
tetapi investasi di bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan
regional, Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara tetangga yang
tergabung baik dalam AFTA maupun APEC, karena pengusaha jasa konstruksi lebih mengutamakan
pasar dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak terlalu beresiko. Demand supply, demand-
supply pada tahun 2003 adalah supply yang dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46 triliun,-
demand antara yang dihasilkan industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga nilai
tambah brutonya adalah Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003).
Kemampuan perusahaan
Information Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh
perusahaan-perusahaan konstruksi nasional. Teknologi, penerapan dan pengembangan teknologi
dirasakan kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi dibanding dengan negara
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K
berkembang lain, Sumber Daya Manusia, kompetensi sumberdaya dalam bidang Manajemen Usaha,
Manajemen Proyek, Profesional, dan tenaga terampil belum standar dan belum merata., Keuangan
dan Pendanaan, kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen
Proyek, Secara umum penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya
dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan
outsourcing internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan negosiasi.
Penyebab
Berdasarkan survey didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut
terutama karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan teknologi yang
masih rendah, 3). kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi (belum ada kerja sama
dalam pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja sama pemasaran, kerja sama
pengembangan dan penelitian), 4). belum berfungsinya secara maksimal lembaga untuk kerjasama
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K
antar pelaku jasa konstruksi, pemerintah maupun perguruan tinggi, 5). struktur dan persaingan yang
belum sehat, 6). kemampuan pengelola usaha jasa konstruksi yang masih belum optimal (Porter
1985), 7). belum terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam
mutu dan waktu, 8). struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.
Karena industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam meningkatkan
kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah dan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk memastikan kekuatan dan daya saing industri konstruksi
naional. Pemerintah sebagai pengguna, pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran yang
sangat besar untuk mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan
usaha yang sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat tercapainya tujuan
nasional.
Pendanaan
Pendanaan adalah masalah besar yang dihadapi bagi perumbuhan industri konstruksi apalagi bila
ingin memperoleh kesempatan dalam pasar global. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat
memfasilitasi setidaknya untuk mendapatkan dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional
seperti ADB, IBRD dan pendanaan lain melalui financial engineering yang kreatif.
Standardisasi
Industri konstruksi masih menghadapi masalah peraturan, standar dan code yang kompleks , dan
overlapping. Pemerintah pusat, daerah, lembaga-lembaga pemerintah dan LPJKN hendaknya
mengkonsolidasikannya, menyederhanakan dan menjelaskan syarat-syarat tersebut sehingga tidak
membingungkan masyarakat industri konstruksi. Penyusunan standar pengadaan konstruksi dan
kontrak konstruksi.
8. KESIMPULAN
Agar industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam persaingan global
perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
1. Perbaikan kekurangan
a. Kebijakan kompetensi nasional dalam bidang keahlian, sertifikasi dan regulasi, badan pelatihan.
b. Kebijakan kerjasama antara pelaku dan pendukung jasa konstruksi dalam bidang pengembangan,
penyebaran best practice.
c. Kebijakan mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan memfungsikan
LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya, kemampuan, dan
pemasaran.
d. Kebijakan dalam menegakkan Governance dan persaingan sehat.
e. Kebijakan peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan manajemen proyek para pelaku jasa
konstruksi.
f. Kebijakan penetapan standar tinggi dan sosialisasi kampanye mutu.
g. Kebijakan untuk penurunan entry barrier untuk meningkatkan persaingan sehat.
h. Kebijakan penurunan biaya transaksi agar ekonomi berjalan lebih efisien.
2. Pemanfaatan potensi
a. Kebijakan dasar untuk mengoperasionilkan lembaga kerja sama (institution for collaboration).
b. Kebijakan dalam pemanfaatan pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.
9. PENUTUP
Industri konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila ditetapkan
kebijakan yang tepat dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya, kemungkinan sebaliknya
terjadi bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai. Demikian wawasan yang dapat disampaikan
mengenai industri konstruksi nasional semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri konstruksi
nasional.
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia 25
perak
MRK
K
10. REFERENSI