Anda di halaman 1dari 22

Makalah Perancangan Pengendalian Produksi

Manufacturing Resource Planning

Oleh :

1. Wd. Arzeti Rahmayana safrin


2. Melisawaty Pakaya
3. Ramanda Van Gobel
4. Fakhira Modeong

Universitas Negeri Gorontalo

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jurusan Matematika

Prodi Statistika

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Perancangan
Pengendalian Produksi, dengan judul : “Manufacturing Resource Planning”.

Kami menyadar sepunuhnya bahwa dalam penulisan makalah masih jauh dari
kata sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Gorontalo, 7 November 2019

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manufacturing Resource Planning ............................................. 2


2.2 Aktivitas Perencanaan dalam MRP II ........................................................... 3
2.3 Tahapan Perencanaan dalam MRP II ........................................................... 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 18


3.2 Saran ................................................................................................................. 18

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manufaktur tidak berbeda jauh dengan pengertian prodiksi, yang membedakan


kedua kalau produksi ditekankan pada proses pengolahan dari barang mentah
menjadi barang jadi. Sedangkan manufaktur ditekankan pada kelompok perusahaan
yang mengolah dari bahan baku menjadi barang jadi. Seperti disebutkan dalam Buku
Besar Bahasa Indonesia, bahwa manufaktur adalah : “manufaktur adalah proses
produksi yang mengubah bentuk barang barang“. Oliver Wight dan Goerge Plossl,
konsultan, diakui mengembangkan konsep MRP (Manufaktur Resource Planning) di
luar area manufaktur sehingga dapat meliputi seluruh perusahaan.Hasilnya disebut
MRP II, dan kepanjangan huruf-huruf tersebut telah diubah menjadi Manufakturing
Resource Plannning. Sistem MRP II mengintegrasikan semua proses didalam
manufaktur yang berhubungan dengan manajemen material. MRP II juga
berhubungan dengan subsistem lain yang mendukung pada proses produksi sebuah
produk, MRP II dapat menyediakan informasi bagi sistem informasi eksekutif dan
bagi system informasi fungsional lain. Konsep dari sistem Manufacturing Resource
Planning (MRP II), adalah sebuah system yang mengintegrasikan semua system-
sistem yang berhubungan dengan proses manufaktur pada sebuah perusahaan.
System-sistem tersebut terintegrasi melalui jaringan kerja atau kebutuhan dari semua
bagian-bagian dalam suatu perusahaan tersebut pada sebuah data yang dihasilkan
oleh bagian-bagian tersebut. Mulai dari jenis produk apa yang dibutuhkan oleh pasar
(konsumen), berapa peramalan permintaannya, perencanaan produksinya, kebutuhan
akan materialnya, sampai proses administrasi dari sebuah perusahaan. System MRP
II juga merencanakan system akuntansi dan keuangan, yang memberikan sumbangan
terhadap terjadinya proses produksi pada sebuah perusahaan. Untuk lebih memahami
dari system Manufacturing Resource Planning (MRP II), dibawah ini akan
digambarkan struktur dari system tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Yang dimaksud dengan Manufacturing Resource Planning?
2. Bagaimana Aktivitas Perencanaan dalam MRP II ?
3. Bagaimana Tahapan Perencanaan MRP II ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi manufacturing resource planning.
2. Untuk menegathui aktivitas perencanaan dalam MRP II.
3. Untuk mengetahui tahapan perencanaan MRP II.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manufacturing Resource Planning

MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan dan


pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow shop
(make to order dan small batch flow process). Juga diterapkan pada assemble to
order dan make to stock. MRP II biasa juga dikenal dengan MRP & CRP, sebab
manajemen material dan kapasitas merupakan inti dari MRP II. Sistem MRP II akan
lebih cocok untuk merencanakan dan mengendalikan Job Shop Manufacturing dan
memang telah terbukti lebih baik dibandingkan dengan sistem perencanaan dan
pengendalian yang lain. Konsep-konsep seperti push system and complex scheduling
dapat diterapkan dalam Job Shop Manufacturing.

MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di


antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara
keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing,
finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan manufaktur, dari
bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang
sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.

Proses dimulai dengan agregasi demand dari semua sumber. Produksi dan
marketing bekerja mendukung pengembangan rencana produksi (production
planning) dan membuat jadwal induk produksi (Master production schedule/MPS)
yang akan memuaskan semua demand dan telah disesuaikan dengan kapasitas yang
ada. Tim harus mempertimbangkan dukungan marketing dan finansial sebaik
mempertimbangkan aspek manufacturing ketika membuat production planning dan
MPS. Bagan aktivitas perencanaan dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.

2
Gambar 3.1. Bagan aktivitas perencanaan (Fogarty, 1991)

2.2 Aktivitas Perencanaan dalam MRP II

Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan meliputi:

a. Business Forecasting

Business forecasting mengevaluasi faktor politis, ekonomi, demografi,


teknologi dan kompetitif yang akan mempengaruhi permintaan produk
perusahaan. Top manajemen merespon semua aktivitas ini.

b. Product & Sales Planning

3
Product & sales planning mengacu pada keputusan yang berhubungan
dengan lini produk dan layanan pasar (meliputi target daerah demografi dan
geografi). Hal ini sulit dilakukan pada jangka pendek, karena keputusan
marketing sangat mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.

c. Production Planning

Production Planning menggunakan hasil peramalan dan product & sales


planning untuk membuat rencana produksi agregat. Dalam rencana produksi
agregat, output dalam satuan agregat yang mungkin seperti ton, barel, yard,
dollar, atau standard jam kerja. Misalnya produk mobil dengan mesin 6
silinder dan 4 silinder akan memerlukan mesin yang berbeda. Tetapi dalam
rencana produksi agregat, maka keduanya harus diestimasi kebutuhan
mesinnya dalam satuan yang sama. Rencana produksi agregat juga
memutuskan tingkat pelayanan konsumen, target persediaan, tingkat produksi,
ukuran kapasitas kerja, serta rencana overtime dan sub kontrak. Rencana
produksi dibuat harus dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas
produksi.

d. Rencana Kebutuhan Sumber (Resources Requirement Planning)

Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis produk,


penjualan, dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan rencana
kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis produk
penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan kapasitas fasilitas,
perlengkapan, dan tenaga kerjanya.

e. Financial Planning

Produk, penjualan, dan rencana produksi membutuhkan sumber lain berupa


keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal kerja sekaligus
menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan keuangan perusahaan
harus diperhatikan untuk rencana jangka panjang.

f. Distribution Requirement Planning (DRP)

4
DRP merupakan kebutuhan dari pihak warehousing. Kebutuhan ini muncul
karena adanya perbedaan antara permintaan konsumen dengan tingkat
persediaan yang ada. DRP dibuat dengan harapan terdapat keterkaitan yang
baik antara pihak warehousing dengan manufacturing dalam hal jumlah dan
waktu pemenuhan order.

g. Demand Management

Fungsi demand manajemen adalah menentukan demand agregat. Penentuan


ini merupakan refleksi dari hasil peramlan dan order konsumen yang diterima,
order dari warehouse, order pabrik lain, promosi khusus, dan kebutuhan
safety stock. Output dari demand management berupa jumlah demand per
periode yang telah dikelompokkan dalam famili.

h. Master Production Schedule (MPS)

MPS adalah rencana berbasis waktu berupa jumlah yang akan diproduksi per
item, yang mempertimbangkan demand dan kapasitas yang dimiliki.
Biasanya dalam periode 1 sampai 18 bulan atau lebih, dalam jangka pendek
dan atau menengah. Dalam jangka pendek, output dari MPS ini diperlukan
dalam menentukan kebutuhan material.

i. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

RCCP meliputi hal-hal berikut:

1) Menentukan kapasitas kerja yang dapat digunakan untuk memenuhi


kebutuhan
2) Mengevaluasi rencana produksi agregat dengan kapasitas yang layak
3) Menentukan vendor utama yang memenuhi kapasitas

Apabila kapasitas tidak mencukupi maka MPS harus direvisi sesuai dengan
keterbatasan kapasitas.

j. Material Requirement Planning (MRP)

5
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis
berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang
dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan
bersih” untuk semua item (Baroto,2002). Sistem MRP dikembangkan untuk
membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item
dependent secara lebih baik dan efisien. Disamping itu, sistem MRP
dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk
mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai
dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan
perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya
Dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk
produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan
berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements planning). Time
phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:

1) Menentukan jumlah semua komponen dan material yang dibutuhkan


untuk produksi
2) Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan

MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk menentukan


cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material dalam proses
produksi, sehingga material yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan
yang dijadwalkan. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan dalam
memperkirakan kebutuhan material, karena kebutuhan material didasarkan
atas rencana jumlah produksi. MRP mulai digunakan secara meluas dalam
sistem produksi seiring dengan semakin berkembangnya pemakaian
komputer dalam bidang apapun (sekitar awal tahun 1970 an).

6
Gambar 3.2 di atas mengilustrasikan hubungan MRP, closed loop MRP, dan
MRP II. Ketiga akronim ini menunjukkan tahap perkembangan MRP. Awal
perkembangan MRP digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan material,

7
tanggal dibutuhkan, dan jadwal pelaksana produksi. Cloosed loop MRP merupakan
pengembangan sistem pengendalian produksi di mana di dalamnya terdapat proses
perencanaan kebutuhan, kapasitas dan umpan balik informasi perkembangan
produksi. Berikutnya, yaitu MRP II sering disebut Material Resource Planning atau
Business Resource Planning merupakan sistem informasi yang mengintegrasikan
pemasaran, finansial, dan operasi, sehingga penjualan dan rencana produksi bisa
terkoordinasi secara konsisten

MRP menggunakan sistem dorong (push), artinya bahan baku, komponen,


atau sub rakitan yang diperlukan didorong dari proses sebelumnya ke proses
berikutnya. Sistemnya terpusat dalam arti sistem ini menjabarkan MPS atau JIP pada
kebutuhan bahan baku atau komponen dari level ke level. Jika proses produksi lancar,
maka tidak ada masalah. Jika salah satu WC (Work Center) break down, maka akan
terjadi penumpukan di WC sebelumnya, sehingga perlu buffer (penyangga).

MRP dipengaruhi oleh struktur produk dan lead time tiap komponen.
Material Requirement Planning Sistem (Sistem MRP) dikembangkan untuk
mengelola persediaan barang yang permintaannya memiliki ketergantungan
(Dependent Demand), maksudnya adanya hubungan antar suatu permintaan barang
dengan barang lainnya yang kedudukannya lebih tinggi.

Sistem MRP dimaksudkan untuk memberikan:

a. Kebutuhan-kebutuhan persediaan berkurang.

Dengan MRP dapat ditentukan berapa banyaknya komponen yang


diperlukan dan waktu pemenuhan terhadap jadwal induknya.

b. Waktu tenggang (lead time) produksi dan waktu tenggang penyerahan yang
dikurangi pada para pelanggan. Adanya MRP dapat diidentifikasikan bahan
dan komponen yang diperlukan (jumlah dan waktunya), persediaan bahan
dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi batas waktu penyerahan.

c. Komitmen penyerahan yang realistis kepada pelanggan.

8
Dengan menggunakan MRP, bagian produksi dapat memberikan kepada
bagian pemasaran informasi yang tepat waktu mengenai kemungkinan
waktu penyerahan kepada calon pelanggan.

d. Efisiensi operasi yang meningkat.

Pada MRP dapat terjadi pengkoordinasian berbagai departemen dan


pusat-pusat kerja ketika pembuatan produksi berlangsung melalui
departemen pusat kerja tersebut. Akibatnya produksi dapat berjalan
dengan personil lebih sedikit tidak langsung seperti ekspeditor bahan dan
terjadinya ganguan produksi yang tidak direncanakan lebih kecil karena
MRP mendorong dan mendukung efisiensi produksi.

Agar MRP dapat dioperasikan secara aktif, maka harus diperhatikan asumsi-
asumsi sebagai berikut:

a. Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat diperkirakan.
b. Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
c. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu
pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan, sehingga jumlah dan waktu
kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat ditentukan.
d. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
e. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat independen.

Input dan Output dari Sistem MRP (Baroto,2002):

a. Input Sistem MRP:

1) Jadwal induk produksi.

Jadwal induk produksi dibuat berdasarkan permintaan (yang diperoleh


dari daftar pesanan atau peramalan) terhadap semua produk jadi yang
dibuat.

9
2) Catatan keadaan persediaan.

Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada


dalam persediaan.

3) Struktur produk.

Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-


komponen dalam suatu perakitan.

b. Output Sistem MRP:

Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana
produksi yang dibuat atas dasar lead time. Rencana pemesanan memiliki dua
tujuan yaitu:

1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih awal.

2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.

Output dari sistem MRP juga disebut sebagai suatu aksi yang merupakan
tindakan pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.

Proses Perhitungan Manual untuk MRP.

a. Netting.

Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang


besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement)
dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipt) dan
persediaan awal yang tersedia (beginning inventory)

b. Lotting.

10
Merupakan Suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item Secara individual didasarkan pada hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting.

Alternatif metode untuk menentukan ukuran Lot. Beberapa teknik diarahkan


untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-teknik
tersebut antara lain teknik lot for lot, economic order quantity , fixed period
requirement, Fixed order quantity dan lain-lain.

c. Offsetting.

Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk


melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Offsetting
merupakan langkah terakhir penerapan Sistem MRP pada suatu item.

d. Exploding/Eplotion.

Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item pada


level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada pemesanan item-
item produk pada level yang lebih atas.

e. Capacity Requirement Planning (CRP)

CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai hasil


MRP. Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas yang dapat
digunakan. Modifikasi dilakukan dengan menambah overtime, merubah
routing (urutan proses), dan sub kontrak. Ketika kapasitas yang dapat
digunakan tidak dapat mencukupi, meski telah dilakukan modifikasi, maka
perlu dilakukan perubahan MPS. Masalahnya, revisi MPS akan merevisi
MRP dan output kebutuhan kapasitas juga berubah.

Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian membandingkan


kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan material (MRP) oleh pemesanan
sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir
penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991). Tujuan

11
utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan
pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat
kerja selama periode waktu tertentu (Garpezs, 1998).

Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998):

a. Input dari CRP:

1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu output


dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1)
Scheduled receipts yang berisi data order due date, order quantity,
operations completed, operations remaining, dan (2) planned order
releases yang berisi data planned order releases date, planned order
receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain seperti:
product rework, quality recalls, engineering prototypes, excess scrap,
dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan
yang digunakan oleh CRP itu

2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semua open orders
yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center
yang terlibat dan perkiraan waktu.

3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factory melalui


proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part, assembly,
dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik, terdiri dari
satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah:
operations number, operation, planned work center, possible alternate
work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling
needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk
pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk
pada proses MRP.

4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production work center,
termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasi dan efisiensi,

12
serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat kerja adalah: identifikasi dan
deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per
periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya
jam kerja per shift, faktor utilisasi & efisiensi.

b. Output dari CRP:

1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini
menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam
laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses
CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile
sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat bermanfaat
untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan dan kapasitas
yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau
kekurangan kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load
profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik.
Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam
format kolom.

2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal


ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific
release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan
kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases
merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab
mereka adalah hasil dari human judgements yang berdasarakan pada
analisis dari output laporan beban pusat kerja (Work cente load reports).
Salah satu pilihan penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan
kapasitas, adalah mengubah planned start dates yang dibuat melalui
rencana MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban
di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.

Metode Pengukuran Kapasitas.

Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas yaitu:

13
a. Theoretical Capacity (Maximum Capacity) merupakan kapasitas
maksimum yang mungkin dari sistem manufakturing yang didasarkan pada
asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti: tiga shif per hari, tujuh hari
per minggu, tidak ada downtime mesin dan lain-lain. Dengan demikian
Theoretical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia
untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau
istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya. Metode Theoretical
Capacity ini tidak pernah dapat tercapai, dan karena itu tidak umum
dipergunakan dalam penentuan kapasitas

b. Demonstarted Capacity (Actual Capacity) merupakan tingkat output yang


dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi
secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur
menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal.

c. Rated Capacity (Calculated Capacity) diukur berdasarkan penyesuaian


kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh
Demonstarted Capacity. Dihitung melalui penggadaan waktu kerja yang
tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. Utilisasi adalah pecahan yang
menggambarkan persentase clock time yang tersedia dalam pusat kerja
yang secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu
Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga kerja atau keduanya,
tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan kondisi aktual di
perusahaan. Angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 (100%). Efisiensi
adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif
terhadap standar yang ditetapkan. Faktor efisiensi dapat lebih besar dari 1,0.
Untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan dari masing-masing pusat
kerja (work center) dengan menggunakan Operation time per unit. (Fogarty
dkk, 1991).

d. Final Assembly Schedule (FAS)

14
FAS merupakan pernyataan mengenai end item yang akan dirakit. Pada
lingkungan assemble to order (ATO), FAS dibuat sesuai dengan order
konsumen. Pada MPS, item merupakan level terendah dalam BOM.

e. Production Activity Control (PAC)

PAC merupakan pengendalian input/output, urutan order, penjadwalan order,


laporan performansi, dan menentukan tindakan perbaikan apabila terdapat
gangguan.

2.3 Tahapan Perencanaan dalam MRP II

Pada dasarnya sistem MRP II merupakan suatu sistem informasi


manufakturing formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi-fungsi utama
dalam industri manufaktur, seperti keuangan, pemasaran, dan produksi. Sistem MRP
II mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis dari perusahaan industri
manufaktur, sejak perencanaan strategik bisnis pada tingkat manajemen puncak (top
management) sampai perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat
manajemen menengah dan supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada
tingkat manajerialnya di atas.

15
Dari gambar 3.3 tampak bahwa sistem MRP II berawal dari perencanaan
strategik bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan (demand forecasting),
perencanaan keuangan dan pemasaran. Selanjutnya bagian pemasaran, keuangan, dan
produksi, melalui suatu tim kerja sama (team work) akan mengembangkan rencana
produksi dan jadwal produksi induk (Master Production Schedule = MPS) yang
memenuhi permintaan pasar dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia
dalam perusahaan itu. Tim kerja sama ini harus mempertimbangkan sumber-sumber
daya keuangan, pemasaran, dan manufakturing, ketika mengembangkan rencana
produksi dan jadwal produksi induk. Berikutnya dilakukan perencanaan kebutuhan
material (Material Requirement Planning = MRP). Kemudian perencanaan
kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning = CRP) dilakukan untuk
membandingkan pesanan-pesanan produksi yang direncanakan, untuk mengetahui
apakah kapasitas yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (overloads) atau
kekurangan (underloads). Jika rencana kapasitas (capacity plan) dapat diterima,
output dari MRP akan menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders)
untuk diteruskan ke lantai produksi (shop floor) dan basis bagi pesanan pembelian

16
(purchase orders) untuk diteruskan ke pemasok eksternal (outside suppliers). Proses
ini akan berlanjut terus dengan selalu memperbaharui jadwal produksi induk (MPS)
berdasarkan sumber-sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran strategik
bisnis itu.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan


dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan
flow shop (make to order dan small batch flow process).
 MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan
data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari
bisnis secara keseluruhan.
 Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing,
finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan
manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan
dan pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi
lantai pabrik dan purchasing.
 Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan meliputi:
business forecasting, product & sales planning, production planning,
resources requirement planning, financial planning, distribution requirement
planning, demand management, master production schedule, rough cut
capacity planning, material requirement planning, capacity requirement
planning, final assembly schedule, dan production activity control.

3.2 Saran

Keterbatasan-keterbatasan diatas menunjukkan bahwa masih terdapat


banyak kekurangan pada makalah ini. Maka dari itu penulis memberikan saran-
saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya.

18
Daftar Pustaka

19

Anda mungkin juga menyukai