Anda di halaman 1dari 29

Makalah Ekonometrika

AUTOKORELASI

Disusun Oleh :

1. Wd. Arzeti Rahmayana Safrin


2. Siti Hawa Alwiyah E. Monoarfa

Universitas Negeri Gorontalo

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jurusan Matematika

Program Studi Statistika

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT


yang telah memberikan kesehatan, kesempatan, serta keridhoan-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang telah


membawa kita dari alam jahilliyah ke alam islamiyah yang sarat akan
ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada Rahmaddiansyah selaku dosen


pembimbing mata kuliah Pengantar Ekonomitrika yang telah memberikan
pengarahan mengenai tugas makalah ini hingga selesai.

Segenap kemampuan kami curahkan untuk membuat makalah ini


namun kami sadar bahwa kami hanyalah manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan guna
perbaikan di masa yang akan datang.

Gorontalo, 07 November 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Autokorelasi ...................................................................... 3


2.2 Faktor Penyebab Adanya Autokorelasi ....................................... 4
2.3 Cara Mendeteksi Adanya Autokorelasi ....................................... 6
2.4 Indeksi dan Konsekuensi Akibat Autokorelasi ........................... 16
2.5 Cara Penanggulangan Adanya Autokorelasi ............................... 17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 23


3.2 Saran ................................................................................................ 24

Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Autokorelasi dikenal sebagai korelasi serial, maksudnya adalah


korelasi antara serial data atau antara data sebelum dengan data
sesudahnya dalam data yang disusun berdasarkan urutan waktu (time
series).

Autokorelasi dibagi menjadi dua yaitu autokorelasi positif dan


autokorelasi negatif. seperti kita ketahui bahwa masalah autokorelasi ini
merupakan masalah error, maka kedua jenis autokorelasi di atas juga akan
terkait masalah error. Autokorelasi positif adalah autokorelasi dimana
error yang selalu diikuti oleh error yang sama tandanya. Sebaliknya
autokorelasi negatif menyebabkan error akan diikuti oleh error yang
berbeda tanda.
Secara tradisional, cara untuk menguji ada tidaknya autokorelasi
adalah melalui ukuran statistik yang disebut Durbin Watson. cara
mengetahui nilai durbin watson dari model tertentu tidaklah susah. Dalam
software statistik SPSS sudah tersedia menu untuk mengeluarkan angka
durbin watson-nya. Nilai durbin watson tersebut tinggal dibandingkan
dengan rentang norma durbin watson yang masih bisa ditolerasi.

Salah satu cara untuk mengatasi autokorelasi adalah dengan


membuat model GLS (Generalized Linear Square). Prinsip dari model
GLS adalah menghilangkan efek korelasi time series dengan cara
mentrasformasi model menjadi model GLS. Model GLS adalah model
dengan selisih antara data pada periode t dikurang periode t-1 yang
dikalikan dengan nilai Rho. Nilai Rho dianggap sebagai representasi
autokorelasi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Definisi Autokorelasi ?
1.2.2 Apa Saja Faktor Yang Menyebabkan Adanya Autokorelasi?
1.2.3 Bagaimana Cara Mendeteksi Adanya Autokorelasi?
1.2.4 Bagaimana Indeksi dan Konsekuensi Akibat Adanya Autokorelasi?
1
1.2.5 Bagaimana Cara penanggulangan Adanya Autokorelasi?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Menjelaskan Definisi Autokorelasi ?
1.3.2 Mengetahui Faktor Yang Menyebabkan Adanya Autokorelasi?
1.3.3 Menjelaskan Cara Mendeteksi Adanya Autokorelasi?
1.3.4 Mengetahui Indeksi dan Konsekuensi Akibat Adanya
Autokorelasi?
1.3.5 Menjelaskan Cara penanggulangan Adanya Autokorelasi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Autokorelasi

Dalam asumsi klasik telah dijelaskan bahwa pada model OLS


harus telah terbebas dari masalah autokorelasi atau serial korelasi.
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode
tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat
autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti,
baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat silang
(cross section). Hanya saja masalah autokorelasi lebih sering muncul
pada data time series, karena sifat data time series ini sendiri lekat
dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data.
Sementara pada data cross section hal itu kecil kemungkinan terjadi.

Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang


mempunyai rata-rata nol, dan variannya konstan. Asums variance
yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai
suatu observasi berdampak pada observasi lain. Sebagai ilustrasi,
misalnya kita mengamati perubahan inflasi apakah dipengaruhi
oleh suku bunga deposito ataukah tidak. Bisa saja perubahan
bunga deposito pada waktu tertentu, juga dialami oleh perubahan
tingkat inflasi pada waktu yang sama. Kalau saja terjadi autokorelasi
dalam kasus semacam ini, maka menjadi tidak jelas apakah inflasi
betul-betul dipengaruhi oleh perubahan bunga deposito ataukah
karena sifat dari kecenderungannya sendiri untuk berubah.

Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan muncul


apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan pengganggu yang
secara otomatis mempengaruhi data berikutnya. Jika terdapat
ketergantungan, dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) ≠ 0; i ≠j

3
Sebaliknya, jika tidak terdapat ketergantungan atau tidak
adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi
data berikutnya maka masalah autokorelasi tidak akan muncul. Hal
seperti itu dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) = 0; i ≠j

2.2 Faktor Penyebab Adanya Autokorelasi

Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya


masalah autokorelasi, antara lain:

2.2.1 Inersia

Salah satu ciri menonjol dari sebagian deretan waktu ekonomi


adalah inersia atau kelembaman. Seperti telah dikenal dengan baik,
deretan waktu seperti GNP. Indeks Harga, produksi, kesempatan kerja
dan pengangguran menunjukkan pola siklus. Dalam kasus-kasus tersebut
observasi yang berurutan nampaknya saling bergantungan.

2.2.2 Bias spesisifikasi mengeluarkan variabel yang relevan


dari model

Variabelyang seharusnya dimasukan dalam model ternyata tidak


dimasukan.

 Model Seharusnya : 𝑌𝑡 = 𝛽1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 + 𝑢𝑡

Y : Jumlah permintaan daging sapi, X2 : Harga daging sapi, X3 :


Pendapatan konsumen, X4 : Harga daging ayam.

 Model yang dimasukan : 𝑌𝑡 = 𝛽1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝑣𝑡

Artinya, kita akan berurusan dengan :


𝑣𝑡 = 𝛽4 𝑋4 + 𝑢𝑡

Apabila harga daging ayam mempengaruhi permintaan daging sapi,


maka persamaan yang dimasukan akan menunjukan pola yang sistematis,
sehingga menciptakan autokorelasi (yang salah).

4
2.2.3Bias spesifikasi karena bentuk fungsional yang tidak
benar
 Misalkan model yang benar adalah :
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙𝑡 = 𝛽1 + 𝛽2 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑡 + 𝛽3 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑡2 + 𝑢𝑡

 Tetapi kita gunakan :

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙𝑡 = 𝛽1 + 𝛽2 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑡 + 𝑣𝑡

2.2.4 Fenomena Cobweb

Penawaran banyak komoditi pertanian mencerminkan apa yang


disebut “Fenomena Cobweb” di mana penawaran bereaksi terhadap harga
dengan keterlambatannya satu periode waktu karena keputusan
penawaran memerlukan waktu untuk penawarannya (periode persiapan)
jadi pada awal musim tanam tahun ini pertanian dipengaruhi oleh harga
yang terjadi tahun lalu.

2.2.5 Manipulasi data

Dalam analisis empiris, data kasar seringkali “dimanipulasikan”.


Sebagai contoh, dalam regresi daretan waktu yang melibatkan data
kuartalan, data seperti itu biasanya diperoleh dari data bulanan dengan
hanya marata-ratakan 3 observasi 3 bulanan. Pemerataan-rataan ini
meratakan fluktuasi dalam data bulanan dan dengan sendirinya
mengakibatkan pola sistematis dalam error sehingga menyababkan
autokorelasi.
5
2.3 Cara Mendeteksi Adanya Autokorelasi

2.3.1 Metode Grafik

Dengan metode grafik, untuk mendeteksi autokorelasi pada data time


series dilakukan dengan cara memplotkan et terhadap waktu (t) atau et
dengan et-1. Nilai et ini merupakan pendekatan untuk melihat gangguan
atau disturbansi populasi ut, yang tidak dapat diamati secara langsung.

et adalah nilai residual yang dapat diperoleh dari prosedur OLS yang
biasa. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada contoh dibawah.
Setelah memplotkan et terhadap t atau et dengan et-1, amati pola yang
terjadi. Jika terdapat pola-pola yang sistematis, maka diduga ada
autokorelasi. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang sistematis (atau
bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi.
Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut:

 Gambar (a) menunjukkan pola siklus dari plot residual terhadap


waktu, pada suatu periode, ketika et meningkat diikuti oleh
peningkatan et tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika
et menurun diikuti oleh penurunan et tahun berikutnya. Ini
menunjukkan adanya autokorelasi positif.
 Gambar (b) menunjukan pola kuadratis dari plot residual terhadap
waktu. Sama dengan gambar (a) ini juga menunjukkan adanya
autokorelasi positif.
6
 Gambar (c) menunjukkan pola gerakan kebawah dan ke atas
secara konstan. Ini menunjukkan adanya autokorelasi negatif.
 Gambar (d) menunjukkan pola yang tidak beraturan, yang
menunjukkan tidak adanya autokorelasi.
 Gambar (e) dan (f) adalah plot antara et dengan et-1.
 Gambar (e) menunjukkan pergerakan dari kiri bawah ke kanan
atas yang menunjukkan autokorelasi positif (jika data pada gambar
a atau b diplot terhadap et-1, bukan terhadap waktu, akan
menghasilkan gambar e ini).
 Gambar (f) menunjukkan pergerakan dari kiri atas ke kanan
bawah yang menunjukkan adanya autokorelasi negatif (jika data
pada gambar c diplot terhadap et-1, bukan terhadap waktu, akan
menghasilkan gambar f ini).

Sebagai contoh, misalnya kita ingin melihat pengaruh tingkat bunga


(X dalam persen) terhadap investasi (Y dalam milyar Rp). Data yang kita
gunakan selama 16 tahun, mulai dari tahun 1993 sampai 2008, seperti
yang terlihat pada tabel berikut ini (kolom 2 untuk Y dan kolom 3 untuk
X)

Tahun Y X Y thopi Et

1993 30 20 114,792 -84,792

1994 32 17 158,055 -126,055

1995 35 14,2 198,4338 -163,434

1996 40 18,6 134,9814 -94,9814

1997 55 23,4 65,7606 -10,7606

1998 150 17,4 152,2866 -2,2866

1999 230 17,1 156,6129 73,3871

2000 210 15 186,897 23,103

2001 170 12 230,16 -60,16

2002 210 9,6 264,7704 -54,7704

7
2003 200 10,8 247,4652 -47,4652

2004 310 9,9 260,4441 49,5559

2005 400 9,9 260,4441 139,5559

2006 320 16,8 160,9392 159,0608

2007 240 20,4 109,0236 130,9764

2008 230 16,8 160,9392 69,0608

Tahap-tahap yang kita lakukan adalah sebagai berikut:

 Tahap 1. Bentuk persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas


adalah tingkat bunga dan variabel terikat adalah investasi. Hasil
persamaan regresinya sebagai berikut (untuk ringkasnya, disini
hanya dikutipkan persamaan regresinya. Untuk mengestimasi
persamaan regresi ini, lihat tulisan sebelumnya, diantaranya
mengenai Regresi Linear Sederhana):
Y = 403,212 – 14,421X
 Tahap 2. Hitung prediksi Y (Ŷ) untuk masing-masing tahun
dengan cara memasukkan nilai-nilai X pada masing-masing tahun
pada persamaan regresi diatas. Misalnya, untuk tahun 1996, Ŷ =
403,212 – 14,421 (18,6) = 134,98. Demikian seterusnya.
Hasil perhitungan Ŷ untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (4).
 Tahap 3. Hitung nilai residual masing-masing tahun (et), dengan
cara mengurangi Y data sebenarnya dengan Y prediksi. Misalnya
untuk tahun 1998, et = 150 – 152,29 = -2,29. Demikian seterusnya.
Hasil perhitungan et untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (5).
 Tahap 4. Plot et terhadap tahun.
Plot et terhadap tahun, dengan et pada sumbu vertikal dan tahun
pada sumbu horizontal (sebenarnya bisa juga dipertukarkan, hanya
agak susah melihatnya). Grafik yang didapatkan grafik sebagai
berikut:
8
200 residual t
100

0
residual t
1 3 5 7 9 11 13 15
-100

-200

Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini. Terlihat adanya
pola siklus. Pada suatu periode, ketika et meningkat diikuti oleh
peningkatan et tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika et
menurun diikuti oleh penurunan et tahun berikutnya. Ini menunjukkan
adanya autokorelasi positif

Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, selain memplotkan


et terhadap tahun, kita juga dapat mendeteksi autokorelasi dengan cara
memplot et terhadap et-1. Plot et terhadap et-1 artinya kita memplotkan
antara e tahun ini dengan e tahun sebelumnya. Misalnya e tahun 1997
dipasangkan dengan e tahun 1996. Demikian juga e tahun 1998
dipasangkan dengan e tahun 1997, seperti tabel berikut:

et et-1

-126,055 -84,79165

-
-163,433
126,05467

-
-94,9811
163,43349

-10,7602 -94,98106

-2,28627 -10,76023

73,38743 -2,28627

9
23,10331 73,38743

-60,1597 23,10331

-54,7701 -60,15971

-47,4649 -54,77012

49,55618 -47,46492

139,5562 49,55618

159,0611 139,55618

130,9768 159,06113

69,06113 130,97675

Setelah itu lakukan plot seperti plot antara et dengan tahun.


Perbedaannya adalah, jika sebelumnya sumbu horizontal dari plot kita
adalah tahun, maka sekarang sumbu horizontalnya adalah et-1.

200
150
100
50
Axis Title

residual t-1
0
-200 0 200
-50 Linear
-100 (residual t-1)

-150
-200
Axis Title

10
Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini, yang bergerak
dari kiri bawah ke kanan atas. Ini menunjukkan adanya autokorelasi
positif.

2.3.2 Uji Durbin Watson

Uji Durbin watson adalah uji autokorelasi yang menilai adanya


autokorelasi pada residual. Uji ini dilakukan dengan asumsi atau syarat
antara lain:

1. Model regresi harus menyertakan konstanta.


2. Autokorelasi harus diasumsikan sebagai autokorelasi first order.
3. Variabel dependen bukan merupakan variabel Lag.

Autokorelasi first order adalah korelasi antara et dengan et-1 seperti


yang sudah dibahas di atas sebelumnya.

Uji Durbin watson akan menghasilkan nilai Durbin Watson (DW)


yang nantinya akan dibandingkan dengan dua (2) nilai Durbin Watson
Tabel, yaitu Durbin Upper (DU) dan Durbin Lower DL). Dikatakan tidak
terdapat autokorelasi jika nilai DW > DU dan (4-DW) > DU atau bisa
dinotasikan juga sebagai berikut: (4-DW) > DU < DW.

Berikut cara mendeteksi adanya autokorelasi dengan menggunakan uji


durbin watson :

1. Hipotesis yang bisa digunakan dalam pengujian terapan kasus


bisnis dan ekonomi yang berkorelasi positif berurutan :
𝐻0 : 𝜌 = 0 (tidak ada autokorelasi (r sama dengan 0))

𝐻1 : 𝜌 > 0 (ada auatokorelasi (r tidak sama dengan 0))

2. ⍺ = 5%
3. Kriteria Pengujian

 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐷 > 𝑑𝑈 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑎𝑢𝑡𝑜𝑘𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓


 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐷 < 𝑑𝐿 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑎𝑢𝑡𝑜𝑘𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑑𝐿 ≤ 𝐷 ≤ 𝑑𝑈
𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑖

11
Contoh Kasus :

Bentuk Persamaan Regresinya :

𝑌 = 403,212 − 14,421 𝑋

4. Uji statistik D diperoleh menggunakan Ordinary Least Square


(OLS) yang sesuai fungsi regresi dengan perhitungan residual
OLS
𝑒𝑡 = 𝑌𝑡 − 𝑌𝑡
Uji statistik D :

𝑛
𝑡=2(𝑒𝑡 − 𝑒 𝑡−1 )2
𝐷= 𝑛 2
𝑡=1 𝑒𝑡

dimana n = jumlah kasus.


𝑛
𝑡=2 (𝑒 𝑡 −𝑒 𝑡−1 )2 52736 ,46
𝐷= 𝑛 𝑒2 =
𝑡=1 𝑡 138110 ,8

𝐷 = 0,3818

12
 Batas bawah (Lower bound) : 𝑑𝐿
 Batas atas (Upper bound) : 𝑑𝑈

5. Pengujian

Dari tabel statistik Durbin-Watson dengan N=16 , jumlah variabel


bebas = 1 dan taraf pengujian (α) = 5%, didapatkan nilai kritis dL = 1.10
dan nilai kritis dU = 1.37. Dengan membandingkan nilai d yang kita
peroleh dari perhitungan terhadap dL atau dU dari tabel didapatkan bahwa:
d= 0.3423 < dL=1.10, maka tolak H0

6. Keputusan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi positif dari model


regresi ini.

 Nilai D yang kecil : ρ > 0 karena suku error yang berdekatan


𝜀𝑡 dengan 𝜀𝑡−1 cenderung berjarak sama ketika memiliki
autokorelasi positif.

2.3.3 Uji Run

Uji rung digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat


autokorelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak terdapat
hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau
random. Run Test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara
random atau tidak.

 Prinsip kerja dengan melihat tanda nilai residual negatif atau


positif , tanpa memperhatikan nilainya.
13
Contoh (++++++)(-----)(+++++)(----)
 Hipotesis :
 H0 : residual random (tidak ada autokorelasi)
 H1 : residual tidak random (ada autokorelasi)
 Untuk menghitungnya digunakan beberepa fungsi berikut :
dimana :
2𝑁1𝑁2
Mean : 𝐸 𝑟𝑢𝑛 = +1
N = Jumlah observasi (𝑁1+𝑁2)

N1 = Jumlah run positif (+) 2 2𝑁1𝑁2(2𝑁1𝑁2−𝑁)


Varian : 𝜎 𝑟𝑢𝑛 =
𝑁 2 (𝑁−1)
N2 = Jumlah run negatif (-)
 Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval
kepercayaan :
F1<r<F2
 Keputusan :
apabila nilai run berada diantara interval tersebut maka H0
diterima sehingga disimpulkan residualnya random dan tidak
adanya unsur autokorelasi.

Contoh :
 Hipotesis :
H0 : residual random (tidak ada autokorelasi)
H1 : residual tidak random (ada autokorelasi)

 Alpha = 5%
 Kriteria Pengujian :
Tolak H0 jika nilai Asymp.sig.(2-tailed) < 0,05.
 Pengujian

Diketahui :
(------)(++)(---)(+++++)
Maka :
r=4
N1=7
N2= 9
N=16
2𝑁1𝑁2
 𝜇𝑟 = +1
𝑁1+𝑁2

14
2 7 9
 𝜇𝑟 = +1
7+9
126
 𝜇𝑟 = + 1 = 8,87
16

2𝑁1𝑁2 2𝑁1𝑁2−𝑁
 𝜎𝑟 = √ 𝑁 2 𝑁−1

(2 7 9 )(2 7 9 )−16
 𝜎𝑟 = √ 162 16−1

126 126−16
 𝜎𝑟 = √ 256 15

13.860
 𝜎𝑟 = √
3.840

 𝜎𝑟 = √3,6 = 1,89

𝑟−𝜇𝑟
 𝑍= 𝜎𝑟
4−8,87
 𝑍= = −2,5
1,89

Dengan nilai :

 F1 = 4
 F2 = 14
 r=4

karena nilai r tidak berada diantara F1 dan F2 maka residualnya tidak


random atau terdapat autokorelasi.

2.3.4 Uji Large Multipilier (LM Test)

LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan


variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan
dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel
dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1+ β2 X2 + β3 Yt-1+ β4 Yt-2 + ε

15
Uji Lagrange Multiplier Test atau biasa disebut dengan istilah
Lagrangian Multiplier Test adalah analisis yang dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan metode yang terbaik dalam regresi data panel, apakah
akan menggunakan common effect atau random effect.

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients
Coefficients
Model t Sig.
B Std. Error Beta

(Constant) 9,359 15,363 0,609 0,553


1
Resid_2 0,805 0,160 0,813 5,028 0,000

a. Dependent Variable: Unstandardized Residual

Interpretasi :

Tampilan output menunjukkan bahwa koefisien parameter untuk


residual lag 2(Resid_2) memberikan probabilitas signifikan 0.000 hal ini
menunjukkan indikasiadanya autokorlasi tingkat satu. Sesuai dengan uji
Durbin Waston yang jugamenyatakan adanya autokorelasi.

2.4 Indeksi dan Konsekuensi Akibat Autokorelasi

penaksri OLS mempunyai sifat berikut :

 Penaksir OLS tidak bias, yaitu dalam penyampelan


berulang nilai rata-ratanya sama dengan nilai populasi
yang sebenarnya.
 Penaksir tadi konsisten yaitu dengan meningkatnya
ukuran sampel secara terbatas, penaksir tadi akan jatuh ke
nilai yang sebenarnya.

16
 Tetapi, karena terdapat autokorelasi penaksir tadi tidak
lagi efisien (tidak mempunyai varians minimum) baik
dalam sampel kecil maupun besar asimtotik.

Jika kita tetap menerapkan OLS dalam situasi autokorelasi,


konsekuensi berikut yang akan terjadi.

 Selang keyakinannya (dalam pengujian hipotesis) akan


menjadi lebar secara tak perlu dan pengujian arti
(signifikansi) kurang kuat.
 Pengujian t dan F yang biasa tidak lagi sah, dan jika
diterapkan akan memberikan kesimpulan yang
menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari
koefisien regresi yang ditaksir.
 Penaksir OLS akan memberikan gambaran yang
menyimpang dari nilai populasi yang sebenarnya. Dengan
perkataan lain, penaksir OLS menjadi sensitif terhadap
fluktuasi penyampelan.

2.5 Cara Penanggulangan Adanya Autokorelasi

1. Biarkan data apa adanya (jika datanya Cross-Sectional)


2. Menambahkan data observasi
3. Melakukan transformasi data dengan melakukan lag, differencing
pada variabel bebas, atau transformasi dengan fungsi tertentu.
4. Menggunakan metode penduga Maximum Likelihood, Yule
Walker, Full Information Maximum Likelihood, atau Uncostrained
Least Square (ULS)
5. Menggunakan metode koreksi Cochrane-Orchutt
6. Menggunakan pendekatan autoregressive (AR)

Berikut adalah langkah-langkah menggunakan metode Cochrane-


Orcutt yang kami gunakan untuk mengatasi data bilamana terdapat
autokorelasi:

1. Memasukan data pada masing-masing variabel.

17
2. Meregresikan data tersebut

18
3. Membuat transformasi Lag_Residual

4. Meregresikan data Resi_1(variabel depende) dengan Lag-


Residual(variabel independen)

19
0,805 merupakan nilai koefisien korelasi yang nantinya akan
digunakan untuk mentransformasi nilai Lag(Y) dan nilai Lag(X)
menggunakan uji Cochrane-Orcutt.

Melakukan Uji Chocran


Orcutt
5. Melakukan transformasi Lag(Y)

20
6. Melakukan transformasi Lag(X)

7. Meregresikan data baru,yaitu Lag(Y) (variabel depende) dengan


Lag(X) variabel independen)

21
8. Melihat apakaha data yang telah ditransformasi masih
berautokorelasi atau sudah terbebas dari gejala autokorelasi dengan
menggunakan uji run.

 Hipotesis :
H0 : residual random (tidak ada autokorelasi)
H1 : residual tidak random (ada autokorelasi)
 ⍺ = 0,05
 Kriteria Pengujian :
Tolak H0 jika nilai Asymp.sig.(2-tailed) < 0,05.
 Penggujian

 Berdasarkan output SPSS di atas, dapat dilihat bahwa nilai


Asymp.sig (2-tailed) = 0,341 > ⍺ = 0,05. Maka gagal tolak H0.
 Kesimpulan
Karena data tersebut gagal tolak H0, maka dapat disimpulkan
bahwa residual random atau tidak terdapat autokorelasi pada data
tersbut.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Definisi autokorelasi

Autokorelasi merupakan suatu kondisi adanya korelasi antar galat


pada observasi yang berbeda :

E(ui, uj) ≠ 0; i ≠j

Suatu model dikatakan baik apabila bebas dari masalah autokorelasi.

Autokorelasi saring terjadi pada data time series, namun tidak


menutup kemungkinan terjadi pada cross-sectional.

2. Beberapa faktor penyebab adanya autokorelasi pada data


observasi
a. Data mengandung pergerakan naik-turun secara musiman.
b. Kekeliruan memanipulasi data.
c. Penggunaan Lag (inertia) : data observasi pada sebelumnya
dan periode sekarang, kemungkinan besar akan saling
ketergantungan (independence).
d. Fenomena Cobweb .
e. Adanya bias spesifikasi (mengeluarkan variabel yang benar
dari persamaan model karena alasan-alasan tertentu).

3. Cara menegatahui adanya autokorelasi pada data observasi dapat


dilakukan dengan beberapa cara :
a. Metode Grafik
b. Uji Durbin-Watson
c. Uji Run Test
d. Uji Large Multipilier (LM Test)
4. Indeksi dan Konsekuensi akibat adanya autokorelasi pada data
observasi

penaksri OLS mempunyai sifat berikut :

23
 Penaksir OLS tidak bias, yaitu dalam penyampelan
berulang nilai rata-ratanya sama dengan nilai populasi
yang sebenarnya.
 Penaksir tadi konsisten yaitu dengan meningkatnya
ukuran sampel secara terbatas, penaksir tadi akan jatuh ke
nilai yang sebenarnya.
 Tetapi, karena terdapat autokorelasi penaksir tadi tidak
lagi efisien (tidak mempunyai varians minimum) baik
dalam sampel kecil maupun besar asimtotik.

Jika kita tetap menerapkan OLS dalam situasi autokorelasi,


konsekuensi berikut yang akan terjadi.

 Selang keyakinannya (dalam pengujian hipotesis) akan


menjadi lebar secara tak perlu dan pengujian arti
(signifikansi) kurang kuat.
 Pengujian t dan F yang biasa tidak lagi sah, dan jika
diterapkan akan memberikan kesimpulan yang
menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari
koefisien regresi yang ditaksir.
 Penaksir OLS akan memberikan gambaran yang
menyimpang dari nilai populasi yang sebenarnya. Dengan
perkataan lain, penaksir OLS menjadi sensitif terhadap
fluktuasi penyampelan.
5. Salah satu cara penanggulangan adanya autokorelasi adalah
dengan menggunakan metode Cochrane-Orcutt

3.2 Saran

Keterbatasan-keterbatasan diatas menunjukkan bahwa masih


terdapat banyak kekurangan pada hasil penelitian ini. Maka dari itu
penulis memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi peneliti selanjutnya.

24
Daftar Pustaka

25
26

Anda mungkin juga menyukai