Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ANALISIS REGRESI BERGANDA INFERENSI REGRESI


BERGANDA DAN PELANGGARAN ASUMSI KLASIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ekonometrika Dasar

Dosen Pengampu : Dr. Khubbi Abdillah, S.E., MSE

Disusun Oleh:

1. Choridatun Nafisah (G71219036)


2. Frisca Yunita Sari (G71219046)
3. Rina Ramadhani (G71219053)
4. Alfadia Fitri Aini (G91219062)

ILMU EKONOMI B
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Analisis Regresi Berganda, Inferensi
Regresi Berganda dan Pelanggaran Asumsi Klasik”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ekonometrika.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang


bersangkutan yang telah memberikan tugas kepada kami. Dan kami berterima
kasih juga kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah
ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
keterbatasan kemampuan penyusun, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa dibutuhkan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami, khususnya
pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Surabaya, 27 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................


A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................


A. Analisis Regresi Berganda ............................................................................... 3
1. Pengertian Regresi Berganda.......................................................................... 3
2. Persamaan Regresi Berganda ......................................................................... 5
3. Asumsi-Asumsi Regresi Berganda ...................................................................
B. Inferensi Regresi Berganda .............................................................................. 3
1. Koefisien Determinasi pada Regresi Berganda .............................................. 3
2. Uji Perubahan Struktural Model Regresi Berganda ....................................... 5
3. Metode Kuadrat Terkecit (OLS) Regresi Berganda .........................................
C. Pelanggaran Asumsi Klasik ............................................................................... 6
1. Multikolinearitas............................................................................................. 6
2. Heteroskedastisitas ......................................................................................... 7
3. Autokorelasi ................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP .........................................................................................................


Kesimpulan .............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis regresi merupakan salah satu bagian statistika yang paling
banyak aplikasinya. Analisis regresi berguna bagi peneliti untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh beberapa variabel bebas terhadap
variabel terikat, bahkan digunakan untuk meramalkan pada kondisi
berikutnya.
Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian
terhadap hubungan satu variabel yang diterangkan (the explained variable)
dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory
variable). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel terikat dan
variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas
lebih dari satu, maka analisis regrsi disebut regresi linear barganda disebut
berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada
variabel terikat.1
Analisis regresi linier berganda mempunyai lebih dari satu variabel
bebas, sering menimbulkan masalah karena terjadinya hubungan kuat
antara dua variabel bebasnya yang mengakibatkan terjadinya kolenieritas
ganda (multikolenierity). Gejala ini menimbulkan masalah dalam
pemodelan regresi. Kolerasi yang sangat tinggi akan menghasilkan
penaksiran yang berbias, tidak stabil dan mungkin jauh dari nilai sasaran
Gonst dan Mason (1997) sehingga galat yang dihasilkan menjadi besar dan
variansi parameternya menjadi tak hingga. Metode kuadrat terkecil akan
memberikan efek dari kolenieritas yaitu tingginya nilai koefisien
determinasi tetapi tidak diikuti dengan hasil uji hipotesis yang signifikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari regresi berganda?
2. Bagaimana sistem dari inferensi regresi berganda?

1
Dewi, Sri. Dkk. Analisis regresi dan korelasi (Malang :CV IRDH, 2019) hal 29

1
3. Bagaimana pelanggaran asumsi dalam regresi berganda terjadi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan maksud dari regresi berganda.
2. Mengetahui sistematika inferensi regresi berganda.
3. Mengetahui apa saja pelanggaran-pelanggaran dalam regresi berganda.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Regresi Berganda


1. Pengertian Regresi Berganda
Regresi berganda merupakan regresi yang memiliki satu variabel
dependen dan dua atau lebih variabel independen. Regresi berganda
pada hakekatnya adalah regresi yang digunakan untuk mengestimasi
hubungan antara dua atau lebih variabel independen dan satu variabel
dependen. Dalam hal ini pengujian analisis regresi terutama digunakan
untuk dua tujuan yang berbeda secara konseptual.2
Oleh karena itulah menggunakan regresi berganda mampu
memprediksi untuk kemudian menyimpulkan hubungan sebab akibat,
sehingga peneliti harus secara hati-hati membenarkan mengapa
hubungan yang ada memiliki kekuatan prediksi untuk konteks baru
atau mengapa hubungan antara dua variabel memiliki interpretasi
kausal.

2. Persamaan Regresi Berganda


Sebenarnya banyak sekali faktor yang mempengaruhi suatu
variabel terikat (dependent variable) tidak hanya satu variabel. Seperti
contoh pada permintaan akan barang A. Permintaan barang A oleh
konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh harga saja. tetapi juga bisa di
pengaruhi oleh faktor harga barang lain dan pendapatan konsumen dan
lain sebagainnya. Dari itu, untuk membuat analisis pengaruh berbagai
macam faktor independen terhadap variabel dependen bisa
menggunakan analisis regresi berganda. Bentuk umum regresi
berganda dapat ditulis sebagai berikut :

2
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet.hal
192

3
(Persamaan 1)

Misalkan kita mempunyai model sebagai berikut

(Persamaan 2)
Dimana Y adalah variabel dependen dan adalah variabel
independen dan adalah residual. Subkrip i menunjukkan observasi
ke i untuk data cross saction dan apabila kita menggunakan data time
series biasanya tanda subkrip t yang menunjukkan waktu. Sedangkan
dalam persamaan (1.2) seperti yang terdapat pada regresi sederhana
yang mana menunjukkan intersep ,sementara dalam
regresi berganda menunjukkan koefisien regresi persial.
3. Asumsi-Asumsi Regresi Berganda
Dalam regresi berganda ada beberapa asumsi OLS yang digunakan.
Adapun asumsinya sebagai berikut :
a. Hubungan antara Y (variabel dependen) dan X (variabel
independen) adalah linier parameter.
b. Nilai X nilainya tetap untuk observasi yang berulang-ulang (non-
stocastik). Karena variabel indepedennya lebih dari satu maka
ditambah asumsi tidak ada hiubungan linier antara variabel
independen atau tidak ada multikolinieritas antara X1 dan X2
dalam persamaan.
c. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel
gangguan e1 (error) adalah nol E( )=0
d. Varian dari variabel gangguan e1(error) adalah sama
(homoskedastisitas )
Var ( ) = E[ ( )]
( ) karena asumsi 3 =
e. Tidak ada serial korelasi antara variabel gangguan e1(error) atau
variabel ganggguan e1tidak saling berhubungan dengan variabel
gangguan e1(error) yang lain.

4
C0v ( ) = [( ( ) )] [( ( ) )]
= ( ) ( ) )=0
f. Variabel gangguan e1(error) berdistribusi normal.
e ~ N(0, )
Apabila regresi berganda telah memenuhi 6 asumsi diatas, maka
persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut :
E( )= (persamaan 3)
Arti persamaan (3) tersebut adalah nilai harapan (excepted value) atau
rata-rata dari Y pada nilai tertentu vaiabel dependen dan .
Dalam ini memerhatkan dan agak berbeda dari regresi
sederhana sebelumnya. Dimana adalah mengukur perubahan rata-
rata Y atau nilai harapan E (Y| ) Terhadap perubahan per unit
dengan asumsi variabel tetap. Begitupun dengan Adalah
untuk mengatur perubahan rata-rata Y atau nilai harapan E
(Y| ) terhadap perubahan per unit dengan asumsi variabel
tetap.
B. Inferensi Regresi Berganda
1. Koefisien Determinasi Regresi Berganda
Pada regresi berganda menggunakam koefisien determinasi untuk
mengukur seberapa baik garis regresi yang dimiliki (garis regresi
dikatakann baik, sempurna jika nilai residual adalah nol). Dalam hal
ini mengukur seberapa besar proporsi variasi variabel dependen yang
dijelaskan oleh semua variabel independen. Formula yang digunakan
untuk menghitung koefisien determinasi (R2) regresi berganda sama
dengan regresi sederhana. Maka rumusnya:

R2 = ESS /TSS = 1-

∑ ̂
=1-
∑ ̂

(∑ ̂
=1-
∑( ̅)

5
Dari rumus tersebut diketahui bahwa koefisien determinasi tidak
pernah menurun terhadap variabel independen. Artinya koefisien
determinasi akan semakin besar jika terus menambah variabel
independen di dalam model. Hal ini terjadi karena ∑(Y1- ̅ )2 bukan
merupakan fungsi dari variabel dependen X, sedangkan RSS yakni
∑ ̂ i2 tergantung dari jumlah variabel independen X didalam model.
Dengan demikian jika jumlah variabel independen X bertambah maka
∑ ̂ i2 akan menurun. Jika diingat kembali, bahwa nilai koefisien
determinasi tidak pernah menurun maka harus berhati-hati
membandingkan dua regresi yang mempunyai variabel dependen Y
sama tetapi berbeda dalam jumlah variabel independen X. Sikap
kehati-hatian ini perlu karena tujuan dari regresi metode OLS adalah
mendapatkan nilai koefisien determinasi yang tinggi.
Salah satu persoalan besar dalam penggunaan koefisien
determinasi R2 dengan demikian nilai R2 selalu naik ketika menambah
variabel independen X dalam model walaupun penambahan variabel
independen X belum tentu mempunyai justifikasi atau pembenaran
dari teori ekonomi ataupun logika ekonomi. Para ahli ekonometrika
mengembangkan alternatif lain agar nilai R2 tidak merupakan bagian
dari fungsi variabel independen. Alternatifnya dapat digunakan R2
yang tidak merupakan fungsi dari variabel independen. Digunakan
sesuai dengan (adjusted R2) dengan rumus sebagai berikut:
( ̂ ) (
̅̅̅ = 1 - )
∑( ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
) ( )
Dimana k adalah jumlah parameter, yang termasuk intersep dan n
adalah jumlah observasi. Terminologi koefisien determinasi
disesuaikan karena adanya derajat kebebasan (df) dimana ∑ ̂ i2
mempunyai df sebesar n-k dan ∑ ̅ dengan df sebesar n-1.3

3
Agus Tri Basuki, 2017. Pengantar Ekonometrika (Dilengkapi Penggunaan Eviews). Sleman :
Danisa Media. hal 46

6
Misalnya kita ingin menganalisis ekspor Pakaian Jadi lndor.esia ke
Jepang periode 1985- 2000. Model yang digunakan adalah regresi
berganda. Model analisis ekspor adalah analisis pada sisi penawaran
dengan variabel independen harga pakaian jadi dan nilai tukar rupiah
terhadap Yen Jepang. Harga diharapkan berhubungan positif dan kurs
juga berhubungan positif terhadap ekspor. Data yang diperlukan ada di
pada tabel. Model persamaan regresinya dapat ditulis sbb:

Data Ekspor Pakaian Jadi, Harga Ekspor Pakaian Jadi dan Kurs
Rp/yen Indonesia ke Jepang 1985-2000.

Tahun Ekspor Harga Kurs Tahun Ekspor Harga Kurs


pakaian ekspor Rp/Yen pakaian ekspor Rp/Yen
jadi pakaian jadi pakaian
jadi jadi
1985 3678,8 248,48 5,65 1993 26776 1085,5 18,96
1985 4065,3 331,48 10,23 1994 43501 1912,2 22,05
1987 8431,4 641,88 13,5 1995 49223 2435,8 22,5
1988 15718 100,80 13,84 1996 65076 6936,7 20,6
1989 11891 536,69 12,66 1997 54941 3173,14 43
1990 9349,7 332,25 13,98 1998 58097 2107,7 70,67
1991 14561 657,6 15,69 1999 112871 2935,7 71,2
1992 20148 928,1 16,62 2000 108280 3235,8 84
Sumber: BPS berbagai tahun penerbitan
Model persamaan regresinya:

Dimana Y = Nilai ekspor Pakaian Jadi ke Jepang (ton); X1= harga


ekspor pakaian jadi ke Jepang (US$/ton); X2= kurs rupiah terhadap
Yen Jepang(Rp/yen); dan t = waktu observasi.
Persamaan tersebut diestimasi dengan metode OLS menggunakan
alat bantu Eviews dan hasilnya sebagai berikut:

7
̅ = -4067,496 + 7,8150 + 1001,855
t = (-0,8872) (4,2937) (7,6884)

Evaluasi pertama hasil regresi dilihat dari tanda parameter estimasi.


Koefisien harga rertanda positif sesuai dengan teori penawaran.
Semakin tinggi (rendah) harga maka ekspor pakaian jadi ke Jepang
semakin meningkat (menurun). Tanda koefisien kurs juga positif
sesuai dengan teori. Kenaikan (penurunan) harga telah mendorong
eksportir untuk menaikkan (menurunkan) ekspornya ke Jepang. Begitu
pula jika rupiah terdepresiasi terhadap Yen maka ekspor akan semakin
meningkat (menurun).4
2. Uji Perubahan Struktural Model Regresi
Dalam menganalisis regresi dengan data time series diasumsikan
bahwa perilaku variabel adalah sama. Pada kenyataannya terjadi
perubahan struktural. Misalnya ketika terjadi krisis ekonomi di
Indonesia tahun 1997. Krisis ekonomi ini tentu berpengaruh terhadap
kegiatan ekonomi. Contohnya perilaku konsumsi masyarakat jelas
tidak akan sama ketika krisis ekonomi belum terjadi dan di saat krisis
ekonomi. Krisis ekonomi telah menyebabkan pendapatan masyarakat
mengalami penurunari sehingga mengakibatkan konsumsi masyarakat
mengalami penurunan juga. Contolh lain misalnya ketika pemerintah
mengeluarkan kebijakan deregulasi Perbankan bulan Oktober 1988
berupa kemudahan mendirikan bank, maka ini akan berpengaruh
terhadap peri!aku tabungan masyarakat.

4
Agus Widarjono, 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia. hal 86

8
Dengan ·demikian, segala sesuatu kejadian yang menyebabkan
adanya perbedaan perilaku ekonomi disebut perubahsm struktural di
da!am analisis regresi.
Dan yang menjadi pertanyaan adalah tentang bagaimana perubahan
struktural dapat dijelaskan dalam regresi. Adanya perubahan struktural
ini berarti nilai parameter estimasi tidak sama dalam periode
penelitian. Dengan kata lain perubahan struktural ini akan
menyebabkan adanya perbedaan di dalam intersep (konstanta) atau
slope atau kemungkinan adanya perbedaan baik intersep maupun slope
dalam garis regresi.
Gregory C. Chow telah mengembangkan sebuah uji untuk
mengetahui ada tidaknya perubahan struktural di dalam regresi dengan
menggunakan uji statistik. F.5 Asumsi yang melatarbelakangi uji
Chow adalah sbb:
a. E1t = N ( 0 , ) dan e2t = N ( 0 , ) Residual dl dalam kedua periode
penelitian mempunyai distribusi normal dan residual juga
mempunyai varian yang sama (homoskedastik)
b. Kedua residual e1t dan e2t tidak saling berhubungan.

Untuk menjelaskan Uji Chow ini, misalkan kita ingin menganalisis


permintaan impor Indonesia dalam periode 1980-2002. Dalam periode
ini diduga ada perubahan struktural yakni perubahan dari
industrialisasi substitusi impor menjadi industrialisasi promosi ekspor
pada tahun 1990. Karena sebagian besar industri kita masih
mengandalkan bahan baku impor rnaka implikasinya pemerintah
memberi kemudahan dalam hal mengimpor bahan baku.

Dengan menggunakan model linier permintaan impor untuk


mengetahui adakah terjadi perubahan struktural akibat perubahan

5
Gregory C. Chow, 1960 “Test of Equality between Sets of Coefficients in Two Linear
Regressions,” Econometrica, Vol. 28, No.3. hal 591-605

9
strategi industrialisiasi dalam periode penelitian 1980-2002. Model
regresi linier permintaan impor, dapat dituliskan kembali :

(persamaan 1)

Dimana Y= permintaan irnpor; X1= harga impor yakni indeks


harga impor; X2= GDP riil tahun dasar 1993.

Ada tidaknya perubahan struktural maka waktu periode penelitian


dibagi menjadi dua yaitu 1980-1990 dan 1991-2002. Periode pertama
dengan jumlah observasi n1 = 11 merupakan periode industrialisasi
substltusi impor dan periode kedua dengan n2 = 12 adalah saat
industrialisasi promosi ekspor. Dalam hal ini jumlah observas! bis8
sama ataupun bisa tidak sama. Dengan demikian kita sekarang pun.ya
dua regresi permir.taan impor yakni: Periode industriallsasi substitusi
impor 1980-1990:

(persamaan 2)

Periode industrialisasi promosi ekspor 1991-2002

(persamaan 3)

Jika ada perubahan struktural maka kemungkinan hasilnya adalah


dua regresi tersebut mempunyai intersep yang berbeda atau slope
berbeda atau baik intersep dan slope berbeda. Tetapi jika tidak ada
perubahan struktural maka kita dapat menggabungkan regresi n1 dan
n2 sebagaimana persamaan (1). Adapun prosedur uji Chow sebagai
berikut:

a. Estimasi persamaan (1) dan dapatkan RSS1 (residual sum off


squares) dengan df = (n1 + n2 – k) dimana k adalah jumlah
parameter estimasi termasuk konstanta. RSS1 yang didapat
disebut restricted residual of sum squares (RSSR) karena

10
dianggap bahwa = ; = dan = atau dengan kata lain
tidak terjadi perubahan struktural.
b. Estimasi persamaan (1) dan (2) secara terpisah dan dapatkan RSS2
dengan df=(n1-k). Selanjutnya kita dapatkan unrestricted residual
of sum squares (RSSUR) dengan df = (n1+n2-2k) dengan cara kita
tambahkan RSS2 dan RSS3.
c. Dengan asumsi yang dikemukakan Chow, perubahan struktural
dapat dilakukan dengan melalui uji statistic F dengan formula
sbb:
( )
[ ( )] (persamaan 4)
( ) ( )

Menurut Chow, jika tidak terjadi perubahan struktural di dalam


persamaan regresi maka RSSR dan RSSUR seharusnya adalah sama
secara statistic. Dengan demikian jika nilai F hitung dari persamaan
(4) tersebut lebih kecil dari nilai F kritis maka tidak terjadi perubahan
struktural. Contoh :

Uji Perubahan Struktural Permlntaan lmpor Indonesia.

Kita mencoba menganalisis kasus permintaan impor Indonesia


tahun 1980-2002 apakah benar perubahan strategi industrialisasi dari
subsititusi impor kepada promosi ekspor menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku konsumen impor atau dengan kata lain terjadi
perubahan struktural dalam regresi. Adapun uji Chow sebagai berikut:

a. Langkah pertama
̂
t (-3.9831) (-3.9254) (8,9152)
R2 = 0.912921
RSS1 = RSSR = 2,11 x 108 df = 20
b. Langkah kedua
1) Periode 1980-1990
̂

11
t (-1.0550) (-1.4125) (1.6922)
R2 = 0.3948
RSS2 = 71952139 df = 8
2) Periode 1991-2002
̂
t (-0,5134) (-3.0977) (5,0184)
R2 = 0.736741
RSS3 = 1,19 x 108 df = 8
RSSUR = 71952139 + 1,19 x 108 = 190952139

Nilai hitung F
( )

Nilai F kritis dengan dengan df (3,17)=3,49. Karena nilai


F hitung lebih kecil dari nilai F kritis maka kita menerima hipotesis
nul atau menolak hipotesis alternatif. Artinya, dalam periode
penelitian tidak ditemukan adanya perubahan struktural. Adanya
perubahan kebijakan industrialisasi dari substitusi impor ke promosi
ekspor tidak berpengaruh terhadap perilaku impor Indonesia.
Dari langkah contoh uji Chow yang telah dijelaskan diatas harus
melakukan regresi berkali-kali. Untuk mempermudah pengerjaan,
software Eviews menyediakan uji perubahan struktural dari Chow.
Periode penelltan tetap sama dibagi 2 yaitu 1980-1990 dan 1991-2002.
Dalam prosedur ini maka tahun perbedaan dimulai pada tahun 1991
sebagai titik perbedaan (breakpoint test). Uji statistiknya berdasarkan
uji statistik F dan berdasarkan statistik log likelihood ratio dikenal
dengan uji LR. Nilai statistik log likelihood ratio didasarkan pada
estimasi regresi berdasarkan metode maximum likelihood.
Uji LR ini mengikuti distribusi statistik chi square ( X2 ) dengan
derajat kebebasan sebesar (m-1)/k dimana m adalah jumlah subsampel
observasi dan k adalah jumlah parameter estimasi. Dalam kasus

12
permintaan impor subsampel observasiriya adalah periode 1991- 2002
karena tahun 1991 sebagai breakpoint sehingga m sebesar 12. Hasil
uji perubahan struktural dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini
sedangkan langkah uji Chow dengan software Eviews bisa dilihat
dibawah tabel. Nilai F hitung sebesar 0,6072 sedangkan Nilai kritis
tabel F dengan u=5% dengan df (3, 17) = 3,49. Berdasarkan uji F ini
berarti kita menerima hipotesis nul yang berarti tidak ada perubahan
struktural. Nilai hitung statistik chi square ( X2 )= 2,3414 sedangkan
nilai kritis dari statistik chi square ( X2) dengan dengan
dengan df 4 (11/3) sebesar 9,4877.

Kesimpulannya adalah dengan menerima hipotesis nul yang berarti


tidak ada perubahan strukutral. Hasil uji LR ini mendukung hasil uji
F. Kita juga bisa menolak atau menerima hipotesis nul dengan melihat
nilai probabilitas masing-masing uji. Pada tabel terlihat bahwa nilai
probabilitasnya atau nilai -nya lebih dari 10%. Berarti bahwa
berdasarkan uji statistik F maupun LR tidak signifikan. Dengan
demikian, berdasarkan kedua uji tersebut tidak terjadi perubahan
struktural perilaku impor dalam periode penelitian. 6

Tabel Uji Perubahan Struktural Metode Chow

Chow Breakpoint Test 1991


F statistic 0.607243 Probability 0.619333
Log likelihood 2.341369 Probability 0.504642
ratio

3. Metode Kuadrat Terkecil (OLS) Regresi Berganda


Sebagaimana metode OLS untuk regresi sederhana, tujuan metode
OLS untuk regresi berganda adalah agar dapat meminimumkan
residual kuadrat ∑ ̂ ∑( ̂ )2 dimana ̂ ̂ ̂ ̂ .

6
Agus Widarjono, 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia hal 90-91

13
Nilai minimum kuadrat dapat diperoleh dengan melakukan diferensiasi
parsial residual kuadrat terhadap ̂ ̂ dan ̂ dan kemudian
menyamakan nilainya sama dengan nol sehingga menghasilkan
persamaan yang proses penurunannya sebagai berikut :
Meminimumkan ∑( ̂ )2 = ∑( )2

∑( ̂ ̂ ̂ )2 = -2∑ ( ̂ ̂ ̂ )
̂

(persamaan 1)

∑( ̂ ̂ ̂ )2=-2∑ ( ̂ ̂
̂

̂ ) (persamaan 2)

∑( ̂ ̂ ̂ )2 = -2∑ ( ̂ ̂
̂

̂ ) (persamaan 3)

Menyamakan persamaan (1)(2)(3) dengan nol dan membaginya


dengan 2 maka akan menghasilkan

∑( ̂ ̂ ̂ ) (persamaan 4)

∑ ( ̂ ̂ + ̂ ) = 0 (persamaan 5)

∑ ( ̂ ̂ + ̂ ) = 0 (persamaan 6)

Dengan memanipulasi persamaan (4)(5)(6) tersebut maka kita akan


menghasilkan persamaan yang dikenal dengan persamaan yakni:

∑ ̂ ̂ ∑ ̂ ∑ (persamaan 7)

∑ ̂ ∑ ̂ ∑ ∑ ∑ (persamaan 8)

∑ ̂ ∑ ̂ ∑ ∑ (persamaan 9)

Dari persamaan (7), (8) dan {9) tersebut kemudian kita bisa
dapatkan nilai untuk ̂ , ̂ , ̂ sebagai berikut:

14
̂ ̅ ̅ ̅ (persamaan 10)
(∑ )(∑ ) (∑ )(∑ )
̂ (persamaan 11)
(∑ )(∑ ) (∑ )

(∑ )(∑ ) (∑ )∑ )
̂ (persamaan 12)
(∑ )(∑ ) (∑ )

Dimana :
̅
̅
̅ dan ̅ adalah rata-rata7

C. Pelanggaran-Pelanggaran terhadap Asumsi Regresi Berganda


Dalam analisis regresi linier berganda terdapat beberapa
pelanggaran-pelanggaran yang seringkali dilakukan terhadap asumsi-
asumsinya, diantara adalah :

1. Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah terjadinya hubungan linier antara variable
bebas dalam suatu model regresi linier berganda. 8Hubungan linier
antara variable bebas dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang
sempurna dan hubungan linier yang kurang sempurna.
Adapun dampak adanya multikolinieritas dalam model regresi
linier berganda adalah :
a. Penaksiran OLS masih bersifat BLUE, tetapi mempunyai variansi
dan kovariansi yang besar sehingga sulit mendapatkan taksiran
(estimasi) yang tepat.
b. Akibat penaksiran OLS mempunyai variansi dan kovariansi yang
besar, menyebabkan interval estimasi akan cenderung lebih lebar
dan nilai hitung statistic uji t akan kecil, sehingga membuat
variable bebas secara statistic tidak signifikanmempengaruhi
variable tidak bebas.

7
Ibid, hal 100
8
Damodar Gujarati, 2003.Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga

15
c. Walaupun secara individu variable bebas tidak berpengaruh
terhadap variable tidak bebas melalui uji t, tetapi nilai koefisien
determinasi ( ) masih bisa relative tinggi.
Selanjutnya untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam
model regresi linier berganda dapat digunakan nilai variance inflation
factor (VIF) dan tolerance ( TOL) dengan ketentuan jika nilai VIF
melebihi angka 10, maka terjadi multikolinieritas dalam model regresi.
Kemudian jika nilai TOL sama dengan 1, maka tidak terjadi
multikolinieritas dalam model regresi.

2. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah variasi dari error model regresi tidak
konstan atau variansi antar error yang satu dengan error yang lain
berbeda. Dampak adanya heteroskedastisitas dalam model regresi
adalah walaupun estimator OLS masih linier dan tidak bias, tetapi
tidak lagi mempunyai variansi yang minimum dan menyebabkan
perhitungan standart error metode OLS tidak bisa dipercaya
kebenarannya. Selain itu intervalestimasi maupun pengujian hipotesis
yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak bisa lagi dipercaya
untuk evaluasi hasil regresi.
Akibat dari dampak heteroskedastisitas tersebut menyebabkan
estimator OLS tidak menghasilkan estimator yang BLUE dan hanya
menghasilkan estimator OLS yang Linier Unbiased Estimator (LUE).
Selanjutnya dilakukan deteksi masalah heteroskedastisitas dalam
model regresi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan Metode
Glejser. Glejser merupakan seorang ahli ekonometrika dan
mengatakan bahwa nilai variansi variable error model regresi
tergantung dari variable bebas. Jika hasil uji F dari model regresi yang
diperoleh tidak signifikan, maka tidak ada heteroskedastisitas Glejser
menyarankan untuk melakukan regresi nilai mutlak residual dengan

16
variable bebas. Jika hasil uji F dari model regresi yang diperoleh tidak
signifikan, maka tidak ada heteroskedastisitas dalam model regresi. 9
3. Autokorelasi
Autorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variable error
dengan variable error yang lain. autokorelasi seringkali terjadi pada
data time series dan dapat juga terjadi pada data cross section tetapi
jarang. Adapun dampak dari adanya autokorelasi dalam model regresi
adalah sama dengan dampak dari heteroskedastisitas yang telah
diuraikan sebelumnya, yaitu walaupun estimator OLS masih linear dan
tidak bias, tetapi tidak lagi mempunyai variansi yang minimum dan
menyebabkan perhitungan standart error metode OLS tisak bisa
dipercaya kebenarannya. Selain itu interval estimasi maupun pengujian
hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak bisa lagi
dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Akibat dari dampak adanya
autokorelasi dalam model regresi menyebabkan estimator OLS yang
tidak menghasilkan estimator yang BLUE dan hanya menghasilkan
estimator OLS yang LUE.
Selanjutnya untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model
regresi linier berganda dapat digunakan model Durbin-Watson. Beliau
telah berhasil mengembangkan suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi adanya masalah autokorelasi dalam model regresi linear
berganda menggunakan pengujian hipotesis dengan statistic uji yang
cukup popular pada persamaan berikut :

Kemudian Durbin-Watson berhasil menurunkan nilai kritis batas


bawah ( ) dan batas atas ( ) sehingga jika nilai d hitung dari

9
Agus Widarjono, 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia

17
persamaan diatas terletak diluar nilai kritis ini, maka ada atau tidaknya
autokorelasi baik positif maupun negative dapat diketahui. Deteksi
autokorelasi pada model regresi linier berganda dengan metode Durbin-
Watson adalah :

Uji Statistik Durbin-Watson

Salah satu keuntungan dari Uji Durbin-Watson yang didasarkan


pada error adalah bahwa setiap program computer untuk regresi selalu
member informasi statistic d. adapun prosedur dari uji Durbin-Watson
adalah :
a) Melakukan regresi metode OLS dan kemudian mendapatkan nilai
errornya.
b) Menghitung nilai d dari pesamaan diatas ( kebanyakan program
computer secara otomatis menghitung nilai d)
c) Dengan jumlah observasi (n) dan jumlah variable bebas tertentu
tidak termasuk konstanta (p-1), kita cari nilai kritis dan di
statistic Durbin-Watson.
d) Keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dalam model regresi
didasarkan pada tabel.

18
Selain kriteria uji seperti tabel diatas, terdapat juga kriteria lain
untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model regresi linear
berganda adalah sebagai berikut :10
a) Jika nilai d < -2 maka ada autokrelasi positif.
b) Jika -2 < d < 2 maka tidak ada autokorelasi.
c) Jika nilai d > 2 maka autokorelasi negative.

10
Santoso Singgih, 2000. Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: Gramedia.

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Regresi Linear Berganda adalah model regresi linear dengan melibatkan
lebih dari satu variable bebas atau predictor. Dalam bahasa inggris, istilah
ini disebut dengan multiple linear regression.
2. Bahwa dalam regresi berganda, ada kemungkinan beberapa variabel
independen benar-benar berkorelasi satu sama lain, sehingga penting untuk
memeriksa hal ini sebelum mengembangkan model regresi.
3. Seperti halnya uji parametris lainnya, maka regresi berganda juga
mempunyai syarat atau asumsi klasik yang harus terpenuhi. Agar model
prediksi yang dihasilkan nantinya bersifat BLUE (Best Linear Unbiased
Estimation).

20
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Agus Tri. 2017. Pengantar Ekonometrika (Dilengkapi Penggunaan


Eviews). Sleman : Danisa Media
Chow, Gregory C. 1960. “Test of Equality between Sets of Coefficients in Two
Linear Regressions,” Econometrica, Vol. 28, No.3.
Dewi, Sri. Dkk. 2019. Analisis regresi dan korelasi. Malang :CV IRDH
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta:
Erlangga
Singgih, Santoso. 2000. Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet
Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia

21

Anda mungkin juga menyukai